Anda di halaman 1dari 22

AYAT-AYAT TENTANG

ALAM SEMESTA DICIPTAKAN TIDAK ADA YANG SIA-SIA

Tugas Ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Tafsir Kesehatan dan Lingkungan Hidup Pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir Fakultas Ushuludin dan Dakwah IAIN Bone

Oleh:

SYAFIQ RAMADANIL
NIM:762312019004

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)


BONE 2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................2
C. Tujuan Penulisan................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3

A. Tujuan Penciptaan Alam Semesta......................................................3


B. Tafsir ayat tentang alam semesta diciptakan tidak ada yang sia-sia . 6

BAB III PENUTUP..................................................................................................14

A. Kesimpulan........................................................................................14
B. Saran...................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘alam’ berarti segala


yang ada di langit dan di bumi, sedangkan kata ‘semesta’ berarti semua yang
berlaku segenap isi dunia atau universal. Jadi alam semesta adalah seluruh isi
dunia yang mencakup segala isinya baik yang ada di bumi maupun yang ada
di langit. Dalam bahasa Yunani, disebutlah segala kejadian atau jagat raya ini
sebagai “kosmos”, yang berarti “serasi, harmonis”. Dan berasal dari bahasa
Arab, disebutlah sebagai “alam” (‘âlam) yang satu akar kata dengan “ilmu”
(‘ilm, pengetahuan) dan “alamat” (‘alâmah, pertanda). Disebut demikian
karena jagat raya ini adalah pertanda adanya Sang Maha Pencipta, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai pertanda adanya Tuhan itu, jagat raya juga
disebut sebagai ayat-ayat yang menjadi sumber pelajaran dan ajaran bagi
manusia. Salah satu pelajaran dan ajaran yang dapat diambil dari pengamatan
terhadap alam semesta ialah keserasian, keharmonisan, dan ketertiban.
Al-Qur’an juga banyak menjelaskan tentang fenomena alam semesta
dan ciptaanNya yang bisa dilihat dengan mata kepala seperti kejadian siang
dan malam, matahari, bulan dan planet-planet. Meskipun demikian, informasi
tentang penciptaan alam semesta dalam al-Qur’an tidak tersusun secara
sistematis seperti yang dikenal dalam buku ilmiah. Dalam al-Qur’an terdapat
lebih dari 750 ayat yang merujuk kepada fenomena alam.1 Semua yang

1
Mahdi Ghulsyani, Filsafat-Sains Menurut Alquran (Bandung: Penerbit Mizan,
1993), h. 78.

1
diciptakan dan dikehendaki Allah Swt. tentu memiliki tujuan dibaliknya.
Dalam makalah ini membahas tentang ayat yang berkaitan dengan alam
semesta diciptakan tidak ada yang sia-sia.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penulis telah menyusun beberapa sub


masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai batasan dalam
pembahasan. Beberapa masalah tersebut antara lain:
1. Apakah penciptaan alam semesta memiliki tujuan?

2. Bagaimana ayat serta tafsir tentang alam semesta diciptakan tidak ada
yang sia-sia?
C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang akan dicapai


daripada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tujuan penciptaan alam semesta

2. Untuk mengetahui ayat serta tafsir tentang alam semesta diciptakan


tidak ada yang sia-sia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tujuan Penciptaan Alam Semesta

Dalam perspektif Islam tujuan penciptaan alam semesta ini pada


dasarnya adalah sarana untuk menghantarkan manusia pada pengetahuan dan
pembuktian tentang Keberadaan dan Kemahakuasaan Allah Swt.2 Ini
menunjukkan bahwa alam semesta tidak muncul begitu saja melainkan ada
wujud yang menciptakannya yakni hanya Allah Swt. yang tidak dapat
ditandingi kekuasaann-Nya. Sebagaimana yang telah Allah kabarkan dalam
QS. Fushshilat/4: 53

‫ح ق ا ف بر ِ’بك‬ ‫ َّي ن ه ْم ا‬Xٰ‫حت‬ ْٓ ‫سُن ِر ْي ِه ا ٰي ِت نَ ا ِفى ا و‬


ِ
‫َولَ ْم يك‬ ‫ ا ْل‬Xُ‫ى َيتب ل َّنه‬ ‫ه‬ ‫ْٰلَفا ِف ي ا‬ ‫ْم‬
‫ْم‬ ْ‫ق نف‬
‫س‬
X˚‫„ء ش ِه ْيد‬ ‫ع‬ ‫ َّن‬Xَ‫ا‬
Terjemahnya: ‫ٰلى ’ شي‬ ‫˚ه‬
‫ل‬
‫ك‬
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami
di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi
mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu)
bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?

Didalam ayat yang lain Allah Swt. juga menyatakan dalam QS. Ar-Rum/30:
22 bahwa

‫ي ذ ْٰل ٰيت‬ ُّۗ


‫ْۗم‬zX ‫ل َ و َوا‬ ‫ْم ك‬ ‫وا ْْلَ ض َ وا اَ ْل ِت س َن‬
‫ِلك‬ ‫ْ ا ِن ن‬ ‫لخ ف‬ ‫ْر ت‬
‫ك‬ ‫ِت‬
‫ٰ م ٰو س‬ ‫ا ه ٖ ِت ْل خ ق ال‬ ‫ٰي‬ ‫و ِمن‬
‫ل’ ْل ٰع ِل ِم ْين‬

2
Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islami: Membangun Kerangka Ontologi,
Epistimologi dan Aksiologi Praktik Pendidikan, (Bandung: Citapustaka Media Perintis,
2012), h. 8.
Terjemahnya:

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan


bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
mengetahui.

Selain sebagai bukti kekuasaan Allah alam semesta diciptakan juga


bertujuan untuk sebagai sarana bagi manusia untuk mengambil pelajaran.
Dalam hal ini boleh dikatan alam semesta bagaikan guru bagi manusia.
Namun pelajaran apakah yang dimaksudkan untuk dapat diambil dan
direnungi dari alam semesta? Tidak lain adalah pelajaran bagaimana alam
semesta tunduk dan konsisten pada hukum-hukum yang telah ditetapkan
Allah Swt.

Namun jika manusia tidak mau belajar dari konsistensi alam semesta,
itulah yang dapat menyebabkan manusia yang memiliki ‘aql tetapi berprilaku
bagaikan binatang, membuat kerusakan bahkan saling bertumpah darah.
Dalam hal ini tentulah sangat berkaitan dengan timbulnya kerusakan alam
semesta boleh jadi akibat perilaku manusia yang zhalim terhadap
kelangsungan alam semesta. Padahal tujuan diciptakan-Nya alam semesta
adalah semata-mata bagi manusia selaku khalifah di muka bumi.

Alam semesta dapat dijadikan guru yang bijaksana, ombak di lautan


yang dapat menjadi energi bagi para peselancar, angin dimanfaatkan untuk
terjun payung, air deras yang dibendung untuk energi pembangkit listrik, dan
banyak manfaat yang dengan mudah dapat meningkatkan taraf hidup manusia.
Belajar dari alam semesta adalah tujuan hidup manusia dan secara filosofis
kedudukan alam semesta bagaikan guru dengan muridnya, pendidik dengan
anak didik, bahkan alam semesta bagaikan literatur yang amat luas dan kaya
dengan informasi yang aktual. Alam mempertontonkan karyanya yang
dinamis kepada manusia yang berniat belajar seumur hidup.3

Manusia dengan mengamati alam semesta dapat mengembangkan


potensi berpikirnya. Dengan berpikir, manusia mengetahui benar dan salah,
yang baik dan yang buruk, selanjutnya menentukan pilihan untuk senantiasa
melakukan yang benar dan baik dan menjauhi yang salah dan buruk.4

Dengan demikian manusia senantiasa harus melatih pola berpikirnya


dengan belajar melalui yang telah disiratkan Allah pada alam semesta.
Bagaimana langit diciptakan bertingkat-tingkat, bulan sebagai cahaya, dan
matahari sebagai pelita. Atau pernahkah manusia merenungkan bagaimana
unta diciptakan, bagaimana pula langit ditinggikan, gunung-gunung
ditegakkan atau bagaimana bumi dihamparkan.

Menurut penulis adanya alam semesta diciptakan Allah Swt.


merupakan bahan dan sumber-sumber ilmu pengetahuan dan sebagai
pengamatan bagi manusia untuk terus menggali khazanah ilmu. Tentu saja
dengan adanya pengamatan tersebut akan menimbulkan hasil yang positif
yang diharapkan akan menjadi suatu amal kebajikan dan bermanfaat bagi
seluruh penduduk bumi yang pada akhirnya manusia akan memahami dan
memaknai apa hakikat diciptakannya Maha Karya alam semesta ini telah
diciptakan Allah Swt.

3
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), h. 22.
4
Salminawati, Filsafat Pendidikan Islami, Membangun Konsep Pendidikan
yang Islami, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011), h. 38.
B. Tafsir Tentang Alam Semesta Diciptakan Tidak Ada yang Sia-sia

Adapun ayat yang dicantumkan yaitu:

1. QS Ali Imran 190-191

‫و ِلي‬Xُ‫وال ِ َ ت ْل‬ ‫ف الل‬ ‫وا ْْلَ واخ ِت ََل‬ ‫ن ي خ ْل ق سما‬


‫َّن ر ل‬ ‫ْ يل‬ ‫ض‬ ‫ْر ت‬ ‫ال َوا‬
‫ه َيا‬
‫ا‬
‫ ال يذكرون َ َيا وقُعُود وعل‬. ‫ ْل َبا ب‬Xَ‫ا ْْل‬
‫جن ُو ِب َي َتَف كرون ي‬
‫ِه ْم و‬ ‫ا ى‬ ‫َّ ما‬ ‫ِذين‬
‫ل‬
‫ل‬
‫ا‬
‫اب‬Xَ‫خ ق سما وا ْْلَ ض ر َّب خلَ َ باط ْ ح ك ف عذ‬
‫نَ ا ما ْقت ه ًَل ب ا ِق نَ ا‬ ‫ْل ال َوا ْر ت‬
‫َن‬ ‫ا‬Xَ‫ذ‬
‫س‬
‫ال َّن ا ِر‬
Terjemahnya:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-
orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka.”
a. Tafsir Qurthubi
Ayat ini merupakan awal ayat-ayat penutup surah Ali
Imran, dimana pada ayat ini Allah Swt. memerintahkan kita
untuk melihat, merenung, dan mengambil kesimpulan, pada
tanda-tanda ke-Tuhanan. Karena tanda-tanda tersebut tidak
mungkin ada kecuali diciptakan oleh Yang Hidup, Yang
Mengurusinya, Yang Suci, Yang Menyelamatkan, Yang Maha
Kaya dan tidak membutuhkan apapun yang ada di alam
semesta ini. Dengan meyakini hal tersebut maka keimanan
mereka bersandarkan atas keyakinan yang benar, dan bukan
hanya sekedar ikut-ikutan. Pada ayat ini Allah Swt.

menyebutkan: ‫ْٰل ِلى ا َْْل ْل َبا‬ “Terdapat tanda-tanda bagi


‫ِب ’ُْلو‬ ‫ٰيت‬
orang yang berakal.” Inilah salah satu fungsi akal yang
diberikan kepada seluruh manusia, yaitu agar mereka dapat
menggunakan akal tersebut untuk merenung tanda-tanda yang
telah diberikan oleh Allah Swt.5
Beberapa ulama berpendapat bahwa makna ayat diatas

tadi (‫ََّلال‬
‫ )ين ِذ الَّْ َيْذ ُك‬adalah: Orang-orang yang
‫ ُر ْون‬mengambil
kesimpulan dari penciptaan langit dan bumi ini bahwa sesuatu
yang berubah itu pasti ada yang merubahnya, dan yang
merubah itu juga pasti akan mampu untuk mengutus Rasul-
rasul yang diinginkan. Lalu, apabila Rasul itu telah diutus, dan
Rasul tersebut juga telah membuktikan kebenarannya dengan
memperlihatkan mukjizat yang diberikan kepadanya, maka
orang-orang yang berdzikir kepada Allah pada setiap
keadaannya. Wallahu a'lam.6

‫خَل ه اط س ْب ك ف ع ب ا نل َّا ِر‬ ‫ر َّب نَ ا‬


‫ْقت ذَا َۚل ٰحن ِق نَ ا ذَا‬ ‫ما‬
Pada ayat ini terdapat kata suatu kata yang tidak

disebutkan, yaitu kata (


‫ن‬ ْ‫“ ) و ْوُل َيق‬mereka berdoa
/mengatakan).
Perkiraan yang seharusnya adalah: “Mereka berdoa: ‘Ya Tuhan
kami, Engkau tidak mungkin menciptakan semua ini hanya
sekedar main-main atau sekedar kesia-siaan belaka, Engkau
5
Muhammad bin Ahmad abi Bakr Abi ‘Abdullah Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi
Jilid 4 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 768.
6
Muhammad bin Ahmad abi Bakr Abi ‘Abdullah Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi
Jilid 4 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 778.
pasti menciptakan semua ini sebagai dalil dan bukti otentik
kekuasaan dan kemampuan-Mu’,”7
b. Tafsir Al Misbah

Ayat ini dan ayat-ayat berikut menjelaskan sebagian


dari ciri-ciri siapa yang dinamai Ulul Albab, yang disebut pada
ayat yang lalu. Mereka adalah orang-orang baik lelaki maupun
perempuan yang terus-menerus mengingat Allah, dengan
ucapan, dan atau hati dalam seluruh situasi dan kondisi saat
bekerja atau istirahat, sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring, atau bagaimanapun dan mereka
memikirkan tentang penciptaan, yakni kejadian dan sistem
kerja langit dan bumi dan setelah itu berkata sebagai
kesimpulan: “Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan alam
raya dan segala isinya ini dengan sia-sia, tanpa tujuan yang
hak. Apa yang kami alami, atau lihat atau dengar dari
keburukan atau kekurangan. Maha Suci Engkau dari semua itu.
Itu adalah ulah, atau dosa dan kekurangan kami yang dapat
menjerumuskan kami ke dalam siksa neraka maka peliharalah
kami dari siksa neraka. Karena Tuhan kami, kami tahu dan
yakin benar bahwa sesungguhnya siapa yang Engkau
masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau
hinakan dia dengan mempermalukannya di hari Kemudian
sebagai seorang yang zalim serta menyiksanya dengan siksa

7
Muhammad bin Ahmad abi Bakr Abi ‘Abdullah Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi
Jilid 4 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 783.
yang pedih. Tidak ada satu pun yang dapat membelanya dan,
dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim siapa pun satu
penolong pun.8 Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia bahwa ia adalah sebagai natijah dan kesimpulan
upaya zikir dan pikir. Bisa juga dipahami zikir dan pikir itu
mereka lakukan sambil membayangkan dalam benak mereka
bahwa alam raya tidak diciptakan Allah sia-sia.9 Ayat di atas
juga menunjukkan bahwa semakin banyak hasil yang diperoleh
dari zikir dan pikir, dan semakin luas pengetahuan“tentang
alam raya, semakin dalam pula rasa takut kepada-Nya, yang
antara lain tecermin pada permohonan untuk dihindarkan dari
siksa neraka.10
c. Tafsir Ibnu Katsir

Artinya, yaitu pada ketinggian dan keluasan langit dan


juga pada kerendahan bumi serta kepadatannya. Dan juga
tanda-tanda kekuasaan-Nya yang terdapat pada ciptaan-Nya
yang dapat dijangkau oleh indera manusia pada keduanya

langit dan bumi), baik yang berupa; bintang-bintang, komet,


daratan dan lautan, pegunungan, dan pepohonan, tumbuh-
tumbuhan, tanaman, buah-buahan, binatang, barang tambang,
serta berbagai macam warna dan aneka ragam makanan dan

8
M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISHBAH Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an, Vol. 2 (Cet, IV; Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 308-309.
9
M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISHBAH Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an, Vol. 2 (Cet, IV; Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 311.
10
M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISHBAH Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an, Vol. 2 (Cet, IV; Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 312.
bebauan, Yakni, silih bergantinya, susul menyusulnya, panjang
dan pendeknya. Terkadang ada malam yang lebih panjang dan
siang yang pendek. Lalu masing-masing menjadi seimbang.
Setelah itu, salah satunya mengambil masa dari yang lainnya
sehingga yang terjadi pendek menjadi lebih panjang, dan yang
diambil menjadi pendek yang sebelumnya panjang. Semuanya
itu merupakan ketetapan Allah yang Mahaperkasa lagi Maha
mengetahui.11 Engkau tidak menciptakan semuanya ini dengan
sia-sia, tetapi dengan penuh kebenaran, agar Engkau
memberikan balasan kepada orang-orang yang beramal buruk
terhadap apa•apa yang telah mereka kerjakan dan juga
memberikan balasan orang-orang yang beramal baik dengan
balasan yang lebih baik (Surga) . Kemudian mereka
menyucikan Allah dari perbuatan sia-sia dan penciptaan yang
bathil seraya berkata, 'Mahasuci Engkau’ "Yakni dari
menciptakan sesuatu yang sia-sia. ''Maka peliharalah kami dari
siksa Neraka. Maksudnya, wahai Rabb yang menciptakan
makhluk ini dengan sungguh-sungguh dan adil. W ahai Dzat
yang jauh dari kekurangan, aib dan kesia-siaan, peliharalah
kami dari adzab Neraka dengan daya dan kekuatan-Mu. Dan
berikanlah taufik kepada kami dalam menjalankan amal shalih

11
M. Abdullah, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2 (Cet. I; Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i,
2001), h. 209-210
yang dapat mengantarkan kami ke Surga serta menyelamatkan
kami dari adzab-Mu yang sangat pedih.12
d. Tafsir Al Munir

Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi,


langit betapa tinggi dan luasnya, bumi dengan kedatarannya,
kepadatan unsur-unsurnya dan kelayakannya untuk dijadikan
tempat hidup serta keajaiban-keajaiban yang ada di langit dan
bumi, berupa sistem tata surya yang begitu mengagumkan,
planet-planet bintang-bintang galaksi, bumi dengan laut-
lautnya, gunung-gunung, sungai-sungai, pepohonan, tumbuh-
tumbuhan, tanam-tanaman, baik yang berbuah maupun yang
tidak berbagai bentuk sumber daya alam yang terkandung di
dalamnya dan berbagai bentuk kekayaan alamnya, pergantian
siang dan malam disertai dengan silih bergantinya panjang
pendeknya di antara keduanya, terkadang waktu siang lebih
panjang dari pada waktu malam dan sebaliknya atau terkadang
seimbang sesuai dengan musim dan letak geografis bumi, di
dalam semua ini terdapat ayat-ayat yang menegaskan akan
wujud Allah SWT kesempurnaan kekuasaan-Nya, kebesaran,
keagungan dan keesaan-Nya. Namun semua ini bagi orang-
orang yang memiliki akal yang sempurna dan matang yang
mampu digunakan untuk memahami hal-hal sesuai dengan
hakikatnya, bukan bagi orang-orang yang "tuli" dan "bisu"

12
M. Abdullah, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2 (Cet. I; Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i,
2001), h. 211

14
yang tidak berpikir yang dikatakan oleh Allah Swt. Kemudian
Allah SWT menjelaskan tentang orang-orang yang berakal,
bahwa mereka adalah orang-orang yang menggabungkan
antara dzikir dan pikir, mereka selalu berdzikir kepada Allah
SWT dalam berbagai keadaan, baik dalam keadaan duduk
berdiri maupun ketika sedang berbaring. Mereka tidak pernah
memutus dzikir kepada Allah SWT dalam segala keadaan,
akan tetapi terus berdzikir baik dengan hati maupun lisan.
Mereka selalu memikirkan, merenungi dan memahami segala
apa yang ada di langit dan bumi berupa rahasia-rahasia,
berbagai bentuk manfaat dan hikmah-hikmah yang
menunjukkan akan kebesaran, kekuasaan, ilmu dan rahmat
Sang Khalik. Objek berpikir; merenung dan memahami adalah
ciptaan Sang Khalik bukan Dzat Sang Khalik itu sendiri,
karena tidak dimungkinkannya untuk menggapai hakikat Dzat
dan sifat-sifat-Nya.13
Orang-orang yang berpikir dan merenungi ciptaan serta
berdzikir berkata, "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan
semua ini secara sia-sia, karena Engkau Maha Suci dari segala
sesuatu yang bersifat sia-sia dan tiada faedah. Semua ciptaan-
Mu adalah hak yang mengandung faedah dan menunjukkan
hikmah serta kekuasaan. Maksudnya, seorang Mukmin yang
berpikir, setelah berpikir merenung dan meneliti, maka ia

13
Wahbah Az-Zuhaili, TAFSIR AL-MUNIR Akidah, Syariah, Manhaj, Jilid 2
(Jakarta: Gema Insani, 2013), h. 545.

15
selanjutnya menghadapkan diri kepada Tuhannya dengan
memanjatkan doa dengan sungguh-sungguh dan merendahkan
diri seraya mengikrarkan keyakinannya akan hikmah Allah
SWT di dalam penciptaan segala makhluk.14

14
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Akidah, Syariah, Manhaj, Jilid 2 (Jakarta:
Gema Insani, 2013), h. 546.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Allah Swt. menciptakan alam semesta sebagai suatu bukti bahwa


Allah Swt. sebagai pemegang kekuasaan tertinggi bagi seluruh ciptaan-Nya.
Allah juga menciptakan alam semesta jauh sebelum diciptakan-Nya manusia.
Alam semesta meliputi apa yang ada di langit, bumi dan beserta isinya. Dalam
perspektif Alquran, memahami alam dapat mengembangkan wawasan
manusia dalam mengenali dan merenungi kekuasaan Allah Swt. dan
memungkinkan manusia untuk dapat lebih baik memanfaatkan pemberian-
pemberian Allah Swt. demi kebahagiaan dan kesejahteraan manusia itu
sendiri.
Adanya alam semesta diciptakan Allah Swt. merupakan bahan dan
sumber-sumber ilmu pengetahuan dan sebagai pengamatan bagi manusia
untuk terus menggali khazanah ilmu. Tentu saja dengan adanya pengamatan
tersebut akan menimbulkan hasil yang positif yang diharapkan akan menjadi
suatu amal kebajikan dan bermanfaat bagi seluruh penduduk bumi yang pada
akhirnya manusia akan memahami dan memaknai apa hakikat diciptakannya
Maha Karya alam semesta ini telah diciptakan Allah Swt.
Dari kedua ayat tersebut serta penafsirannya dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa dibalik kejadian serta fenomena alam yang terjadi terdapat
tanda-tanda bagi mereka yang mempergunakan akal mereka untuk memahami

18
dan merenungi ciptaan Allah Swt. serta menjadikannya sebagai sebuah
pelajaran dalam menjalani hidup yang sangat singkat ini.
B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan.


Maka demikian kami penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih
banyak kekurangan dan tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan, maka
dari itu kami menginginkan agar pembaca dapat mencari tahu kebenaran suatu
ilmu yang kami paparkan jika yang ada dalam makalah ini didapati suatu
kesalahan. Dengan begitu pembaca akan mengatahui kebenaran dan dapat
memberikan kritik atas kesalahan kami serta menambah wawasan bagi penulis
maupun pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2. Cet. I; Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i,
2001.
Al-Qurthubi. Muhammad bin Ahmad abi Bakr Abi ‘Abdullah, Tafsir Al-Qurthubi.
Jakarta: Pustaka Azzam. Jilid 4. 2007.
Al Rasyidin. Falsafah Pendidikan Islami: Membangun Kerangka Ontologi,
Epistimologi dan Aksiologi Praktik Pendidikan. Bandung: Citapustaka Media
Perintis, 2012.
Az-Zuhaili, Wahbah. TAFSIR AL-MUNIR Akidah, Syariah, Manhaj, Jilid 2. Jakarta:
Gema Insani, 2013.
Basri, Hasan. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009.
Ghulsyani, Mahdi. Filsafat-Sains Menurut Alquran. Bandung: Penerbit Mizan, 1993.
Shihab, M. Quraish. TAFSIR AL-MISHBAH Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an,
Vol. 2. Cet, IV; Jakarta: Lentera Hati, 2005.
Salminawati, Filsafat Pendidikan Islami, Membangun Konsep Pendidikan
yang Islami. Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011.

Anda mungkin juga menyukai