Anda di halaman 1dari 2

Vincentian Michael A. P.

05211840000069
Sistem Informasi
SDPL

Seaspiracy

Dalam film, dijelaskan bahwa manusia mengambil ikan secara besar-besaran tanpa membiarkan
populasi ikan pulih terlebih dahulu, sehingga menyebabkan stok ikan berkurang. Jika dilanjutkan
pada tahun 2048 samudra akan kosong. Beberapa negara juga ada memburu paus atau istilahnya
ilegal fishing, yang paling terkenal ialah Jepang. Di Jepang, hiu dan lumba-lumba dibantai bukan
karena nilai ekonominya, melainkan karena mereka memakan terlalu banyak ikan kecil. Dengan
kata lain, hewan lucu tak berdosa itu dianggap pesaing oleh para nelayan Jepang. Nilai bisnis
ikan sebenarnya adalah ikan tuna sirip biru, ikan termahal di planet ini. Untuk mendapatkan ikan
ini para nelayan memakai pukat besar sehingga tak hanya tuna yang terjaring, melainkan hiu,
paus, dan lumba-lumba. Hewan-hewan yang terjaring itu kemudian mati dan dibuang ke laut
begitu saja.Tak berhenti hanya di situ, industri perikanan—yang legal maupun ilegal—adalah
produsen sampah jaring plastik terbesar. Tabrizi menemukan data bahwa sampah plastik di laut
yang terbanyak bukan sedotan atau bungkus plastik. Meski mereka turut meracuni laut, tapi
sampah paling mematikan satwa liar di sana adalah jaring plastik yang dibuang para nelayan,
dengan volume lebih dari 51%. Jaring tak hanya menjerat hewan laut tapi juga meracuni alga dan
karang dari mikroplastik yang terlepas. Mikroplastik lalu dimakan ikan dan ikan itu kemudian
berakhir di meja makan kita, menumbuhkan kanker, memancing pelbagai sel ganas di tubuh
manusia. Jepang melakukannya di selatan taiji meskipun banyak negara telah melarangnya,
bahkan di Jepang pemerintah dan otoritas keamanan selalu mengawasi turis kemanapun pergi
agar turis tidak melaporkan kejadian yang terjadi di Taiji Banyak spesies laut mati, yang
diakibatkan dari tumpahan minyak yang terjadi berbulan-bulan di Meksiko, namu faktnya
membunuh lebih sedikit daripada industry perikanan yang terjadi selama sehari. Karena satwa
laut justru diuntungkan dari tumpahan minyak, sebab bisa rehat dari penangkapan ikan

Solusi atas masalah banyaknya jaringan ikan di lautan ialah berhenti memakan ikan agar
populasi ikan pulih kembali, argumen ini diperkuat oleh pernyataan dari narasumber bahwa ikan
lebih banyak mengandung zat berbahaya, seperti merkuri dan tumbuhan sejenis ganggang.
Pemerintah harus menghapuskan subsidi perikanan yang merusak, misalnya bahan bakar fosil
(solar). Sebuah penelitian tahun 2019 menyebutkan subsidi global perikanan laut yang dianggap
Vincentian Michael A. P.
05211840000069
Sistem Informasi
SDPL
merusak mencapai 22 miliar dolar (Rp321 triliun) setiap tahun. Subsidi ini juga mendorong
terjadinya kapasitas berlebih yang menyebabkan tangkapan berlebih.

Hasil investigasi Seaspiracy bisa menunjukkan bahwa kerusakan laut lebih banyak disebabkan
oleh industri perikanan tangkap, termasuk sampah plastik dari jaring penangkap ikan. Jadi,
bukan semata-mata akibat sampah sedotan plastik (yang diklaim hanya berkontribusi 0,03% dari
timbulan sampah lautan global).

Anda mungkin juga menyukai