Lapkas Emboli Paru
Lapkas Emboli Paru
PENDAHULUAN
1
vena dalam dan emboli paru) merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit. Emboli paru diduga berkontribusi
terhadap angka mortalitas yang tinggi pada pasien COVID-19.9,10 Selanjutnya,
Fei Zhou dkk, dalam penelitiannya menyatakan, pasien dengan kadar D-dimer >
1,0 mcg/ml memiliki risiko kematian 18 kali lipat.7
Data-data tersebut menunjukkan bahwa gangguan koagulasi merupakan salah
satu penyebab kematian pasien COVID-19 derajat berat, berkaitan dengan
mortalitas dan prognosis yang buruk pada pasien COVID-19.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesis
Keluhan Utama : Sesak nafas 1 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli Jantung dengan keluhan sesak nafas yang memberat
sejak 1 minggu SMRS. Keluhan sesak sudah timbul selama 1 bulan ini. Pasien
mengatakan awalnya lagi jalan pagi, tiba – tiba pasien merasakan sesak. Sesak
dirasakan pasien hilang timbul. Pada saat pasien istirahat sesak menghilang,
dan jika pasien jalan 2-3 langkah sesak timbul lagi. Sesak nafas tidak disertai
dengan nyeri dada, dan dada berdebar (-). Pasien tampak lemas (+). Bengkak
pada kaki, tidur menggunakan bantal tinggi, demam, batuk, pilek, nyeri
kapala disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Pada bulan agustus 2021 lalu, pasien pernah di diagnosis covid 19, dan
dirawat di RS RPJ selama 2 minggu tanpa pemberian antikoagulan subkutan.
3 tahun lalu pasien pernah mengalami gejala syncope, dan di diagnosa CAD 3
VD lalu di lakukan PCI di LAD, LCX. Pada tahun 2019 lalu, pasien
melakukan pemasang ring.
4
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Fremitus taktil kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (+/+) basal paru, Wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi :
Atas : ICS II linea parasternal sinistra
Kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (+)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), undulasi (-), hepatomegali (-),
splenomegaly (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik
Inferior : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik
5
2.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Rutin RSUD H. Abdul Manap (14/09/2021)
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
WBC 6,3 (4-10,0 103/mm3)
RBC 4,56 (3,5-5,5 106/mm3)
HGB 11,3 (11,0-16 g/dl)
HCT 34,6 (35,0-50,0 %)
PLT 358 (100-300 103/mm3)
MCV 75,8 (80-100 fl)
MCH 24.8 (27-34 pg)
MCHC 32,7 (320-360g/dl)
Faal Ginjal
Ureum 17 (15-39mg/dL)
Creatinin 1.3 (0,55-1,3mg/dL)
Glukosa Darah
Glukosa darah sewaktu 156 (<200mg/dl)
6
c. Hematologi 14/09/2021
d. Elektrolit 14/09/2021
Troponin I
Troponin I <0,1 (<0,1 ng/ml)
Glukosa Darah
Glukosa darah sewaktu 156 (<200mg/dl)
Faal Ginjal
Ureum 59 (15-39mg/dL)
Creatinin 1.6 (0,55-1,3mg/dL)
Glukosa Darah
Glukosa darah sewaktu 156 (<200mg/dl)
7
g. Faal Ginjal, Glukosa Darah 18/09/2021
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Faal Ginjal
Ureum 48 (15-39mg/dL)
Creatinin 1.4 (0,55-1,3mg/dL)
h. Hematologi 21/09/2021
D-dimer
D-dimer 1312,93 (<500 ng/dl)
i. Wells Score
Wells Score
Wells Score 6 (Kemungkinan sedang)
j. Geneva Score
Geneva Score
Geneva Score 7 (Probabilitas Sedang)
8
k. EKG
Interpretasi EKG :
Irama : Sinus rhytm
Regularitas : Reguler
HR : 60x/menit
Axis : Normoaxis
Gel. P : 0,08
PR interval : 0,2
Komplek QRS : 0,08
ST segmen : normal
Gel. T : T inverted di V1 – V3, III, aVF
Kesimpulan
Sinus Rhytm, HR 60x/menit reguler, Normoaxis
9
l. Rontgen Thoraks (14 September 2021)
Kesan :
Identitas sesuai, trakea ditengah, tulang tampak normal, jantung membesar,
CTR 52%, diafragma dalam batas normal, kedua sudut costofrenicus lancip,
tampak infiltrat di basal paru
Kesan :
- Kardiomegali
- Dapat sesuai gambaran pneumonia
10
Echocardiography (14 September 2021)
Kesan :
Dilatasi RA,RV, dilatasi PA (-)
Paradoxical septal motion, D-shape LV , Mc Connel sign (-)
ASD/PFO (-)
Kontraktilitas LV cukup, EF 55 % (+)
RV (N), tapse 2,4 cm
Katup - katup:
Mitral regurgitasi mild
Tricuspid regurgitasi mild TVG 34 mmHg
Pulmonal Regurgitasi mild PVAT 127
Trombus (-)
IVC kolaps
Kesimpulan : Sugestif emboli paru
11
2.5 Diagnosis Kerja
- Emboli paru post covid 19 dd UAP
- CAD 3 VD post PCI di LAD, LCX
- DM tipe II
- CKD stage 3
2.6 Tatalaksana
O2 4 liter/menit dengan nasal kanul
IVFD RL Asnet
Pasang kateter
Inj. Furosemid 2 x 40 mg (IV)
Inj. Arixtra 1x2,5 mg (SC)
PO. Candesartan 1 x 8 mg
PO. Spironolactone 1 x 25 mg
PO. Bisoprolol 1 x 2,5 mg
PO. Digoxin 1 x 0,25 mg
PO. Simvastatin 1 x 20 mg
PO. Glimepirid 1 x 2 mg
2.7 Follow Up
Tabel Follow Up Pasien
Tanggal Perkembangan
15/09/2021 S: sesak nafas
O: TD: 110/73 N : 64x/menit RR: 20x/menit T : 36,3 SpO2 : 98%
Pemeriksaan Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS V Linea midclavicularis sinistra
Batas Kanan : ICS IV Linea parasternal dextra
12
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur sistolik (-), Gallop (+)
Permeriksaan paru :
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, spider naevi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi :Vesikuler kanan dan kiri, Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
Pemeriksaan EKG
Interpretasi :
Sinus Rhytm, HR 60x/menit, Normoaxis, Gel. P Normal, PR interval 0,2”, Gel.
QRS 0,08”, ST segment normal, T Inverted di III, aVF, V1 – V3
Kesimpulan : Sinus rhytm, HR 60x/menit regular, normoaxis
A: Emboli paru post covid 19 dd UAP, CAD3VD post PCI di LAD, LCX, DM
tipe II, CKD stage 3
P:
IVFD RL Asnet
13
Pasang kateter
Inj. Furosemid 2 x 40 mg (IV)
Inj. Arixtra 1 x 2,5 mg (SC)
PO. Candesartan 1 x 8 mg
PO. Spironolactone 1 x 25 mg
PO. Bisoprolol 1 x 2,5 mg
PO. Digoxin 1 x 0,25 mg
PO. Simvastatin 1 x 20 mg
PO. Glimepirid 1 x 2 mg
PO. Atorvastatin 1 x 40 mg
Saran CTPA
14
Sinus Rhytm, HR 60x/menit, Normoaxis, Gel. P 0,08”, PR interval 0,24”, Gel.
QRS 0,08”, ST segment normal, T Inverted di III, aVF, V1 – V3
Kesimpulan : Sinus rhytm, HR 60x/menit regular, normoaxis
A: Emboli paru post covid 19 dd UAP, CAD3VD post PCI di LAD, LXC, DM
tipe II, CKD stage 3
P:
Rehidrasi Post CTPA
IVFD RL 40 cc/jam
Inj. Arixtra 1 x 2,5 mg (SC)
Inj. Furosemid 2x40 mg (IV)
PO. Candesartan 1x8mg
PO. Spironolactone 1x25mg
PO. Bisoprolol 1x2,5mg
PO. Glimepiride 1x2mg
PO. Digoxin 1x0,25mg
17/09/2021 S: sesak berkurang
15
O: TD: 100/61 N : 56x/menit RR: 22x/menit T : 36,2 SpO2 : 99%
Pemeriksaan Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS V Linea midclavicularis sinistra
Batas Kanan : ICS IV Linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur sistolik (-), Gallop (-)
Permeriksaan paru :
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, spider naevi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi :Vesikuler kanan dan kiri, Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
Pemeriksaan EKG :
16
tipe II, CKD stage 3
P:
Rehidrasi post CTPA
IVFD RL 40cc/jam
Inj. Arixtra 1x2,5mg (SC)
Inj. Furosemid 1x20 mg (IV)
PO. Candesartan 1x8mg
PO. Spironolactone 1x25mg
PO. Bisoprolol 1x2,5mg
PO. Glimepiride 1x2mg
17
Sinus Rhytm, HR 60x/menit, Normoaxis, Gel. P 0,08”, PR interval 0,24”, Gel.
QRS 0,08”, ST segment normal, T Inverted di III, V1
Kesimpulan : Sinus rhytm, HR 60x/menit regular, normoaxis
A: Emboli paru post covid 19 dd UAP, CAD3VD post PCI di LAD, LCX, DM
tipe II, CKD stage 3
P:
Rehidrasi post CTPA 60cc/jam
Inj. Furosemid 3x20 mg (IV)
Inj. Arixtra 1x25mg (SC)
PO. Candesartan 1x8mg
PO. Spironolactone 1x25mg
PO. Bisoprolol 1x2,5mg
PO. Glimepiride 1x2mg
18
19/10/2021 S: sesak berkurang
O: TD: 111/64 N : 62x/menit RR: 22x/menit T : 36,0 SpO2 : 99%
Pemeriksaan Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS V Linea midclavicularis sinistra
Batas Kanan : ICS IV Linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur sistolik (-), Gallop (-)
Permeriksaan paru :
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, spider naevi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi :Vesikuler kanan dan kiri, Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
Pemeriksaan EKG :
19
Kesimpulan : Sinus rhytm, HR 60x/menit regular, normoaxis
A: Emboli paru post covid 19 dd UAP, CAD3VD post PCI di LAD dan LCX, DM
tipe II, CKD stage 3
P:
IVFD RL 20cc/jam
Inj. Furosemid 2x20 mg (IV)
PO. Simvastatin 1x20mg
PO Candesartan 1x8mg
PO. Spironolactone 1x25mg
PO. Bisoprolol 1x2,5mg
PO. Glimepiride 1x2mg
PO. Aptor 1x40mg
PO. Bicnat 3x500mg
20
Sinus Rhytm, HR 60x/menit, Normoaxis, Gel. P 0,08”, PR interval 0,28”, Gel.
QRS 0,08”, ST segmen normal, T Inverted di III, V1
Kesimpulan : Sinus rhytm, HR 60x/menit regular, normoaxis
A: Emboli paru post covid 19 dd UAP, CAD3VD post PCI di LAD, LCX, DM
tipe II, CKD stage 3
P:
Cek ulang D-Dimer
IVFD RL 20cc/jam
Bledder training 3x
Inj. Furosemid 2x20 mg (IV)
PO. Simvastatin 1x20mg
PO Candesartan 1x8mg
PO. Spironolactone 1x25mg
PO. Bisoprolol 1x2,5mg
PO. Glimepiride 1x2mg
PO. Aptor 1x40mg
PO. Bicnat 3x500mg
21
21/09/2021 S: sesak berkurang, belum mobilisasi
O: TD: 127/81 N : 70x/menit RR: 22x/menit T : 36,0 SpO2 : 99%
DDimer : 1312 (meningkat)
Pemeriksaan Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS V Linea midclavicularis sinistra
Batas Kanan : ICS IV Linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur sistolik (-), Gallop (-)
Permeriksaan paru :
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, spider naevi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi :Vesikuler kanan dan kiri, Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
Pemeriksaan EKG :
22
QRS 0,08”, ST segmen normal, T Inverted di III, AVF
Kesimpulan : Sinus rhytm, HR 60x/menit regular, normoaxis
A: Emboli paru post covid 19 dd UAP, CAD3VD post PCI di LAD, LCX, DM
tipe II, CKD stage 3
P:
IVFD RL 20cc/jam
Inj. Furosemid 2x20 mg (IV)
Inj. Ranitidine 2x50mg (IV)
PO. Simvastatin 1x20mg
PO Candesartan 1x8mg
PO. Spironolactone 1x25mg
PO. Bisoprolol 1x2,5mg
PO. Glimepiride 1x2mg
PO. Aptor 1x40mg
PO. Bicnat 3x500mg
PO. Simarc 1x2mg
23
22/09/2021 S: sesak berkurang
O: TD: 96/65 N : 64x/menit RR: 20x/menit T : 36,0 SpO2 : 99%
Pemeriksaan Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS V Linea midclavicularis sinistra
Batas Kanan : ICS IV Linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur sistolik (-), Gallop (-)
Permeriksaan paru :
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, spider naevi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi :Vesikuler kanan dan kiri, Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
Pemeriksaan EKG :
24
Kesimpulan : Sinus rhytm, HR 60x/menit regular, normoaxis
A: Emboli Paru post covid 19 dd UAP, CAD3VD Post PCI di LAD, LCX, DM
tipe II, CKD stage 3
P: Acc pulang, rawat jalan
PO. Furosemide 1x4mg
PO Candesartan 1x8mg
PO. Spironolactone 1x25mg
PO. Bisoprolol 1x2,5mg
PO. Miniaspi 1x80mg
PO. Simarc 1x2mg
PO. Glimepiride 1x2mg
PO. Atorvastatin 1x20mg
PO. Lansoprazole 1x30mg
2.8 Tindakan
CTPA (CT Pulmonary Angiography)
Telah dilakukan CT Pulmonary Angiography (16/09/2021) dengan hasil
sebagai berikut :
25
Hasil CT-Thorax dengan dan tanpa kontras potongan axial mulai dari suprasternal
sampai abdomen atas
Temuan :
Trakea : Normal
Karina : Normal
Bronkus utama kanan : Normal
26
Bronkus utama kiri : Normal
Bronkus lobaris ddan segmental : Normal
Paru : Opasitas ground glass dengan konsolidasi dan retikulasi
multifocal di paru bilateral, distribusi dominan di perifer
Fissura : Normal
Pleura : Normal
Perikardium : Normal
Jantung : membesar ringan
Mediastinum : normal
Vena cava superior : Normal
Aorta : Normal
Arteri Pulmonalis : Normal
Vena Brakhiosefalik : Normal
Arteri subclavia kiri : Normal
Arteri karotis komunis kiri : Normal
Trunkus Brakhiosealik kanan : Normal
Kelenjar Getah Bening : tidak ada
Tulang : Perubahan Degenerative vertebrae
Esofagus : Normal
Gastroesofageal Junction : Normal
Abdomen yang tervisualisasi : Normal
KESAN :
Laki-laki 68 tahun dengan keterangan klinis susp emboli paru
2.9 Prognosis
Quo Vitam : Dubia ad bonam
Quo Functionam : Dubia
Quo Sanactionam : Dubia
Pasien dipulangkan pada tanggal 22/09/2021 dan dijadwalkan kontrol pada
tanggal 29/09/2021. Pasien pulang dalam kondisi baik.
28
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Epidemiologi
29
merupakan penyakit kardiovaskular tertinggi ketiga setelah infark miokard dan
Stroke. 22,26.
Insiden di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kira-kira terdapat 50.000
kasus penyakit ini tiap tahunnya. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa
kurang dari 10% pasien emboli paru meninggal karena penyakit ini. Seluruh
insiden ini diverifikasi oleh autopsy. Bukti emboli yang baru atau lama
ditentukan pada 25% sampai 30% autopsy rutin dengan teknik khusus dan
nilainya melebihi 60%.24,25
Penyakit ini sering terjadi, namun jarang terdiagnosis sehingga laporan
mengenai penyakit ini di Indonesia jarang ditemukan.24,25
3.1.3 Patofisiologi
Thrombus dapat berasal dari arteri dan vena. Thrombus arteri terjadi karena
rusaknya dinding pembuluh arteri (lapisan intima). Thrombus vena terjadi karena
aliran darah vena yang lambat, selain itu dapat pula karena pembekuan darah
dalam vena apabila terjadi kerusakan endotel vena.27
Thrombus vena dapat juga berasal dari pecahnya thrombus besar yang
terbawa aliran vena. Biasanya thrombus berisi partikel-partikel fibrin
(terbanyak), eritrosit dan trombosit. Ukurannya bervariasi, mulai dari beberapa
millimeter sampai sebesar lumen venanya sendiri. Adanya perlambatan aliran
darah vena (stasis) akan makin mempercepat terbentuknya thrombus yang makin
besar. Adanya kerusakan dinding pembuluh darah vena (misalnya operasi
rekonstruksi vena femoralis) jarang menimbulkan thrombus vena. Thrombus
yang lepas ikut aliran darah vena ke jantung kanan dan sesudah mencapai
sirkulasi pulmonal tersangkut pada beberapa cabang arteri pulmonalis, dapat
menimbulkan obstruksi total atau sebagian dan memberikan akibat lebih lanjut.
Thrombus pada vena dalam tidak seluruhnya akan lepas dan menjadi
tromboemboli tetapi kira-kira 80% nya akan mengalami pencairan spontan (lisis
endogen).27
32
adalah tanda emboli paru yang paling khas. Pada umumnya, dispnoe berat,
sinkop atau sianosis merupakan tanda utama emboli paru yang mengancam
nyawa. Nyeri pleuritik menunjukkan bahwa emboli paru kecil dan terletak di
arteri pulmonalis distal, berdekatan dengan garis pleura.9
Emboli paru patut dicurigai pada penderita hipotensi jika :9
1. Adanya bukti trombosis vena atau faktor predisposisi emboli paru
2. Adanya bukti klinis akut kor pulmonale (gagal ventrikel kanan akut)
seperti distensi vena leher, S3 gallop, pulsasi jantung kanan di dinding
dada (a right ventricular heave) , takikardia, atau takipnea
3. Adanya temuan ekokardiografis berupa gagal jantung kanan dengan
hipokinesis atau bukti EKG yang menunjukkan manifestasi akut kor
pulmonale dengan gambaran S1Q3T3, gambaran incomplete right bundle
branch block atau iskemia ventrikel kanan.
Wells dan kawan-kawan membuat probabilitas pretes klinik dengan
menghitung skor
Klinis (poin) seperti pada table berikut :10
Ada enam sindroma klinis emboli paru akut dengan gambaran sebagai berikut :9
1. Emboli Paru massif
Presentasi klinis: Sesak nafas, sinkop dan sianosis dengan hipotensi arteri sistemik
persisten; khas > 50 persen obstruksi pada vaskulatur paru. Disfungsi ventrikel
kanan dapat dijumpai.
2. Emboli Paru sedang sampai besar (submassif)
Presentasi klinis: Tekanan darah sistemik masih normal, gambaran khas > 30
persen defek pada perfusi scan paru dengan tanda-tanda disfungsi ventrikel kanan
3. Emboli Paru Kecil sampai Sedang
Presentasi klinis: Tekanan darah arteri sistemik yang normal tanpa disertai tanda-
tanda disfungsi ventrikel kanan
34
4. Infark Paru (Pulmonary Infarction)
Presentasi klinis: Nyeri pleuritik, hemoptisis, pleural rub, atau bukti adanya
konsolidasi paru; khasnya berupa emboli perifer yang kecil, jarang disertai
disfungsi ventrikel kanan
5. Emboli Paru Paradoksikal (Paradoxical Embolism)
Presentasi klinis: Kejadian emboli sistemik yang tiba-tiba seperti stroke, jarang
disertai disfungsi ventrikel kanan
6. Emboli Nontrombus (Nonthrombotic embolism)
Penyebab yang tersering berupa udara, lemak, fragmen tumor, atau cairan amnion.
Disfungsi ventrikel kanan jarang menyertai keadaan ini.
3. D-dimer
Plasma D-dimer merupakan hasil degradasi produk yang dihasilkan oleh
proses fibrinolisis endogen yang dilepas dalam sirkulasi saat adanya bekuan.
Pemeriksaan ini merupakan skrining yang bermanfaat dengan sensitivitas yang
35
tinggi (94%) namun kurang spesifisitas (45%). D-dimer dapat meningkat pada
beberapa keadaan seperti recent MCI . Spesifisitas D-dimer secara ELISA untuk
memprediksi emboli paru meningkat bila ratio D-dimer / fibrinogen > 1000.
Plasma D-dimer yang normal dapat menyingkirkan diagnosis emboli paru.
4. Elektrokardiogram (EKG)
Perubahan EKG tidak dapat dipercaya dalam diagnosis emboli paru terutama
pada kasus yang ringan sampai sedang. Pada keadaan emboli paru massif dapat
terjadi perubahan EKG antara lain :
- Pola S1 Q3 T3 , gelombang Q yang sempit diikuti T inverted di lead III,
disertai gelombang S di lead I menandakan perubahan posisi jantung yang
dikarenakan dilatasi atrium dan ventrikel kanan.
- P Pulmonal
- Right bundle branch block yang baru
- Right ventricular strain dengan T inverted di lead V1 sampai V4
Gambar 2. EKG
5. Scanning Ventilasi-Perfusi
Pemeriksaan ini sudah menjadi uji diagnosis non invasive yang penting untuk
sangkaan emboli paru selama bertahun-tahun. Keterbatasan alat ini pada kasus
alergi kontras, insufisiensi ginjal, atau kehamilan.
36
6. Spiral Pulmonary Computed Tomography scanning
Test ini sangat sensitive dan spesifik dalam mendiagnosis emboli paru dan
dapat dilakukan pada penderita yang tidak dapat menjalani pemeriksaan
scanning ventilasi-perfusi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan injeksi
kontras medium melalui vena perifer dan dapat mencapai arteri pulmonalis yang
selanjutnya memberikan visualisasi arteri pulmonal sampai ke cabang
segmentalnya.
7. Pulmonary Scintigraphy
Dengan menggunakan radioaktif technetium, ini merupakan suatu tekhnik
yang cukup sensitive untuk mendeteksi gangguan perfusi. Defisit perfusi dapat
dikarenakan oleh ketidak seimbangan aliran darah ke bagian paru atau disebabkan
masalah paru seperti efusi atau kollaps paru. Untuk menambah spesifisitasnya,
tekhnik ini selalu dikombinasi dengan ventilation scan dengan menggunakan
radioaktif gas xenon. Gambaran yang menunjukkan non- perfusi tapi adanya zona
ventilasi menunjukkan emboli paru. Bagaimanapun juga pada penderita dengan
penyakit paru sebelumnya, nilai diagnostik pemeriksaan ini menjadi menurun.
8. Angiografi paru
Pemeriksaan ini merupakan baku emas (gold standard) dalam diagnostik
emboli paru. Namun tekhnik ini merupakan penyelidikan invasif yang cukup
berisiko terutama pada penderita yang sudah kritis. Karenanya saat ini peran
angiografi paru sudah digantikan oleh spiral CT scan yang memiliki akurasi yang
sama.
37
6
Gambar 3. CTA Thorax
11. Ekokardiografi
Ekokardiografi transtorakal muncul sebagai alat diagnostik non invasif yang
berperan dalam menilai suatu pressure overload dari ventrikel kanan yang dapat
diakibatkan oleh emboli paru massif. Penderita emboli paru akut menunjukkan
pergerakan dinding segmental abnormal yang spesifik yang sering disebut sebagai
tanda McConnell, hipokinesis dinding disertai pergerakan apeks ventrikel kanan
yang masih normal. Dilatasi ventrikel kanan merupakan tanda tidak langsung
dari beban ventrikel kanan yang berlebihan. Rasio pengukuran ventrikel kanan
dibanding ventrikel kiri ≥ 1 pada pengambilan gambar apical four chamber. Pada
38
teknik pengambilan gambar parasternal short axis akan terlihat septum
interventrikuler menjadi datar dan menyebabkan gambaran ekokardiografi D
shape ventrikel kiri. Tanda lain dari disfungsi ventrikel kanan adalah regurgitasi
tricuspid dengan kecepatan ≥ 2,6 m/detik dan dilatasi vena kava inferior.
Gambar 4. Echocardiografi
3.1.6 Penatalaksanaan
Warfarin juga dapat digunakan sebagai pengobatan emboli paru. obat ini
bekerja dengan menghambat aktivitas vitamin K, yaitu dengan
mempengaruhi sintesis prokoagulan primer (factor II, VII dan X). Karena
awal kerjanya lambat, oleh karena itu pemberian warfarin dilakukan
setelah heparin. Warfarin diberikan pada pasien dengan thrombosis vena
atau emboli paru berulang dan pada pasien dengan factor risiko menetap.
Dosis yang diberikan ialah 10-15 mg/kg BB, dengan target sampai terjadi
pemanjangan (lebih dari 15-25%) dari nilai normal waktu protombin yang
maksimum. Pemberian warfarin adalah secara oral. Lama pemberian
warfarin sekitar 3 bulan (12minggu) terus menerus. Warfarin diberikan terus
pada pasien defisiensi antitrombin III, defisiensi protein C atau S, pasien
dengan antikoagulan lupus atau antikardiolipin.
41
b). Pengobatan Trombolitik
Terapi ini sering diindikasikan pada pasien emboli paru massif akut,
thrombosis vena dalam, emboli paru dengan gangguan hemodinamik dan
teradapat penyakit jantung atau paru tetapi belum mengalami perbaikan
dengan terapi heparin. Terapi trombolitik boleh diberikan bila gejala-gejala
yang timbul kurang dari 7 hari dan pasien tidak memiliki kontraindikasi
trombolitik.
Dosis awal streptokinase: 250.000 unit dalam larutan Nacl 0,9 % atau
glukosa 5%, diberikan IV selama 30 menit, dilanjutkan dosis
pemeliharaannya: 100.000 unit/jam diberikan selama 24-72 jam.
Dosis awal urokinase: 4.400 unit/kg BB, dalam larutan Nacl 0,9 % atau
glukosa 5%, diberikan IV selama 15-30 menit, dilanjutkan dosis
pemeliharaannya: 4.400 unit/kg BB/jam selama 12-24 jam. Perbaikan atau
keberhasilan terapi sudah terlihat dalam waktu 12 jam untuk urokinase dan
24 jam untuk streptokinase. Komplikasi terapi trombolitik adalah sering
terjadi perdarahan dengan insidensi 5-7%.
42
4. Pengobatan pembedahan.
Pengobatan pembedahan pada emboli paru diperuntukkan bagi pasien
yang tidak adekuat atau tidak dapat diberikan heparin. Dengan tindakan
pembedahan dapat dilakukan: venous interruption dan embolektomi paru.
Tujuan venous interruption adalah mencegah emboli ulang dari thrombus
vena dalam tungkai bawah. Sekarang yang banyak dilakukan adalah
pemasangan filter di vena kava inferior secara intravena, yang tidak
menyumbat aliran vena, dapat mencegah emboli yang lebih besar dari 2 mm
dan jarang mengalami thrombosis di filter tersebut.
Tindakan embolektomi paru ini dulu banyak dikerjakan jika terdapat
kontraindikasi terhadap pemakaian antikoagulan atau pada pasien emboli
paru kronik. Karena risiko kematian cukup besar, maka tindakan
embolektomi paru ini sekarang ditinggalkan, lebih- lebih sekarang telah ada
kemajuan terapi trombolitik.
3.1.8 Pencegahan
Pencegahan emboli paru menjadi salah satu hal penting dikarenakan kelainan
ini sulit dideteksi dan penatalaksanaannya tidak selalu berhasil. Setiap penderita
dengan klinis sugestif emboli paru wajib dilakukan stratifikasi risiko dan bila
perlu mendapat terapi profilaksis.14
Pencegahan non farmakologis yang dapat dilakukan adalah penggunaan
graduated-compression stockings , suatu alat yang memberikan kompresi berkala
dan filter vena cava inferior atau kombinasi keduanya.14
44
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien atas nama Tn. AB dengan usia 68 tahun datang ke poli Jantung dengan
keluhan sesak nafas yang memberat 1 minggu SMRS. Pasien mengatakan
awalnya lagi jalan pagi, tiba – tiba pasien merasakan sesak. Sesak dirasakan
pasien hilang timbul. Sesak timbul pada saat aktivitas ringan. Sesak sudah
dirasakan sejak 1 bulan ini. Sesak nafas tidak disertai dengan nyeri dada, dan dada
berdebar (-). Pasien tampak lemas (+). Bengkak pada kaki, tidur menggunakan
bantal tinggi, demam, batuk, pilek, nyeri kapala disangkal. BAB dan BAK tidak
ada keluhan. Pasien pernah dirawat dengan covid 19 gejala berat pada bulan
agustus 2021 di RS RPJ selama 2 minggu tanpa pemberian antikoagulan
subkutan. Pasien memiliki riwayat CAD 3VD post PCI, pemasangan 2 stent,
hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, dan DVT. Dari riwayat keluarga juga
didapatkan adanya Riwayat DM.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil vital sign terdapat TD 150/90 mmHG
dan pemeriksaan auskultasi paru terdengar rhonki di 1/3 basal paru. Dari
pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya peningkatan D-dimer, troponin
normal. Dari pemeriksaan EKG didapatkan adanya irama sinus dan T inverted di
lead III, aVF, V1-V3. Dari hasil rontgen thoraks didapatkan adanya kardiomegali
dan adanya gambaran pneumonia. Hasil echo didapatkan dilatasi LV dan RV baik
dengan tanda tanda peningkatan tekanan di ventrikel kanan.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
ditegakkan diagnosis pada pasien ini adalah Emboli paru post covid 19 dd UAP.
Dari wells score didapatkan score 6, Geneva score didapatkan score 7. Dimana
hasilnya kemungkinan moderate emboli paru.
Selama di RS, pasien dirawat dengan pemberian antikoagulan SC, yaitu
fondafarinux selama 5 hari, dilanjutkan dengan warfarin tablet, dan didapatkan
perbaikan dari keluhan pasien. Pasien dipulangkan pada tanggal 22/09/2021 tanpa
keluhan sesak, D-dimer mengalami perbaikan dan klinis hemodinamik stabil.
Pasien dijadwalkan kontrol ke poli jantung untuk evaluasi nilai INR tiap bulan.
45
BAB IV
KESIMPULAN
46
DAFTAR PUSTAKA
48
24. Deng X, Li Y, Zhou L, Liu C, Liu M, Ding N et al. Gender differences in
the symptoms, signs, disease history, lesion position and pathophysiology in
patients with pulmonary embolism. Plos One. 2015:1-9.
25. Messa IR, Junewick J, Hoff A, Blumer A, Daro R, Linna N et al. Incidence
of pulmonary emboli on chest computed tomography angiography based
upon referral patterns. Emerg Radiol. 2016.
26. Kubak MP, Lauritzan PM, Borthne A, Ruud EA, Ashraf H. Elevated d-
dimer cut-off values for computed tomography pulmonary angiography—d-
dimer correlates with location of embolism. Ann TranslMed. 2016:1-6.
27. Kostadima E, Zakythinos E. Pulmonary Embolism:
Pathophysiology,Diagnosis, Treatment. Hellenic J Cardiol. 2007; 48: 94-
107.
28. http://scholar.unand.ac.id/74553/2/2.%20BAB%201%20%28Pendahuluan%
29.pdf
29. Klok FA, Kruip MJHA, van der Meer NJM, et al. Incidence of thrombotic
complications in critically ill ICU patients with COVID-19. Thromb Res.
2020;191:145-147. doi:10.1016/j.thromres.2020.04.013
30. Helms J et al. High risk of thrombosis in patients in severe SARS-CoV-2
infection: a multicenter prospective cohort study. Intensive Care Med.
2020;46(6):1089-1098. doi: 10.1007/s0013 4-020-06062-x
31. https://www.papdi.or.id/pdfs/983/Buku%20Pedoman%20Tatalaksana%20C
OVID-19%205OP%20Edisi%203%202020.pdf
49