Gerakan Mahasiswa Jepang
Gerakan Mahasiswa Jepang
Latar Belakang
Kata mahasiswa diambil dari dua suku kata, yaitu maha dan siswa yang artinya
tingkat pelajar yang paling tinggi. Mahasiswa ialah orang yang belajar di perguruan
tinggi, baik di universitas maupun di akademi. Namun, mahasiswa juga diartikan
secara luar sebagai agen perubahan dan pengontrol kehidupan social. 1
Oleh sebab itu, mahasiswa yang merasa dirinya harus memasuki dunia politik
harus keluar dari golongan dan lingkungannya. Mereka secara individu memasuki
organisasi politik yang dikuasai dan dibangun oleh orang dewasa. Sebagai unsur
dari kehidupan masyarakat yang dinamik dan sedang menuju kehidupan yang
modern, mahasiswa merupakan golongan masyarakat yang mempunyai hak dan
kewajiban yang sama seperti golongan lainnya.
1
Budi Santoso, “Definisi, Peran dan Fungsi Mahasiswa” artikel diakses pada 18 Oktober 2013 melalui
http://pamuncar.blogspot.com/2012/06/definisi-peran-dan-fungsi-mahasiswa.html
2
Philip G. Altbach, Politik dan Mahasiswa: Perspektif dan Kecendrungan Masa Kini (Jakarta: PT. Gramedia,
1988), h. x
Dalam bukunya tersebut juga dikatakan bahwa mahasiswa menunjukkan
keaktifannya yang menonjol dalam tahun 1960-an. Salah satunya seperti yang
terjadi di Jepang. Gerakan mahasiswa tersebut mempunyai dampak terhadap
perubahan politik dan social yang sangat terasa. Sehingga penguasa dan
pemerintah mereka terpengaruh dan memperhatikan tuntutan mereka. Sekalipun
aktivitas politik mahasiswa di Negara industry mereda dalam tahun 1970-an, namun
terdapat perubahan yang perlu dicatat. Telah terjadi kematangan ideology pada
mahasiswa seperti yang terjadi di inggris. Ideology mereka semakin berwatak
radikal dan menunjuk kepada berbagai kelemahan masyarakat secara tajam.
Bahkan tokoh mahasiswa di Italia dan Jerman Barat menjadikan gerakan
mahasiswa mereka sebagai sebuah terror. 3
Disini terlihat bahwa ideology mahasiswa dalam tahun 1970-an lebih matang
dan terperinci. Dan kenyataan ideology seperti itu bisa kita lihat di dalam gerakan
3
Ibid., h. xii
mahasiswa di Negara industry dan Negara-negara sedang berkembang. Di
samping itu, perkembangan ideology dari gerakan politik mahasiswa di dalam
kedua periode itu diperlihatkan juga oleh wataknya yang semakin radikal. 4 Ideology
yang menawarkan alternative perubahan social dan poluitiksecara total dan
menyeluruh seperti Marxisme, Sosialisme, New Left (Kiri Baru), semakin mewarnai
pemikiran politik gerakan mahasiswa pada tahun 1970-an.
Dalam keadaan yang seperti itu, gerakan politik mahasiswa tergolong ke dalam
pressure politics. Gerakan mahasiswa berada di luar struktur dan lembaga politik.
Kemudian dari sana mereka melakukan desakan agar aspirasi dan perjuangan
mereka dipenuhi melalui kebijakan yang dihasilkan oleh dan melalui lembaga-
lembaga politik yang beroperasi. Dengan demikian, mahasiswa tersebut tidak
mengadakan kegiatan politik secara langsung. Politik mahasiswa ini lebih
4
Ibid., h. xiii
merupakan bagian dari aktifitas masyarakat yang ditujukan kepada lembaga-
lembaga politik dalam rangka memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya.
Kemudian berbeda dari hal tersebut, yaitu dimana proses gerakan politik
mahasiswa terhenti di Negara sedang berkembang. Karena lembaga politik di
dalam masyarakat mereka ini belum berfungsi sepenuhnya, maka gerakan politik
mahasiswa dipandang sebagai alternative terhadap pelaksanaan fungsi lembaga
yang bersangkutan. Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa mahasiswa telah
meletakkan dirinya di tengah gelanggang kehidupan politik. Perubahan yang
mereka inginkan, mereka perjuangkan sendiri di dalam arena politik. Dampak dari
hal tersebut adalah terjadinya perubahan politik, baik berupa perubahan system
politik maupun berbentuk perubahan pemerintah atau rejim.
3. Pertanyaan Penelitian
5
Muhammad Satria AJK, “gambaran Umum Jepang”, artikel diakses pada 18 Oktober 2013 melalui
http://remodonline.blogspot.com/2011/10/gambaran-umum-jepang.html
Dalam buku Philip G. Altbach, dikatakan bahwa sebelum tahun 1960 semua
gerakan mahasiswa Jepang dipacu oleh federasi nasional dewan mahasiswa
(Zengakuren). Tetapi pada tahun 1960, zengakuren terpecah oleh antagonism yang
muncul dari perbedaan strategi oposisi berbagai kelompok dalam menentang
Perjanjian Keamanan Amerika Serikat-Jepang. Organisasi Zengakuren semakin
bertambah kacau selama paruh akhir tahun 1960-an dimana periode tersebut
merupakan periode keresahan mahasiswa dan gerakan-gerakan anti perang. Pada
awal tahun 1965, dapat diidentifikasikan tiga tahap yang berbeda dalam gerakan
mahasiswa di Jepang.6
Tahap pertama terjadi pada taun 1965 sampai 1970 yang pada periode ini
terdapat perpaduan kerja sama dan perebutan pengaruh di antara berbagai
kelompok yang tidak pernah bersatu. Kelompok-kelompok Kiri Baru semakin
terpecah namun di dalam kampus mereka saling bekerja sama satu dengan yang
lain. Diantaranya dengan badan-badan kemahasiswaan, maupun dengan
mahasiswa radikal tanpa sekte (tidak terorganisasi).
Kemudian tahap kedua terjadi pada tahun 1971 sampai 1975 yang merupakan
periode penuh kekerasan dan perjuangan berdarah sekte-sekte ini untuk merebut
hegemoni di kalangan yang akrab disebut uchi-geba (uchi: di dalam atau bagian
dalam, geba: berasal dari Jerman (Gewalt) yang artinya kekerasan). Sekte-sekte ini
menggunakan kekerasan dalam melawan dan menghancurkan sekte lain yang
berbeda dengan ideology dan taktik mereka.
Kemudian pada tahap terakhir terjadi sejak 1976 dimana dalam periode ini
terjadi peningkatan terorisme yang dilakukan oleh kaum anarkis yang
mengungkapkan kekecewaannya terhadap sekte-sekte Kiri Baru. Golongan ini
menggunakan radikalisme yang mengundang perhatian yang luas karena berbagai
aktivitaws anti-sosial yang semakin meluas dan dengan menganut ideology yang
6
Ibid., h. 153, mengutip dari M. Shimbori, “Comparison between pre-and Postwar Student Movements in
Japan”, (Sociology of Education, 1963), h. 59-70 dan M. Shimbori, “Zengakuren: A Japanese Case Study of
Student Political Movemment”, (Sociology of Education, 1964), h. 229-253
dicanangkan oleh Ryu Ota yang mengatakan bahwa pusat revolusi dunia harus
beralih dari proletariat7
8
Ibid., h. 156
9
Ibid., h. 167
menengah yang dipimpin oleh sekte-sekte Kiri Baru yang terorganisir, sampai pada
tahap yang dipimpin oleh kelompok-kelompok radikal non-sekte.
10
Ibid., h. 168
Dalam tahun-tahun belakangan ini, semua sekte minoritas, kecuali kelompok
komunis, mengakui keterbatasan taktik-taktik seperti melempar batu dan
mengorganisasikan demonstrasi jalanan serta merasakan perlunya meningkatkan
persenjataan mereka.
Para pemimpin yang ketika masih menjadi mahasiswa terlatih dalam gerakan
kampus dengan kekerasan kini memimpin gerakan kekerasan di jalanan dan kantor-
kantor. Pada saat yang bersamaan, kaum radikal yang berada di kampus semakin
sedikit dan mereka tidak lagi memiliki kekuasaan di universitas serta terisolasi dari
massa mahasiswa. Mereka aktif di luar kampus dan sering kali bekerja sama
dengan kaum radikal yang bukan mahasiswa. Para aktivis mahasiswa Jepang pada
awal tahun 1970-am dicirikan dengan semakin tingginya radikalisasi serta
profesionalisasi, secara bertahap berenti sebagai pemimpin gerakan mahasiswa. 11
5. Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa gerakan mahasiswa
Jepang telah berubah secara bertahap baik dalam segi kuantitas maupun kualitas
pada tahun 1970-an.
11
Ibid., h. 169
tersebut tidak membahayakan kesempatan-kesempatan mereka untuk
mendapatkan pekerjaan.
Pada bulan oktober 1973, terjadi krisis minyak dan resesi ekonomi yang
mendadak yang menyebabkan pasar tenaga kerja berubah sama sekali. Melihat hal
tersebut, tidak mengherankan jika para mahasiswa enggan untuk terlibat dalam
gerakan radikal. Tampaknya hanya akan ada sedikit rangsangan psikologi bagi
meningkatnya radikalisme mahasiswa selama pertumbuhan ekonomi yang rendah
dewasa ini terus berlanjut.