Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ILMU MUHKAM DAN MUTASYABIHAT


Guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Dosen pembimbing : Hj. Umi Zumrotussholihah, M. Pd. I

Disusun oleh:
1. Aziz Muslim
2. Muh. Husnun Nadif

INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan rahmat serta
anugrahnya mampu untuk menyelesaikan tugas makalah, Sholawat serta Salam tidak lupa selalu
kita haturkan untuk junjungan baginda Nabi Agung Muhammad SAW yang kelak kita nantikan
syafaatnya di yaumil qiyamah.
Kami ucapkan terima kasih banyak kepada setiap pihak yang telah mendukung serta
membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini. Penulis menyadari tentunya dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
Tak lupa dengan seluruh kerendahan hati kami meminta kesediaan pembaca untuk
memberi kritik serta saran yang membangun mengenai penulisan makalah kami, sebab kami
menyadari tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif, mudah
mudahan makalah ini memberi manfaat bagi penulis dan semuah pihak yang membacanya.

Pati, 13 Desember 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dengan berbagai macam
bentuk, kekuatan, kecerdasan yang berbeda-beda. Sehingga ada beberapa amalan yang
tidak mampu dilakukan oleh seluruh orang, dan ada pula amalan yang hanya bisa
dilakukan oleh orang-orang kuat tertentu saja.
Begitu juga halnya dalam kemampuan berfikirpun ada hal-hal yang dipahami oleh
semua orang dan ada hal-hal yang hanya bisa dipahami oleh ulama tertentu. Serta ada
juga yang sama sekali tidak bisa dipahami oleh seluruh insan.
Terkait itu pula Allah jadikan didalam al-Qur’an hal-hal yang bisa dipahami
secara menyeluruh, juga hal-hal yang hanya dipahami oleh orang tertentu dan hal-hal
yang hanya Allah sajalah yang memahami maknanya. Hal yang semacam ini disebut oleh
para ulama sebagai pembahasan al-Muhkam dan al-Mutasyaabih yang in syaa Allah akan
menjadi pembahasan makalah kita dalam kesempatan ini.
Menimbang pentingnya pembahasan ini perlu rasanya penulis sedikit
bersumbangsih meski banyak kendala dalam penulisan makalah ini yang mendasar
terutama banyaknya istilah-istilah syar’i yang sulit untuk dituangkan maknanya kedalam
bahasa Indonesia secara sempurna. Namun tiada pilihan lain kecuali tetap kita upayakan
untuk menyajikannya sebatas kemampuan dalam sebuah pengabdian, mohon maaf atas
segala kekeliruan dan semoga bisa bermanfaat serta dicatat oleh Allah sebagai sebuah
amal shalih amin Ya Rabbal ‘Alamin.
B. Rumusan masalah
a. Apa Pengertian Muhkam dan Mutasyabih?
b. Apa saja macam-macam Mutasyabihat?
c. Bagaimana pendapat para ulama mengenai Muhkam dan Mutasyabihat?
d. Bagaimana Hikmah mengetahui Muhkam dan Mutasyabih?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih


1. Pengertian Muhkam secara Bahasa
Muhkam secara Bahasa berasal dari kata dasar ‫ َح َك َم‬yang mana Ibnu Faris –
rahimahullah- mengatakan:
‫الظ ْل ِم‬
ُّ َ‫ك اَ ْل ُح ْك ُم َوهُ َو اَ ْل َم ْن ُع ِمن‬
َ ِ‫ َوأَ َّو ُل َذل‬.ُ‫ َوهُ َو اَ ْل َم ْنع‬,‫اَ ْل َحا ُء َو ْالكَافُ َو ْال ِم ْي ُم أَصْ ٌل َوا ِح ٌد‬
“Huruf al-Ha’, al-Kaf dan al-Mim adalah sebuah asal kata yang
bermakna larangan. Kata pertama yang berakar dari tiga huruf tersebut adalah
Hukum yang berarti melarang dari sebuah kedzhaliman.”1
Dikatakan juga: “‫” َح َك ْمتُ ^هُ َعلَ ْي ^ ِه بِ َك^ َذا إِ َذا َمنَ ْعتُ ^هُ ِم ْن ِخاَل فِ ^ ِه‬, “aku menghukuminya
dengan begini, jika aku melarangnya untuk tidak menyelisihi sesuatu tersebut”.2
Maka Muhkam ‫ اَ ْل ُمحْ َك ُم‬secara bahasa adalah bentuk isim maf’ul dari ‫أَحْ َك َم‬
yang bermakna sesuatu yang dikokohkan atau dikuatkan atau disempurnakan.

2. Pengertian Mutasyabihat secara bahasa


Mutasyabihat secara bahasa berasal dari kata dasar ‫ شبه‬yang mana dikatakan
oleh Ibnu Faris –rahimahullah- :

‫اَل ِّشيْنُ َو ْالبَا ُء َو ْالهَا ُء أَصْ ٌل َوا ِح ٌد يَدُلُّ َعلَى تَ َشابُ ِه ال َّشي ِْئ‬ 

“bahwa huruf asy-Syin, al-Ba’ dan al-Ha’ satu dasar kata yang
menunjukkan kemiripan sesuatu”.3

1
Abu al-Husein Ahmad bin Faris bin Zakariya w.395 H, Maqayisu al-Lughah, (Kairo: Dar al-Hadits, cet. 2008 M) hal.
221.
2
Ahmad bin Muhammad bin Ali al-Fayyumiy al-Muqriy w.770 H, al-Mishbah al-Munir, (Kairo: Dar al-Hadits,
cet.2008 M) hal. 95.
3
Ibnu Faris, Maqayisu al-Lughah, hal. 469.
Ar-Raghib al-Asfahaniy –rahimahullah- menjelaskan bahwasanya al-
mutasyabih sebuah kata turunan dari ُ‫اَل َّش ْبهُ وال َّشبَهُ وال َّشبِ ْيه‬  yang maknanya adalah sebuah
kemiripan, beliau berkata:

:‫ال هللا تعالى‬ َ َ‫ ق‬، ‫َر لِ َما بَ ْينَهُ َما ِمنَ التَّ َشابُ ِه َع ْينًا َكانَ أَوْ َم ْعنًى‬
ِ ‫َوال ُّش ْبهَةُ هُ َو أَ ْن اَل يَتَ َميَّ ُز أَ َح ُد ال َّش ْيئَ ْي ِن ِمنَ اآْل خ‬
ُ ‫{ َوأُتُوا بِ ِه ُمتَ َشابِهَا } أَيْ يُ ْشبِهُ بَ ْع‬
ً‫ضهُ بَ ْعضًا لَوْ نًا اَل طَ ْع ُما َو َحقِ ْيقَة‬

Asy-Syubhah adalah tidak bisa membedakan antara satu dengan yang lain
disebabkan adanya kemiripan antara keduanya secara kasat mata ataupun makna,
Allah Ta’ala berfirman: “mereka diberi buah-buahan yang serupa…”, maksudnya
adalah sebagiannya menyerupai warna sebagian yang lain, bukan rasa atau
hakikatnya. 4

Maka al-Mutasyabih secara bahasa adalah “sesuatu yang memiliki kemiripan


satu dengan yang lain”.

3. Pengertian Muhkam dan Mutasyabihat Secara Istilah.


Para ulama berbeda pendapat atau bermacam-macam dalam mengungkapkan
pengertian Muhkam ataupun Mutasyabihat.

Imam az-Zarkasyiy –rahimahullah- berkata:

‫ح فَهُ َو َما أَحْ َك َم ْتهُ بِاألَ ْم ِر َوالنَّه ِْي وبَيَا ِن ْال َحاَل ِل وال َح َر ِام‬ ِ ‫َوأَ َّما فِ ْي‬
ِ ‫االصْ ِطاَل‬

“Adapun secara istilah al-Muhkam adalah apa yang telah ditetapkan


atau dikuatkan dengan perintah dan larangan dan penjelasan tentang halal dan
haram.”

‫ف ْال َم َعانِي‬ ْ ‫وأما ال َمتَ َشابِهُ فأَصْ لُهُ أن يَ ْشتَبِهَ اللَ ْفظُ في الظَا ِه ِر مع‬
ِ ‫اختِاَل‬

4
Abu al-Qasim al-Husein bin Muhammad ar-Raghib al-Asfahaniy w.502 H, al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an,(Kairo:
Dar Ibnu al-Jauziy, cet. 2012 M) hal. 280.
“Adapun al-mutasyabih pada dasarnya adalah kemiripin lafadz secara
dhzahir sementara maknanya berbeda.” 5

B. Macam-macam Mutasyabihat
Berkaitan tentang pengelompokan macam-macam mutasyabihat ini ada beberapa
pendapat ulama didalamnya, seperti pada tahun kedelapan hijriyah Imam asy
Syatibiy menuliskan bahwasanya Mutasyabihat itu ada tiga: haqiqiy dan idhafiy sert
Mutasyabihat yang terdapat dalam istinbatnya bukan nash dalilnya.
 Al-Mutasyabih al-Haqiqiy adalah bagian dari al-Qur’an yang mana kita tidak
dapat memahami maknanya, bahkan seorang mujtahidpun saat menelitinya tidak
bisa mendapatkan maknanya yang muhkam.
 Al-Mutasyabih al-Idhafiy adalah bagian dari al-Qur’an yang sebenarnya
maknanya bisa dimengerti dalam syariat akan tetapi terkadang dirancukan oleh
kejahilan atau hawa nafsu sehingga dalam pandangannya menjadi mutasyabih
yang sebenarnya lebih condong kepada muhkam.6 Jenis kedua ini disebut juga
dengan istilah al-Mutasyabih an-Nisbiy yang relative dan hanya ulama tertentu
saja yang dapat memahami maknanya.
 Al-Mutasyabih dalam istinbat hukum bukan pada ayat atau dalilnya akan tetapi
pada ‘illahnya. Contoh; ayat tentang haramnya bangkai dan halalnya hewan yang
disembelih secara syari sangatlah jelas, namun timbul syubhat saat kedua daging
tersebut tercampur apakah halal untuk dikonsumsi atau menjadi haram.7
Sementara Imam as-Suyuthiy membagi Mutasyabihat dari tiga sudut pandang;
dari segi lafadz saja, dari segi makna saja dan dari segi lafadz dan makna secara
bersamaan:
1. Dari segi lafadz saja:
a. Terdapat pada satu lafadz saja, seperti al-Abb ( ّ‫)اَأْل َب‬.

5
Badruddin Muhammad bin Abdillah az-Zarkasyiy w. 794 H, al-Burhan fi ‘Ulumi al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadits, cet.
2006 M) hal. 370.
6
Ibrahim bin Musa bin al-Lakhamiy al-Gharnathiy al-Malikiy Abu Ishaq asy-Syatibiy w. 790 H, al-Muwafaqat fi Usul
asy-Syari’ah, (Kairo: Dar Ibnu al-Jauziy, cet. 2013 M) hal. 73, Juz 3.
7
Khalid Utsman as-Sabt, Qawaid at-Tafsir Jam’an wa Dirasatan, (Kairo: Dar Ibnu Affan, cet. 2013 M) hal.214, jilid 2.
b. Terdapat pada lafadz yang tersusun lebih dari satu, seperti ‫ ليس كمثله شيء‬karena
seandainya diucapkan ‫ ليس مثله شيء‬maka ini lebih jelas untuk dipahami oleh
yang mendengarnya.
2. Dari segi makna saja, seperti makna dari sifat-sifat Allah Ta’ala. Karena sifat-sifat ini
tidak dapat kita pahami gambaran hakikatnya.
3. Dari segi lafadz dan makan terbagi menjadi lima macam Mutasyabihat;
a. Dari segi populasinya, seperti pada permasalahan al-umum dan al-khusus.
Contoh: َ‫فَا ْقتُلُوا ْال ُم ْش ِر ِكين‬, dalam surat at-Taubah ayat 5.
b. Dari segi tatacaranya, seperti wajib atau sunnah dalam firman Allah Ta’ala
surat an-Nisa’ ayat 3:

َ َ‫فَا ْن ِكحُوا َما ط‬


‫اب لَ ُك ْم ِمنَ النِّ َسا ِء‬

c. Dari segi waktu, seperti Nasikh dan Mansukh.


d. Dari segi tempat turunnya ayat tersebut.
e. Dari segi syarat yang menjadi standar sah tidaknya ibadah seperti syarat shalat
dan nikah.

Kemudian beliau menyimpulkan bahwa dari penjelasan diatas maka bisa


dipahami bahwasanya secara umum Mutasyabihat terbagi menjadi tiga:

1. Mutasyabihat yang sama sekali tidak bisa kita pahami.

2. Mutasyabihat yang bisa dipahami dengan indikasi-indikasi lainnya.

3. Mutasyabihat yang hanya bisa dipahami oleh ulama tertentu.8


C. Pendapat para ulama mengenai Muhkam dan Mutasyabihat
imam Az-Zarkasyi memaparkan pendapat ulama seputar Muhkam dan
Mutasyabihat, kurang lebihnya seperti yang diikuti oleh Imam as-Suyuthiy dalam
ungkapannya sebagai berikut;9

8
Imam as-Suyuthiy, al-Itqhan, hal. 12, Juz 3. Lihat juga: Manahil al-Qur’an hal.234, jilid 2. Dirasat fi Ulum al-Qur’an
al-Karim, hal. 512.
9
Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthiy w.911 H, al-Itqhan fi ‘Ulumi al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadits, cet. 2006 M) hal.
5,Jilid 3.
Muhkam Mutasyabihat
apa saja yang hanya diketahui oleh Allah
Sesuatu yang diketahui maksudnya
seperti hari kiamat, keluarnya dajjal dan
baik secara dzhahir atau ta’wil
huruf-huruf muqatta’ah diawal-awal surat
adalah yang jelas maknanya ayat yang tidak jelas maknanya
sesuatu yang tidak memiliki sesuatu yang berkemungkinan lebih dari
kemungkinan ta’wil lebih dari satu satu penta’wilan
Apa saja yang termasuk ma’qulu al- Apa saja yang termasuk ghairu ma’quli al-
ma’na ma’na
Apa saja yang tidak berdiri sendiri dan
Apa saja yang berdiri sendiri -tanpa
membutuhkan kepada yang lain –sebagai
butuh yang lain sebagai penjelas-
penjelas-
Apa saja yang penta’wilannya sesuai Apa saja yang tidak dapat diketahui kecuali
dengan nash turunnya(teksnya). dengan ta’wil
Yang tidak berulang-ulang lafadznya Yang berulang-ulang lafadznya
Al-Faraid, janji dan ancaman Kisah dan permisalan
An-Nasikh, halal dan haram, hudud Mansukh, aqsam (sumpah) dan apa saja
dan faraid serta apa yang kita wajib yang kita wajib mengimaninya namun tidak
mengimaninya dan mengamalkannya untuk diamalkan.
Halal dan haram Selain halal dan haram
Sementara Syaikh Muhammad Abdul’adzim –rahimahullah- mengelompok
pendapat-pendapat tersebut dengan menyandarkan kepada ulamanya, sebagaimana yang
beliau tuliskan dalam kitabnya sebagai berikut:10
Ulama Al-Muhkam Al-Mutasyabih

Sesuatu yang samar yang tidak


bisa dimengerti maknanya baik
Tokoh
Pendalilan yang jelas yang secara akal atau penukilan nash
tidak berkemungkinan syar’i. Hanya Allah yang
al-Hanafiyah
terkena naskh mengetahuinya seperti hari
kiamat, huruf muqatta’ah diawal-
awal surat.
Sesuatu yang hanya Allah saja
Yang diketahui maksud
yang mengetahuinya seperti
Ahlusunnah yang diinginkan baik secara
kiamat, keluarnya dajjal, huruf
dzhahir atau ta’wil
muqatta’ah diawal surat.
Sesuatu yang hanya
Yang berkemungkinan lebih dari
Ulama usulfiqih berkemungkinan ta’wil dari
satu penta’wilan
satu sisi saja.
Yang tidak berdiri sendiri bahkan
membutuhkan penjelasan
Sesuatu yang berdiri sendiri
terkadang dengan penjelasan ini
al-Imam Ahmad dan tidak membutuhkan
dan terkadang dengan penjelasan
penjelas
yang lainnya disebabkan khilaf
dalam penta’wilannya
Tekstual yang bagus dan Sesuatu yang jika ditinjau dari
tersusun yang segi bahasa tidak dapat
Al-Imam
berkonsekwensi dimengerti, kecuali didampingi
al-Haramain
memberikan makna yang dengan tanda atau pendukung.
lurus atau benar tanpa Seperti satu kata yang memiliki
penafian banyak makna
10
Muhammad Abdul’adzim az-Zarqaniy w. 1367, Manahilu al-Irfan fi ‘Ulumi al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadits, cet.
2001 M) hal. 227, Jilid 2.
Makna yang jelas yang
Makna yang tidak jelas yang
Ath-Thayyibiy tidak menimbulkan
menimbulkan kesamaran
kesamaran
D. Hikmah Mengetahui Muhkam dan Mutasyabih
Jika dikatakan apa hikmah mengetahui atau penyebutan masalah al-muhkam dan
al-mutasyaabih, maka sesungguhnya ada beberapa hikmah didalamnya antara lain:
1. Merupakan sebuah rahmat bagi manusia saat manusia tidak mengetahui hal-
hal yang mutasyaabih seperti perkara hari kiamat supaya mereka bersemangat
dalam hidup ini dan tidak bermasalas malasan sekedar duduk ibadah
mempersiapkan datangnya hari kiamat, hal ini juga membuat manusia tidak
stress, gundah dan selalu gelisah ketika mereka mengetahui hakikat kematian,
kiamat dan lain-lain.
2. Sebagai ujian bagi manusia apakah mereka beriman dengan sesuatu yang
ghaib hanya dengan berita yang dibawa syariat?
3. Mengambil pelajaran bahwa dakwah haruslah dengan bahasa dan kadar
kemampuan yang sesuai dengan yang didakwahi.
4. Penegakan dalil akan kelemahan dan kebodohan manusia.
5. Beragamnya pendapat yang bisa ditoleran, sehingga tak bisa kita bayangkan
kalaulah semua ayat itu muhkam maka tidak akan ada madzhab kecuali hanya
satu pendapat saja.11

11
Az-Zarqaniy, Manahil al-Qur’an, hal. 235-236, jilid 2.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih diantaranya adalah apa yang disimpulkan oleh
Imam az-Zarkasyiy –rahimahullah- berkata:
‫ح فَهُ َو َما أَحْ َك َم ْتهُ بِاألَ ْم ِر َوالنَّه ِْي وبَيَا ِن ْال َحاَل ِل وال َح َر ِام‬ ِ ‫َوأَ َّما فِ ْي‬
ِ ‫االصْ ِطاَل‬

“Adapun secara istilah al-Muhkam adalah apa yang telah ditetapkan atau dikuatkan
dengan perintah dan larangan dan penjelasan tentang halal dan haram.”

‫ف ْال َم َعانِي‬ ْ ‫وأما ال َمتَ َشابِهُ فأَصْ لُهُ أن يَ ْشتَبِهَ اللَ ْفظُ في الظَا ِه ِر مع‬
ِ ‫اختِاَل‬

“Adapun al-mutasyabih pada dasarnya adalah kemiripin lafadz secara dhzahir


sementara maknanya berbeda.”

2. Macam-macam al-mutasyabih antara lain al-Mutasyabih al-Haqiqiy dan al-Idhafiy

3. Pedapat Ulama Seputar Muhkam dan Mutasyabihat yang penulis lebih cenderung kepada
pendapat jumhur ahlusunnah dari kalangan salaf.

4. Terdapat banyak hikmah saat mengetahui permasalahan muhkam dan mutasyabih


diantaranya sebagai ujian bagi kita apakah kita beriman kepada hal yang ghaib, atau juga
menjelaskan tentang hakikat lemah dan bodohnya kita sebagai insan.
DAFTAR PUSTAKA

Abu al-Husein Ahmad bin Faris bin Zakariya 2008, Maqayisu al-Lughah, (Kairo: Dar al-Hadits)

Ahmad bin Muhammad bin Ali al-Fayyumiy al-Muqriy 2008 , al-Mishbah al-Munir, (Kairo: Dar
al-Hadits)

Ibnu Faris, Maqayisu al-Lughah

Abu al-Qasim al-Husein bin Muhammad ar-Raghib al-Asfahaniy 2012, al-Mufradat fi Gharib
al-Qur’an,(Kairo: Dar Ibnu al-Jauziy,)

Badruddin Muhammad bin Abdillah az-Zarkasyiy 2006, al-Burhan fi ‘Ulumi al-Qur’an, (Kairo:
Dar al-Hadits)

Ibrahim bin Musa bin al-Lakhamiy al-Gharnathiy al-Malikiy Abu Ishaq asy-Syatibiy 2013, al-
Muwafaqat fi Usul asy-Syari’ah, (Kairo: Dar Ibnu al-Jauziy)

Khalid Utsman as-Sabt, 2013 Qawaid at-Tafsir Jam’an wa Dirasatan, (Kairo: Dar Ibnu Affan)
Imam as-Suyuthiy, al-Itqhan.

Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthiy 2006, al-Itqhan fi ‘Ulumi al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadits)

Muhammad Abdul’adzim az-Zarqaniy 2001, Manahilu al-Irfan fi ‘Ulumi al-Qur’an, (Kairo: Dar
al-Hadits)

Az-Zarqaniy, Manahil al-Qur’an,

Anda mungkin juga menyukai