Anda di halaman 1dari 9

IMPELEMENTASI NILAI-NILAI DEMOKRASI DAN KETAATAN HUKUM

GUNA MENYUKSESKAN PILKADA SERENTAK TAHUN 2020

Oleh :
MUHAMMAD ARIEF ASY'ARI
Kelompok B
PUP TAPLAI ANGKATAN 1 TAHUN 2020

Pendahuluan
Sebagai suatu sistem politik, aktualisasi nilai-nilai demokrasi dan
ketaatan hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan
sebuah keniscayaan dalam mewujudkan tujuan negara. Sistem demokrasi yang
ideal, perlu dituangkan ke dalam kaidah hukum suatu sistem pemerintahan.
Makna bahwa negara demokrasi harus mengedepankan adanya persamaan
dalam hukum, yang mencerminkan ketaatan atas hukum yang berlaku. Dengan
demikian prinsip rule of law dalam kaidah demokrasi dapat dijalankan oleh
segenap warga negara tanpa membedakan latar belakang (Miriam Budiardjo,
2007: 117).
Dalam perkembangan selanjutnya, masalah yang dihadapi oleh negara-
negara berkembang adalah instabilitas dan tertib hukum. Kenyataan yang
terjadi, masih banyak yang menganggap bahwa demokrasi akan lebih
memperkeruh suasana dan menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Hal ini
diperkuat berdasarkan hasil data Pusat Penelitian Politik (The Center for
Political Studies) dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tentang
hasil studi Economist Intelligence Unit (EIU), dalam dua tahun terakhir ini, di
kawasan Asia Tenggara Indonesia berada di peringkat 3, di bawah Malaysia
dan Filipina, dengan kategori sebagai “flawed democracy” (demokrasi yang
cacat). Adapun hasil Economist Intelligence Unit (EIU) dapat dilihat pada tabel
berikut:

1
Tabel 1 
Peringkat Kualitas Demokrasi Indonesia Tahun 2019

Sumber: EIU Index 2019 

Sepintas memang kelihatannya pendapat ini benar, karena pokok


semua proses akulturasi di dalam masyarakat transisi adalah pertentangan
terhadap kepercayaan pada tertib hukum dan keperluan akan perubahan yang
terus menerus. Tetapi dalam hubungan ini perlu diperhatikan bahwa inti dari
stabilitas politik adalah kemampuan mewujudkan perubahan-perubahan yang
terarah, karena stabilitas juga mengandung arti kemampuan beradaptasi dalam
menghadapi kondisi yang berubah (Pennock (ed), 1964: 34).
Sebaliknya, instabilitas politik mengandung makna bahwa kebijakan
politik terlalu kaku dan tidak luwes untuk disesuaikan dengan keseimbangan
nilai yang selalu berubah dalam masyarakat dan tidak mesti untuk dapat maju
mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain, stabilitas politik dapat dihubungkan
dengan perubahan yang secara rasional diarahkan kepada pemenuhan
kebutuhan sosial dari sebanyak mungkin orang, sedangkan instabilitas dapat
dihubungkan dengan perubahan yang tidak berhasil memuaskan keinginan
sosial rakyat, dan menimbulkan rasa kecewa pada sebagian rakyat yang
jumlahnya selalu berubah. Maka di sinilah peran demokrasi mampu

2
menyelaraskan berbagai kemauan masyarakat sehingga dapat menimbulkan
kesimbangan dalam masyarakat. Demokrasi juga menuntut adanya penegakan
hukum seluruh warga negara, maka dalam hal ini demokrasi tidak menimbulkan
instabilitas dan justru sebaliknya akan menciptakan sebuah masyarakat yang
stabil, seimbang, dan yang lebih penting akan selalu sadar terhadap peraturan
atau hukum (Pennock (ed), 1964: 34).
Mengutip teori Jean Jaques Rousseau, demokrasi adalah sebuah
tahapan atau sebuah proses yang harus dilalui oleh sebuah negara untuk
mendapatkan kesejahteraan. Pernyataan Rousseau ini seakan mengatakan,
bahwa demokrasi bagi sebuah negara adalah sebuah pembelajaran menuju ke
arah perkembangan ketatanegaraan yang sempurna. Padahal disadari oleh
Rousseau, bahwa kesempurnaan bukanlah milik manusia. Oleh karenanya,
yang menjadi ukuran ada tidaknya sebuah demokrasi dalam sebuah negara
bukan ditentukan oleh tujuan akhir, melainkan lebih melihat pada fakta tahapan
yang ada. Demokrasi akan berjalan sesuai dengan perkembangan zaman dan
akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya sebuah negara. Dengan begitu
Rousseau seolah ingin mengatakan bahwa jika menempatkan demokrasi
secara kaku dan ideal, tidak akan pernah ada demokrasi yang nyata dan tidak
akan pernah ada demokrasi (Thalhah, 2019)
Salah satu pemikir yang mencoba menggabungkan kedua faktor
tersebut adalah Hans Kelsen. Secara garis besar, pemikiran Hans Kelsen
mengenai teori hukum sangatlah lengkap. Banyak yang tidak menyangka
bahwa Hans Kelsen ternyata juga mempunyai teori pada bidang demokrasi.
Tidak hanya berkutat pada konsep negara semata, pemikiran Hans Kelsen
bergerak maju ke arah perkembangan yang lebih dinamis. Jika kita menilik
pemikiran Hans Kelsen secara seksama, maka akan kita temukan konsep
hukum yang lengkap sekaligus praktis. Dengan kata lain, kelebihan Hans
Kelsen dalam menata teori hukum ternyata juga didukung oleh penerapan teori
yang dimaksud. Persoalan yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana
pemikiran Hans Kelsen tentang teori demokrasi dalam wacana ketatanegaraan.
Robert Dahl mensyaratkan paling tidak ada delapan hal cermin
demokrasi, yaitu: (1) Kebebasan membentuk dan bergabung dalam organisasi
(berserikat dan berkumpul), (2) kebebasan berekspresi, (3) hak memilih dan

3
dipilih, (4) kesempatan yang relatif terbuka untuk menduduki jabatan-jabatan
politik, (5) hak bagi pemimpin politik untuk berkompetisi mendapatkan
dukungan atau memberi dorongan, (6) alternatif sumber-sumber demokrasi (7)
pemilu yang bebas dan adil, dan (8) pelembagaan pembuatan kebijakan
pemerintah yang merujuk atau bergantung suara rakyat lewat pemungutan
suara maupun cara-cara yang lain (Hakim, 2011:176)
Salah satu tuntutan masyarakat dalam praktik demokrasi di Indonesia
adalah adanya pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung oleh
masyarakat lokal. Praktik Pilkada langsung pertama kali diselanggarakan sejak
tahun 2005 di seluruh daerah provinsi dan kabupatan/kota. Sejak pertama kali
diselenggarakan, Pilkada selalu menjadi kajian dan evaluasi bagi para praktisi,
baik secara substansi maupun prosedur penyelenggaraannya. Pada tahun
2015, salah satu evaluasi atas Pilkada adalah terkait dengan penyelenggaraan
Pilkada yang dilakukan secara serentak. Sistem Pilkada serentak ini tentu
didasarkan atas pertimbangan efektivitas dan efisiensi, mengingat besarnya
jumlah daerah provinsi dan kabupaten/kota, penyelenggaraan Pilkada secara
serentak dirasa dapat menjadi jalan keluar.
Namun demikian, sebagai sistem penyelenggaran yang relatif baru,
Pilkada serentak tentunya masih menyisakan banyak kekurangan, baik dalam
hal aturan maupun praktik. Hal ini juga makin diperumit dengan Pandemi Covid-
19. Pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak tahun 2020 sesuai
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 tahun 2020
direncanakan tanggal 9 Desember 2020 berpotensi menimbulkan berbagai
masalah. Dari segi aturan, banyak aspek-aspek yang belum sepenuhnya diatur
secara eksplisit, khususnya terkait dengan protokol kesehatan selama
kampanye dan pada saat pemungutan suara, di samping juga aturan-aturan
tentang penyelesaian sengketa Pilkada. Sedangkan dari segi praktiknya,
perekrutan dan mobilisasi massa ditengarai masih dilakukan dengan praktek
“money politics”, yang makin didesak akan kebutuhan masyarakat di masa
Pandemi Covid-19. Di masa Pandemi tentu harus dipertimbangkan, mengingat
kekhawatiran akan kesehatan di luar rumah menjadi pertimbangan masyarakat.
Di samping itu black campaign (kampanye hitam) masih menjadi ancaman
terhadap kesuksesan pelaksanaan Pilkada. Dengan demikian,

4
penyelenggaraan Pilkada serentak diharapkan bisa lebih efektif dan efisien,
serta mampu melahirkan Pilkada bermartabat menuju terwujudnya good
governance di tingkat lokal, serta dapat mempercepat proses demokratisasi di
tingkat lokal, justru akan sebaliknya menjadi problem serius bagi pembangunan
daerah.

Analisa dan Pembahasan


Secara teoretis, Henry B. Mayo (Miriam Budiardjo, 2008: 118-119)
berpendapat bahwa ada 6 (enam) nilai demokrasi, diantaranya penyelesaian
konflik dengan damai dan melembaga, terselenggaranya perubahan secara
damai, pergantian pemimpin secara teratur, membatasi kekerasan untuk
penyelesaian masalah; perbedaan adalah hal yang wajar; dan menjamin
tegaknya keadilan. Sedangkan menurut Miriam Budiardjo, perkembangan
praktik demokrasi di abad ke-20 mengarah pada demokrasi konstitusional,
yakni demokrasi yang didasarkan pada rule of law. Artinya demokrasi hanya
bisa hidup dan berkembang dengan baik jika berada dalam negara hukum
(Miriam Budiardjo, 2008: 116). Dari pendapat tersebut sebenarnya demokrasi
menggariskan adanya penegakan hukum yang berkeadilan serta tuntutan akan
ketaatan hukum bagi setiap warga negara. Demokrasi memberikan ruang bagi
masyarakat, termasuk masyarakat lokal, untuk dapat berpartisipasi secara aktif
dan maksimal dalam rangka menyukseskan Pilkada. Hal ini akan terwujud jika
setiap individu mampu menaati semua aturan hukum yang ada sehingga bisa
berjalan dengan baik. Demikian halnya dengan penyelenggaraan Pilkada
serentak tahun 2020.
Kesuksesan penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2020 paling tidak
ditentukan oleh dua indikator. Indikator pertama, yaitu meningkatnya partisipasi
masyarakat pada Pilkada. Indikator kedua, yaitu terlaksananya Pilkada dengan
aman dan damai. Dengan mengacu pada kedua indikator tersebut, nilai-nilai
demokrasi dan ketaatan hukum dapat menghadirkan kesuksesan Pilkada
serentak tahun 2020. Demokrasi menjamin akan penggunaan hak politik warga
negara dengan prinsip keadilan dan kesamaan. Masyarakat diberikan hak
sepenuhnya untuk menggunakan hak politiknya untuk dapat menentukan para
calon kepala daerah. Demokrasi juga memberikan ruang adanya aturan-aturan

5
yang sifatnya sementara dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi,
khususnya terkait dengan aturan protokol kesehatan selama masa Pandemi,
sepanjang disetujui atas nama rakyat, baik di pusat maupun daerah. Demikian
halnya dengan penyelenggaraan Pilkada secara aman dan damai, demokrasi
juga mengajarkan nilai-nilai tentang perubahan kepemimpinan secara damai
dan tanpa ada kekerasan. Semua nilai-nilai demokrasi tersebut akan bisa
terwujud jika semua pemangku kepentingan Pilkada serentak tahun 2020
menaati semua aturan hukum yang ada.
Di samping itu, fungsi dan urgensi demokrasi di negara-negara sedang
berkembang umumnya untuk mengontrol penggunaan kekuasaan atau
pemerintah. Karena menjadi fenomena umum bahwa kekuasaan berkembang
secara dominan, sedangkan hakikat demokrasi baik secara elit maupun teknik,
adalah untuk mencegah tidak terkontrolnya dan tidak
dipertanggungjawabkannya penggunaan kekuasaan. Dengan demikian dapat
dicegah timbulnya pemerintahan sewenang-wenang, pemerintahan yang
otoriter, serta pemerintahan yang korup. Demokrasi menjamin adanya
pemerintahan yang bertanggungjawab pada rakyat selaku pemegang
kedaulatan dalam penggunaan uang dan semua sumber daya milik negara.
Demokrasi membuat pemerintah transparan dalam menentukan kebijakan,
melakukan tindakan dan membuat keputusan. Di pihak lain demokrasi
menuntut persamaan, toleransi dan pengertian guna menangkal timbulnya
konflik dan adu kekuatan di luar sistem (Soemitro, 1998: 27).
Pada era reformasi ini nilai-nilai kebangsaan yang termaktub di dalam
UUD NRI Tahun 1945 sangat menentukan perjalanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sebagai rambu-rambu dalam
mencapai cita-cita nasional dan tujuan nasional. Nilai-nilai kebangsaan yang
terkandung dalam pasal-pasal UUD NKRI Tahun 1945 adalah nilai demokrasi,
nilai kesamaan derajat, dan nilai ketaatan hukum. Ahmad Jazul (2016)
menyatakan bahwa nilai-nilai tersebut terdiri dari (1) Nilai demokrasi, ini berarti
bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat, setiap warga negara memiliki
kebebasan yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaran pemerintahan;
(2) Nilai kesamaan derajat, setiap warga negara memiliki hak, kewajiban dan
kedudukan yang sama di depan hukum; dan (3) Nilai ketaatan hukum, setiap

6
warga negara tanpa pandang bulu wajib mentaati setiap hukum dan peraturan
yang belaku, sehingga diharapkan nilai-nilai tersebut untuk dapat dijadikan
sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejalan dengan pendapat Assiddiqi (2013) disebut Nilai-nilai tersebut
core values of democracy yang terdiri dari : 1) Prinsip pemerintahan berdasar
konstitusi (baru) yang menjamin checks and balances yang sehat. 2) Pemilihan
umum yang demokratis (free and fair), yang pada akhirnya telah
mengembalikan kedaulatan sepenuhnya kepada rakyat. 3) Desentralisasi
kekuasan dan tanggung jawab atas dasar sistem otonomi daerah untuk lebih
mendekatkan rakyat pada pengambilan keputusan. 4) Sistem pembuatan
undang-undang yang demokratis, aspiratif dan terbuka prosesnya. 5) Sistem
peradilan yang independen, yang bebas dari tekanan atau pengaruh dari
manapun datangnya. 6) Pembatasan kekuasaan kepresidenan atas dasar
konstitusi. 7) Peran media yang bebas sebagai sarana kontrol sosial. 8)
Jaminan terhadap peran kelompok-kelompok kepentingan (civil society). 9) Hak
masyarakat untuk tahu. 10) Promosi dan perlindungan HAM, termasuk
perlindungan hak-hak minoritas karena beda agama, ras, atau etnis. 11) Kontrol
sipil terhadap militer.
Menurut Cangara (2014) setiap usaha untuk mengisi jabatan, terutama
untuk jabatan publik, maka gosip yang mengarah pada bentuk kampanye hitam
selalu muncul. Kampanye hitam yang biasa disebut black campaign cenderung
menyudutkan para calon yang diusung untuk menduduki suatu jabatan. Dari
pendapat tersebut dapat kita buktikan beberapa temuan Pilkada Tahun 2015
bahwa Bentuk kampanye hitam salah satunya menerpa calon wakil Wali Kota
Palu, Sigit Purnomo Syamsuddin Said, atau yang akrab dipanggil Pasha.
Gambaran pemberitaan di media cetak, online, maupun televisi yang
merupakan black campaign terhadap Pasha salah satunya adalah
Menyebarkan kejelekan atau keburukan tentang kontestan pilkada (dalam hal
ini Pasha) dengan cara memunculkan cerita buruk atau cerita yang
bertentangan dengan norma budaya maupun agama di Indonesia (Ade Tuti
Turistiati , 2015, Hal. 68)

7
Pada era reformasi ini nilai-nilai kebangsaan yang termaktub didalam
UUD NRI Tahun 1945 sangat menentukan perjalanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sebagai rambu-rambu dalam
mencapai cita-cita nasional dan tujuan nasional . Nilai-nilai kebangsaan yang
terkandung dalam pasal-pasal UUD NKRI Tahun 1945 adalah nilai demokrasi,
nilai kesamaan derajat, dan nilai ketaatan hukum.

Kesimpulan
1. Sosialisasi UUD NRI 1945 belum dilakukan secara optimal kepada
seluruh lapisan masyarakat dan komponen bangsa yang terlibat
sehingga nilai-nilai demokrasi, dan taat hukum belum diketahui dan
dipahami dengan baik dan benar.
2. Pendidikan dan Pelatihan akan nilai-nilai demokrasi dan ketaatan hukum
yang bersumber pada UUD NRI 1945 menjadi sangat penting dan
mendesak untuk dilaksanakan.
3. Melalui implementasi nilai-nilai demokrasi, dan taat hukum maka kualitas
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat ditingkatkan.
Saran
1. Kolaborasi, koordinasi dan sinergitas seluruh pemangku kepentingan
dalam memberikan pemahaman nilai-nilai demokrasi dan ketaatan
hukum perlu ditingkatkan.
2. Komitmen pemangku kepentingan terhadap nilai-nilai demokrasi dan
ketaatan hukum dituangkan dalam pakta integritas.

8
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Hakim, Negara hukum dan Demokrasi Di Indonesia, Pustaka


Pelajar, 2011, hlm. 175

Budardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,


2008.

Pennock, J Roland (ed), Self-Government in Modernizing Nations, Prentice-


Hall, 1964.

Soemitro, Budaya Politik dan Pekembangan Demokrasi di Indonesia, dalam


Syarofin Arba (ed.), Demitologisasi Politik Indonesia; Mengusung
Elitisme dalam Orde Baru, Jakarta: Pustaka Cidesindo, 1998.

Thalhah . Teori Demokrasi dalam Wacana Ketatanegaraan Perspektif


Pemikiran Hans Kelsen. Jurnal Hukum, 3(16): 413 – 422, 1999.

Ade Tuti Turistiati , ,Transparansi Volume VIII, Nomor 02, September 2016
Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi ISSN 2085-1162 208 Fenomena Black
Campaign Dalam Pemilihan Kepala Daerah, 2015.

Ahmad Jazuli , 2016, Jurnal Penelitian Hukum De Jure Pembangunan


Pertahanan Dan Keamanan Demi Penegakan Hukum Di Indonesia:
Kewibawaan Suatu Negara (Development of defence and security for law
enforcement In indonesia: a state authority), diakses (16 September
2020, pk.14.30).

Pusat Penelitian Politik (The Center for Political Studies) LIPI


http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-2/politik-nasional/1394-
demokrasi-indonesia-dan-arah-perkembangannya-di-masa-pandemi-
covid-19, diakses (19 September 2020, pk. 22.00)

Anda mungkin juga menyukai