Anda di halaman 1dari 16

ISLAM, IMAN DAN IHSAN

Oleh : Andi Tarbiyah Hasan, S.Pd.I.,M.Pd

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam masyarakat Indonesia, selain kata agama, juga dikenal kata Din dari bahasa
Arab. Din dalam bahasa Semit berarti Undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab, Din
berarti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Artinya agama memang
mempunyai peraturan-peraturan yang harus ditaati. Agama selanjutnya memang menguasai
diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-
ajaran agama. Dalam pengertian di atas, terdapat kesejalanan dengan makna Islam sebagai
agama seperti yang diungkapkan al-Maududi, bahwa ternyata dari segi hakikat, Islam adalah
agama semesta, karena Islam maknanya ialah berserah diri dan patuh kepada perintah dari
yang memberi perintah, dan larangan-Nya tanpa membantah, sebagaimana tunduknya
makhuk-makhluk lainnya, seperti bumi, bulan, matahari, mereka itu adalah muslim.
Agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad, untuk
diteruskan kepada seluruh umat manusia, yang mengandung ketentuan-ketentuan keimanan
(aqidah) dan ketentuan-ketentuan ibadah dan mu‟amalah (syari‟ah), yang menentukan proses
berpikir, merasa dan berbuat dan proses terbentuknya kata hati. Agama Islam mencakup tiga
hal, yaitu: Iman, Islam dan Ihsan. Islam berbicara masalah lahir, Iman berbicara masalah
batin, dan Ihsan mencakup keduanya.
Adapun tentang Iman , Islam dan Ihsan maka seseorang yang hanya menganut Islam
sebagai agama belumlah cukup tanpa dibarengi dengan iman. Sebaliknya, iman tidaklah
berarti apa-apa jika tidak didasari dengan Islam. Selanjutnya,
kebermaknaan Islam dan iman akan mencapai kesempurnaan jika dibarengi dengan ihsan,
sebab ihsan mengandung konsep keikhlasan tanpa pamrih dalam ibadah. Keterkaitan antara
ketiga konsep di atas (Islam, iman, dan ihsan) dengan hari kiamat karena karena hari kiamat
(baca: akhirat) merupakan terminal tujuan dari segala perjalanan manusia tempat menerima
ganjaran dari segala aktifitas manusia yang kepastaian kedatangannya menjadi rahasia Allah
swt.
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW di yakini dapat menjamin
terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama
mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Al-
Quran dan Hadist, tampak amat ideal dan agung. Ajaran Islam adalah pengembangan agama
Islam. Agama Islam bersumber dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadist yang
memuat Sunnah Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama
Islam (akidah, syari‟ah dan akhlak) dikembangkan dengan ra‟yu atau akal pikiran manusia
yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya. Mempelajari agama Islam merupakan
fardhu „ain, yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran
Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada
masyarakat atau kelompok masyarakat.
Faedah akhlak bukan hanya dirasakan oleh manusia dalam
kehidupan perseorangan, berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat dan bernegara. Manusia
tanpa akhlak akan kehilangan derajat kemanusiaannya, bahkan akan lebih rendah derajatnya
dari pada binatang. Dalam Al-Quran banyak yang menyebutkan tentang akal, maka para
ulama menjadikan akal sebagai sumber hukum yang ketiga di dalam ajaran Islam. Hasil dari
akal inilah yaitu ra‟yu yang pelaksanaannya adalah melalui ijtihad. Untuk memahami
sumber-sumber hukum Islam di atas akan dijabarkan secara terinci mulai dari Al-Quran, Al-
Hadits atau Al-Sunnah dan Ijtihad.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di bab Latar Belakang, penulis dapat merumuskan
masalah atas makalah ini, yaitu sebagai berikut :
1. Konsep Agama
2. Konsep Islam Sebagai Agama
3. Konsep Islam, Iman dan Ikhsan
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan pemaparan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep Agama
2. Untuk mengetahui konsep Islam sebagai Agama
3. Untuk mengetahui konsep Islam, Iman, dan Ikhsan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Agama
Beragama merupakan insting manusia yang sangat mendalam dan orisinil, karena
bersumber kepada dua hal penting yang tidak mampu ditolak oleh manusia pada umumnya.
Pertama, perasaan akan kelemahan diri manusia di hadapan fenomena diri dan alam semesta.
Kedua, perasaan bahwa terdapat sumber dari segala kekuatan yang ada. Sumber kekuatan
inilah yang kemudian mengatur dan mengendalikan seluruh jagad raya ini termasuk manusia.
Menemukan dan meyakini adanya sumber dari segala kekuatan yang disebut “Tuhan” itulah
yang disebut dengan agama. Sementara komunitas yang meyakini, disebut komunitas umat
beragama
Pengertian agama sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu, agama secara etimologi
(bahasa) maupun terminologis (istilah konsep). Secara bahasa, agama berasal dari bahasa
Sansekerta (a) yang berarti tida dan (gama) yang berarti rusak atau kacau. Sehingga agama
berarti tidak rusak atau tidak kacau. Hal ini bermakna bahwa agama dapat membawa
pengikutnya kepada kondisi jauh dari kerusakan atau kekacauan.
Sementara dalam bahasa Arab, agama diterjemahkan dari kata “al-din”. Akar kata “al-
din” adalah dana yang memiliki beberapa arti :
Pertama, danahu bermakna “malakahu” (memilikinya), “wa hakamahu” (berkuasa
atasnya), “wa sasahu” (mengaturnya), “wa dabbarahu” (mengorganisasi), “wa qaharahu”
(memaksanya), “wa hasabahu” (menghitunganya), “wa qada di sya‟ nihi‟ (memutuskan
dalam urusannya), “wa jazahu” (memberinya imbalan), “wa kafa‟ahu” (memberi apresiasi).
Dalam pemakaian kata seperti disebut di atas, lafal ”al-din” memuat makna “kerajaan”
dan semua aktivitas yang berkaitan dengan kerjaan dan kekuasaan seperti pengaturan,
kekuasaan, pemaksaan, control, pemberian apresiasi dan sanksi. Makna ini sangat relevan
dengat “malik yawm al-din”, yang berarti Yang Memiliki/Berkuasa atas Hari Pembalasan
(Hari Penghitung dan Pemberian Sanksi/Apresiasi).
Jadi agama-dalam konteks lafal ini-memuat pengertian pengakuan terhadap dzat yang
merupakan Rajadiraja, Maha Memiliki, Maha berkuasa, Maha Mengatur, Maha memberi
apresiasi, dan sanksi , Maha memaksa dan Maha segalanya
Menurut Syed Naquib al-Attas menjelaskan bahwa manusia sejatinya berhutang kepada
Tuhan; Penciptanya dan Penyedianya, karena menjadikannya memilki eksistensi dan
memeliharanya dan keberadaanya; sebab manusia sebelumnya bukan apa-apa dan tidak ada,
dan kini dia ada, sebagaimanna firman Allah dalam QS.al-Insan [76] ayat 1, “Bukankah telah
datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu
yang dapat disebut?”1
Secara Terminologi, definisi yang diajukan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
“ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya”.2
Intiya, unsur penting agama ada dua hal yaitu “ketuhanan” dan “penyembahan”.
Sehingga, agama pada hakikatnya merupakan “keyakinan adanya Zat yang gaib, Yang
Mahatinggi, yang memiliki perasaan dan pilihan, bertindak dan mengatur segala urusan yang
terkait dengan manusia dan alam semesta. Keyakinan inilah yang kemudian mendorong
munculnya perasaan memohon kepada Zat Yang Mahatinggi tersebut dengan harap dan
cemas, serta dalam kondisi ketundukan dan kepasrahan serta pengagungan”.
B. Konsep Islam Sebagai Agama
1. Definisi Islam
Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-rasul-Nya guna diajarkan
kepada manusia. Ia dibawa secara kontiniu dari suatu generasi ke generasi selanjutnya. Ia
adalah rahmat, hidayah dan petunjuk bagi manusia yang berkelana dalam kehidupan duniawi,
sebagai perwujudan dari sifat rahman dan rahim Allah. Ia juga merupakan agama yang telah
sempurna (penyempurna) terhadap agama (syari'at-syari'at) yang ada sebelumnya. Sebelum
masa risalah Nabi Muhammad SAW, Islam masih bersifat lokal. Ia hanya ditujukan untuk
kepentingan bangsa dan daerah tertentu, dan terbatas pada periodenya. Selanjutnya Islam
yang datang kepangkuan risalah Nabi Muhammad SAW berlaku untuk seluruh bangsa dan
dunia. Islam sebagai agama mempunyai makna bahwa Islam memenuhi tuntutan kebutuhan
manusia dimana saja berada sebagai pedoman hidup baik bagi kehidupan duniawi, maupun
bagi kehidupan sesudah mati. Dimensi ajaran Islam memberikan aturan bagaimana cara
berhubungan dengan Tuhan atau Khaliknya, serta aturan bagaimana caranya berhubungan
dengan sesama mahluk, termasuk
hubungan dengan alam sekitar atau lingkungan hidup.
Dalam perjalanannya ajaran Islam kemudian berubah-ubah di tangan para pengikutnya
sepeninggal nabi pembawanya. Umat Nabi Musa tidak lagi bisa mempertahankan Islam yang
diajarkan Nabi Musa, begitu juga umat Nabi Isa tidak lagi mempertahankan Islam yang

1
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, (Kuala Lumpur: Institut Antar Bangsa
Pemikiran dan Tamaddun Islam [ISTAC], 2001)
2
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, KBBI Luring, dari kata “agama”
diajarkan Nabi Isa. Kedua agama ini hingga sekarang masih dianut oleh sebagian besar umat
manusia dengan segala perubahan yang dilakukan oleh para penganutnya. Karena tidak lagi
mengajarkan prinsip tauhid, kedua agama itu tidak lagi bisa disebut Islam. Melalui Al-Quran,
Allah memberikan nama khusus untuk kedua agama tersebut, yakni Yahudi untuk agama
yang dianut oleh para pengikut Nabi Isa. Ajaran ketuhanan dalam kedua agama ini sudah
jauh berubah dari prinsip tauhid, dan sudah mengarah kepada syirik, yakni mengakui
keberadaan Tuhan di samping Allah. Dari semua Islam yang ada tersebut, tinggal Islam yang
dibawa Nabi Muhammad SAW. yang hingga sekarang masih tetap mempertahankan ajaran
tauhid dan semua ajaran lain yang secara rinci telah termaktub dalam kitab suci Al-Quran.
Kitab Al-Quran yang masih tetap autentik memberi jaminan akan orisinalitas ajaran Islam
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Hingga sekarang, Islam inilah yang merupakan
agama terakhir yang berlaku untuk semua umat manusia hingga akhir zaman.
Sebagai agama terakhir, Islam (din al-Islam) memiliki kedudukan yang istimewa dari
agama samawi sebelumnya, yaitu:
a. Penyempurna dari agama samawiyah sebelum Nabi Muhammad SAW yang terbatas oleh
ruang dan waktu serta pengikut tertentu. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW
bersifat universal tanpa terbatas oleh ruang dan waktu, untuk siapa saja, kapan saja dan di
manapun manusia berada. Allah SWT juga menegaskan:

َ‫ٱۡل ۡس ولَ َََِ َِ ُٗى و ف َمَ َم و ِهَٱ ۡ ورُ ََمِوول‬


ِ ۡ َُِ ‫ۡٱليَو ۡوُ َََأَ ۡك َم ۡل و ُ َلَ ُمووِۡ َ َُِ وىَ ُمِۡ َ ََأَ ۡت َممۡ و ُ َ َملَو ۡوي ُمِۡ َوِ ۡر َميِوولَ ََ َم ِ ووي ُ َلَ ُم و‬
َ َ٣َِ‫ي‬ٞ ‫ُمَم ِح‬ ٞ ُ‫ٱّللََ َغف‬ َ َ‫َۡل ۡث َِٖمَئِن‬ ِ‫ف إ‬ ٖ ِ‫ص ٍتَ َغ ۡي َ َ ُميَ َج و‬ َ ‫َم ۡخ َم‬
Artinya: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu dan telah
Aku cukupkan nikmat-Ku untukmu dan Aku pilih (ridla) Islam sebagai
agamamu.” (QS. al-Maidah (5): 3).
Dengan turunnya ayat tersebut, selesailah tugas Nabi Muhammad untuk menyatukan umat
yang beragama Samawi secara keseluruhan di bawah naungan Islam.
b. Islam mengontrol ajaran-ajaran pokok dari agama samawi yang ada sekarang ini. Agama
samawi yang masih ada hingga sekarang (Yahudi dan Nasrani) sudah mengalami
perubahan yang cukup berarti, terutama menyangkut konsep ketuhanannya. Ajaran mereka
ini dikontrol oleh Islam melalui fiman Allah SWT:

٤َ‫ََ ََلَِۡ ََُ ُمهَل ًَۥَُ ُكفُ ًُاَأَ َح ُۢ ُد‬٣َ‫ََلَِۡ ََُلِ ۡدَ ََلَِۡ َُُُلَ ۡد‬٢َ‫ٱّللَُٱلص َم َُد‬
َ ََ١َ‫ٱّللَُأَ َح ٌد‬ َۡ ُ‫ق‬
َ ََُ ٌَُ‫ل‬
Artinya: “Katakanlah: (Dia lah Allah Yang Maha Esa), Allah adalah Tuhan
bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dan tiadalah beranak dan tiada pula
diperanakan. Dan tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia.” (QS. alIkhlas [112]:
1-4)
c. Islam mengakui semua para nabi/rasul terdahulu sebelum Nabi Muhammad tanpa
membedakan satu sama lain karena ajarannya sama, yaitu tauhid. Yang membedakan di
antara mereka adalah dalam hal pelaksanaan hukum (syariah).

Sebagai agama terakhir, Islam merupakan agama yang universal. Keuniversalan


tersebut sebagaimana dikemukakan di atas, antara lain bahwa Islam memenuhi unsur-unsur
sebagai agama dunia (universal) dan agama kemanusiaan, sebagaimana dikemukakan Hasbi
Ash Shiddieqi3 dengan unsur pokok yaitu:
Pertama, mempunyai daya hidup sepanjang masa, berkembang dan dapat terus berjalan
melalui perkembangan sejarah dari masa ke masa hingga akhir zaman.
Kedua, mempunyai daya cakup dan melengkapi segala kebutuhan kemanusiaan dalam
bidang hukum dan tata aturan.
2. Ciri Khusus Agama Islam
Menurut Yusuf Qardawi, agama Islam mempunyai beberapa ciri khusus antara lain:
a. Rabaniyyah
Rabaniyyah adalah agama yang tujuan akhirnya berhubungan baik dengan
Allah. Tujuan dan mengharapkan ridho-Nya.
b. Insaniyyah
Insaniyyah adalah agama yang sesuai dengan jiwa manusia. Semua perintah
dan larangan-Nya bermanfaat untuk dirinya sendiri. Jadi Islam sangat menekankan
kemanusiaan.
c. Syumuliyyah
Syumuliyyah adalah agama yang berlaku secara universal. Artinya agama yang
berlaku bagi semua zaman, semua kehidupan dan semua tempat. Dapat di terima oleh
semua manusia di dunia sampai akhir masa.
d. Wasatiyyah
Wasatiyyah adalah agama yang bersifat moderat. Agama yang mengajarkan
pada pemeluknya agar tidak condong pada kehidupan materi saja akan tetapi dapat
memperhatikan keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat, spiritual dan material.

3
M. Hasbi Ash Shieddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Tauhid Kalam, Cet. Ke-6, (Jakarta: Bulan Bintang,
1992)
3. Ciri-ciri Agama Islam
Ciri-ciri agama Islam ada dua, yaitu :
a. Agama Fitrah
Agama fitrah artinya agama Islam ini merupakan agama yang suci sebagaimana hati
nurani manusia yang suci dan bersih.
b. Agama Tauhid
Agama tauhid dalam arti bahwa semua pemeluk agama Islam mengkaji ke-Esa-an
Allah bahwa Tuhan mereka hanya satu yaitu Allah SWT.
4. Peran Islam
Islam mengatur berbagai aspek kehidupan pada manusia yang meliputi :
a. Hubungan manusia dengan Allah (Hablum Minallah).
Sesuai firman yang berbunyi :
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”.
(QS.51: 56)
b. Hubungan Manusia dengan Manusia (Hablum minan-Naas).
Sesuai firman yang berbunyi :
”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan
janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”. (QS.5:2).
c. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya/ lingkungan.
Sesuai firman yang berbunyi :
”Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmuran”.
(QS.11:61)
5. Dasar-dasar Islam
Untuk mengetahui dasar-dasar Islam secara singkat dapat dikemukakan di
beberapa ayat al-Quran yang dapat memberikan gambaran makna dan pemahaman tentang
Islam. Jika kita mengkaji al-Quran, dapat ditemukan bahwa kata Islam disebut sebanyak 8
kali dalam Al-Quran. Dari 8 ayat ini sebenarnya ada empat dasar yang dapat menjelaskan
pemahaman kita tentang Islam, yaitu:
a. Islam adalah agama yang benar di sisi Allah. Maksudnya adalah bahwa Islam merupakan
satu-satunya agama yang diakui kebenarannya oleh Allah.

ِ ۡ َِ‫ٱّلل‬
َ ََُِ َ‫ٱۡل ۡسل‬ َ ََ‫إِنََٱلدإُهَََ ِمىد‬
Artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridoi) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali
„Imran [3]: 19).
b. Agama selain Islam tidak akan diterima di sisi Allah Maksudnya adalah bahwa Allah
tidak akan menerima seseorang yang memeluk agama selain Islam, seperti Kristen,
Hindu, Buddha, dan lain-lainnya. Semua yang dilakukan oleh penganut agama selain
Islam dalam rangka pengamalan agamanya akan sia-sia, karena tidak akan
diperhitungkan oleh Allah sebagai amal baiknya. Allah menegaskan hal ini dengan
firman-Nya:

َ٥٥َََ‫ٱۡل ِخ َ َِةَ ِمهَ َ ۡٱل َخ ِس ُِه‬


ٓ ۡ َ‫ٱۡل ۡسلَ ََِِ َِ ُٗى َمَلَهَُ ُۡقبَ َلَ ِم ۡىًَُ ٌََُ ََُمِل‬
ِ ۡ َ َ ‫ََ َمهََُ ۡبيَ ِغَ َغ ۡي‬
Artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi.” (QS. Ali „Imran [3]: 85).
c. Islam adalah agama hidayah Allah, maksudnya adalah bahwa orang yang memeluk atau
menganut agama Islam bukan semata-mata atas kehendaknya sendiri, melainkan atas
petunjuk atau hidayah dari Allah Swt. Allah SWT berfirman:

َ ‫َ ۡود َم َيۥَُ َ ويإقً َ َح َ ٗٗو‬َ َ‫َّول ًَۥََُُ ۡج َر ۡول‬ ِ ۡ ِ‫َ ۡود َم َيۥَُل‬
ِ َُُ‫ۡل ۡسولَ َِِ ََ َموهَُُو ِ ََۡأَن‬ َ َۡۡ َ ‫ٱّللَُأَنََُ ٍۡ ِدَُو ًَۥََُُ ۡشو‬
َ ََِ ِ ‫مَ َمهَُُو‬
َ١٢٥َ َ‫سَ َملَىَٱل ِذُهَََ ََلَُ ُۡؤ ِمىُُن‬ ََ ٗ‫ٱّللَُٱل ۡإ‬ َ َ‫َكأَو َم ََُصر ُدَمِلَٱلس َم ٓ ف َِءَ َك َذلِكَََُ ۡج َر ُل‬
Artinya:“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan
kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk
agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya,
niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang
mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang
tidak beriman.” (QS. al-An‟am [6]: 125).
Dari tiga ayat ini dapat diketahui bahwa hidayah Islam itu merupakan karunia dan
nikmat dari Allah SWT kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
6. Sumber-sumber Ajaran Islam
Berdasarkan ayat-ayat al-Quran, khususnya QS. al-Nisa‟ (4): 59 dan salah satu
hadis Nabi Muhammad saw. yang terkenal dengan hadis Muadz, karena hadis ini terkait
dengan apa yang akan dilakukan oleh shahabat Muadz bin Jabal, dapat dipahami bahwa
sumber ajaran Islam ada tiga macam, yaitu al-Quran, Sunnah, dan ijtihad. Al-Quran sebagai
sumber pertama kebenarannya mutlak, meskipun pemahaman terhadapnya menjadi relatif.
Sunnah atau hadis sebagai sumber kedua tidak sama dengan Al-Quran. Secara wurud
(sampainya kepada kita) hadis tidak semuanya autentik seperti Al-Quran. Hadis ada yang
shahih (benar/autentik), ada yang hasan (baik/semi autentik), dan ada yang dlaif (lemah/tidak
autentik). Fungsi hadis yang pokok adalah sebagai penjelas dari Al-Quran. Ijtihad sebagai
sumber ketiga memberikan uraian yang lebih rinci di samping penjelasan al-Quran dan hadis.
Ijtihad diperlukan untuk menjawab permasalahan yang muncul karena perkembangan zaman
dan pemikiran umat manusia. Dengan ijtihad inilah Islam akan selalu relevan dengan
perkembangan yang terjadi hingga kapan pun.
7. Karakteristik Islam
Islam sebagai agama yang paling sempurna memiliki karakteristik yang tidak
dimiliki oleh agama manapun yang dianut oleh manusia. Karakteristik inilah yang
menjadikan Islam benar-benar agama yang lengkap dan sempurna. Sementara itu,
Muhammad Yusuf Musa (1988: 14-42) menguraikan sembilan karakteristik Islam yang tidak
akan ditemukan pada agama-agama lain di muka bumi ini. Sembilan karakteristik itu adalah :
a. Islam mengajarkan kesatuan agama. Artinya, seluruh ajaran agama Islam yang diturunkan
oleh Allah kepada para nabi/rasul-Nya menyatu ke dalam ajaran Islam yang dibawa Nabi
Muhammad saw.
b. Islam mengajarkan kesatuan politik. Artinya, Islam mempersilahkan penganutnya untuk
membentuk kelompok atau organisasi dengan berbagai kepentingannya masing-masing.
Namun demikian, yang harus menjadi tujuan utama dari kelompok-kelompok itu adalah
untuk menegakkan agama Islam.
c. Islam mengajarkan kesatuan sosial. Artinya, Islam tidak membedakan latar belakang
sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat, baik keturunan, ras, gender, warna kulit,
maupun hal lain. Yang membedakan manusia di hadapan Allah Swt. hanyalah
ketakwaannya (QS. al-Hujurat [49]: 13).
d. Islam merupakan agama akal dan pikiran. Artinya, semua ajaran Islam sangat rasional dan
dapat diterima oleh akal atau pikiran manusia.
e. Islam adalah agama fitrah dan kejelasan. Artinya, seluruh ajaran Islam sesuai dengan
potensi-potensi bawaan manusia yang sudah ada sejak dilahirkan oleh sang ibu.
f. Islam adalah agama kebebasan dan persamaan. Artinya, Islam benar-benar memberikan
ajaran pembebasan dari belenggu kejahiliahan dan perbudakan sesama manusia
(makhluk).
g. Islam adalah agama umat manusia seluruhnya. Artinya, Nabi Muhammad saw. membawa
Islam untuk seluruh umat manusia di muka bumi ini. Dari manapun datangnya, ketika
seseorang memeluk Islam berarti ia telah menjadi umat Nabi Muhammad saw. (umat
Islam).
h. Islam tidak memisahkan urusan agama dan negara. Artinya, Islam tidak memisahkan
secara khusus masalah-masalah negara (urusan keduniaan) dengan masalah-masalah
agama. Kedua masalah itu saling terkait dalam Islam. Islam bukan agama sekuler dan
tidak menerima sekularisme, suatu paham yang memisahkan urusan agama dari negara.
i. Islam menetapkan hak-ahak asasi manusia. Seluruh hak asasi manusia dijamin dalam
islam, begitu juga kewajiban-kewajibannya diatur oleh Islam. Melalui Al-Quran bisa
dilihat ketentuan-ketentuan mengenai hak asasi manusia tersebut.
Sebagai agama terakhir, Islam juga berisikan prinsip-prinsip ajaran yang menyangkut
masalah akhirat, maupun masalah kemasyarakatan. Aspek-aspek integral dari ruang lingkup
ajaran Islam tidak saja bisa menjawab persoalan-persoalan pribadi, tapi juga persoalan sosial
kemasyarakatan.
Bidang-bidang agama dalam ajaran Islam, secara garis besar meliputi tiga hal, yaitu :
Aqidah, Syari'ah dan Akhlak. Berikut ini adalah uraiannya.
4. Aqidah
Kata aqidah berasal dari kata 'aqada, yaqidu, aqdan atau aqidatan, yang berarti
mengikatkan. Sedangkan secara istilah, pengertian aqidah sering disamakan dengan
pengertian keimanan. Sayid Sabiq dalam mendefinisikan aqidah atau keimanan, mengajukan
enam pengertian dari aqidah atau keimanan, yaitu:
a. Ma‟rifat kepada Allah, ma‟rifat dengan nama-nama-Nya yang tinggi.
b. Ma‟rifat terhadap alam yang ada dibalik alam semesta ini.
c. Ma‟rifat terhadap kitab-kitab Allah SWT.
d. Ma‟rifat terhadap Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul yang dipilih Allah.
e. Ma‟rifat terhadap hari akhir dan peristiwa yang berkaitan dengan itu seperti kebangkitan
dari kubur (hidup sesudah mati).
f. Ma‟rifat terhadap takdir (qadha dan qadar).
Memperhatikan uraian diatas, tampaklah bahwa aqidah identik dengan rukun iman yang
enam dan sesuai dengan kandungan ayat berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman,
yakinlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang diturunkan-Nya terdahulu.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-
Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat jalan sejauh jauhnya".(Q.S.
An-Nisa: 136).
5. Syari'ah
Dalam konteks kajian hukum Islam, yang dimaksud syari'ah adalah kumpulan norma
hukum yang merupakan hasil dari tasyri‟. Kata tayri‟ juga merupakan bentuk masdar dari
syari'ah, yang berarti menciptakan dan menetapkan syari'ah. Syari'ah mencakup dua hal,
yaitu: aspek ibadah dan aspek muamalah. Yang dimaksud dengan ibadah ialah mengetahui
ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan penghambaan seorang mukalaf kepada
Allah sebagai Tuhannya. Sedangkan pengertian muamalah dapat ditelusuri dari kajian fiqh
muamalah, yang mencakup pembahasan tentang ketentuan-ketentuan hukum mengenai
kegiatan perekonomian, amanah dalam bentuk titipan dan pinjaman, ikatan kekeluargaan,
proses penyelesaian perkara lewat pengadilan, dan termasuk juga masalah distribusi harta
warisan.
6. Akhlak
Secara etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang berarti budi pekerti.
Sinonimnya etika dan moral. Etika berasal dari bahasa Latin, etas yang berarti kebiasaan.
Moral berasal dari bahasa Latin, mores, juga berarti kebiasaan. Dalam masyarakat Indonesia,
istilah yang sering digunakan ialah budi pekerti. Kata akhlak yang berasal dari kata khulqun
atau khuluqun mengandung segi-segi persesuaian dan erat hubungannya dengan khalik dan
mahluk. Karena memang akhlak juga mengatur hubungan (tata hubungan) manusia dengan
Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya (mahluk hidup), dan manusia dengan alam
semesta.
C. Konsep Islam, Iman dan Ihsan
1. Islam
Islam berasal dari kata Arab Aslama-Yuslimu-Islaman yang secara kebahasaan berarti
'Menyelamatkan'. beberapa istilah terpenting dalam pemahaman mengenai keislaman, yaitu
Islam dan Muslim. Kesemuanya berakar dari kata Salam yang berarti kedamaian. Kata Islam
lebih spesifik lagi didapat dari bahasa Arab Aslama, yang bermakna "untuk menerima,
menyerah atau tunduk".
Boleh juga dikatakan bahwasanya islam mempunyai dua pengertian:
Pertama, mengaku dengan lidah, yang dengan pengakuan itu, terpeliharalah darah walaupun
hati tidak membenarkan.
Kedua, mengaku dengan lidah, membenarkan dengan hati, mengerjakan dengan anggota,
menyerahkan diri kepada allah ,serta menerima ketetapan-ketetapan-Nya dengan ridla dan
suka hati. Inilah ma‟na yang benar-benar dimaksudkan.

‫ اْ ِإل ِسهالَ حم أَ ْن‬: :‫ فَه َق َال َر حس ْو حل اهللِ صلى اهلل عليهه وسهل‬،‫َخِ ِْبِِن َع ِن اْ ِإل ْسالَِم‬ ِ ِ
ْ ‫ يَا حُمَ َّمد أ‬:‫َعلَى فَخ َذيْه َوقَ َال‬
‫ت‬
َ ‫َا َن َوََتح َّج الْبَهْي‬
َ ََ‫ص ْوَم َر‬
‫الزكاََة َوتَ ح‬ َ َّ :َ ‫َن حُمَ َّم ًدا َر حس ْو حل اهللِ َوتحِقْي‬
َّ ‫الصالََة َوتحه ْؤِِت‬ َّ ‫تَ ْش َه َد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللح َوأ‬

ً‫ت إِلَْي ِه َسبِْيال‬ ِ


ْ ‫إِن‬
َ ‫استَطَ ْع‬
(“ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah
Shallallahu‟alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Illah (Tuhan
yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau
mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “). (HR.
Muslim)
2. Iman
Pengertian Iman adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan dan
dilakukan dengan perbuatan. Iman secara bahasa berasal dari kata Aaman-Yu‟minu-Iimaanan
artinya meyakini atau mempercayai.
Iman, ialah: “tashdiq yang benar dan teguh yang disertai oleh ketundukkan jiwa
menerima dan menyerah “. Tanda-tandanya yang tidak terlepas dari padanya, ialah:
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang di kehendaki oleh akuan jiwa itu. Dengan ibarat yang
lain boleh kita katakan iman,ialah : ketundukan ruh (jiwa) kepada kebenaran dan mengakui
benarnya kebenaran itu. Dan tunduk hati itu tidaklah berhasil jika belum terkumpul:
a. membenarkan dengan hati (tashdiq qalbi)
b. mengakui dengan lidah (iqrar lisani) dan
c. mengerjakan dengan anggota (amal rukni)
Iman pula berasal daripada kata dasar al-amn yang berarti aman yaitu tiada rasa
takut. Pengertian iman dari segi istilah ialah mempercayai Allah SAW dan rasul-Nya
dengan pengucapan lidah dan kepercayaan dalam hati tanpa rasa syak dan ragu.
Imam Ahmad bin Hanbal mendefinisikannya dengan “Qaulun wa amalun wa niyyatun
wa tamassukun bis Sunnah.” Yakni Ucapan diiringi dgn ketulusan niat dan dilandasi dengan
berpegang teguh kepada Sunnah .

ِِ ‫ أَ ْن تحه ْهؤَِن الِههاهللِ وَالَُِ َُتِه ِهه وحكتبِه ِهه ورسههلِ ِه والْي ههوِم ا ِخ ه ِ وتحه ْهؤَِن الِالْ َقه َهد ِر خ ه‬: ‫هال‬ ِ َ‫فَهخَخِِبِِن ع ه ِن اْ ِإلْنه‬
َ ‫هان قَه‬
َْ َ َ ْ َ َ ‫َ ح َح ح‬ ََ َ َ ْْ
ِِّ‫و َش‬
َ
(“ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman
kepada takdir yang baik maupun yang buruk “). (HR. Muslim)
Supaya kita terhindar dari hal-hal yang dibenci oleh Allah maka harus beriman
kepada Allah dengan mengamalkan rukun iman.
Supaya iman kita tidak goyah dan rusak maka harus dihindari sifat-sifat sebagai berikut:
a. Sifat munafik, yaitu orang yang pada lahirnya menunjukkan beriman, tetapi dalam
batinnya tidak percaya sedikitpun. Mereka adalah manusia yang berpura-pura, mereka
yang sikap lahirnya berbeda dengan sikap batinnya merasa lebih kuat dan takut pada
kenyataan.
b. Sifat Fasik, yaitu keluar dari jalan yang benar atau durhaka atau orang yang melanggar
aturan Allah.
c. Sifat kafir, yaitu tidak adanya pengakuan terhadap Allah dan Rasulnya.
d. Sifat murtad, yaitu orang yang keluar dari agama Islam dalam keadaan berakal dan sadar.
e. Sifat riya, yaitu sifat yang melakukan sesuatu amal perbuatan untuk mencari pujian atau
sanjungan dari orang lain.
f. Sifat takabur, yaitu sikap yang merasa dirinya lebih pintar, lebih tinggi, memandang
orang lain lebih kecil dan rendah.

c. Ihsan
Ihsan adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti “kesempurnaan” atau “terbaik.”
Dalam terminologi agama Islam, Ihsan berarti seseorang yang menyembah Allah seolah-olah
ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut
membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya. Menurut Imam Nawawi,
ihsan akan mendorong seseorang agar sentiasa ikhlas dalam beribadat dan mengerjakan
ibadat karena Allah SWT semata-mata.
Ar-Raghib Al-ashfahanii dalam kitab Al-Mufradat berkata: “ihsan diartikan dengan dua
arti:
Pertama, memberikan ni‟mat (kebajikan) kepada orang lain.
Kedua,mengetahui dengan baik sesuatu pengetahuan dan mengerjakan dengan baik sesuatu
perbuatan.

‫َّك تَهَا ح فَِإ ْن ََلْ تَ حُ ْن تَهَا ح فَِإنَّهح يَهَ َاك‬ ِ ‫فَخَخِِبِِن ع ِن اْ ِإلحس‬
َ ‫ أَ ْن تَه ْعبح َد اهللَ َكخَن‬:‫ قَ َال‬،‫ان‬ َْ َ ْْ
(“ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah
kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia
melihat engkau”)
Ihsan itu, lebih lengkap dari memberikan ni‟mat. Allah memerintahkan kita para hamba
berbuat adil dan ihsan. Dari perintah itu dipahamkan bahwaanya ihsan, lebih tinggi dari adil.
Adil, ialah: “memberikan hak orang yang ada pada kita dan mengambil dari orang apa yang
menjadi hak kita”. Adapun ihsan, ialah: “memberi lebih banyak dari yang semestinya dan
mengambil lebih kurang dari yang semestinya”. Ihsan lebih tinggi dari adil, karena itulah adil
diwajibkan, sedang ihsan dalam pengertian ini, tidak diwajibkan. Demikianlah pengertian
ihsan menurut lughah.
Dalam suatu hadits nabi s.a.w bersabda:

‫لى حك ِّل َش ْيء‬‫ع‬ ‫ن‬


َ ‫ا‬ ‫س‬ ‫ح‬ ِ ‫اِ َّن اهلل َكتَب‬
‫اال‬
َ َ َ ْ َ َ
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan ihsan atas segala sesuatu”.
Maka pahamkanlah, bahwasanya allah mewajibkan ihsan dalam segala perbuatan kita
yang kita hadapkan kepada allah, baik amalan hati, maupun amalan jawarih. Pokok modal
dari ihsan ialah: ikhlas. Jalan yang menghasilkan ikhlas, ialah: menganggap bahwa kita dikala
sedang beribadat, berdiri dihadapan Allah, kita melihat dan kita memandang akan dia, kita
dengar pembicaraanya. Hal yang demikian ini menyebabkan kita berdaya upaya
mengkhusyu‟kan diri dan membaguskan pekerjaan yang kita lakukan. Atau mengerjakannya
dengan segala kepandaian dan kecakapan yang ada pada kita. Inilah jalan yang pertama.
Jika jalan ini tak dapat kita tempuh, hendaklah kita tempuh jalan yang kedua, yaitu:
hendaklah kita berperasaan bahwasanya Allah melihat dan memandang segala gerak-gerik
kita, satupun tak ada yang luput dari penglihatannya.
Dengan uraian ini tegaslah bahwasanya ihsan, adalah ikhlas dan ikhlas itu adalah jiwa
kepercayaan (akidah dan jiwa ibadat anggota sesuatu yang aqidah yang tidak berdasar ikhlas
(ihsan) tidaklah diterima.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari beberapa pembahasan di atas maka dapat di ambil kesimpulan :
1. Iman, Islam dan Ihsan merupakan tiga rangkaian konsep agama Islam yang sesuai
dengan dalil .
2. Iman, Islam dan Ihsan saling berhubungan karena seseorang yang hanya menganut
Islam sebagai agama belumlah cukup tanpa dibarengi dengan Iman. Sebaliknya,
Iman tidaklah berarti apa-apa jika tidak didasari dengan Islam. Selanjutnya,
kebermaknaan Islam dan Iman akan mencapai kesempurnaan jika dibarengi dengan
Ihsan, sebab Ihsan merupakan perwujudan dari Iman dan Islam, yang sekaligus
merupakan cerminan dari kadar Iman dan Islam itu sendiri.4
3. Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak. Oleh karena itu,
semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh
potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut.
4. Iman lebih menekankan pada segi keyakinan di dalam hati, Islam adalah sikap aktif
untuk berbuat/beramal,ihsan merupakan perwujudan dari iman dan islam,yang
sekaligus merupakan cerminan dari kadar iman dan islam itu sendiri.
Dengan demikian jelaslah sudah bahwasanya agama ini memang memiliki tingkatan-
tingkatan, dimana satu tingkatan lebih tinggi daripada yang lainnya. Tingkatan pertama yaitu
Islam, kemudian tingkatan yang lebih tinggi dari itu adalah iman, kemudian yang lebih tinggi
dari tingkatan iman adalah ihsan 5
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini mungkin masih terdapat kesalahan atau kekurangan,
baik dalam hal materi referensi atau penulisan. Oleh karena itu, penyusun meminta maaf
yang sebesar-besarnya kepada pembaca serta meminta kritik dan saran agar penyusunan
makalah berikutnya bisa lebih baik lagi.

4
Wahyudi ari Ssi 2008. Iman islam dan ihsan (https://muslim.or.id )
5
At Tauhid li shoffil awwal al „aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 64
DAFTAR PUSTAKA

Naquib al-Attas, Syed Muhammad, Risalah untuk Kaum Muslimin, Kuala Lumpur: Institut
Antar Bangsa Pemikiran dan Tamaddun Islam [ISTAC], 2001.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, KBBI Luring.

Ash Shieddieqy, M. Hasbi, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Tauhid Kalam, Cet. Ke-6, Jakarta:
Bulan Bintang, 1992.

Dr. Marzuki, M.Ag, Pendidikan Agama Islam, hal. 37-49.

Sodikin, R. Abuy, Konsep Agama dan Islam.

Fauzan, Syaikh Sholih, At Tauhid li shoffil awwal al „aali, hlm. 64.

Wahyudi ari Ssi, Iman islam dan ihsan, 2008.


http://ichawkhoirunnisa.blogspot.com/2016/06/konsep-iman-islam-dan-ihsan.html

Anda mungkin juga menyukai