Anda di halaman 1dari 14

KONSEP AKSIOLOGI: MEMBANGUN KEADILAN DAN MENGHINDARI

KEZALIMAN SOSIAL EKONOMI REALISASINYA ADLAH PENGHARAMAN


RIBA

Diajukan sebagai mata kuliah Filsafat Ekonomi Islam

Dosen Pengampu : Nurul Jannah, S.E.I, M.E

Disusun Oleh Kelompok 6

Aisiyah Rahma (0503182182)


Maulana Azmi (0503182227)
Nurul Zahra (0503182207)
Oke Ranita Syukmi Sagala (0503183352)
Sindi Sihombing (0503183293)

Perbankan Syariah VII C

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis bisa menyelesaikan Makalah yang berjudul "Konsep Aksiologi: Membangun Keadilan
dan Menghindari Kezaliman Sosial Ekonomi Realisasinya adalah Pengharaman Riba." Tidak
lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nurul Jannah, S.E.I, M.E selaku dosen
Mata Kuliah Filsafat Ekonomi Islam yang telah membantu penulis dalam mengerjakan
makalah ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Penulis menyadari ada kekurangan pada makalah ini. Oleh sebab itu,
saran dan kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan karya penulis. Penulis juga berharap
semoga makalah ini ini mampu memberikan pengetahuan mengenai Konsep Aksiologi:
Membangun Keadilan dan Menghindari Kezaliman Sosial Ekonomi Realisasinya adalah
Pengharaman Riba.

Medan, 05 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

Latar Belakang Masalah ......................................................................................................... 1

Rumusan Masalah .................................................................................................................... 1

Tujuan Masalah ....................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 3

A. Aksiologi Dalam Filsafat Ekonomi Islam.................................................................... 3


B. Terminologi dan Aspek Pengharaman Riba ............................................................... 4
C. Pengharaman Riba pada Ekonomi Islam dalam Menjamin Kesejahteraan Umat
Manusia ....................................................................................................................... 7
D. Paradigma Falsafah Ekonomi Islam sebagai Solusi Sosial ......................................... 9

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 10

Kesimpulan ............................................................................................................................. 10

Saran ....................................................................................................................................... 10

Daftar Pustaka ......................................................................................................................... 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ia berkaitan dengan
berbagai macam kebutuhan, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan, serta
kebutuhan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, sudah seharusnya manusia
bekerja dengan mengolah segala yang telah disediakan di alam semesta ini, dan dari
hasil kebutuhan tersebut kebutuhan manusia dapat terpenuhi, baik kebutuhan primer,
sekunder, dan tertier.
Manusia telah diciptakan untuk menangani bumi ini bagi mencapai kemakmuran dan
kebahagiaannya dengan tidak boleh mengambil tindakan yang lain kecuali untuk
menegakkan keadilan. Islam menghendaki supaya keadilan itu dapat dicapai dalam
segala aspek hidup, termasuk kehakiman, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Dengan demikian, hendaknya manusia memandang sesuatu yang merupakan
kebutuhan itu, merupakan hal yang diperlukan untuk menyempurnakan
pengabdiannya kepada Allah SWT.
Dalam perspektif Islam, bahwasanya kebijakan ekonomi berarti suatu sistem
pengaturan yang sanggup mengembangkan kehidupan ekonomi masyarakat yang
wajar dan adil1. Kebijaksanaan ekonomi dalam Islam harus mensejahterakan
kehidupan masyarakat, melalui perangkat-perangkat mekanisme yang lengkap, dan
dapat dibedakan dari perekonomian sistem lainnya, yang sudah kita kenal di dunia
pada saat sekarang ini yakni kapitalisme dan sosialisme, yang masing-masing bersaing
untuk berusaha menguasai perekonomian dunia dan merupakan rujukan dalam
penyelesaian masalah ekonomi.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana aksiologi dalam filsafat Ekonomi Islam Islam?
b. Terminologi dan aspek pengharaman riba?
c. Pengharaman riba pada Ekonomi Islam dalam menjamin kesejahteraan umat
manusia?
d. Paradigma Falsafah Eekonomi Islam sebagai Solusi Sosial?

1
Muhammad Baqir Shadr, Ekonomi Islam : Khayalan atau Kenyataan?, Yayasan Muthahhari

1
C. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui aksiologi dalam filsafat Ekonomi Islam Islam
b. Untuk memahami Terminologi dan aspek pengharaman riba
c. Untuk mengetahui bagaimana Pengharaman riba pada Ekonomi Islam dalam
menjamin kesejahteraan umat manusia
d. Untuk memahami Paradigma Falsafah Eekonomi Islam sebagai Solusi Sosial

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Aksiologi Dalam Filsafat Ekonomi Islam


Apa Itu Aksiologi?

Merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia, aksiologi bermakna kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, juga kajian tentang nilai khususnya etika.
Sedangkan dalam Stanford Encyclopedia of Philosophy aksiologi dalam arti sempit
adalah value theori (teori nilai) yang berarti sebagai klasifikasi, terutama yang berkaitan
dengan sesuatu yang baik atau seberapa baik sesuatu tersebut. Sedangkan dalam arti
luas adalah merujuk kepada era filsafat moral yang berkaitan dengan pernyataan-
pernyataan teoritis tentang nilai dan kebaikan sesuatu. Sehingga, dapat kita ambil
kesimpulan bahwa aksiologi adalah salah satu cabang filsafat yang berbicara tentang
nilai dan kegunaan sesuatu.

Dengan pendekatan aksiologis diperlukan untuk melihat fungsi dan kegunaan ilmu
ekonomi Islam dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Secara aksiologis, memang perlu diakui bahwa pembahasan
kedua ilmu ekonomi tersebut cenderung memiliki fungsi yang sama; bertujuan
membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Lewat berbagai macam
tools yang tersedia, kesamaan-kesamaan pada sebagian kaidah kedua ilmu ekonomi
tersebut dalam mengatasi persoalan ekonomi, memang merupakan sebuah
kecenderungan umum dalam aktifitas ekonomi yang sifatnya sunnatullah.

Salah satu paradigma ekonomi yang memperoleh apresiasi secara luas dalam beberapa
dasawarsa belakangan ini adalah paradigm islam. Paradigma ini muncul sebagai alat
untuk menerobos sains(ilmu ekonomi) positivistik. Jika positivisme hanya mengenal
realitas materi, maka paradigma islam mengenal realitas materi dan realitas lain (the
others) yang melampaui matrealisme yaitu realitas spiritual.

Realitas di lapangan menunjukkan bahwa aspek aksiologis ilmu ekonomi konvensional


dapat saja bertentangan dengan aspek aksiologis fiqh mu'amalat karena sesuatu yang
sah dalam transaksi bisnis belum tentu sah dalam pandangan fiqh mu'amalat. Sebagai
contoh, modus transaksi kontemporer melalui perantaraan internet tanpa
memperlihatkan barang yang dijadikan objek maupun tanpa kehadiran penjual dan

3
pembeli dianggap sah dalam ilmu ekonomi sejauh kedua belah pihak sama-sama
menyetujui memorandum of understanding (MOU) yang dibuat sebelumnya.

Fiqh mu'amalat dengan sejumlah teorinya belum tentu menerima transaksi tersebut.
Sedikitnya terdapat dua kejanggalan dalam transaksi jenis ini. Pertama tidak
diperlihatkannya barang yang diperjualbelikan, dan kedua tidak adanya aqad jual beli
yang wajib diucapkan secara jelas oleh masing-masing pihak.

B. Terminologi dan Aspek Pengharaman Riba

Kata riba dalam bahasa Inggris diartikan dengan usury, yang berarti suku bunga yang
lebih dari biasanya atau suku bunga yang mencekik. Sedangkan dalam bahasa Arab
berarti tambahan atau kelebihan meskipun sedikit, atas jumlah pokok yang
dipinjamkan. Pengertian riba secara teknis menurut para fuqaha adalah pengambilan
tambahan dari harta pokok atau modal secara batil baik dalam utang piutang maupun
jual beli. Batil dalam hal ini merupakan perbuatan ketidakadilan (zalim) atau diam
menerima ketidakadilan. Pengambilan tambahan secara batil akan menimbulkan
kezaliman di antara para pelaku ekonomi. Dengan demikian esensi pelarangan riba
adalah penghapusan ketidakadilan dan penegakan keadilan dalam perekonomian. Di
dalam Islam, riba jelas dilarang dan pengharaman riba tercantum pada 4 tahapan
pelarangan riba sebagai berikut: Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman
riba pada zahirnya menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan
mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT.
َّ َ‫اَّلل ۖ َو َما آت َ ْيت ُ ْم ِم ْن زَ َكاةٍ ت ُ ِريد ُونَ َوجْ ه‬
ِ‫اَّلل‬ ِ َّ‫َو َما آت َ ْيت ُ ْم ِم ْن ِربًا ِليَ ْرب َُو فِي أ َ ْم َوا ِل الن‬
ِ َّ َ‫اس فَ ََل يَ ْربُو ِع ْند‬
َ‫ض ِعفُون‬ ْ ‫فَأُولَئِكَ ُه ُم ْال ُم‬
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk dan balasan yang keras
kepada orang Yahudi yang memakan riba.
Firman Allah SWT:
)061( ‫اَّللِ َكثِي ًرا‬ َّ ‫سبِي ِل‬
َ ‫عن‬ َ ‫ص ِد ِه ْم‬ َ ِ‫ت لَ ُه ْم َوب‬ْ َّ‫ت أ ُ ِحل‬ َ ‫علَ ْي ِه ْم‬
ٍ ‫طيِبَا‬ َ ‫ظ ْل ٍم مِنَ الَّذِينَ هَاد ُواْ َح َّر ْمنَا‬ُ ِ‫فَب‬
َ ‫اط ِل َوأ َ ْعت َ ْدنَا ِل ْل َكافِ ِرينَ ِم ْن ُه ْم‬
‫عذَابًا أ َ ِلي ًما‬ ِ َ‫اس بِ ْالب‬ ِ َّ‫ع ْنهُ َوأ َ ْك ِل ِه ْم أ َ ْم َوا َل الن‬ ِ ‫َوأ َ ْخ ِذ ِه ُم‬
َ ْ‫الربَا َوقَ ْد نُ ُهوا‬
(060)

4
“Maka disebabkan kedzaliman orang-orang Yahudi, kami harankan atas mereka
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan
karena mereka banyak menghalangi manusia dari jalan Allah, dan disebabkan mereka
memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena
mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan orang-
orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. an-Nisa’/4: 160-161)
Tahap ketiga, riba itu diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang
berlipat ganda.
Firman Allah SWT:
َ‫اَّلل لَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُحون‬
َ َّ ْ‫عفَةً َواتَّقُوا‬ َ ‫ضعَافًا ُّم‬
َ ‫ضا‬ ِ ْ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ الَ ت َأ ْ ُكلُوا‬
ْ َ ‫الربَا أ‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan.” (QS.
Ali-’Imran/3: 130)
Tahap akhir sekali, ayat riba diturunkan oleh Allah SWT. Yang dengan jelas sekali
mengharamkan sebarang jenis tambahan yang diambil daripada jaminan.
Firman Allah SWT:
ْ‫) فَإِن لَّ ْم ت َ ْفعَلُواْ فَأْذَنُوا‬872( َ‫الربَا إِ ْن ُك ْنت ُ ْم ُمؤْ ِمنِين‬ ِ َ‫ي ِمن‬ َ ‫اَّلل َوذَ ُروا َما بَ ِق‬ َ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬
َ‫ظلَ ُمون‬ ْ ُ ‫ُوس أ َ ْم َوا ِل ُك ْم الَ ت َْظ ِل ُمونَ َوالَ ت‬
ُ ‫سو ِل ِه َوإِن ت ُ ْبت ُ ْم فَلَ ُك ْم ُرؤ‬
ُ ‫اَّللِ َو َر‬
َّ َ‫ب ِمن‬ ٍ ‫( بِ َح ْر‬872)

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
yang belum dipungut, jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (QS. al-Baqarah/2:
278-279)

Secara luas penghapusan riba dapat dimaknai sebagai penghapusan segala bentuk
praktik ekonomi yang menimbulkan kezaliman atau ketidakadilan. Riba jangan hanya
dipahami dan direduksi pada masalah bunga bank saja. Tetapi secara luas riba bisa
hidup laten atau poten di dalam sistem ekonomi yang diskriminatori, eksploitatori dan
predatori yang berarti dapat hidup di dalam suatu sistem ekonomi subordinasi,
kapitalistik, neoliberalistik dan hegemonik imperialistik, yang tidak bisa dibatasi dari

5
segi perbankan saja. Karena itulah, pengembangan ekonomi syariah ke depan tidak
dapat dilakukan secara isolasi atau parsial, tetapi harus dilakukan secara total. Untuk
itu dibutuhkan pakar ekonom muslim yang menguasai ilmu ekonomi konvensional
sekaligus kontemporer sehingga mampu mengoreksi, mengimprovisasi dan lebih
tangguh serta mumpuni mengantarkan ilmu ekonomi syariah ke arah tercapainya
keadilan dan kemaslahatan umat di dunia dan di akhirat.

Pelarangan riba (prohibition of riba) dalam Islam secara tegas dinyatakan baik dalam
Alquran maupun Hadis yang diwahyukan secara berangsur-angsur seperti halnya
pengharaman khamar. Dalam perspektif ekonomi, pengharaman riba setidaknya
disebabkan empat faktor yaitu:2 pertama, sistem ekonomi ribawi menimbulkan
ketidakadilan. Karena pemilik modal secara pasti akan dapat keuntungan tanpa
mempertimbangkan hasil usaha yang dijalankan oleh peminjam. Jika peminjam dana
tidak memperoleh keuntungan atau bangkrut usahanya, dia tetap membayar kembali
modal yang dipinjamnya plus bunganya. Dalam kondisi seperti ini, peminjam sudah
bangkrut ibarat sudah jatuh tertimpa tangga lagi dan tidak jarang penerapan bunga
bukannya membantu usaha kreditor, justru menambah persoalan baginya. Di sinilah
muncul ketidakadilannya. Kedua, sistem ekonomi ribawi merupakan penyebab utama
berlakunya ketidakseimbangan antara pemodal dengan peminjam. Keuntungan besar
yang diperoleh para peminjam yang biasanya terdiri dari golongan industri raksasa
(para konglomerat) hanya diharuskan membayar pinjaman modal plus bunganya dalam
jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan keuntungan yang mereka peroleh.
Sementara bagi penabung di bank-bank umum terdiri dari rakyat golongan menengah
ke bawah tidak memperoleh keuntungan yang seimbang dari dana yang mereka simpan
di bank. Ketiga, sistem ekonomi ribawi akan menghambat investasi karena semakin
tinggi tingkat bunga maka semakin kecil kecenderungan masyarakat untuk berinvestasi
di sektor riil. Masyarakat lebih cenderung untuk menyimpan uangnya di bank karena
keuntungan yang lebih besar disebabkan tingginya tingkat suku bunga. Keempat, bunga
dianggap sebagai tambahan biaya produksi. Biaya produksi yang tinggi akan
menyebabkan naiknya harga barang-barang (produk). Naiknya tingkat harga, pada

2
Ummi Kalsum. RIBA DAN BUNGA BANK DALAM ISLAM (Analisis Hukum dan Dampaknya Terhadap
Perekonomian Umat). Jurnal Al-Adl, Vol. 7 No. 2, Juli 2014. hlm. 70.

6
gilirannya akan mengundang terjadinya inflasi sebagai akibat lemahnya daya beli
masyarakat.

Oleh karena itu, melalui doktrin pengharaman riba dalam ekonomi, Islam dapat
memberikan solusi dalam kehidupan perekonomian manusia. Hal tersebut mendapat
perhatian serius karena di antara dampak riba adalah hutang yang terus menerus yang
turut andil terhadap kemiskinan struktural yang menimpa lebih dari separuh masyarakat
dunia.3

C. Pengharaman Riba pada Ekonomi Islam dalam Menjamin Kesejahteraan Umat


Manusia

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada bulan Desember 2003 sudah mengeluarkan fatwa
mengenai riba. Isinya yang paling penting yaitu bunga bank adalah haram, karena
bunga model ini telah memenuhi syarat-syarat riba yang diharamkan oleh Al Qur’an.
Poin yang kedua, di daerah yang belum terdapat lembaga keuangan syari’ah, maka
lembaga keuangan konvensional tetap dibolehkan atas dasar darurat. Poin yang ketiga,
orang yang bekerja di lembaga keuangan konvensional, tetap dibolehkan sepanjang ia
belum mendapatkan pekerjaan yang baru yang sesuai dengan syari’ah.”Jadi masih ada
kelonggaran, namun tidak bisa selamanya dianggap darurat,” menurut pakar hadist
Prof. Dr. KH Ali Musthafa Ya’kub.Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Karenanya
dalam bermuamalah, Islam menghendaki terciptanya sebuah sistem ekonomi dimana
segala bentuk eksploatasi (penganiayaan) ditiadakan.Bahwa”sistem riba sungguh tidak
sejalan dengan semangat ini.Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin mengungkapkan; ada
sebuah penelitian di NEF (New Economic Foundation) yang menyatakan karena sistem
ekonomi sekarang ini adalah sistem ribawi, bergerak kepada kesenjangan yang semakin
melebar. Dari pengamatan yang dilakukan selam 20 tahun, ternyata dari setiap 100 Euro
yang dinikmati dhuafa Cuma 0,6 persen.Berarti orang kaya menikmati 99,4
persen.Untuk itulah, apabila sistem ekonomi ribawi masih dijalankan, tidak akan
pernah bisa mengangkat ekonomi masyarakat.Landasan bank syariah dengan bank
konvensional sangat berbeda. Kalau bank konvensional komersial, sedangkan bank

3
Muhammad Ghozali, Paradigma Filsafat Ekonomi Syariah Sebagai Suatu Solusi Kehidupan Manusia.
Universitas Darussalam Gontor. hlm. 140.

7
syariah sektoral. Kalau semakin berkembang bank syariah, maka sektor riil akan
semakin berjalan. Kalau di bank syariah bukan semata boleh dan tidak boleh, tetapi
juga akhlaknya serta etikanya.Sekjen PP Muhammadiyah Good-Will Zubair
mengatakan masalah bank sampai hari ini, para ulama di dunia masih dua pendapat
dalam memahami tentang ayat riba. Ada yang menyebut bunga bank ”haram”, tapi ada
jga yang menyebut ”halal”.Ulama ang menganggap bunga bank haram berpendapat;
karena bunga bank melebihi dari apa yang telah ditentukan (dari pinjaman). Sedangkan
ulama yang berpandangan bunga bank halal mengatakan; karena menganggap bank itu
untuk kemaslahatan orang ramai, bukan untuk kepentingan pribadi. Karena itu mereka
menganggap halal, ujung-ujungnya dianggap bunga bank itu syubhat.

Persoalannya , dalam agama Islam kalau dijatuhkan ke syubhat hukumnya jelas yakni
kita disuruh untuk menjauhkan dari yang syubhat.Sampai hari ini ulam di dunia bukan
saja di Indonesia, tapi di seluruh dunia masih ada dua pendapat soal bunga bank. Lalu
muncullah bank syariah yang sifatnya bagi hasil.

Persoalan yang lain, apakah masalah riba sudah pada tarap mencekik umat seperti yang
terjadi pada zaman Rasulullah SAW ? jawabannya adalah; sekecil apapun dan sebesar
apapun,di manapun tempat perbutannya jelas mencekik umat. Untuk itulah Allah tegas-
tegas katakan menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Dalam QS. Ali Imran
ada kata-kata ”mudhaafah”. Di manapun tempatnya, berapapun jumlahnya yang jelas
riba itu mencekik. Justru itulah agama kita melarang perbuatan riba.Sementara mantan
Ketua Komisaris Fatwa MUI, KH Ma’ruf Amin mengatakan mengapa komisi fatwa
MUI menfatwakan bunga bank itu haram karena banyak orang yang bertanya soal
bunga bank sehubungan dengan berdirinya bank syariah. selanjutnya juga dijelaskan
dalam berbagai forum internasional, yang dilakukan oleh para ulama menegaskan
bahwa bunga bank itu haram. Pertama, Majmaul Bhu’us, di mesir tahun 1965
menetapkan bahwa bunga bank itu haram. Kedua, Majmaul Fikih di Jeddah tahun 1985
menetapkan bunga bank itu haram. Ketiga, Majmaul Fikih Rabithal Alam Islami tahun
1986 di Mekkah menetapkan bahwa bunga bank itu haram. Jadi, menurut Yusuf
Qardhawi ketetapan bunga bank haram itu merupakan ”Ijmaul Majami’ (kesepakatan
berbagai forum). Jadi intinya MUI hanya menyuarakan kesepakatan tersebut.

Ditegaskan juga bahwa bank syari’ah itu tidak ada instrumen bunga, yang ada adalah
bagi hasil, jual beli dan pelayanan. Wakala, kafala, dan ujrah fi itu merupakan bank

8
syariah. Memang masih disayangkan,sampai saat ini belum maksimalnya umat Islam
memanfaatkan bank syariah walaupun bank syariah sudah bermunculan di mana-mana.
Umat Islam Indonesia itu aneh dan lucu, akidahnya Islamiyah, ibadahnya Islamiyah
tapi muamalahnya masih ribawiyah, karena itulah perlu terus disadarkan supaya mereka
menggunakan sistem syariah.

D. Paradigma Falsafah Ekonomi Islam sebagai Solusi Sosial


Islam merupakan agama yang bersifat paripurna dan universal, serta merupakan agama
yang lengkap dalam memberikan tuntunan dan panduan bagi kehidupan umat. Hal
tersebut terlihat pada peran positif yang dibawa oleh Islam di masa kejayaan
pemerintahan Islam. Islam telah mewarnai seluruh aspek penghidupan di dunia ini,
karena seperti yang diketahui bahwa Allah SWT telah mengatur segala hal di dunia ini
dengan baik untuk hambaNya. Dalam hal perbankan misalnya, eksistensi baitul mal wa
altamwil dan perkembangannya menjadi lembaga keuangan yang cukup
diperhitungkan di kawasan timur tengah.

Islamic World view khususnya jika dikaitkan dengan aspek muamalat sarat dengan hal-
hal yang berkaitan dengan pernyataan mendasar yang bersifat universal dan berdsasar
pada sumber inti al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Pandangan ini membawa
dampak yang luar biasa pada setiap kehidupan, baik ekonomi, pendidikan, sosial
budaya, politik dan hukum.Islam secara ketat mendorong umatnya untuk giat dalam
aktivitas keuangan dan usaha-usaha yangmeningkatkan kesejahteraan ekonomi dan
social.Konsep Islam menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip persaingan
bebas. Akan tetapi kebebasan yang dibungkus oleh frame aturan syariah.

Melalui doktrin pengharaman riba dalam ekonomi, Islam dapat memberikan solusi
dalam kehidupan perekonomian manusia. Hal tersebut mendapat perhatian serius
agama karena di antara dampak riba adalah hutang yang terus menerus yang turut andil
terhadap kemiskinan struktural yang menimpa lebih dari separuh masyarakat
dunia.Naqvi mengatakan setidaknya ada dua hal yang membuat keberadaan ekonomi
Islam menjadi sesuatu yang urgen. Menurutnya, perilaku ekonomi itu pada akhirnya
ditentukan oleh kepercayaan terhadap agama. Meskipun preskripsi ekonomi Islam
sama dengan ekonomi lainnya. Akan tetapi, alasan di balik keputusan ekonominya
tidaklah sama.Ekonomi Islam terbukti mampu menyelesaikan masalah perekonomian
masyarakat, dan memberikan solusi dalam setiap permasalahan.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan pendekatan aksiologis diperlukan untuk melihat fungsi dan kegunaan ilmu
ekonomi Islam dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Secara aksiologis, memang perlu diakui bahwa pembahasan
kedua ilmu ekonomi tersebut cenderung memiliki fungsi yang sama; bertujuan
membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Lewat berbagai macam
tools yang tersedia, kesamaan-kesamaan pada sebagian kaidah kedua ilmu ekonomi
tersebut dalam mengatasi persoalan ekonomi, memang merupakan sebuah
kecenderungan umum dalam aktifitas ekonomi yang sifatnya sunnatullah.

Islam merupakan agama yang bersifat paripurna dan universal, serta merupakan agama
yang lengkap dalam memberikan tuntunan dan panduan bagi kehidupan umat. Hal
tersebut terlihat pada peran positif yang dibawa oleh Islam di masa kejayaan
pemerintahan Islam. Islam telah mewarnai seluruh aspek penghidupan di dunia ini,
karena seperti yang diketahui bahwa Allah SWT telah mengatur segala hal di dunia ini
dengan baik untuk hambaNya. Dalam hal perbankan misalnya, eksistensi baitul mal wa
altamwil dan perkembangannya menjadi lembaga keuangan yang cukup
diperhitungkan di kawasan timur tengah.

B. Saran
Mohon maaf apabila ada kekurangan atau kesalahan dalam penulisan makalah ini,
pemakalah mengharapkan kritik dan saram yang membantu untuk maklaah ini. Terima
kasih.

10
DAFTAR PUSTAKA

Mannan, Muhammad Abdul (1993). Ekonomi Islam Teori dan Praktek. Yogyakarta: Dana
BaktiWakaf.
Ghozali, Muhammad. Paradigma Filsafat Ekonomi Syariah Sebagai Suatu Solusi Kehidupan
Manusia. Universitas Darussalam Gontor.
Kalsum, Ummi. RIBA DAN BUNGA BANK DALAM ISLAM (Analisis Hukum dan Dampaknya
Terhadap Perekonomian Umat). Jurnal Al-Adl, Vol. 7 No. 2, Juli 2014.
Diktum: Jurnal Syari’ah dan Hukum, Volume 16, Nomor 2 Desember 2018 : 135 - 146

11

Anda mungkin juga menyukai