Anda di halaman 1dari 4

(Tugas Sejarah Perkotaan : Technopoles)

Puspiptek Serpong sebagai contoh Teknopolitan yang gagal

Oleh : Layosibana Akhirun

Puspiptek (Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) Serpong

Puspiptek didirikan pada tahun 1976 atas gagasan Menteri Riset Republik Indonesia,


saat itu, yakni Prof.Dr.Sumitro Djojohadikusumo dan pelaksanaanya direalisasikan oleh
Menteri Negara Riset dan Teknologi RI Prof. Dr.-Ing. B.J. Habibie Dengan tujuan untuk
mendukung proses industrialisasi di Indonesia maka Puspiptek dirancang untuk menjadi
kawasan yang mensinergikan SDM terdidik dan terlatih, peralatan penelitian dan pelayanan
teknis yang paling lengkap di Indonesia serta teknologi dan keahlian yanq telah
terakumulasikan selama lebih dari seperempat abad.

Puspiptek didirikan berdasarkan Keppres nomor 43/1976 tanggal 1 Oktober 1976.


Pada saat itu, Puspiptek ditujukan sebagai kawasan terpadu untuk menempatkan sejumlah
pusat penelitian milik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Penempatan pusat-
pusat tersebut dalam satu kawasan dimaksudkan agar dapat membentuk kemampuan yang
kuat bagi pengamanan dan pelaksanaan kegiatan penelitian iptek yang berhubungan dengan
Program Riset Nasional. Puspiptek merupakan aset nasional yang sangat besar. Luas area 460
Ha dengan 47 Pusat/Balai litbang dan pengujian dimana SDM berjumlah 2451 orang (2013),
investasi > 500 juta USD (1976-sekarang).

Puspiptek diarahkan sebagai sebuah kawasan yang mengintegrasikan unsur-unsur inovasi


yang terdiri atas lembaga litbang, pendidikan tinggi, serta sektor bisnis (industri), dalam
kerangka sistem inovasi nasional (SINas) dan Sistem Inovasi Daerah (SIDa). Dalam kaitan
dengan komersialisasi hasil litbang, salah satu aktivitas di Puspiptek ke depan adalah
penumbuhan IKM baru berbasis teknologi serta menumbuhkan budaya technopreneurship
melalui inkubasi teknologi dan bisnis.

Peran Puspiptek dalam menjadi Pusat Iptek dan Inovasi Kelas Dunia adalah sebagai :

1. Pusat Penguasaan dan Pengembangan Iptek nasional (center of excellence)


2. Pusat Pelayanan Pengembangan Produk-Produk nasional
3. Pusat alih teknologi dan Pusat Informasi Iptek (advokasi teknologi, pelayanan
teknologi, difusi, diseminasi, komersialisasi teknologi)
4. Pusat pengembangan kewirausahaan (enterpreneurship) dan inkubasi industri
baru/UKMK berbasis teknologi (inkubator bisnis teknologi, klaster inovasi)
5. Pusat pendidikan dan latihan untuk SDM industri.

Kegagalan Puspiptek sebagai Pusat Industri

Suatu teknopolitan harus memiliki infrastruktur sains dan teknologi, infrastruktur


fisik, basis bisnis, dan pasokan SDM dari universitas dan lembaga riset di sekelilingnya.
Teknopolitan juga membutuhkan dukungan pimpinan politik, akademisi, budaya
kewirausahaan, kaitan yang kuat antara komunitas scientific dan technopreneur, jaringan
informasi, inkubator dan pencitraan teknopolitan.

Puspiptek Serpong secara infrastruktur fisik sudah didukung dengan menempati areal
460 Ha namun secara Sumber Daya Manusia untuk membangun kota industry yang mumpuni
belum didukung dengan memadai.

Pertama, Puspiptek belum didukung Universitas riset secara bagus. Ini adalah
kelemahan mendasar Indonesia untuk membangun teknopolitan. Kedua, komunitas scientific
dan technopreur yang terbangun belum ada untuk mendukung Puspiptek. Selanjutnya,
jaringan informasi, inkubator dan pencitraan teknopolitanya belum bergerak kearah sana.

Jika kita menambahkan kriteria-kriteria dari Manuel Castells yang termuat dalam buku
Technopoles nya yang memuat 12 poin kebijakan, maka ada beberapa hal yang sesuai dengan
kegagalan Puspiptek Serpong, yaitu :

1. Build a clear development strategy. Pada Puspiptek Serpong kita tidak


menemukan strategi yang jelas untuk membangun Puspiptek Serpong.
2. Branch-plants are better than no plants. Puspipek Serpong harus punya
pengembangan SDM yang berkelanjutan.
3. Synergy is crucial in the long run. Pembangunan Puspiptek Serpong berjalan
sendiri-sendiri dan tidak terkordinir langsung secara menyeluruh dengan sector
pembangunan yang lain.
4. Develop a long term vision. Puspiptek Serpong perlu mencontoh model
pengembangan technopoles model Korea dan Jepang, mereka memulai dari
pembangunan dasar infrastruktur setelah visi mereka tentang technopoles jelas.
5. Source of innovation must be identified. Kegagalan utama kita adalah tidak
menemukan inovasi. Puspiptek Serpong setelah dibangun tidak berjalan
sebagaimana mestinya harus dilakukan.
6. Networks must be established early on. Kesalahan Puspiptek Serpong adalah
tanpa didahului pembangunan jaringan. Tanpa jaringan Pupiptek Serpong tak akan
berguna. Ada kesalahan rangkaian pemikiran pada Pembangunan Puspiptek
Serpong, Pemerintah berpikir terbangun dulu Pupsiptek lalu jaringan terbangun.
Ini kesalahan fatal.
7. Short-distances strategy may be easier. Pada negara yang masih rendah level
pengembanganya seperti Indonesia harus punya jaringan dan institusi regional
yang sudah mapan dan spesifikasi institusi tersebut harus mendukung technopoles
yang akan dibangun. Pada Puspiptek Serpong hal ini tidak didukung dengan
adanya kedua hal ini.
8. Longer-distance strategies required. Sebelum Puspiptek terbgangun harusnya
area target di Serpong dan sekitarnya telah teerbangun fasilitas yang nantinya akan
mendukung Puspiptek namun kenyataanya hal tersebut tidak ada. Kita harus
mencontoh pada ilustrasi di pengembangan Taedok, Korea.
9. Major central inducements. Dukungan penganggaran sangat penting. Jika
mencontoh pada Amerika Serikat saat Perang Dingin mereka sangat
mementingkan technopoles mereka karena faktor persaingan dengan blok Uni
Soviet.
10. Identify new niches. Kebutuhan nasional dan potensi lokal harus bertemu. Pada
Puspiptek hal ini belum jelas. Sehingga spesialisasi untuk Puspiptek Serpong tidak
ada.
11. Keep consistency. Kultur politik Indonesia punya masalah pada konsistensi
kebijakan. Hal ini yang menjadi akar permasalahan pada kegagalan Puspiptek Serpong
sebagai pusat industry. Puspiptek Serpong diinisiasi pada masa orde baru dengan ide
dari BJ. Habibie, setelah masa Reformasi dan Habibie selesai maka selesai juga ide
besar untuk Pupsiptek Serpong ini.
12. The best may be the enemy of the good. Untuk menjadi yang terbaik, maka harus
bersiap untuk menerima banyak musuh dan tantangan. Pada Puspiptek Serpong
belum mencapai level untuk menjadi yang terbaik.

Kesimpulan

Indonesia harus punya technopoles. Belajar dari kegagalan Puspiptek Serpong, untuk
pengembangan Teechnopoles selanjutnya ada beberapa hal yang diutamakan. Hal-hal
tersebut adalah :

1. Visi dan konsep harus matang, pemerintah harus punya road map yang jeleas serta
blueprintnya bisa diterjemahkan oleh pemerintah daerah tempat lokasi nantinya
yang akan dikembangkan karena pengembangan tata ruang untuk technopoles harus
disiapkan oleh pemerintah pusat dan lokal agar kawasan sekitar menjadi supportingt
system yang baik.
2. Kemauan serta konsistensi harus teguh. Untuk membangun technopoles diperlukan
konsistensi yang kuat karena soal kebijakan kita di Indonesia sering berubah-ubah.
Misal, kebijakan pembangunan pemerintah pada suatu rezim tertentu belum tentu
akan dilanjutkan oleh rezim yang menggantikanya.
Ini berkaitan juga dengan penganggaran pembangunan technopoles yang sangat
besar. Namun jika komitmen yang kuat hal ini akan bukan menjadi masalah besar.
3. Pembangunan institusi universitas yang berbasis riset dan teknologi. Ini menjadi
kunci dari suatu pengembangan technopoles. Tanpa adanya universitas yang
berbasis riset dan teknologi yang mumpuni maka technopoles tidak akan terwujud,
karena muara semuanya adalah dari universitas riset seperti di Amerika Serikat serta
negara-negara yang telah berhasil membangun technopoles.

Anda mungkin juga menyukai