Anda di halaman 1dari 36

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Signaling

Prinsip signaling ini mengajarkan bahwa setiap tindakan mengandung

informasi, hal ini disebabkan karena adanya asymmetric information.Teori

signaling bisa disebut juga dengan teori sinyal yang menjelaskan bahwa

pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk mengurasi asimetri informasi.

Manajer memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka

menerapkan kebijaan akuntansi konservatisma yang menghasilkan laba yang lebih

berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan melakukan tindakan

membesar-besarkan laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan

menyajikan laba dan aktiva yang tidak oversate (Setyaningsih, 2008).

Teori ini mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah

perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan (investor).

Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudha dilakukan oleh manajemen

untuk merealisasikan keinginan pemilik (Yami, 2015).

Signaling theory menunjukkan adanya asimetri informasi yang bias terlihat

dari bentuk pelaporan keuangan perusahaan kepada penggunaan laporan keuangan

perusahaan kepada penggunaan laporan keuangan, baik untuk internal manajemen

perusahaan itu sendiri sebagai bentuk kebutuhan padaplanning, actuating, dan

controlling keuangan, maupun untuk pihak-pihak luar yang berkepentingan

dengan informasi tersebut (Primasari, 2017).


2.1.2 Laporan Keuangan

a) Pengertian Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan suatu informasi keuangan dari sebuah

entitas pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan

kinerja perusahaan tersebut. Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

(PSAK) no 1 (Revisi 2009) tujuan dari penyusunan laporan keuangan adalah

“memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas

entitas yang bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan”.

Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang penting di

samping informasi lain, seperti informasi industri, kondisi perekenonomian,

pangsa pasar perusahaanm kualitas manajemen dan lainnya. Menurut Ikatan

Akuntan Indonesia (2009), laporan keuangan bertujuan untuk :

a. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan kinerja, serta

perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi

sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan.

b. Laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin

dibutuhkan pemakai dalam mengambil keputusan ekonomi karena sevaa

umum menggambarkan pengaruh keuangan dan kejadian masa lalu, dan

tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non-keuangan.

c. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen

(steawardship),atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya

yang dipercayakan kepadanya.


b) Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi mengenai

posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai

dalam mengambil keputusan, selain itu tujuan analisis laporan keuangan menurut

Bernstein (1983) dalam Harahap (2011:197) mengatakan tujuan laporan keuangan

adalah sebagai berikut:

a. Screening

Analisis dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui situasi dna kondisi

perusahaan dari laporan keuangan tanpa pergi langsung ke lapangan.

b. Understanding

Memahami perusahaan, kondisi keuangan, dan hasil usahanya.

c. Forcasting

Analisis digunakan untuk meramalkan kondisi keuangan perusahaan di

masa yang akan datang .

d. Diagnosis

Analisis dimaksudkan untuk melihat kemungkinan adanya masalah-

masalah yang terjadi baik dalam manajemen, operasi keuangan atau

masalah lain dalam perusahaan.

e. Evaluation

Analisis dilakukan untuk menilai prestasi manajemen dalam mengelola

perusahaan. Di samping tujuan tersebut di atas, analisis laporan keuangan

juga dapat digunakan untuk menilai kewajaran laporan keuangan yang


disajikan. Dengan melakukan analisis laporan keuangan, maka informasi

yang dibaca dari laporan keuangan akan menjadi lebih luas dan lebih

dalam. Hubunagn stau pos dengan pos lain akan dapat menjadi indicator

tentang posisi dan prestasi keuangan perusahaan serta menunjukkan bukti

kebenaran penyusutan laporan keuangan.

c) Jenis Laporan Keuangan

Sistem atau proses akuntansi akan menghasilkan laporan keuangan. Menurut

Soyan Syafri Harahap (2011:106) jenis laporan keuangan sebagai berikut:

1. Daftar neraca yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada satu

tanggal tertentu.

2. Perhitungan laba rugi yang menggambarkan jumlah hasil, biaya, laba/rugi

perusahaan pada suatu periode tertentu.

3. Laporan dan sumber penggunaan dana, di sini dimuat sumber dana dan

pengeluaran perusahaan selama satu periode.

4. Laporan arus kas, di sini digambarkan sumber dana penggunaan kas dalma

suatu periode.

5. Laporan harga pokok produksi yang menggambarkan berapa dan unsur apa

yang diperhitungkan dalam harga pokok produksi suatu barang. Dalam hal

tertentu Harga Pokok Produksi (HPPd) ini disatukan dalam laporan Harga

Pokok Penjualan (HPPj). Harga Pokok Penjualan adalah harga pokok

produksi di tambah dengan persediaan barang awal dikurangi persediaan

barang akhir.
6. Laporan laba ditahan, menjelaskan posisi laba ditahan yang tidak dibagikan

kepada pemilik saham.

7. Laporan perubahan modal, menjelaskan perubahan posisi modal baik dalam

PT atau modal dalam perusahaan perseroan.

8. Dalam suatu kajian dikenal Laporan Kegiatan Keuangan, laporan ini

menggambarkan transaksi laporan keuangan perusahaan yang memengaruhi

kas atau ekuivalen kas. Laporan ini jarang digunakan, laporan ini

merupakan rekomendasi Trueblood Committee Tahun 1974.

2.1.3 Analisis Laporan Keuangan

a. Pengertian Analisis Laporan Keuangan

Hanafi dan Halim (2007:5) Analisis terhadap laporan keuangan suatu

perusahaan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat profitabilitas

(keuntungan) dan tingkat resiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan.

Harahap (2011:190) mengemukskan pengertian analisis laporan keuangan

adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih

kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai

makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-

kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang

sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.Analisis laporan

keuangan ini memaksimalkan informasi yang masih relatif sedikit menjadi

informasi yang lebih luas dan akurat Informasi yang diperoleh dari hubungan-

hubungan ini menambah visi dari sisi lain, memperdalam informasi dari data yang
ada yang terdapat dalam suatu laporan keuangan konvensional, sehingga lebih

bermanfaat bagi para pengambil keputusan.

Menurut Harahap (2011:194) analisis laporan keuangan memiliki sifat-

sifat sebagai berikut:

1. Fokus laporan adalah laporan laba rugi, neraca, arus kas, yang merupakan

akumulasi transaksi dari kejadian historis, dan penyebab terjadinya dalam

suatu perusahaan.

2. Prediksi, analisis harus mengkajji implikasi kejadian yang sudah berlalu

terhadap dampak dan prospek perkembangan keuangan perusahaan di masa

yang akan datang.

3. Dasar analisis adalah laporan keuangan yang memiliki sifat dan prinsip

tersendiri sehingga hasil analisis sangat tergantung pada kualitias laporan

ini. Penguasaan pada sifat akuntansi, prinsipi akuntansi, sangat diperlukan

dalam menganalisis laporan keuangan.

b. Tujuan Analisis Laporan Keuangan

Analisis laporan keuangan yang dilakukan untuk menambah informasi

yang ada dalam suatu laporan keuangan. Menurut Harahap (2011:195) secara

lengkap kegunaan analisis laporan keuangan ini dapat dikemukakan sebagai

berikut:

1. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, lebih dalam daripada yang

terdapat dari laporan keuangan biasa.


2. Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata (explicit)

dari suatu laporan keuangan atau yang berada di balik laporan keuangan

(implicit).

3. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan.

4. Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam

hubungannya dengan suatu laporan keuangan baik dikaitkan dengan

komponen intern laporan keuangan maupun kaitannya dengan informasi

yang diperoleh dari luar perusahaan.

5. Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnyan dapat melahirkan model-

model dan teori-teori yang terdapat di lapangan seperti untuk prediksi,

peningkatan (rating).

6. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil

keputusan.

7. Dapat menentukan peringkat (rating) perusahaan menurut kriteria tertentu

yang sudah dikenal dalam dunia bisnis.

8. Dapat membandingkan situasi perusahaan dengan perusahaan lain dengan

periode sebelumnya atau dengan standar industri normal atau standar ideal.

9. Dapat memahami situasi dan kondisi keuangan yang dalam perusahaan,

baik posisi keuangan, hasil usaha, struktur keuangan dan sebagainya.

10. Bisa juga memprediksi potensi apa yang mungkin dialami perusahaan di

masa yang akan datang.

c. Teknik Analisis Laporan Keuangan


Menurut Harahap (2011:217), mengemukakan teknik dalam analisis laporan

keuangan sebagai berikut:

1. Metode Komparatif

Melakukan perbandingan antara satu pos dengan pos lainnya yang

relevan dan bermakna untuk mengetahui perbedaan, besaran, maupun

hubungannya.Perbandingan ini dapat dilakukan melalui perbandingan berikut

ini.

a. Perbandingan dalam beberpaa tahun (horizontal) misalnya laporan

keuangan tahun 1993, dibandingkan dengan laporan keuangan tahun 1994

b. Perbandingan satu tahun buku (vertikal) yang dibandingkan adalah unsure-

unsur yang terdapat dalam laporan keuangan.

c. Perbandingan dengan perusahaan yang terbaik.

d. Perbandingan dengan angka-angka standar Industri yang berlaku

(Industrial Norm). Di Indonesia standar ini belum ada. Namun sudah ada

perusahaan yang khusus melakukan peringkat yaitu Perfindo.

e. Perbandingan dengan budget (anggaran perusahaan).

2. Trend Analysis

Anaisis ini harus menggunakan teknik perbandingan laporan keuangan

beberapa tahun dan dari sini digambarkan trennya.Tren analisis ini biasanya

dibuat melalui grafik.

3. Common Size Financial Statement (Laporan Bentuk Awam)


Metode ini merupakan metode analisis yang menyajikan laporan

keuangan dalam bentuk presentasi. Presentasi itu biasa dikaitkan dengan suatu

jumlah yang dinilai penting misalnya aset untuk neraca, penjualan untuk laba

rugi.

4. Metode Indeks Time Series

Dalam metode ini dihitung indeks dan digunakan untuk mengonversikan

angka-angka laporan keuangan.

5. Analisis Rasio

Rasio laporan keuangan adalah perbandingan antara pos-pos tertentu

dengan pos lain yang memiliki hubungan signifikan (berarti).

6. Teknik Analisis lain seperti:

a. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas dan Dana

Analisis sumber dan penggunaan dana dilakukan dengan menggunakan

laporan keuangan dua periode. Laporan ini dibandingkan dan lihat

mutasinya. Setiap mutasi mempengaruhi pos lainnya.

b. Analisis Break Even

Analisis Break Even sering digunakna dalam perencanaan keuangan.

Namun tidak berarti rumus itu tidak dapat digunakan dalam hal yang lain

misalnya dalam analisis laporan keuangan. Dalam analisis laporan keuangan

kita dapat menggunakan rumus ini untuk mengetahui:

1. Hubungan antara penjualan, biaya dan laba

2. Struktur biaya tetap dan variabel


3. Kemampuan perusahaan memberikan margin untuk menutupi biaya

tetap

4. Kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana

perusahaan tidak mengalami laba dan rugi.

5.

c. Analisis Gross Profit

Analisis Laba kotor lazim digunakan dalam perencanaan keuangan atau

budgeting. Namun teknik ini bisa digunakan dalam analisis laporan

keuangan. Analisis ini menggunakan data penjualan, biaya variabel (harga

pokok produksi), dan laba kotor.

d. Dupont Analysis

Menurut Hanafi dan Halim (2007:89) untuk mempertajam analisis,

dupont mengembangkan analisis yang memisahkan profitabilitas dengan

pemanfaatan aset (asset utilization). Analisis ini menghubungkan tiga macam

rasio sekaligus yaitu ROA,profit margin, dan perputaran aktiva.

7. Model Analisis seperti :

a. Bound Rating

Ini digunakan untuk menghitung peringkat obligasi yang dipasarkana

di pasar modal.Peringkat ini dikategorikan berturut-turut.Model dan

peringkatan telah dikenal di Indonesia kendatipun belum banyak

dimanfaatkan.

b. Banckruptcy Model
Model ini memberikan rumus untuk menilai kapan perusahaan akan

bangkrut. Dengan menggunakan rumus yang diisi dengan rasio keuangan

maka akan diketahui angkat tertentu yang akan menjadi bahan untuk

memprediksi kapan kemungkinan suatu perusahaan akan bangkrut.

c. Net Cash Flow Prediction Model

Model ini didesain untuk mengetahui berapa besar arus kas masuk bersih

perusahaan tahun depan

d. Take Over Prediction Model

Model ini dimaksudkan untuk mengetahui kapan kemungkinan

perusahaan ini akan diambil alih oleh perusahaan lainnya.

Dalam penelitian ini teknik analisis laporan keuangan yang digunakan adalah

analisis tren.Karena dalam penelitian ini menggunakan teknik perbandingan

laporan keuangan sektor property, real estate dan konstruksi bangunan pada

periode 2013-2017.

2.1.4 Analisis Rasio Keuangan

a. Pengertian Analisis Rasio Keuangan

Menurut Harahap (2011:297), rasio keuangan adalah angka yang diperoleh

dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lain nya yang

mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan. Rasio keuangan ini hanya

menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu

dengan pos lainnya. Dengan penyerdahanaan ini kita dapat menilai secara cepat
hubungan antara pos tadi dan dapat membandingkannya dengan rasio lain

sehingga kita dapat memperoleh informasi dan memberikan penilaian.

Menurut Harahap (2011:298) analisis rasio ini memiliki keunggulan

dibanding teknik analisis lainnya. Keunggulan tersebut adalah:

1. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar dari informasi lebih mudah

dibaca dan ditafsirkan.

2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan

laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.

3. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain.

4. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan

keputusan dan model prediksi (Z-score).

5. Menstandarisir size perusahaan.

6. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan peusahaan lain atau

melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau “time series”.

7. Lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi di masa

yang akan datang.

b. Jenis Rasio Keuangan

Ada pula pengelompokan analisis rasio terdiri dari :

1. Rasio Likuiditas

Menurut Harahap (2011:301) Rasio likuiditas mengambarkan kemampuan

perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio-rasio ini


dapat dihitug melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos aktiva

lancar dan utang lancar.

Menurut Hanafi dan Halim (2007:77) Rasio likuiditas mengukur

kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka pendeknya dengan

menggunakan aktiva lancarnya (aktiva yang akan berubah menjadi kas dalam

waktu satu tahun atau satu siklus bisnis)

2. Rasio Solvabilitas

Menurut Harahap (2011:303) Rasio solvabilitas menggambarkan

kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau

kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Rasio ini dapat dihitung

dari pos-pos yang sifatnya jangka panjang seperti aktiva tetap dan utang jangka

panjang.

Menurut Hanafi dan Halim (2007:81) Rasio ini mengukur memenuhi

kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak solvable adalah

perusahaan yang total hutangnya lebih besar dari total asetnya. Rasio ini mengukur

likuiditas jangka panjang perusahaan dan dengan demikian memfokuskan pada sisi

kanan neraca.

3. Rasio Profitabilitas / Rentabilitas

Menurut Harahap (2011:304) Rasio rentabilitas atau disebut juga

Profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui

semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal,

jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya.


Menurut Hanafi dan Halim (2007:83) Rasio ini mengukur kemampuan

perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset,

dan modal saham yang tertentu. Menurut Murhadi (2013:63) Rasio ini

menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Rasio

laba umumnya diambil dari laporan keuangan laba rugi.

4. Rasio Leverage

Menurut Harahap (2011:306) Rasio ini menggambarkan hubungan antara

utang perusahaan terhadap modal maupun aset. Rasio ini dapat melihat seberapa

jauh perusahaan dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan

perusahaan yang digambarkan oleh modal (equity).Perusahaan yang baik mestinya

memiliki komposisi modal yang lebih besar dari utang.

5. Rasio Aktivitas

Menurut Harahap (2011:308) Rasio ini menggambarkan aktivitas yang

dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan

penjualan, pembelian dan kegiatan lainnya.

Menurut Kasmir (2015:172) Rasio aktivitas (activity ratio) merupakan

ratio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan

aktiva yang dimilikinya atau digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi

(efektivitas) pemanfaatan

6. Rasio Pertumbuhan

Menurut Harahap (2011:309) Rasio ini menggambarkan persentasi

pertumbuhan pos-pos pertumbuhan dari tahun ke tahun.


7. Market Based (Penilaian Pasar)

Menurut Harahap (2011:310) Rasio ini merupakan rasio yang lazim dan

yang khusus dipergunakan di pasar modal yang menggambarkan situasi/keadaan

prestasi perusahaan di pasar modal. Tidak berarti rasio lainnya tidak terpakai.

8. Rasio Produktivitas

Menurut Harahap (2011:311) Jika perusahaan ingin dinilai dari segi

produktivitas unit-unitnya maka bias dihitung rasio produktivitas. Rasio ini

menunjukkan tingkat produktivitas dari unit kegiatan yang dinilai.

5. Financial Distress

a. Pengertian Financial Distress

Menurut Darsono dan Ashari (2005:101) Semakin terglobalisasinya

perekonomian menyebabkan persaingan antar perusahaan menjadi semakin ketat,

tidak hanya dalam suatu negara tetapi juga dengan perusahaan di negara lain.

Persaingan yang semakin ketat ini menuntut perusahaan untuk selalu memperkuat

fundamental manajemen sehingga akan mampu bersaing dengan perusahaan lain.

Ketidakmampuan mengantisipasi perkembangan global dengan memperkuat

fundamental manajemen akan mengakibatkan pengecilan dalam volume usaha

yang pada akirnya mengakibatkan kebangkrutan perusahaan. Kesulitan keuangan

dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban

keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan

perusahaan.Kesulitan keuangan menunjukkan menunjukkan adanya masalah


likuiditas yang parah yang tidak dapat dipecahkan tanpa melalui penjadwalan

kembali secara besar-besaran terhadap operasi dan struktur perusahaan.

Dapat dikatakan bahwa sepanjang perusahaan memilikiarus kas yang lebih

besar dari kewajiban utangnya maka perusahaan akan memiliki cukup dana untuk

membayar krediturnya. Faktor yang menjadi kunci dalam mengidentifikasi apakah

perusaahaan berada dalam kondisi financial distress adalah ketidakmampuan

perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Financial distress adalah konidisi

dimanaperusahaan mengalami laba bersih operasi (net operation income) negatif

selamabeberapa tahun dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan

pembayaran deviden, pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan

pembayaran dividen (Almilia dan Kristijadi, 2003). Selain definisi di atas, isu lain

juga penting adalah adanya kesalahan umum yang umumnya menyamakan

financial distress dengan kebangkrutan .Padahal, hal ini tidak benar financial

distress hanyalah salah satu penyebab bangkrutnya sebuah perusahaan. Namun

tidak berarti semua perusahaan yang mengalami financial distress akan menjadi

bangkrut. Oleh karena itu, untuk mengatasi dan meminimalirisi terjadi financial

distress,perusahaan dapat mengawasi kondisi keuangan dari segi neraca dan

laporan laba rugi yang ada dalam laporan keuangan perusahaan dengan

menggunakan teknik-tekik analisis laporan keuangan, seperti metode AltmanZ-

Score, Springate, Grover, Ohlson, Zmijewski dan Fulmer.

Menurut Halifah dan Halim (2007:261) Informasi kebangkrutan bisa

bermanfaat bagi beberapa pihak seperti berikut ini :


1. Pemberi Pinjaman (seperti pihak bank)

Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa

yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan

memonitor pinjaman yang ada.

2. Investor

Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suau perusahaan

tertentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan

bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut.

Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model

prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan seawall

mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.

3. Pihak Pemerintah

Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung

jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut (misal sektor

perbankan).Juga pemerintah mempunyai badan-badan usaha (BUMN)

yang harus selalui diawasi.Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan

untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-

tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal.

4. Akuntan

Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu

usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu

perusahaan.
5. Manajemen

Kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang berkaitan dengan

kebangkrutan dan biaya ini cukup besar. Suatu penelitian menunjukkan

biaya kebangkrutan bisa mencapai 11-17% dari nilai perusahaan. Apabila

manajemen bisa mendeteksi kebangkrutan ini lebih awal, maka tindakan-

tindakan penghematan bisa dilakukan, misal dengan melakukan merger

atau restrukrisasi keuangan sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari.

b. Faktor Terjadinya Financial Distress

Darsono dan Ashari (2005:101) Secara garis besar penyebab kebangkrutan

bisa dibagi mejadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

adalah faktor yang berasal dari bagian internal manajemen perusahaan.Sedangkan

faktor eksternal bisa berasal dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan

operasi perusahaan atau faktor perekonomian secara makro.

1. Faktor internal yang bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi:

a) Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus menerus

yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar

kewajibannya. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam

biaya, kurangnya ketrampilan dan keahlian manajemen.

b) Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah piutang-

hutang yang dimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya

bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa menyebabkan


kerugian. Piutang yang terlalu besar juga akan merugikan karena aktiva

yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak menghasilkan pendapatan.

c) Moral hazard oleh manajemen. Kecurangan yang dilakukan oleh

manajemen perusahaan bisa mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan ini

akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang pada akhirnya

membangkrutkan perusahaan. Kecurangan ini bisa berbentuk manajemen

yang korup ataupn memberikan informasi yang salah pada pemegang

saham atau investor. Kasus bank yang melakukan pelanggaran batas

maksimum pemberian kredit adalah contoh kasus moral hazae dimana

manajemen melakukan pelanggaran terhadap rambu-rambu pengelolaan

perusahaan. Kasus Enron adalah salah satu kasus di mana manajemen

melakukan kecurangana dengan menyembunyikan kerugian yang besar.

Sedangkan faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan berasal

dari faktor yang berhubungan langsung dengan perusahaan meliputi pelanggan,

supplier, debitor, kreditor, pesaing ataupun dari pemerintah.Sedangkan faktor

eksternal yang tidak berhubungan langsung dengan perusahaan meliputi kondisi

perekonomian secara makro ataupun faktor persaingan global.

2. Faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan :

a) Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh

perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan

dalam pendapatan. Untuk menjaga hal tersebut perusahaan harus selalu


mengantisipasi kebutuhan pelanggan dengan menciptakan produk yang

sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

b) Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan

bahan baku yang digunakan untuk produksi. Untuk mengantisipasi hal

tersebut perusahaan harus selalu menjalin hubungan baik dengan supplier

dan tidak menggantungkan kebutuhan bahan baku pada satu pemasok

sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat diatasi.

c) Faktor debitor juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitor tidak

melakukan kecurangan dengan mengemplang hutang. Terlalu banyak

piutang yang diberikan pada debitor dengan jangka waktu pengembalian

yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang tidak

memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi

perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu

memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitor supaya bisa

melakukan perlindunga dini terhadap aktiva perusahaan.

d) Hubungan yang tidak harmonis dengan kreditor juga bisa berakibat fatal

terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Apalagi dalam undang-undang no

4 tahun 1998, kreditor bisa memailitkan perusahaan. Untuk mengantisipasi

hal tersebut, perusahaan harus bisa mengelola hutangnya dengan baik dan

juga membina hubungan baik dengan kreditor.

e) Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu

memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam


memenuhi kebutuhan pelanggan. Semakin ketatnya persaingan menuntut

perusahaan agar selalu memperbaiki produk yang dihasilkan, memberikan

nilai tambah yang lebih baik bagi pelanggan.

f) Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh

perusahaan. Dengan semakin terpadunya perekonomian dengan negara-

negara lain, perkembangan perekonomian global juga harus diantisipasi oleh

perusahaan.

c. Permasalahan dalam Kesulitan Keuangan

Menuru Darsono dan Ashari (2001:104) masalah kesulitan keuangan yang

dialami oleh perusahaan harus diatasi dengan pembaruan baik struktur keuangan

maupun organisasi perusahaan. Berkaitan dengan permasalahan keuangan

perusahaan, permasalahan keuangan bisa digolongan ke dalam empat kategori

yaitu:

a) Perusahaaan yang mengalami masalah keuangan baik dalam jangka pendek

maupun jangka panjang, sehingga mengalami kebangkrutan

b) Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan jangka pendek namun bisa

mengatasi, sehingga tidak menyebabkan kebangkrutan

c) Perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan jangka pendek tetapi

mengalami kesulitan keuangan jangka panjang, sehingga ada kemungkinan

mengalami kebangkrutan

d) Perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan dalam jangka pendek

yang berupa kesulitan likuiditas ataupun kesulitan keuangan jangka panjang


a) Informasi tentang Kesulitan Keuangan

Menurut Darsono dan Ashari (2005:105) banyak pihak yang berkepentingan

dengan informasi kesulitan keuangan yang dialami oleh perusahaan.Pihak internal

perusahaan yaitu manajemen kepentingan terhadap pengelolaan perusahaan,

karyawan berkepentingan dengan kelangsungan hidup perusahaan.Pihak eksternal

yaitu kreditor berkepentingan dengan kemampuan perusahaan dalam membayar

hutangnya, investor berkepentingan dengan investasi yang dilakukan. Terdapat

beberapa indikator yang bisa dijadikan panduan untuk menilai kesulitan keuangan

yang akan diderita oleh perusahaan. Indikator pertama adalah informasi arus kas

memberikan gambaran sumber-sumber dan penggunan kas perusahaan.Sumber

yang kedua adalah dari analisis posisi dan strategi perusahaan dibandingkan

dengan pesaing.Informasi ini memberikan gambaran posisi perusahaan dalam

perusahaan dalam persaingan bisnis yang merujuk pada kemampuan perusahaan

dalam menjual produk atau jasanya untuk menghasilkan kas. Indikator lain yang

bisa digunakan untuk menilai kebangkrutan perusahaan adalah suatu formula yang

dicetuskan oleh Edward Altman yang disebut dengan rumus Altman Z-score.

b) Prediksi Kebangkrutan Usaha

Metode prediksi kebangkrutan adalah model yang digunakan untuk menilai

kapan perusahaan akan bangkrut dengan menggabungkan sekelompok rasio

keuangan yang nantinya akan memberikan gambaran mengenai kondisi keuangan

atau kinerja perusahaan. Salah satu faktor yang menopang perusahaan agar tetap

beroperasi adalah faktor finansial atau kondisi keuangan perusahaan, sehingga


banyak peneliti yang telah mengembangkan model prediksi kebangkrutan

(Primasari, 2017).

Menurut Darsono dan Ashari (2005:105) prediksi kebangkrutan usaha

berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak-pihak tentang kinerja keuangan

perusahaan apakah akan mengalami kesulitan keuangan atau tidak di masa

mendatang.

c) Model Prediksi Kesulitan Keuangan

a) Model Altman

Altman (1968) menggunakan model stepwise multivariate discriminant

analysis (MDA) dalam penelitiannya. Seperti regresi logistik, teknik statistika ini

juga biasa digunakan untuk membuat model di mana variabel dependennya

merupakan variabel kualitatif.Output dari teknik MDA adalah persamaan linear

yang bisa membedakan antara dua keadaan variabel dependen.

Kelima rasio yang digunakan altman dimasukkan ke dalam analisis MDA

dan menghasilkan model sebagai berikut:

Z=1.2 X 1+ 1.4 X 2 +3.3 X 3 +0.6 X 4 +1.0 X 5

Di mana:

X1 = working capital/total assets (Modal Kerja/Total Aset)

X2 = retained earning/total assets (Laba Ditahan/Total Aset)

X3 = EBIT/total assets (Pendapatan Sebelum Bunga dan Pajak/Total Aset)


X4 = Market value of equity/total liabilities (Harga Pasar Saham di Bursa/Nilai

Total Utang)

X5 = Sales/total assets (Penjualan/Total Aset)

Keterangan:

Working Capital=Current Assets−Current Liabilities

Market Value of Equity=SharesOutstanding × Current Share Price

Altman menggunakna nilai cut-off2,675 dan 1,81. Artinya jika nilai Z yang

diperoleh lebih dari 2,675, perusahaan diprediksi tidak mengalami financial

distress di masa depan. Perusahaan yang nilai Z-nya berada di antara 1,81 dan

2,675 berarti perusahaan itu berada dalam grey area, yaitu perusahaan mengalami

masalah dalam keuangan.

b) Model Springate Z-Score

Model ini dikembangkan pada tahun 1978 oleh Gorgon L.V. Springate.

Model springate adalah model rasio yang menggunakan multiple discriminate

analysis atau MDA untuk memilih 4 rasio dari 19 rasio keuangan yang popular

dalam literatur-literatur, yang mampu membedakan secara terbaik antara sound

business yang pailit dan tidak pailit. Model springate adalah sebagai berikut :

S=1,03 X 1+3,07 X 2+ 0,66 X 3 +0,4 X 4

Di mana:

X1= Rasio modal kerja terhadap total aset.

X2= Rasio pendapatan sebelum bunga dan pajak terhadap total aset.

X3= Rasio pendapatan sebelum pajak terhadap total utang lancar.


X4= Rasio penjualan terhadap total aset.

Model Springate ini mengklasifikasikan perusahaan dengan skor Z > 0,862

merupakan perusahaan yang tidak berpotensi bangkrut, begitu juga sebaliknya jika

perusahaan memiliki skor Z < 0,862 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang

tidak sehat dan berpotensi untuk bangkrut.

c) Model Ohlson Y-Score

Model prediksi kebangkrutan selanjutnya diteliti oleh Ohlson (1980),

penelitian ini terinspirasi dari penelitian sebelumnya.Ohlson ini berbeda dengan

model penelitian sebelumnya karena model ini memiliki 9 variabel yang terdiri

atas beberapa rasio keuangan.Ohlson (1980: 117-118) merumuskan model

perhitungannya sebagai berikut.

Y =−1,32−0,407 X 1 +6,03 X 2 −1,43 X 3 +0,07.57 X 4 −2,37 X 5 −1,83 X 6 +0,28.5 X 7−1,72 X 8 −0

Keterangan:

X1 = SIZE (LOG total assets/GNP level index)

X2 = Total liabilities/total assets

X3 = Working capital/total assets

X4 = Current liabilities/current assets

X5 = 1 jika total liabilities > total assets; 0 jika sebaliknya

X6 = Net income/total assets

X7 = Cash flow from operations/total liabilities

X8 = 1 jika Net income negatif; 0 jika sebaliknya


X9 = (NIt – NIt-1) / (NIt + NIt-1)

Ohlson (1980) menyatakan bahwa model ini memiliki cut off point optimal

pada nilai 0,38. Ohlson memilih cut off ini karena dengan nilai ini, jumlah error

dapat diminimalisasi. Maksud dari cut off ini adalah bahwa perusahaan yang

memiliki nilai O di atas 0,38 berarti perusahaan tersebut diprediksi distress.

Sebaliknya, jika nilai O perusahaan di bawah 0,38, maka perusahaan diprediksi

tidak mengalami distress.

d) Model Grover G-score

Model Grover merupakan model yang diciptakan dengan melakukan

pendesainan dan penilaian ulang terhadap model Altman Z-Score. Jeffrey S.

Grover menggunakan sampel sesuai dengan model Altman Z-score pada tahun

1968, dengan menambahkan tiga belas rasio keuangan baru. Sampel yang

digunakan sebanyak 70 perusahaan dengan 35 perusahaan yang bangkrut dan 35

perusahaan yang tidak bangkrut pada tahun 1982 sampai 1996. Jeffrey S. Grover

(2001) menghasilkan fungsi sebagai berikut :

G−Score=1,650 X 1+ 3,404 X 3−0,016 ROA +0,057

Keterangan:

X1 = Working capital/Total assets

X3 = Earnings before interest and taxes/Total assets

ROA = net income/total assets


Model Grover mengkategorikan perusahaan dalam keadaan bangkrut

dengan skor kurang atau sama dengan -0,02 (Z ≤ -0,02). Sedangkan nilai untuk

perusahaan yang dikategorikan dalam keadaan tidak bangkrut adalah lebih atau

sama dengan 0,01 (Z ≥ 0,01).

e) Model Zmijewski

Perluasan studi dalam prediksi kebangkrutan dilakukan oleh Zmijewski

(1983) yang menambah validitas rasio keuangan sebagai alat deteksi kegagalan

keuangan perusahaan. Model yang berhasil dikembangkan yaitu:

X =−4,3−4,5 X 1+5,7 X 2−0,004 X 3

Keterangan:

X1 = (return on asset)

X2 = (debt ratio)

X3 = (current ratio)

Zmijewski (1984) menyatakan bahwa perusahaan dianggap distress jika

probabilitasnya lebih besar dari 0. Dengan kata lain, nilai X-nya adalah 0. Maka

dari itu, nilai cut-off yang berlaku dalam model ini adalah 0. Hal ini berarti,

perusahaan yang nilai X-nya lebih besar dari atau sama dengan 0 diprediksi akan

mengalami financial distress di masa depan. Sebaliknya, perusahaan yang nilai X-

nya kecil dari 0 diprediksi tidak akan mengalami financial distress.

f) Model Fulmer
Fulmer menggunakan metode step–wise multiple discriminate analysis

untuk mengevaluasi 40 rasio keuangan yang diterapkan untuk sampel 60

perusahaan. Fulmer menemukan bahwa 30 perusahaan telah gagal dan sisanya 30

berhasil. Model Fulmer dapat dikembangkan oleh Rajasekar,et al (2014)

mendiskripsikan dengan rumus sebagai berikut:

H=5,528 ( V 1 ) +0,212 ( V 2 ) +0,073 ( V 3 ) +1,270 (V 4 )−0,120 ( V 5 ) +2,335 ( V 6 ) +0,575 ( V 7 ) +1,083 (V 8

Dimana:

H : Indeks keseluruhan

V1 : Laba ditahan terhadap total aktiva

V2 : Penjualan terhadap total aktiva

V3 : Laba sebelum pajak terhadap total ekuitas

V4 : Arus kas terhadap total kewajiban

V5 : Total kewajiban terhadap total aset

V6 : Total kewajiban lancar terhadap total aktiva

V7 : Log total asset berwujud

V8 : Modal kerja terhadap total kewajiban

V9 : Log laba sebelum bunga dan pajak terhadap beban bunga

Kriteria penilaian dengan H < 0 maka perusahaan dalam kondisi bangkrut,

sedangkan H> 0maka perusahaan mengalami kondisi sehat.

2.2 Hasil Penelitian Terdahulu


Beberapa penelitian terdahulu yang telah diuraikan oleh peneliti terdahulu

yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi transparansi dan

akuntabilitas pemerintah desa dalam mengelola dana desa diantaranya terdapat

dalam tabel 2.1.

Peneliti Judul Peneliti Variabel Hasil Penelitian


Annisa Analisis Prediksi Variabel Y : Terdapat
Oktaviandri Kebangkrutan
Prediksi perbedaan antara
Anisah Firli Dengan Model
Kebangkrutan beberapa model
Aldilla Iradianty Altman, Springate,
(2017) Ohlson, Dan Variabel X : prediksi dan model
Grover Pada
Model Altman, prediksi terbaik
Perusahaan Di
Springate, Ohlson, adalah Grover
Sektor Pertanian
Bursa Efek Dan Grover dengan tingkat
Indonesia Periode
kesesuaian sebesar
2011-2015
82,86%
Veronita Analisis Variabel Y : Perbandingan
Wulandari Perbandingan
Financial Distress model analisis
Emrinaldi Nur DP Model Altman,
Variabel X : yang paling akurat
Julita Springate, Ohslon,
(2014) Fulmer, CA-Score Model Altman, dalam financial
dan Zmijewski
Springate, Ohslon, distress adalah
Dalam
Fulmer, CA-Score model Ohlson
Memprediksi
Financial Distress dan Zmijewski
(studi empiris pada
Perusahaan Food
and Beverages
yang Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia Periode
2010-2012)
Nafir Rizky Prediksi Variabel Y : Model prediksi
Herlambang Yami Kebangkrutan
Prediksi dengan tngkat
(2015) Dengan
Kebangkrutan akurasi yang tinggi
Menggunakan
Metode Altman Z- Variabel X : yaitu Zmijewski
Score, Springate
Metode Altman Z- sebesar 81,56%
Dan Zmijewski
Score, Springate
Pada Perusahaan
Property Dan Real Dan Zmijewski
Estate Yang
Terdaftar Di BEI
Tahun 2011-2013
Anggi Meiliawati Analisis Variabel Y : Model Springate
(2016) Perbandingan
Financial Distress merupakan tingkat
model Springate
Variabel X : akurasi tertinggi
Dan Altman Z-
Score Terhadap Metode Z-Score sebesar 91,66%
Potensi Financial
Altman, Springate
Distress (Studi
Kasus Pada
Perusahaan Sektor
Kosmetik Yang
Terdafatra Di
Bursa Efek
Perusahaan Sektor
Kosmetik Yang
Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia)
Fairuz Zabady Perbandingan Variabel Y : Hasil penelitian ini
Zaina Abidin Prediksi Financial
Financial Distress diketahui bahwa
Putera Distress Dengan
Variabel X : model Springate
Fifi Swandari Menggunakan
Dian Masita Dewi Model Altman, Metode Altman, memiliki akurasi
(2016) Springate Dan
Springate Dan lebih baik
Ohlson
Ohlson disbanding Altman

dan Ohlson
Ayu Astrid Analisis Tingkat Vaiabel Y : Hasil penelitian ini
Chairunisa Kebangkrutan
Financial Distress tingkat tertinggi
(2017) Pada Perusahaan
Variabel X : akurasi adalah
Pertambangan
Batubara Yang Altman Z-Score, Zmijewski sebesar
Terdaftar Di Bura
Zmijewski 100%
Efek Indonesia
Edi Ketepatan Model Variabel Y : Hasil penelitian ini
May Tania Altman, Springate,
Financial Distress memiliki tingkat
(2018) Zmijewski, Dan
Variabel X : keakurasian
Grover Dalam
Memprediksi Model Altman, tertinggi pada
Financial Distress
Springate, Springate sebesar

Zmijewski, Dan 69,7%

Grover
Barbara Gunawan Perbandingan Variabel Y : Model Zmijewski
Rahadien Prediksi Financial Financial Distress memiliki tingkat
Pamungkas Distress dengan
Variabel X : akurasi tertinggi
Desi Susilawati Model Altman,
Model Altman, dalam
(2018) Grove dan
Zmijewski Grove dan memprediksi

Zmijewski kondisi financial

distress dengan

menekankan utang
Devy Nilasari Memprediksi Variabel Y : Model Zmijewski
Mulyo Haryanto Perusahaan Yang
Financial Distress memiliki nilai
(2018) Berpotensi
Variabel X : yang signifikan
Mengalami
Masalah Keuangan Model Altman, dan arahnya positif
Dengan Model
Springate, Dan terhadap financial
Altman, Springate,
Zmijewski distress.
Dan Zmijewski
Enny Wahyu Penggunaan Model Variabel Y : Model Altman Z-
Puspita Sari Zmijewski,
Financial Distress Score merupakan
(2015) Springate, Altman
Variabel X : model prediksi
Z-Score Dan
Grover Dalam Penggunaan dengan tingkat
Memprediksi
Model Zmijewski, akurasi yang tinggi
Kepailitan Pada
Springate, Altman yaitu 50%
Perusahaan
Transportasi Yang Z-Score Dan
Terdaftar Di Bursa
Grover
Efek Indonesia
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis

Perusahaan sektor Property, Real Estate dan Konstruksi Bangunan adalah

perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).Bisnis dan investasi

di sektor tersebut merupakan salah satu bisnis dan investasi yang

menjanjikan.Namun perusahaan sektor Property, Real Estate dan Konstruksi

Bangunan termasuk sektor yang paling rentan terhadap fluktuasi suku bunga,

inflasi dan nilai tukar.

Dalam beberapa tahun terakhir, telah melalui banyak peristiwa yang

mempengaruhi perekonomian Indonesia dan berdampak pada beberapa perusahaan

sektor Property, Real Estate dan Konstruksi Bangunan. Dampak buruk yang

terjadi pada sektor Property Real Estate dan Konstruksi Bangunan bila terjadi

terus menerus akan mengakibatkan banyak masalah salah satunya adalah financial

distress yang pada akhirnya menyebabkan perusahaaan bangkrut.

Salah satu mencegah atau menanggulangi kondisi financial distress adalah

melakukukan analisis financial distress dengan metode prediksi kebangkrutan.

Metode prediksi kebangkrutan bermanfaat bagi perusahaan dalam menilai suatu

kinerja keuangan. Yang sering digunkanan metode prediksi kebangkrutan adalah

Metode Altman Z-Score, Model Springate, Metode Grover, Metode Ohlson,

Metode Zmijewski, dan Metode Fulmer.Banyaknya peristiwa perekonomian

Indonesia yang mempengaruhi sektor Property, Real Estate dan Konstruksi

Bangunan di Indonesia mendorong untuk menguji konsistensi hasil penelitian

terdahulu jika diterapkan pada kondisi perekonomian yang sedang memburuk dan
juga saat kondisi perekonomian yang sedang membaik. Sekaligus menguji tingkat

akurasi dari enam metode tersebut dalam menganalisis prediksi kebangkrutan pada

ekonomi yang sedang memburuk dan pada saat keadaan ekonomi yang sedang

membaik.

2.4 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah pada suatu

penelitian (Sugiyono, 2009: 85). Dalam penelitian ini terdapat enam hipotesis

yaitu :

1. Perbedaan Perusahaan Property, Real Estate dan Konstruksi Bangunan

yang Mengalami Financial Distress Dengan yang Tidak Mengalami

Financial Distress Antara Metode Altman Z-Score dengan Metode

Springate.

Altman berpendapat bahwa pengukuran rasio likuiditas, profitabilitas,

leverage, solvabilitas, dan aktivitas merupakan rasio yang paling signifikan dari

beberapa rasio keuangan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan Springate

menggunakan 4 dari 19 rasio keuangan dan menggunakan analisis

multidiskriminan dengan menggunakan 40 perusahaan sebagai sampelnya.

Prediksi kedua model tersbeut menunjukkan adanya perbedaan ketepatan prediksi

terhadap kebangkrutan suatu perusahaan. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya

perbedaan rasio keuangan yang digunakan dalam menghitung kondisi laporan

keuangan perusahaan.
Berdasarkan Signaling theory perusahaan memberikan sinyal

kepada pengguna laporan keuangan khususnya investor.Sinyal tersebut

menggambarkan kualitas informasi laporan keuangan suatu

pperusahaan.Perusahaan tersebut dalam kondisi baik bahkan mengalami financial

distress, Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa investor dapat

menganalisa laporan keuangan perusahaan dengan membandikan metode prediksi

kebangkrutan Altman Z-Score dan Springate, kemudian menggunakan metode

yang paling tepat dalam memprediksi perusahaan yang mengalami financial

distress.

Hasil penelitian Endang Purwanti (2016) menyimpulkan bahwa

periode Altman Z-Score lebih tepat digunakna dalma memprediksi kebangkrutan

daripada metode Springate.Sedangkan hasil penelitian Christoforus Adhitya

Sondakh (2014) dan Ditiro Alam Ben (2015) menyimpukan bahwa metode

Springate adalah metode yang paling akurat diantara metode Altman Z-Score dan

Zmijewski.

H1 : Terdapat perbedaan signifikan antara perusahaan Property, Real

Estate dan Konstruksi Bangunan yang mengalami financial distress dengan yang

tidak mengalami financial distress antara metode Altman Z-Score dengan metode

Springate.

2. Hipotesis Springate
Menurut Wulandari dkk (2014) berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Muhammad Rifqi (2009) yang menyatakan bahwa model asli yang paling baik

adalah model Springate dibandingkan model Altman, Ohlson, dan Zmijewski..

H2: Model Springate dapat memprediksi kondisi Financial Distress perusahaan

Property, Real Estate dan Konstruksi Bangunan

3. Hipotesis Grover

4. Hipotesis Ohlson

5. Hipotesis Zmijewski

6. Hipotesis Fulmer

Anda mungkin juga menyukai