Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vertigo berasal dari bahasa latin ,vertere, artinya memutar merujuk pada
sensasi berputar sehingga menganggu rasa keseimbangan seseorang,umunya
disebabkan oleh gangguan pada sistem keseimbangan. Derajat yang lebih ringan
dari vertigo disebut dizziness yang lebih ringan lagi disebut giddiness dan
unsteadiness.
Pengertian vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh
atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul terutama dari sistem
otonom,yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai
keadaan atau penyakit.
Dengan demikian,vertigo bukan suat gejala pusing berputar saja ,tetapi
merupakan suatu kumpulan gejala atau satu sindrom yang terdiri dari gejala
somatic (nistagmus,unstable) otonomik (pucat, peluh, dingin, mual dan muntah),
pusing dan gejala psikatrik. Dizziness lebih mencerminkan keluhan rasa gerakan
yang umum, tidak spesifik, rasa goyah, kepala ringan dan perasaan yang sulit
dilukiskan sendiri oleh penderitanya. Pasien sering menyebutkan sensasi ini
sebagai nggilyer Sedangkan giddiness berarti dizziness atau vertigo yang
berlangsung singkat.
Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan
prevalensi sebesar 7 %. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidiki
epidemiologi dizziness, yang meliputi vertigo dan non vestibular dizziness.
Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan yang paling sering diutarakan oleh
pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari keempat jenis dizziness,
vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah studi
mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria (2:1),
sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren.

1
1.2 Tujuan Penulisan

Laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang


diagnosis dan tatalaksana pasien dengan Emboli Paru.

1.3 Metode Penulisan

Laporan kasus ini ditulis dengan menggunakan metode diskusi yang


merujuk dari berbagai literatur.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


a. Nama : Ny. E
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Umur : 39 tahun
d. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
e. Pendidikan : SMA
f. Alamat : RT 01 Olak Kemang

2.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Pusing berputar sejak 1 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak 1 minggu SMRS.
Pusing timbul mendadak, tidak menentu hilang timbul terutama saat pasien
menundukkan kepala dan bertambah berat jika pasien bangun dari tidur atau
tegak dalam waktu yang lama. Serangan pusing berputar dirasakan selama ± 2
menit. Pasien merasa dirinya berputar-putar serta sekelilingnya ikut berputar.
Rasa seperti melayang (-). Pasien istirahat dan berbaring untuk mengurangi
rasa pusing tersebut. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan pasien.

Keluhan disertai mual (+), muntah (-). Keringat dingin (-), muntah
menyemprot (-), demam (-), penglihatan ganda (-), gangguan pendengaran (-),
telinga berdenging (-). BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien belum
makan obat apapun untuk mengurangi gejala. Riwayat meminum obat lainnya
(-).

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat dengan keluhan yang sama, yaitu pusing berputar (-)
 Riwayat trauma pada kepala disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat kencing manis disangkal

3
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat dengan keluhan yang sama(-)
 Riwayat darah tinggi (-)
 Riwayat kencing manis (-)

Riwayat makan, alergi, obat-obatan dan perilaku kesehatan


Pasien sering langsung berdiri setelah bangun tidur. Pasien makan tidak
teratur dan suka makan makanan yang asin. Pasien tidak memiliki alergi terhadap
makanan maupun obat-obatan.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalisata
1. Keadaan Umum: tampak sakit ringan
2. Kesadaran : Compos mentis (GCS E4M6V5)
3. Tekanan Darah: 110/80 mmHg
4. Nadi : 88 x/menit, tekanan kuat, isi cukup
5. Pernafasan : 20 x/menit
6. Suhu : 36,8°C
7. Berat Badan : 55 kg
8. Tinggi Badan : 158 cm

Kepala: Normocephal, simetris, jejas (-)


Mata: Exopthalmus/endophtalmus : (-)
Kelopak : normal
Conjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : bulat, isokor, refleks cahaya +/+
Mata cekung : -/-
Telinga: Nyeri tarik daun telinga (-), sekret (-)

Hidung : Rhinorhea (-), deviasi septum (-), perdarahan (-)

4
Mulut : sianosis (-)

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiriod (-)


Thoraks
Cor (Jantung)
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri
Perkusi Tidak dilakukan
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo (Paru)
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Statis & dinamis: simetris Statis & dinamis : simetris
Palpasi Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler, Wheezing (-), Vesikuler, Wheezing (-),
ronkhi (-) ronkhi (-)

Abdomen
Inspeksi Datar, sikatriks (-), dilatasi vena (-)
Palpasi Supel, turgor kulit baik, nyeri tekan (-), hati dan
lien tidak teraba
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+)

Ekstremitas Atas : akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik


Ekstremitas bawah: akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik

Status Neurologis
 Pemeriksaan Nervus kranial : dalam batas normal
 Tanda rangsangan meningeal : dalam batas normal
 Refleks fisiologis - patologis : tidak dilakukan

5
 Sensorik : dalam batas normal
 Motorik :5555 5555
5555 5555
 Pemeriksaan Koordinasi dan Keseimbangan :
 Tandem gait : pasien mampu berjalan mengikuti garis lurus, langkah lebar
(-), berjalan menyimpang (-)
 Romberg Test dan Romberg Dipertajam : Pasien kesulitan
mempertahankan diri dan jatuh pada saat menutup mata
 Past Pointing Test : Pasien mampu menyentuh telunjuk pemeriksa dalam
keadaan mata terbuka dan tertutup.
 Test Fukuda : Tidak dilakukan

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan

2.5 Pemeriksaan Anjuran


 Dix-Hallpike Test
 Uji Provokasi Nistagmus
 Tes Kalori

2.6 Diagnosis Kerja


Vertigo Perifer / Benign Paroxysmal Positional Vertigo (H81.1)

2.7 Diagnosis Banding


 Meniere Disease (H81.0)
 Vestibular Neuritis (H81.2)
 Vertigo Sentral (H81.4)

2.8 Penatalaksanaan
Non Farmakologi
 Melakukan tindakan preventif terhadap terjadinya penyakit vertigo
 Olahraga teratur, minimal 3 x seminggu ± 30 menit perhari

6
 Jika pusing berputar muncul jangan panik dan lakukan hal untuk
mengurangi gejala (tutup mata dan tidak banyak mengubah posisi
kepala)
 Epley / Semont Manuver
Farmakologi
 Betahistin tablet 6 mg diberikan 3 x 1 tablet
 Dimenhidramin tablet 50 mg diberikan 4 x 1 tablet
 Vitamin B Complex tablet 50 mg diberikan 1 x 1 tablet

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Vertigo adalah Persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan
sekitarnya. Persepsi gerakan dapat berupa vertigo vestibular (rasa berputar) dan
vertigo non vestibular (rasa goyang, melayang atau mengambang).1 Vertigo
berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada sensasi
berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang,
umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistem keseimbangan.2

3.2 Epidemiologi

Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan


prevalensi sebesar 7 %. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidiki
epidemiologi dizziness, yang meliputi vertigo dan non vestibular dizziness. Dizziness
telah ditemukan menjadi keluhan yang paling sering diutarakan oleh pasien, yaitu
sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari keempat jenis dizziness, vertigo
merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah studi
mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria (2:1),
sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren.2

3.3 Etiologi
Vertigo merupakan suatu gejala, sederet penyebabnya antara lain akibat
kecelakaan, stress, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu
sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan
mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di
telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area
tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam
saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan didalam otaknya sendiri.2
Penyebab umum dari vertigo:3
 Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.
 Obat-obatan : alkohol, gentamisin.

8
 Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis
di dalam telinga bagian dalam yang menyebabkan benign paroxysmal
positional
 Vertigo, infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit
maniere.
 Peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.
 Kelainan Neurologis : Tumor otak, tumor yang menekan saraf
vestibularis, sklerosis multipel, dan patah tulang otak yang disertai cedera
pada labirin, persyarafannya atau keduanya.
 Kelainan sirkularis : Gangguan fungsi otak sementara karena
berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak ( transient ischemic
attack ) pada arteri vertebral dan arteri basiler.
Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler
sampai ke inti nervus VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII sampai
ke korteks. Berbagai penyakit atau kelainan pada telinga khususnya bagian dalam
dan saraf dapat menyebabkan vertigo.

3.4 Klasifikasi
Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau
otak) atau di perifer (telinga – dalam, atau saraf vestibular).4

1. Fisiologik : ketinggian, mabuk udara. Vertigo fisiologik adalah keadaan


vertigo yang ditimbulkan oleh stimulasi dari sekitar penderita, dimana sistem
vestibulum, mata, dan somatosensorik berfungsi baik. Yang termasuk dalam
kelompok ini antara lain :
- Mabuk gerakan (motion sickness). Mabuk gerakan akan sangat terasa bila sekitar
individu bergerak searah dengan gerakan badan. Keadaan yang
memperovokasi antara lain duduk di jok belakang mobil, atau membaca
waktu mobil bergerak.
- Mabuk ruang angkasa (space sickness) Mabuk ruang angkasa adalah fungsi dari
keadaan tanpa berat (weightlessness). Pada keadaan ini terdapat suatu
gangguan dari keseimbangan antara kanalis semisirkularis dan otolit.

9
- Vertigo ketinggian (height vertigo) adalah uatu instabilitas subjektif dari
keseimbangan postural dan lokomotor oleh karena induksi visual, disertai
rasa takut jatuh, dang gejala-gejala vegetatif.
2. Patologik : sentral vs perifer
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi :4,5
a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang otak atau cerebellum
b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus cranialis
vestibulocochlear (N. VIII)
c. Medical vertigo dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah, gula
darah yang rendah, atau gangguan metabolik karena pengobatan atau
infeksi sistemik.

Vertigo Perifer
Terdapat tiga jenis vertigo perifer yang paling sering dialami yaitu :
1. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab
utama vertigo. Onsetnya lebih seriang terjadi pada usia rata-rata 51 tahun.2
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh
pergerakan otolit dalan kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini
terutama akan mempengaruhi kanalis posterior dan menyebabkan gejala
klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis anterior dan horizontal. Otoli
mengandung Kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang berasal dari
utrikulus telinga dalam. Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan
posisi dan menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus. 8

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik


tapi dapat juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik telinga, operasi
dan neuritis vestibular sebelumny, meskipun gejala benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) tidak terjadi bertahun-tahun setelah episode.

2. Meniere’s disease
Meniere’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan
keluhan pendengaran. Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada
rendah), dan tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan

10
sensasi penuh pada telinga. Meniere’s disease terjadi pada sekitar 15%
pada kasus vertigo otologik. Meniere’s disease merupakan akibat dari
hipertensi endolimfatik. Hal ini terjadi karena dilatasi dari membrane
labirin bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam dengan
peningkatan volume endolimfe. Hal ini dapat terjadi idiopatik atau
sekunder akibat infeksi virus atau bakteri telinga atau gangguan
metabolic.

3. Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus. Hal
ini berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis.
Labirintis terjadi dengan komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus
atau penurunan pendengaran. Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus
vertigo otologik.

Vertigo Sentral
Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan vertigo sentral :
1. Migraine
Selby and Lance (1960) menemukan vertigo menjadi gejala yang sering
dilaporkan pada 27-33% pasien dengan migraine. Sebelumnya telah
dikenal sebagai bagian dari aura (selain kabur, penglihatan ganda dan
disarthria) untuk basilar migraine dimana juga didapatkan keluhan sakit
kepala sebelah. Vertigo pada migraine lebih lama dibandingkan aura
lainnya, dan seringkali membaik dengan terapi yang digunakan untuk
migraine.

2. Vertebrobasilar insufficiency
Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan episode rekuren
dari suatu vertigo dengan onset akut dan spontan pada kebanyakan
pasien terjadi beberapa detik sampai beberapa menit. Lebih sering pada usia
tua dan pada paien yang memiliki factor resiko cerebrovascular disease.
Sering juga berhungan dengan gejala visual meliputi inkoordinasi,
8
jatuh, dan lemah. Pemeriksaan diantara gejala biasanya normal.

11
3. Tumor Intrakranial
Tumor intracranial jarang member manifestasi klinik vertigo
dikarenakan kebanyakan adalah tumbuh secara lambat sehingga ada waktu
untuk kompensasi sentral. Gejala yang lebih sering adalah penurunan
pendengaran atau gejala neurologis . Tumor pada fossa posterior yang
melibatkan ventrikel keempat atau Chiari malformation sering tidak
terdeteksi di CT scan dan butuh MRI untuk diagnosis. Multipel
sklerosis pada batang otak akan ditandai dengan vertigo akut dan nistagmus
walaupun biasanya didaptkan riwayat gejala neurologia yang lain dan jarang
vertigo tanpa gejala neurologia lainnya.

Tabel 1. Perbedaan Vertigo Perifer Dan Vertigo Sentral 7

Ciri-ciri Vertigo Perifer Vertigo Sentral


Lesi Sistem vestibular (telinga Sistem vertebrobasiler dan gangguan
dalam, saraf perifer) vaskular (otak, batang otak,
serebelum)
Penyebab Vertigo posisional iskemik batang otak, vertebrobasiler
paroksismal insufisiensi, neoplasma, migren basiler
jinak (BPPV), penyakit
maniere,
neuronitis vestibuler,
labirintis,
neuroma akustik, trauma
Gejala gangguan Tidak ada Diantaranya :diplopia, parestesi,
SSP gangguan sensibilitas dan fungsi
motorik, disartria, gangguan serebelar
Masa laten 3-40 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak
Intensitas vertigo Berat Ringan
Telinga berdenging Kadang-kadang Tidak ada

12
dan atau tuli
Nistagmus spontan + -

3.5 Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat
(pusat kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah
susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan
impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik
dan proprioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi
paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang
paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.4,5

Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat


keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik
kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan
wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-
otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang
menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi
alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak
fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga
muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat
berdiri/ berjalan dan gejala lainnya. 4,5

13
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian
ketidakseimbangan tubuh : 4,5

1. Teori rangsang berlebihan (over stimulation)


Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan
hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan
timbul vertigo,nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari
berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan
proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri
dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di
sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi
bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau
rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan
teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan
sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini
otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika
pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan
yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola
gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme
adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha
adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis
terlalu dominan,sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu
dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya
gejala vertigo.

14
6. Teori sinaps
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan bio molekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar, dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres
yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor), peningkatan kadar
CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya
mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistem saraf
parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul
berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis,
yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah
beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.4,5

3.6 Gejala Klinis


Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala
primer, sekunder ataupun gejala non spesifik. Gejala primer diakibatkan oleh
gangguan pada sensorium. Gejala primer berupa vertigo, impulsion, oscilopsia,
ataxia, gejala pendengaran. Vertigo, diartikan sebagai sensasi berputar. Vertigo
dapat horizontal, vertical atau rotasi. Vertigo horizontal merupa tipe yang paling
sering, disebabkan oleh disfungsi dari telinga dalam. Jika bersamaan dengan
nistagmus, pasien biasanya merasakan sensasi pergerakan dari sisi yang
berlawanan dengan komponen lambat. Vertigo vertical jarang terjadi, jika
sementara biasanya disebabkan oleh BPPV.Namun jika menetap, biasanya berasal
dari sentral dan disertai dengan nistagmus dengan gerakan ke bawah atau ke atas.
Vertigo rotasi merupakan jenis yang paling jarang ditemukan. Jika sementara
biasanya disebabakan BPPV namun jika menetap disebabakan oleh sentral dan
biasanya disertai dengan rotator nistagmus.5

Impulsi diartikan sebagai sensasi berpindah, biasanya dideskrepsikan


sebagai sensais didorong atau diangkat. Sensasi impulse mengindikasi
disfungsi apparatus otolitik pada telinga dalam atau proses sentral sinyal otolit.
Oscilopsia ilusi pergerakan dunia yang dirovokasi dengan pergerakan kepala.
Pasien dengan bilateral vestibular loss akan takut untuk membuka kedua
matanya. Sedangkan pasien dnegan unilateral vestibular loss akan mengeluh

15
dunia seakan berputar ketika pasien menoleh pada sisi telinga yang mengalami
gangguan. Ataksia adalah ketidakstabilan berjalan, biasnaya universal pada
pasien dengan vertigo otologik dan sentral. Gejala pendengaran biasanya berupa
tinnitus, pengurangan pendengaran atau distorsi dan sensasi penuh di telinga.
Gejala sekunder meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit kepala, dan
sensivitas visual. Gejala nonspesifik berupa giddiness dan light headness.
Istilah ini tidak terlalu memiliki makna pada penggunaan biasanya. Jarang
dignkan pada pasien dengan disfungsi telinga namun sering digunakan pada
pasien vertigo yang berhubungan dengan problem medic.

Suatu informasi penting yang didapatkan dari anamnesis dapat


digunakan untuk membedakan perifer atau sentral meliputi: 3
 Karekteristk dizziness
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah sensasi
berputar, atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau liht headness,
atau hanya suatu perasaan yang berbeda (kebingungan)
 Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya: pada acute
vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam
beberapa hari kedepan. Pada Ménière’s disease, pada awalnya keparahan
biasanya meningkat dan kemudian berkurang setelahnya. Sedangakan
pasien mengeluh vertigo ynag menetap dan konstan mungkin memilki
penyebab psikologis. 5
 Onset dan durasi vertigo
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan, semakin
lama durasi vertigo maka kemungkinan kea rah vertigo sentral menjadi lebih
besar. Vertigo perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan vertigo
sentral kecuali pada cerebrovascular attack. 3

Vertigo sentral biasanya berkembang bertahap (kecuali pada vertigo


sentral yang berasal dari vascular misalnya CVA). Lesi sentral biasanya
menyebabkan tanda neurologis tambahan selain vertigonya, menyebabkan

16
ketidakseimbnagan yang parah, nystagmus murni vertical, horizontal atau
torsional dan tidak dapat dihambat oleh fiksasi mata pada objek.

Perifer Sentral

Bangkitan vertigo Mendadak Lambat

Derajat vertigo Berat Ringan

Pengaruh gerakan kepala (+) (-)

Gejala otonom (++) (-)

Gangguan pendengaran (+) (-)

Selain itu kita bisa membedakan vertigo sentral dan perifer


berdasarkan nystagmus. Nystagmus adalah gerakan bola mata yang sifatnya
involunter, bolak balik, ritmis, dengan frekuensi tertentu. Nystagmus
merupakan bentuk reaksi dari refleks vestibulo oculer terhadap aksi tertentu.
Nystagmus bisa bersifat fisiologis atau patologis dan manifes secara spontan atau
dengan rangsangan alat bantu seperti test kalori, tabung berputar, kursi
berputar, kedudukan bola mata posisi netral atau menyimpang atau test
posisional atau gerakan kepala. 7

Tabel 4. Membedakan nystagmus sentral dan perifer adalah sebagai


berikut:7
No Nystagmus Vertigo sentral Vertigo perifer

1. Arah Berubah-ubah Horizontal/horizontal


rotatoar

2. Sifat Unilateral/bilateral Bilateral

3. Test posisional

- Latensi Singkat Lebih lama


- Durasi
Lama Singkat
- Intensitas
- Sifat Sedang Larut/sedang

Susah ditimbulkan Mudah ditimbulkan

17
4. Test dengan Dominasi arah jarang Sering ditemukan
rangsang (kursi ditemukan
putar, irigasi
telinga)

5. Fiksasi mata Tidak pengaruh Terhambat

Gejala penyerta berupa penurunan pendnegaran, nyeri, mual, muntah dan


gejala neurologis dapat membantu membedakan diagnosis penyebab vertigo.
Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan pendengaran berasal dari perifer,
kecuali pada penyakit serebrovaskular yang mengenai arteri auditorius interna
atau arteri anterior inferior cebellar. Nyeri yang menyertai vertigo dapat terjadi
bersamaan dengan infeksi akut telinga tengah, penyakit invasive pada tulang
temporal, atauiritasi meningeal. Vertigo sering bersamaan dengan muntah dan
mual pada acute vestibular neuronitis dan pada meniere disease yang parah dan BPPV. Pada
vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala neurologis berupa
kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan pendengaran, parestesia,
penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan lain pada fungsi sensori dan motoris
lebih mengarahkan diagnosis ke vertigo sentral misalnya penyakit
cerebrovascular, neoplasma, atau multiple sklerosis. Pasien denga migrain
biasanya merasakan gejala lain yang berhubungan dengan migrain misalnya sakit
kepala yang tipikal (throbbing, unilateral, kadang disertai aura), mual, muntah,
fotofobia, dan fonofobia.5

3.7 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan neurologis yang meliputi:6
- Pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli
sensorineural, nistagmus. Nistagmus vertical 80% sensitif untuk lesi nucleus
vestibular atau vermis cerebellar. Nistagmus horizontal yang spontan dengan
atau tanpa nistagmus rotator konsisten dengan acute vestibular neuronitis.
- Gait test
- Romberg’s sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan namun masih
dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral memilki instabilitas

18
yang parah dan seringkali tidak dapat berjalan. Walaupun Romberg’s sign
konsisten dengan masalah vestibular atau propioseptif, hal ini tidak dapat
digunakan dalam mendiagnosis vertigo. Pada sebuah studi, hanya 19% sensitif
untuk gangguan vestibular dan tidak berhubungan dengan penyebab yang
lebih serius dari dizziness (tidak hanya terbatas pada vertigo) misalnya drug
related vertigo, seizure, arrhythmia, atau cerebrovascular event.
- Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua
mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30
detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya
(misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan
vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi
garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap
tegak. Sedangkan pada kelainan sereberal badan penderita akan bergoyang
baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup. 6

Gambar 1. Uji Romberg 2


2. Heel-to- toe walking test
3. Unterberger's stepping test 1 (Pasien disuruh untuk berjalan spot dengan
mata tertutup – jika pasien berputar ke salah satu sisi maka pasien memilki lesi
labirin pada sisi tersebut). 2
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di
tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit.
Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah
lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan
berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada

19
sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan
fase lambat ke arah lesi.

Gambar 2. Uji Unterberger 5

4. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)


Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk
tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka
dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan
penderita ke arah lesi.

Gambar 3. Uji Tunjuk Barany 2

Pemeriksaan untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer:


1. Fungsi Vestibuler
- Dix-Hallpike manuver 1
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke
belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di

20
bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan
lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus,
dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo) : vertigo dan nistagmus timbul
setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1
menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa
kali (fatigue). Sentral : tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo
ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulangulang reaksi tetap seperti
semula (non-fatigue) 5

Gambar 4. Dix-hallpike2

- Test hiperventilasi
Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-pemeriksaan yang lain hasilnya
normal. Pasien diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30 kali.
Lalu diperiksa nistagmus dan tanyakan pasien apakah prosedur ersebut
menginduksi terjadinya vertigo. Jika pasien merasakan vertigo tanpa
nistagmus maka didiagnosis sebagai sindrom hiperventilasi. Jika

21
nistagmus terjadi setelah hiperventilais menandakan adanya tumor pada
nervus VIII. 2
- Tes Kalori
Tes ini membutuhkan peralatan yang sederhana. Kepala penderita
diangkat ke belakang (menengadah) sebanyak 60º. (Tujuannya ialah agar
bejana lateral di labirin berada dalam posisi vertikal, dengan demikian
dapat dipengaruhi secara maksimal oleh aliran konveksi akibat endolimf).
Tabung suntik berukuran 20 mL dengan ujung jarum yang dilindungi oleh
karet ukuran no 15 diisi dengan air bersuhu 30ºC (kirakira 7º di bawah suhu
badan) air disemprotkan ke liang telinga dengan kecepatan 1 mL/detik,
dengan demikian gendang telinga tersiram air selama kira-kira 20 detik.
Bola mata penderita segera diamati terhadap adanya nistagmus.
Arah gerak nistagmus ialah ke sisi yang berlawanan dengan sisi telinga yang
dialiri (karena air yang disuntikkan lebih dingin dari suhu badan) Arah
gerak dicatat, demikian juga frekuensinya (biasanya 3-5 kali/detik) dan
lamanya nistagmus berlangsung dicatat.Lamanya nistagmus berlangsung
berbeda pada tiap penderita. Biasanya antara ½ - 2 menit. Setelah istirahat 5
menit, telinga ke-2 dites.
Hal yang penting diperhatikan ialah membandingkan lamanya
nistagmus pada kedua sisi, yang pada keadaan normal hampir serupa.
Pada penderita sedemikian 5 mL air es diinjeksikan ke telinga, secara
lambat, sehingga lamanya injeksi berlangsung ialah 20 detik. Pada keadaan
normal hal ini akan mencetuskan nistagmus yang berlangsung 2-2,5 menit.
Bila tidak timbul nistagmus, dapat disuntikkan air es 20 mL selama 30
detik. Bila ini juga tidak menimbulkan nistagmus, maka dapat dianggap
bahwa labirin tidak berfungsi.6
Tes ini memungkinkan kita menentukan apakah keadaan labirin
normal hipoaktif atau tidak berfungsi.
- Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan
untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian
nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.

22
- Posturografi
Dalam mempertahankan keseimbangan terdapat 3 unsur yang
mempunyai peranan penting : sistem visual, vestibular, dan
somatosensorik. Tes ini dilakukan dengan 6 tahap :
a. Pada tahap ini tempat berdiri penderita terfiksasi dan pandangan pun
dalam keadaan biasa (normal).
b. Pandangan dihalangi (mata ditutup) dan tempat berdiri terfiksasi
(serupa dengan tes romberg).
c. Pandangan melihat pemandangan yang bergoyang, dan ia berdiri pada
tempat yang terfiksasi. Dengan bergeraknya yang dipandang, maka input
visus tidak dapat digunakan sebagai patokan untuk orientasi ruangan.
d. Pandangan yang dilihat biasa, namun tumpuan untuk berdiri
digoyang. Dengan bergoyangnya tempat berpijak, maka input
somatosensorik dari badan bagian bawah dapat diganggu.
e. Mata ditutup dan tempat berpijak digayang.
f. Pandangan melihat pemandangan yang bergoyang dan tumpuan
berpijak digoyang.

2. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala : Rinne, Weber, Swabach. Untuk membedakan tuli
konduktif dan tuli perseptif
b. Audiometri : Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone
Decay.

3.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric, vestibular
testing, evalusi laboratories, dan evalusi radiologis. Tes audiologik tidak selalu
diperlukan, tes ini diperlukan jika pasien mengeluhkan gangguan pendengaran.
Namun jika diagnosis tidak jelas maka dapat dilakukan audiometric pada semua
pasien meskipun tidak mengeluhkan gangguan pendengaran (Chain Vestibular testing tidak
dilakukan pada semua pasien dengan keluhan dizziness. Vestibular testing
membantu jika tidak ditemukan sebab yang jelas.4,5

23
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah,
fungsi thyroid dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1% pasien.
Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo yang
memiliki tanda dan gejala neurologis, adalah faktor risiko untuk terjadinya CVA,
tuli unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan integritas
batang otak, cerebellum, periventrikular white matter, dan kompleks nervus
VIII.4,5

3.9 Penatalaksanaan
Non-Farmakologi
Tatalaksana non farmakologi yaitu latihan vestibular dengan metode Brandt
Daroff. Pasien duduk di pinggir tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung,
dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi,
pertahankan selama 30 detik. Setelah itu duduk kembali. Setelah 30 detik,
baringkan dengan cepat ke sisi lain. Pertahankan selama 30 detik, kemudian
duduk kembali. Lakukan latihan ini 3 kali sehari pada pagi, siang, dan malam hari,
masing-masing diulang 5 kali. Latihan ini dlakukan selama 2-3 minggu.

Gambar 5. Brandt Daroff Manuver


Medikamentosa
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa
sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan

24
pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi, sebagian besar kasus
terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering digunakan :2

Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin
yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin,
meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga memiliki
aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat. Mungkin sifat anti kholinergik
ini ada kaitannya dengan kemampuannya sebagai obat antivertigo. Efek samping
yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat
efek samping ini memberikan dampak yang positif. 2,4
 Betahistine
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan
sirkulasi ditelinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo. Efek
samping Betahistin ialah gangguan di lambung, rasa enek, dan sesekali “rash” di
kulit. Betahistin Mesylate (Merislon) Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali
sehari per oral. Betahistin di Hcl (Betaserc) Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali
sehari. Maksimum 6 tablet dibagi dalam beberapa dosis.
 Dimenhidrinat (Dramamine). Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per
oral atau parenteral (suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan
dengan dosis 25 mg – 50mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping
ialah mengantuk.
 Difenhidramin Hcl (Benadryl). Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan
dengan dosis 25 mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga
diberikan parenteral. Efek samping mengantuk. 2,4

Antagonis Kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium
Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan. Merupakan
obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular mengandung
banyak terowongan kalsium. Namun antagonis kalsium sering mempunyai khasiat
lain seperti anti kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini
berperan dalam mengatasi vertigo belum diketahui.4,5

25
- Cinnarizine (Stugerone)
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi
responsterhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15 – 30
mg, 3 kalisehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk
(sedasi), rasa cape, diare atau konstipasi, mulut rasa kering dan “rash” di kulit.

Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah).
Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan
Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh
bahan kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap vertigo. 4,5
 Promethazine (Phenergan)
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati vertigo.
Lama aktivitas obat ini ialah 4-6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5-25 mg, 4 kali
sehari per oral atau parenteral (suntikan intramuskular atau intravena). Efek
samping yang sering dijumpai ialah sedasi (mengantuk), sedangkan efek samping
ekstrapiramidal lebih sedikit dibanding obat Fenotiazine lainnya.
 Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan
akut.Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan intramuscular
atauintravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) – 50 mg, 3 – 4 kali sehari,
efek samping ialah sedasi (mengantuk). 4,5

Obat Simpatomimetik
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat
simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.
- Efedrin
Lama aktivitas ialah 4-6 jam. Dosis dapat diberikan 10-25 mg, 4 kali sehari.
Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti vertigo
lainnya.Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi
gelisah dan gugup. 2

26
Obat Penenang
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi
kecemasan yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo. Efek samping
seperti mulut kering dan penglihatan menjadi kabur. 2
- Lorazepam, dosis dapat diberikan 0,5-1 mg
- Diazepam, dosis dapat diberikan 2-5 mg

Antikolinergik
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas system
vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.4,5
- Skopolamin
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin dan
mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg – 0,6 mg, 3 – 4
kali sehari.

Terapi Spesifik
1. BPPV
Vertigo dapat membaik dengan maneuver rotasi kepala dengan tujuan
reposisi kanalit (maneuver epley dan modifikasi)
2. Vestibular neuronitis dan Labirynthis
Terapi fokus pada gejala menggunakan terapi obat-obatan yang
mensipresi vestibular yang diikuti dengan latihan vestibular. Kompensasi
vestibular terjasi lebih cepat dan lebih sempurna jika pasien mulai 2 kali
sehari latihan vestibular sesegera mungkin setelah vertigo berkurang dengan
obat-obatan.
3. Meniere disease

Terapi dengan menurunkan tekanan endolimfatik. Walaupun diet


rendah garam dan diuretic seringkali mengurangi vertigo, hal ini kurang
efektif dalam mengobati ketulian dan tinnitus.

Pada kasus yang jarang intervensi bedah seperti dekompresi dengan


shunt endolimfatik atau cochleosacculoctomy dibutuhkan jika penyakit ini
resisten terhadap pengobatan diuretic dan diet.

27
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien atas nama NY. E datang dengan keluhan pusing berputar sejak 1
minggu SMRS. Pusing timbul mendadak, tidak menentu hilang timbul
terutama saat pasien menundukkan kepala dan bertambah berat jika pasien
bangun dari tidur atau tegak dalam waktu yang lama. Serangan pusing
berputar dirasakan selama ± 2 menit. Pasien merasa dirinya berputar-putar
serta sekelilingnya ikut berputar. Rasa seperti melayang (-). Pasien istirahat
dan berbaring untuk mengurangi rasa pusing tersebut. Keluhan ini baru
pertama kali dirasakan pasien. Keluhan disertai mual (+), muntah (-). Keringat
dingin (-), muntah menyemprot (-), demam (-), penglihatan ganda (-),
gangguan pendengaran (-), telinga berdenging (-). BAB dan BAK dalam batas
normal. Pasien belum makan obat apapun untuk mengurangi gejala. Riwayat
meminum obat lainnya (-).

Pemeriksaan test Romberg didapatkan pasien kesulitan mempertahankan


diri dan jatuh pada saat menutup mata. Untuk pemeriksaan penunjang tidak
dilakukan.

Dari anamnesa, pemeriksaan klinis dan gejala klinis pada pasien ini
ditegakkan diagnosa adalah vertigo perifer. Dan diberikan penatalaksanaan berupa
betahihistin tablet 6 mg diberikan 3 x 1 tablet, dimenhidramin tablet 50 mg
diberikan 4 x 1 tablet, dan vitamin B Complex tablet 50 mg diberikan 1 x 1 tablet.

28
BAB V
KESIMPULAN

Vertigo adalah Persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan
sekitarnya. Persepsi gerakan dapat berupa vertigo vestibular (rasa berputar) dan
vertigo non vestibular (rasa goyang, melayang atau mengambang). Vertigo
merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan prevalensi sebesar
7 %. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidiki epidemiologi dizziness,
yang meliputi vertigo dan non vestibular dizziness. Dizziness telah ditemukan
menjadi keluhan yang paling sering diutarakan oleh pasien, yaitu sebesar 20-30%
dari populasi umum. Dari keempat jenis dizziness, vertigo merupakan yang paling
sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah studi mengemukakan vertigo lebih banyak
ditemukan pada wanita dibanding pria (2:1), sekitar 88% pasien mengalami
episode rekuren.

Kemungkinan penyebab penyakit pada pasien ini karena perubahan posisi


kepala yang cepat dan tiba-tiba saat pasien akan bangun dari tidurnya dan bangkit
dari tempat tidur. Pada pasien ini tidak terdapat keluhan pada telinganya.

Menjelaskan pada pasien mengenai penyakit yang pasien derita (vertigo)


mulai dari penyebab, faktor risiko, pengobatan, pencegahan, serta komplikasi.
Sekaligus meyakinkan pasien bahwa vertigo ini tidak berbahaya dan dapat
sembuh spontan, walau terkadang lama dan dapat kambuh.

• Perilaku hidup bersih dan sehat : Mengatur pola makan yang sehat, bergizi
dan seimbang, olahraga, Istirahat yang cukup dan kelola stress.

• Cara mencegah terjadinya vertigo

• Hal yang perlu dilakukan saat serangan pusing berputar : Jangan panik dan
tutup mata agar lebih nyaman

• Latihan vestibular : Metode Brandt Daroff, 3 kali perhari selama 2 minggu

29
DAFTAR PUSTAKA

1. PB IDI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: PB IDI; 2017
2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2008
3. Marril KA. Central Vertigo [Internet]. WebMD LLC. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/794789-clinical#a0217
4. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and
vestibular migraine in Journal Nerology pg:333-338
5. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary
care, pg:351
6. Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American
Family Physician. Volume 73, Number 2
7. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach
that Needed for establish of Vetigo. pg: 19-23.
8. Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical
Assesment and Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine
9. Swartz, R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of American
Family Physician. pg:71:6.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/Menkes/187/2017 Tentang Formularium Ramuan Obat Tradisional
Indonesia

30

Anda mungkin juga menyukai