Anda di halaman 1dari 8

Sagian Rizaldi, Mendokumentasikan Aset Budaya...

19

Mendokumentasikan Aset Budaya


Lewat Teknologi Media:
Sebuah Catatan Kecil Etnomusikologi

Rizaldi Siagian

Abstrak
Etnomusikologi telah melalui perjalanan panjang dalam sejarahnya, untuk bisa men-
capai kemajuan dalam kegiatan pendokumentasian seni budaya, khususnya seni musik. Tulisan
ini mencoba untuk menelusuri sejarah panjang tersebut dari perspektif peran para tokoh et-
nomusikolog dan kontribusi perkembangan teknologi media terhadap perkembangan keilmuan
dan praktek penelitian etnomusikologi itu sendiri. Penelusuran sejarah tersebut nantinya akan
berujung sebagai refleksi atas situasi perkembangan etnomusikologi di Indonesia.

Kata Kunci: Etnomusikologi, teknologi, media rekam.

Meneliti musik sama seperti bagaimana si peneliti bisa memindahkan


memburu benda tak berwujud. Bunyi- abstraksi aksi getar yang menghasilkan bunyi
bunyian musikal yang diproduksi dan disusun itu bisa direkam menjadi sebuah catatan,
melalui proses kerja yang disebut ‘bermain citra, atau rangkaian not, yang berwujud
musik’ itu lenyap seketika setelah vibrasi (tangible), bisa dilihat dan digunakan sebagai
sumber-sumber suaranya berhenti. Sifat data untuk dianalisis dalam upaya menggali
dasar musik yang hanya bisa didengar pada informasi yang terekam di dalamnya?
saat musik itu dimainkan menempatkan
‘musik’ seharusnya dipahami sebagai proses Transkripsi Musik
kerja. Mengapa? Karena “benda yang Di sisi lain, kemampuan seorang
bernama musik itu sesungguhnya tidak ada” peneliti musik, apakah ia etnomusikolog,
(Small, 1998:2). Musik adalah aktivitas kerja. musikolog, atau praktisi, dalam
Sesuatu yang harus dikerjakan dan kemudian hal mengingat bunyi-bunyian yang ia
menghasilkan susunan bunyi yang bisa dengar secara seketika, tidak seperti
terdengar, tetapi secara visual tak berwujud dongeng Mozart, yang dimitoskan mampu
(intangible). Begitu aksi selesai dikerjakan, mengingat semua bunyi-bunyian dari
gerakan benda dalam bentuk getar penghasil orkes simfoni yang baru saja ia tonton, lalu
bunyi itu pun berhenti. Dalam meneliti menuliskannya kembali. Transkripsi musik,
musik, masalah yang mendasarnya adalah yaitu kemampuan yang harus dilatih dalam
20 Jurnal Seni Nasional CIKINI Volume 2, Des’2017 - Mei 2018

mendengar, mengidentifikasi bunyi dan William Jones, yang bekerja menjadi hakim
sumber bunyi, serta menuliskannya secara kolonial di Calcutta, India, harus melakukan
akurat dalam simbol-simbol yang disepakati observasi terhadap praktik musik selama
sebagai notasi itu tidaklah mudah. Di era bertahun-tahun dan studi melalui kitab-
awal penelitian kebudayaan musik dunia, kitab kuno musik Hindu, baru kemudian
para peneliti umumnya memerlukan menulis artikel, “On the Musical Modes of
waktu yang cukup signifikan untuk bisa the Hindus,” pada tahun 1792 (Cooley &
memahami fenomena bunyi musikal, yang Barz, 2008: 7). Artikel ini kemudian dianggap
tak jarang terdengar sangat aneh dan ganjil sebagai tulisan ilmiah awal tentang tradisi
bagi si peneliti. Prosesnya sangat beragam. klasik India yang dilakukan oleh orang luar,
Terlebih-lebih, ketika penelitian dilakukan Barat.
tanpa menggunakan alat bantu seperti
teknologi rekaman yang baru ditemukan MUNCULNYA LEMBAGA PENGARSIPAN
pada akhir abad sembilan belas itu. SUARA

Etnografi Musikal Penemuan Gramofon


Dalam sejarah penelitian Di paruh akhir abad ke-19,
etnomusikologi, metodologi awalnya pendekatan penelitian yang memerlukan
adalah menggunakan pendekatan etnografi kemahiran, kepekaan, dan ketajaman
musikal, pendekatan yang menempatkan pendengaran si peneliti terhadap fenomena
tatap muka sebagai bagian dari pendekatan bunyi yang sifatnya “gaib” ini tertolong setelah
observasi dan deskripsi (representasi) seorang inventor dan pebisnis Amerika,
terhadap kebudayaan, yang fokusnya Thomas Edison, yang menemukan teknologi
adalah pada praktik-praktik musikal (Cooley, rekaman gramofon (phonogram) dan
2008:4). Dari sisi pengkajian terhadap kamera film (motion picture camera) pada
struktur musik yang memerlukan data tahun 1877. Di Inggris pengukuran interval
akurat dan objektif, mungkin pendekatan ini nada (jarak antar nada) yang dikenal dengan
tidak bisa terlalu banyak diharapkan. Tetapi sistem cent pun dikembangkan oleh ahli
penggalian terhadap konsep budaya musikal matematika dan filolog Alexander John Ellis
yang dihayati oleh suatu kebudayaan adalah (Cooley & Barz, ibid). Teknologi rekaman dan
sangat penting, apalagi kalau penelitian metode pengukuran jarak nada ini membuat
dilakukan di tengah-tengah kebudayaan penelitian musik menjadi lebih objektif
yang mengenal tulis baca, dan para peneliti sehingga hasilnya terhindar dari subjektivitas
berhasil memanfaatkan kitab-kitab tertulis si peneliti, selain peralatan itu sendiri
tentang apa yang mereka akui sebagai memberi kemudahan kerja, terutama untuk
musikal. mengumpulkan data musikal di lapangan.
Dengan pendekatan etnografi ini, Penemuan itu memberi sumbangan
Jean Joseph Marie Amiot (seorang missionari yang sangat besar terhadap berkembangnya
Jesuit Perancis) yang melakukan penelitian institusionalisasi maupun metodologi
musik China, harus pindah ke Beijing (1751) penelitian musik yang mengarah kepada studi
dan menetap di negeri itu sampai menemui musik silang-budaya yang dilakukan melalui
ajalnya (1793). Setelah selama dua puluh pendekatan kerja lapangan (fieldwork)
delapan tahun melakukan observasi dan dan kerja laboratorium (deskwork). Sejak
mempelajari kitab-kitab musik kuno tentang itu etnomusikologi—sebelumnya disebut
praktik kebudayaan musikal China, baru comparative musicology—mengambil
kemudian Amiot menerbitkan sebuah buku konsentrasi pada objek suara musikal,
Me´moire sur la musique des chinois (1779). mengumpulkan data musik yang sebelumnya
Begitu pula halnya seorang filolog Inggris, Sir hanya bisa didengar “realtime,” sekali dengar
Sagian Rizaldi, Mendokumentasikan Aset Budaya... 21

dan dicatat dengan menggunakan simbol- MEREKAM KEBUDAYAAN MUSIK DUNIA


simbol yang abstrak, menjadi terekam
dan tersimpan melalui gramofon sehingga Dua Pendekatan Berbeda
rekaman musik itu bisa diulang dengar untuk Setelah bergabung dengan Museum
keperluan pentranskripsian dan analisis yang für Völkerkunde, lembaga arsip suara ini
dilakukan sekembali dari lapangan. pun melakukan rekaman lapangan ke
berbagai pelosok dunia, dipelopori oleh
Melahirkan Lembaga Pengarsipan Suara direkturnya, Felix von Luschan, 1902,
Hasil rekaman musik di lapangan itu kemudian dilanjutkan dengan melibatkan
kemudian disimpan di lembaga baru yang banyak sarjana sampai sekarang. Di awal-
bertugas menyimpan, memelihara, dan awal penerapan program itu mereka
mengelola arsip suara yang berharga itu. membuat pelatihan penggunaan gramofon
Lembaga ini kemudian memberi kesempatan kepada para peneliti yang akan diterjunkan
kepada mereka yang tidak secara langsung ke lapangan. Mesin ini dipinjamkan untuk
bisa melakukan penelitian lapangan, tetapi dibawa ke lapangan dan mereka dibekali
bisa memanfaatkan arsip suara musikal wax-cylinder (material untuk penyimpanan
yang mereka simpan. Cara ini kemudian suara seperti kaset) oleh lembaga ini. Setelah
melahirkan pendekatan analisis yang disebut para peneliti pulang dari lapangan, gramofon
“armchair analysis,” yaitu kerja laboratorium dikembalikan lengkap dengan semua catatan
yang difasilitasi lembaga kearsipan suara lapangan yang disebut jurnal: berisi catatan
yang menyimpan data lapangan hasil koleksi informasi penting seperti nama tempat,
pihak lain. tanggal rekaman, narasumber, jenis dan
Banyak sarjana yang diakui sebagai nama kesenian yang direkam. Pihak lembaga
pendahulu etnomusikologi melakukan kajian arsip suara kemudian bertanggungjawab
berdasarkan data primer yang disimpan untuk membuat sepasang salinan rekaman:
di lembaga arsip suara ini; di antaranya satu untuk si peneliti yang mengoleksinya di
adalah Carls Stumpf, guru besar akustika dan lapangan dan salinan lainnya untuk lembaga
psikologi Institute of Psychology di Universitas ini.
Berlin, dibantu asistennya Erich M. von Hornbostel atau peneliti lain yang
Hornbostel, dan seorang dokter medis Otto melakukan analisis “armchair” (laboratorium)
Abraham. Para sarjana inilah yang kemudian membuat transkripsi musik dari rekaman itu,
memantapkan berdirinya sebuah lembaga kemudian dipublikasikan. Dari pengumpulan
kearsipan suara, Berlin Phonogramm Archiv, data lapangan yang dilakukan hampir selama
yang dibangun tahun 1901 dan dipimpin enam puluh tahun sejak 1893 sampai tahun
Carls Stumpf, dilanjutkan Hornbostel (1905- 1954, Phonogramm-Archiv mengumpulkan
1933) yang kemudian membina hubungan lebih dari 16.000 rekaman suara dalam
kerjasama dengan Museum für Völkerkunde. bentuk wax-cylinder dari seluruh dunia.
Belakangan lembaga baru itu menjadi Keseluruhan rekaman itu meliputi berbagai
bagian dari Ethnomusicology Department variasi nyanyian (tradisional maupun
of the Museum of Ethnology, Berlin. Tujuan populer) non-Barat, musik sekular maupun
lembaga arsip suara ini adalah untuk ritual, peralatan musik, contoh-contoh
melakukan pengumpulan, preservasi, riset bahasa asing, berbagai eksperimen rekaman,
dan publikasi tradisi musik dunia, musik non- sedikit contoh-contoh musik Barat, dan
Barat, yang terbesar di seluruh Eropah ketika dilengkapi dokumen informasi termasuk
itu (Cooley & Barz, ibid). fotografi.1

1 The Society for Ethnomusicology:


“Institutional Histories Entry: The Berlin Phono-
gramm-Archiv”, http://www.ethnomusicology.
22 Jurnal Seni Nasional CIKINI Volume 2, Des’2017 - Mei 2018

Berbeda dengan aliran Berlin, akan tetapi harus juga dilengkapi dengan
Amerika dalam periode yang sama kerja analisis yang dilakukan di laboratorium
mengintegrasikan penemuan teknologi (Cooley & Barz, 2008:8). Sarjana lulusan
ini dengan pengembangan teknik ilmu hukum dari Groningen ini bekerja
penelitian lapangan. Oleh karena adanya sebagai pegawai kolonial dan merangkap
kekhawatiran punahnya kebudayaan pekerjaan meneliti dan pendokumentasian,
tradisional orang-orang Indian di Amerika, mengumpulkan berbagai jenis instrumen
Smithsonian Institution’s Bureau of yang sebagian koleksinya—sekitar 400 alat
American Ethnology (BAE) menggalang dan musik nusantara—tersimpan di Museum
mensponsori proyek penelitian lapangan dan Nasional, rekaman suara di lapangan, dan
perekaman musik tradisional masyarakat film dokumenter.2 Namun, sejauh ini tidak
Indian Amerika secara besar-besaran dengan kita temui informasi apakah Jaap Kunst
menggunakan gramofon dan bahan baku meninggalkan “warisan” rekaman suara
wax-cylinder. lapangannya di lembaga-lembaga yang
Tokoh-tokoh penting yang terlibat mengurusi masalah kebudayaan pada
dalam proyek besar itu adalah para masa kolonial itu di Indonesia. Menurut
antropolog yang berkerja di lembaga ini, catatan, sampai pertengahan tahun 1930an
di antaranya Frances Densmore yang ia masih tinggal di Indonesia. Ahli hukum
secara resmi melakukan perekaman di yang baru belakangan diakui pemerintah
lapangan sejak tahun 1907. Pendekatan Belanda sebagai musikolog—dan pada
penelitian Densmore yang menempatkan tahun 1942 menjadi pengajar di Universitas
dirinya menjadi pengamat dan partisipan Amsterdam—kembali ke negerinya tahun
di tengah-tengah masyarakat Indian yang 1934, Belanda. Ia kemudian bekerja
ditelitinya kontras dengan aliran Berlin. sebagai kurator di Royal Tropical Institute of
Ia mengabdikan dirinya menjadi guru Amsterdam yang memiliki museum etnografi
dan sekaligus memperlajari, merekam, terbesar negeri itu, Tropenmuseum.
membuat transkripsi musik di lapangan, dan Materi kebudayaan seni pertunjukan
mendokumentasikan fungsi dan kegunaan yang dibawanya dari Indonesia menempatkan
musik di tengah-tengah kebudayaan museum ini diakui dunia sebagai tempat
masyarakat yang ditelitinya. Pada saat yang memiliki koleksi musikologis terbesar
pemerintah Amerika membuat kebijakan di seluruh Eropah saat itu. Koleksi yang
yang mendorong agar orang-orang Indian meliputi peralatan musik dan properti seni
mengadopsi kebiasaan Barat, Densmore pertunjukan lain seperti topeng mencapai
sebaliknya ikut melestarikan kebudayaan 5,500 item, selain 21,000 item artefak tekstil
Indian. Dalam catatan, Densmore bekerja yang sebagian besar adalah berasal dari
dan melakukan studinya selama lebih dari Indonesia. Beberapa film dokumenter (bisu),
lima puluh tahun. Ribuan koleksi rekaman seperti tarian dari Nias, juga bisa kita akses di
dalam bentuk wax-cylinder ia kumpulkan perpustakaan Universitas Amsterdam. Studi
atas nama BAE dan koleksinya disimpan di Jaap Kunst tentang Indonesia kemudian
Lybrary of Congress. Hasil rekaman yang tak menjadi referensi standar, dan pada tahun
ternilai harganya ini bisa diakses oleh para 1950-an ia menulis buku, Ethnomusicology
peneliti dan utusan suku Indian yang ingin (edisi 1 tahun 1950, edisi 3, 1959) (Cooley
mendapatkannya. & Barz, 2008 : 8), dan sarjana Belanda ini
Etnomusikolog Belanda, Jaap pula yang mengganti nama comparative
Kunst, yang banyak melakukan penelitian musicology menjadi “ethno-musicology,”
di Indonesia, terutama Jawa, menekankan dengan kata ‘etno’ dan ‘musikologi’ ditulis
bahwa penelitian lapangan sangat diperlukan, secara terpisah.3
org/?HS_InsBerlin diakses 10 Mei 2015.
2 Wawancara elektronik (chating) dengan
Nusi Lisabilla Estudiantin mantan staf bidang/
koleksi etnografi Museum Nasional, 11 Mei
2015.
3 Enciyclopedia Britannica, http://www.
Sagian Rizaldi, Mendokumentasikan Aset Budaya... 23

TEKNOLOGI DIGITAL DAN KONTEN BUDAYA ‘produser’ dan menyiarkan (up-load) konten
SENI PERTUNJUKAN apa saja yang mereka miliki atau mereka
tawarkan ke berbagai media sosial seperti
Digitalisasi di Lumbung Kebudayaan Musikal YouTube dan berbagai media lainnya. Siapa
yang Unik pun bisa menyiarkan konten yang mereka
Sejak penemuan gramofon di akhir angkat dari lingkungan kebudayaan mereka
abad sembilan belas, kekayaan kebudayaan yang unik, baik dalam bentuk budaya sekular
seni pertunjukan Nusantara yang meliputi sampai ke ritus-ritus budaya yang sangat
musik, tari, teater dan derivasinya telah sakral. Pertarungan konten di tengah-tengah
menjadi subjek/objek yang sangat menarik. era streaming global ini adalah tantangan
Terutama untuk keperluan pengembangan yang harus dijawab secara kreatif dan inovatif.
konten digital yang kebutuhannya Dalam situasi ini kekayaan kebudayaan
berkembang sangat pesat seperti sekarang. Nusantara yang unik itu menjadi sangat
Membuat rekaman suara dan visual signifikan untuk memunculkan keunggulan
bukan lagi masalah yang luar biasa di era dan keunikan.
digital sekarang ini. Selain, perangkat-
perangkat digital itu sendiri tidak hanya Strata Artistik Seni Pertunjukan Nusantara
mampu merekam konten budaya dalam Tentu saja kekayaan ekspresi seni
bentuk audio-visual saja, tetapi sekaligus budaya Nusantara yang sangat beragam
terintegrasi dengan program komunikasi dan unik itu berpotensi menjadi primadona
yang memanfaatkan sandingan teknologi yang memiliki daya tarik luar biasa. Di dalam
broadband, yaitu teknologi jaringan laporan-laporan penelitian para ahli, negeri
komunikasi berkecepatan tinggi dan mampu yang terletak di persimpangan antar benua
menyalurkan data gambar, audio, video, dan ini menyimpan kekayaan dan keunikan yang
komunikasi secara realtime melalui internet. berproses melalui sejarah persentuhan
Melalui teknologi ini sebuah peristiwa kebudayaan yang sangat panjang. Sejarah
budaya bisa dikirim/direkam dan ditampilkan yang panjang itu bukan narasi Romantisme
langsung secara bersamaan melalui internet yang seringkali dipakai untuk kerperluan
kepada pengguna yang memerlukannya di komersial produk media populer, tetapi
seluruh dunia. Pendekatan yang disebut kenyataan kultural yang bisa kita jumpai di
streaming media ini sangat populer setelah seluruh Nusantara. Etnomusikolog Australia,
jalur gelombang radio tertutup karena Margareth Kartomi, menggambarkan proses
keterbatasannya sekarang ini. Dunia pun sejarah pengayaan ini dengan membaginya
terasa semakin kecil karenanya. kedalam empat ‘strata’ artistik berdasarkan
Lembaga-lembaga permuseuman, kronologi persentuhan antar kebudayaan
perpustakaan, dan kearsipan terkemuka itu (Kartomi1980, 111:130). Masing-
dunia yang menyimpan harta kekayaan masing strata, menurutnya, bisa dibedakan
kebudayaan benda (tangible) dan tak-benda berdasarkan karakteristik reliji dan
(intangible) itu pun ikut memanfaatkan kebudayaan yang memberi warna terhadap
koleksinya menjadi konten yang ditawarkan gaya musikal ataupun seni pertunjukan yang
di pentas dunia global. Pertarungan terdapat di dalamnya. Strata paling tua, yaitu
konten digital berlangsung di dunia maya. strata artistik-animistik, hidup berdampingan
Sasarannya adalah para pengguna digital dengan bentuk-bentuk dan gaya seni yang
gadget, ‘konsumen’ yang belakangan disebut terdapat di dalam strata lebih muda dan
netizen ini. Di sisi lain, netizen pun sebaliknya baru, seperti strata artistik Hindu-Budha
berkesempatan pula untuk menjadi (contohnya Borobudur dan Prambanan),
britannica.com/EBchecked/topic/325024/Jaap-
strata yang memperlihatkan persentuhan
Kunst, diakses 11 Mei 2005.
dan pengaruh Islam, dan strata yang
24 Jurnal Seni Nasional CIKINI Volume 2, Des’2017 - Mei 2018

merepresentasikan pengaruh kolonialisme menjadi MSPI (Masyarakat Seni Pertunjukan


Barat dan Kristenisasi. Indonesia). Kegiatan yang seluruhnya dibiayai
Bentuk-bentuk ekspresi artistik lembaga luar negeri (Smythsonian dan Ford
seperti gambaran di atas secara fungsional Foundation) itu menghasilkan 20 volume
dan estetik masih bermakna bagi masyarakat CD dalam format digital, dan disebarluaskan
pemiliknya di seluruh Nusantara dan hidup secara internasional dengan tujuan yang
hingga sekarang. Interaksi antar strata yang bersifat non-komersial, tetapi menyediakan
berlangsung terus menerus itu kemudian konten pendidikan tentang kebudayaan
memunculkan percampuran berbagai musikal di Indonesia.
bentuk kesenian yang memiliki persamaan Di akhri abad ke dua puluh,
karakter. Proses yang disebut hibridisasi pemerintah Indonesia, melalui Direktorat
atau sinkritisasi ini kemudian menghasilkan Jenderal Kebudayaan melakukan perekaman
berbagai jenis dan bentuk-bentuk kesenian musik di lapangan yang diterbitkan dalam
baru seperti musik kroncong, ronggeng beberapa volume CD yang diberi judul
melayu Asli yang juga dikenal dengan “Musik Tradisional Nusantara” (Traditional
sebutan Melayu Deli, Tanjidor, Gambang Music of the Archipelago). Proyek rekaman
Kromong, Kuntulan, Gandrung Banyuwangi sangat ideal ini diprakarsai oleh Prof.
dan ratusan jenis kesenian lainnya. Dr. Edi Sedyawati dan dilaksanakan oleh
etnomusikolog Dr. Sri Hastanto, awal tahun
Konten budaya seni pertunjukan yang 2000an dengan fasilitator Dr. Meutia F.
diabaikan Swasono pada tahun 2004. Menariknya,
Sejak awal beroperasinya perekaman konten kebudayaan musikal
institusi-institusi seperti permuseuman, di lapangan ini, seperti disebutkan dalam
pengarsipan suara, yang bertugas melakukan catatan CD, adalah didasari oleh Resolusi
pemeliharaan terhadap berbagai jenis dan PBB No. 41/187 tanggal 8 Desember Tahun
bentuk artifak (tangible maupun intangible) 1986 tentang penetapan dasawarsa 1988-
sangat berperan proaktif dalam melakukan 1997 sebagai The World Decade for Cultural
aktivitas perekaman lapangan. Hal ini Development, yang kemudian melahirkan
berhubungan dengan perkembangan dan Inpres RI No. 4 Tahun 1989 (Hastanto, 2000).
pertumbuhan kebudayaan manusia dan Sejauh ini belum saya jumpai catatan
masyarakat yang terkait dengan koleksi yang menunjukkan bahwa lembaga-lembaga
benda-benda yang disimpan dan dipelihara di permuseuman, perpustakaan, maupun pusat
lembaga mereka. Apa yang dilakukan Berlin pengarsipan produk humanisme kebudayaan
Phonogram Archiv di Jerman dan Smithsonian milik pemerintah yang secara proaktif
di Amerika pada awal penemuan gramofon melakukan pengumpulan dalam bentuk
memerlihatkan aktivitas proaktif mereka di rekaman terhadap konten kebudayaan
lapangan. Tidak sekedar berfungsi sebagai seni pertunjukan (musik, tari, teater, dan
gudang penyimpanan konten, meskipun derivasinya) yang terdapat di tengah-tengah
dikelola dengan standar pemeliharaan yang masyarakat di Indonesia itu. Undang-Undang
cukup canggih, tapi statis dan tidak produktif. RI No. 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan
Bahkan Smithsonian sampai akhir abad Karya Cetak dan Karya Rekam, disebutkan
dua puluh pun masih melakukan kegiatan bahwa “Perpustakaan Nasional adalah
perekaman musik lapangan di Indonesia. perpustakaan yang berkedudukan di ibu
Proyek ini dipimpin oleh etnomusikolog Philip kota negara yang mempunyai tugas untuk
Yampolski yang melibatkan seniman dan menghimpun, menyimpan, melestarikan
peneliti musik Indonesia dan lembaga non- dan mendayagunakan semua karya cetak
pemerintah, MMI (Masyarakat Musikologi dan karya rekam yang dihasilkan di wilayah
Indonesia) yang belakangan berubah nama Republik Indonesia” (Pasal 1 ayat (5)). Tetapi
Sagian Rizaldi, Mendokumentasikan Aset Budaya... 25

undang-undang itu tidak memerintahkan yang akan tampil di garis depan untuk
bahwa Perpustakaan Nasional berkewajiban mengumpulkan konten yang berakar dari
untuk melakukan atau mengerjakan upaya potensi kebudayaan musikal yang fenomenal
perekaman terhadap konten kebudayaan dan luar biasa itu?
seni pertunjukan yang terdapat di
Indonesia, melainkan hanya berkewajiban Kesimpulan dan Saran
“menghimpun” “karya rekam” saja. Dari catatan pengalaman
Secara implisit pasal ini memberi etnomusikologi di atas, kita belajar bahwa
kesan bahwa produk “karya rekam” yang lembaga-lembaga yang menangani produk
wajib dihimpun itu adalah karya rekam yang humanisme seringkali disalahpahami
diproduksi untuk keperluan komersial, dan hanya berfungsi sebagai gudang-gudang
pihak lembaga yang mengurusinya pun tak penyimpanan media rekam bunyi-bunyian
perlu repot-repot untuk “mengejarnya.” saja. Sejarah mencatat bahawa ternyata
Regulasi ini tidak peduli dengan potensi mereka sangat aktif berperan untuk
kebudayaan seni pertunjukan seperti mengumpulkan konten kebudayaan musikal
dipetakan Kartomi di atas. Bahkan konten- dari berbagai bangsa di dunia.
konten apa yang terdapat di dalam sebuah Kesalahpahaman ini pun tercermin
karya rekam itu tidak disebutkan secara dari persepsi kita terhadap kebudayaan
spesifik, kecuali seperti tersebut di dalam musikal dengan cara menempatkan dan
Pasal 10 Ayat (1) bahwa pengelolaan karya memperlakukannya sebagai benda, sebagai
rekam yang harus diserahkan dan disimpan artifak yang mati, tanpa menyadari bahwa
di Perpustakaan Nasional/Daerah adalah sesungguhnya hakikat dari musik itu sendiri
karya rekam dengan konten “... berupa film adalah kerja: musik adalah kerja. Ketika
cerita atau [film] dokumenter” saja. aktivitas kerja itu selesai, tidak ada lagi
gerak yang dihasilkan dari sumber-sumber
suara yang konstruksinya disusun menjadi
Pertarungan konten dalam era streaming komposisi bunyi-bunyian yang kita nyatakan
media sebagai musik itu, maka bunyi-bunyian itu
“Konsumer musik sekarang lebih pun berhenti, hilang tak berwujud. Apabila
tertarik menonton dan mendengar musik aktivitas kerja musikal itu direkam ke dalam
pop daripada membelinya” Begitu laporan bentuk media, secanggih apapun media itu,
Nielsen SoundScan terkait perkembangan maka benda-benda itu tidak akan memberi
industri musik pada pertengahan tahun 2014 makna terhadap kebudayaan. Hal yang
di Amerika (LA Time, 2014). Sebelumnya membuatnya bermakna adalah konten yang
model penjualan dalam bisnis musik adalah tersimpan di dalam benda-benda itu.
dengan cara penjualan album, kemudian Ketika alasan untuk membuat suatu
mengerucut ke penjualan track. Belakangan kebijakan pun tidak sinkron dengan sifat-sifat
model ini berubah lagi dari unggah dan dasar dari benda atau kegiatan yang ingin
streaming. Laporan Nielsen, 7 Januari 2015, dicapai, tentu kebijakan itu pun menjadi
streaming musik di Amerika Serikat tahun mubazir. Dalam bahasa lain, ketika sebuah
2014 mencapai 164 milyar kali. Sebuah undang-undang yang seharusnya menjadi
angka yang sangat fantastis. Berapa pula inspirasi untuk mengembangkan kegiatan
jumlahnya secara global? Perubahan prilaku kerja justru mengabaikan konten yang justru
dari pendekatan unggah ke streaming, akan memberi kekuatan dan keunikan sebuah
sekalipun secara spesifik diarahkan ke musik kebudayaan, maka undang-undang itu harus
Pop, tetapi peluang untuk memanfaatkan diperbaiki dan disesuaikan dengan hakekat
audiens yang begitu besar menjadi terbuka dan sifat-sifat dari konten kebudayaan
lebar. Pertanyaannya adalah siapakah yang ingin dilestarikan, dipelihara, dan
dikembangkan itu.
26 Jurnal Seni Nasional CIKINI Volume 2, Des’2017 - Mei 2018

The Society for Ethnomusicology:


Daftar Pustaka “Institutional Histories Entry:
The Berlin Phonogramm-Archiv”,
Celma, O`scar, 2010. Music http://www.ethnomusicology.
Recommendation and org/?HS_InsBerlin diakses 10
Discovery: The Long Tail, Long Mei 2015.
Fail, and Long Play in the Digital Estudiantin, Nusi L. mantan staf bidang/
Music Space, Springer Heidelberg koleksi etnografi Museum
Dordrecht London New York Nasional, wawancara elektronik
Cooley, Timothy J. and Barz, Gregory, 2008, (chating) tanggal 11 Mei 2015.
“Casting Shadows: Fieldwork Undang Undang Republik Indonesia Nomor
Is Dead! Long Live Fieldwork! 4 Tahun 1990 Tentang Serah-
Introduction,” in Barz, Gregory Simpan Karya Cetak dan Karya
& Cooley Timothy J. Shadows Rekam.
in the Field: New Perspectives Chrisman, Ed, 2015, “SoundScan Mid-Year:
for Fieldwork in Ethnomusico- Albums Down, Stream Equivalents
logy, second edition, Oxford Nearly Double, Vinyl Continues
University Press. Gain” BilboardBiz. https://www.
Hastanto, Sri, 2000, “Sambutan Direktur b i l l b o a rd . co m / b i z /a r t i c l e s /
Jenderal Kebudayaan” dalam news/record-labels/6150181/
Catatan CD Musik Tradisional soundscan-mid-year-albums-
Indonesia Volume 2, Direktorat down-stream-equivalents-nearly
Jenderal Kebudayaan Departemen akses 18 Mei 2015.
Pendidikan Nasional Republik
Indonesia. Sumber ilustrasi:
Enciyclopedia Britannica, http://www. Wikipedia.org
b r i t a n n i c a . c o m / E B c h e c ke d / Foto pribadi Rizaldi Siagian
topic/325024/Jaap-Kunst, diakses
11 Mei 2005.
Kartomi, Margareth J. 1980 , “Musical
Strata in Sumatra, Java, and
Bali” in May, Elizabeth, Music of
Many Cultures: An Introduction,
California, University of California
Press,.
Los Angeles Time (LA Time), Lewis, Randi
2014, “Music streaming up,
sales down in first half of 2014
-- SoundScan”,, http://www.
latimes.com/entertainment/
music/posts/la-et-ms-soundscan-
midyear-report-streaming-sales-
20140703-story.html diakses 18
Mei 2015.
Small, Christopher, 1998, Musicking :
The Meanings of Performing
and Listening Music/culture,
Wesleyan University Press.

Anda mungkin juga menyukai