Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia yang merupakan negara maritim, memiliki kurang lebih 17 ribu pulau yang
terdiri dari pulau besar dan kecil yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas
daratannya sekitar 1,93 juta km2 . Dari pulau tersebut terdapat hamparan pantai. Dari wilayah
pantai tersebut dapat dijumpai hutan mangrove, tetapi tidak semua wilayah pesisir ditumbuhi
mangrove, karena untuk pertumbuhannya ada persyaratan atau faktor lingkungan yang
mengontrolnya. Salah satu sumberdaya alam yang potensial di wilayah pesisir adalah hutan
mangrove. Hutan mangrove merupakan pelindung daerah pesisir dari berbagai gangguan,
serta menyediakan habitat bagilebih dari 1300 spesies hewan dan merupakan salah satu
ekosistem paling produktif (Fatoyinbo et al., 2008). fungsi ekologis mangrove yakni sebagai
habitat yang baik untuk tempat mencari makan (feeding ground), sebagai tempat asuhan
(nursery ground), tempat memijah (spawning ground), sebagai sumber unsur hara dan tempat
berlindung yang aman bagi biota yang hidup diperairan sekitarnya. Peran lainnya, hutan
mangrove dapat menunjang perekonomian masyarakat dengan keanakeragaman flora dan
duna di ekosistem mangrove. Ditnjau dari konsentrasi hutan mangrove terdapat pada kawasan
estuari pulaupulau besar, seperti di pantai timur Pulau Sumatera, Kalimantan, beberapa pantai
Pulau Sulawesi dan Jawa, serta sepanjang pantai Irian Jaya. Walaupun hutan mangrove
memiliki banyak fungsi penting di wilayah pesisir namun sering kali pemanfaatan yang
berlebihan dan tidak berorientasi pada keberlanjutan telah menyebabkan degradasi terhadap
ekosistem hutan mangrove.
Degradasi hutan mangrove akan berdampak pada menurunnya fungsi ekosistem
mangrove. Terjadinya degradasi hutan mangrove dapat berkaitan dengan hutan mangrove
memiliki ekosistem yang kompleks, dinamis tetapi labi karena sangat berpeluang untuk di
eksploitasi. Menurut data mongabay (2019), kawasan hutan mangrove pada wilayah Teluk
Benoa mulai mengalami degradasi mangrove. Penyebab dari degradasi hutan mangrove ini
perlu untuk dianalisis agar dapat diperoleh kebijakan yang tepat untuk melakukan kebijakan
guna mengatasi terjadinya degradasi hutan mangrove. Selain itu diperlukan langkah untuk
tetap menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove. Oleh karena itu pada makalah ini akan
dibahas mengenai faktor penyebab terjadinya degradasi lahan serta kebijakan yang perlu
dilakukan untuk mengatasi degradasi hutan mangrove.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Apa saja faktor yang menjadi penyebab terjadinya degradasi hutan mangrove?
2. Apa kebijakan dan strategi yang perlu dilakukan untuk mengatasi terjadinya
degradasi hutan mangrove dan untuk melestarikan ekosistem hutan mangrove?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui faktor yang menjadi penyebab terjadinya degradasi hutan
mangrove?
2. Untuk mengetahui kebijakan dan strategi yang perlu dilakukan untuk mengatasi
terjadinya degradasi hutan mangrove dan untuk melestarikan ekosistem hutan
mangrove?
BAB II

PEMBAHASAN

Hutan mangrove dapat didefenisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut (terutama di pantai terlindung, laguna, muara sungai). Fungsi mangrove yang
terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi penyambung daratan laut. Mangrove juga dapat
sebagai peredam gejala-gejala alam yang ditimbulkan oleh abrasi, gelombang, badai dan
penyangga bagi kehidupan biota lainnya. Komunitas tumbuhan yang hidup mampu
bertoleransi terhadap garam termasuk organisme yang hidup di dalamnya. Menurut Anwar
dan Gunawan (2006), ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, tetapi labil.
Bersifat kompleks dikarenakan ekosistemnya dipenuhi oleh vegetasi dan sekaligus habitat
bagi beraneka ragam satwa dan biota perairan.Sifat dinamis ditunjukkan dengan
kemampuannya untuk dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi
mengikuti perubahan habitat alaminya.Kondisinya yang mudah rusak akibat gangguan dan
sulit untuk dipulihkan kembali menunjukkan sifat labil dari ekosistem ini. Ekosistem ini
bersifat open access sehingga mudah dieksploitasi oleh manusia (Wibowo dan Handayani,
2006). Ekosistem mangrove kini mengalami penurunan akibat terjadinya degradasi mangove.
mangrove di Indonesia sebenarnya telah dieksploitasi sejak tahun 1800 khususnya
untuk perikanan tambak dan pengambilan hasil kayunya (Ilman et al.,2016) dan pada tahun
2018 Kemenko Maritim melalui laporannya menuliskan, 1,82 juta ha mangrove Indonesia
berada dalam keadaan kritis dan selama kurun waktu 2010 – 2015 terjadi degradasi mangrove
seluas 260.859,32 ha. Menurut Mongabay (2019), salah satu kawasan mangrove yang
mengalami degradasi yaitu pada wilayah Teluk Benoa. Fenomena ini mengakibatkan
sebagian besar menghancurkan mangrove disebelah utara area reklamasi pembangunan
proyek pelabuhan Benoa, tepatnya di Kelurahan Pedungan, lainnya tersebar hingga ke
Kelurahan Sesetan – Denpasar.

2.1 Penyebab Degradasi Mangrove


Degradasi hutan mangrove dapat disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu bentuk
degradasi mangrove yaitu terjadinya dieback yaitu mangrove terlihat sekarat (atau mati)
karena ketidakmampuan sistem jaringannya untuk beradaptasi pada perubahan lingkungan
yang terjadi. Batang dan rantingnya kering kehilangan kelembabannya hingga berwarna abu-
abu, tidak ada daun yang menempel di batang, serta tidak ditemukan anakan yang hidup dari
jenis tersebut disekitarnya (Mongabay, 2016). Berikut ini merupakan beberapa faktor yang
menjadi penyebab dari degradasi mangrove:

 Degradasi mangrove dapat disebabkan tingginya sedimentasi yang masuk kedalam


area mangrove. Adanya sedimentasi ini dapat disebabkan karena Rusaknya catchment
area menyebabkan peningkatan limpasan air permukaan, dan debit air sungai, bencana
banjir di kawasan hilir serta erosi yang membawa sedimen ke muara Menurut
iriadenta (2013),. Meningkatnya debit sungai akibat rusaknya catchment area dan
implikasi terhadap peningkatan erosi tebing beserta suspended solid. Adanya
sedimentasi ini yang dapat mengganggu ekosistem mangrove. Sedimentasi di lahan
mangrove akan menutupi sebagian besar akar nafas yang ada. Akar nafas digunakan
oleh mangrove untuk membantu mengambil oksigen dari udara melalui lentiselnya
guna proses metabolisme. Jika dalam keadaan normal, seharusnya akar-akar tersebut
terlihat di permukaan tanah. Apabila metabolisme mangrove ini terganggu akan
menyebabkan mangrove kritis hingga mati disebut sebagai fenomena dieback dan
apabila terus berlangsung maka jumlah mangrove akan menurun dan terus mengalami
degradasi mangrove.
 Aktivitas manusia (antropogenik) memberikan sumbangan terbesar terhadap
kerusakan hutan mangrove di Indonesia. Adanya aktivitas eksploitasi kawasan
mangrove untuk berbagai kepentingan tanpa mengindahkan nilai konservasi
(Iriadenta, 2003). Dilihat dari ekosistem mangrove yang cukup kompleks
menyebabkan hutan mangrove menjadi peluang untuk di eksploitasi, misalnya untuk
perikanan tambak dan pengambilan hasil kayunya (Ilman et al.,2016). Selain itu,
degradasi hutan mangrove yang paling dominan khususnya di Indonesia adalah akibat
kegiatan perikanan, perkebunan, pertanian, logging, industri, pemukiman, tambak
garam dan pertambangan(Eddy et al., 2015). Eksploitasi tanpa mengindahkan nilai
konservasi ini menyebabkan lahan mangrove terus berkurang atau mengalami
degradasi.
 Degradasi hutan mangrove dapat disebabkan karena pencemaran limbah dan sampah.
Pencemaran ini menjadi salah satu indikasi terjadinya degradasi mangrove di wilayah
Teluk Benoa karena terlihatnya limbah minyak dan sampah di area lahan mangrove.
Pencemaran limbah dan sampah ini akan mengganggu keberlangsungan metabolisme
mangrove. Apabila pencemaran semakin meningkat dan terjadinya faktor-faktor lain
yang mengganggu metabolisme mangrove, maka mangrove akan sulit beradaptasi dan
dapat mengalami kematian dan terus terjadi degradasi lahan mangrove.

2.2 Strategi Untuk Mengatasi Terjadinya Degradasi Hutan Mangrove Dan


Melestarikan Hutan Mangrove

Degradasi hutan mangrove akan berdampak pada menurunnya fungsi ekosistem


mangrove. Dalam mengatasi degradasi mangrove ini dapat diatasi perlahan dengan
melakukan restorasi hutan mangrove. Restorasi hutan mangrove merupakan suatu upaya
untuk memperbaiki fungsi ekologis hutan mangrove yang telah terdegradasi agar dapat
kembali kekeadaan semula. Restorasi berkelanjutan dan pemeliharaan suksesi alami hutan
mangrove bertujuan untuk mengembalikan kondisi vegetasi hutan menuju ke kondisi klimaks
(hutan primer) melalui proses suksesi sebagai upaya dalam konservasi. Konservasi
biodiversitas berkembang sebagai upaya guna menghadapi krisis keanekaragaman hayati
termasuk keanekaragaman hayati yang ada di hutan mangrove.
Restorasi hutan mangrove memiliki potensi penting dalam meningkatkan sumber
daya hutan mangrove, melindungi garis pantai serta meningkatkan keanekaragaman hayati
dan produktivitas perikanan (Kairo et al., 2001). Alwidakdo et al. (2014) mengidentifikasi
lima faktor yang mempengaruhi keberhasilan restorasi hutan mangrove, yaitu:
(1) Hama dan penyakit
(2) Pasang surut air laut
(3) Teknik penanaman
(4) Faktor internal dan eksternal tanaman, dan
(5) Kesesuaian zonasi dengan jenis tanaman.

Dalam hal restorasi mangrove secara berkelanjutan ini selain untuk mengatasi degradasi
hutan mangrove tetapi juga dapat tetap menjaga kelestarian hutan mangrove yang masih
tersedia. Program restorasi berkelanjutan dan pemeliharaan suksesi alami hutan mangrove
sudah seharusnya melibatkan masyarakat lokal karena pengetahuan mereka yang lebih baik
mengenai keadaan lingkungan sekitar, selain juga mereka memiliki kearifan lokal dalam
menjaga kelestarian hutan. Menurut Eddy, dkk (2019), masyarakat lokal yang hidup di
wilayah pesisir merupakan ujung tombak dalam merestorasi kawasan hutan mangrove karena
mereka membutuhkan keberadaan hutan mangrove yang lestari serta memiliki kearifan lokal
yang telah teruji. Fungsi ekologis dan ekonomis ekosistem hutan mangrove dapat dipelihara
melalui peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian, sehingga tercapai
optimalisasi dan keberlanjutan pengelolaan kawasan tersebut. Peran masyarakat tersebut
harus pula didukung oleh peran pemerintah, LSM dan peneliti/akademisi.Menurut Kelompok
Kerja Mangrove Tingkat Nasional (2013), mengacu pada kondisi ekologi, sosial ekonomi,
budaya dan kelembagaan maka terdapat beberapa hal penting yang menjadi acuan dalam
pengelolaan ekosistem mangrove Indonesia, diantaranya yaitu:
1. Pemanfaatan ekosistem mangrove harus diimbangi dengan kegiatan restorasi dan
konversi ekosistem mangrove harus dikendalikan sehingga tercapai prinsip no net
loss,
2. Pengelolaan ekosistem mangrove membutuhkan komitmen politik dan dukungan
kuat pemerintah pusat, pemerintah daerah dan para pihak terkait,
3. Pengelolaan ekosistem mangrove berbasis masyarakat dilaksanakan untuk
melestarikan nilai penting ekologi, ekonomi dan sosial budaya, guna meningkatkan
pendapatan masyarakat dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan,
4. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan dan kewajiban mengelola ekosistem
mangrove sesuai dengan kondisi dan aspirasi lokal, dan strategi nasional pengelolaan
ekosistem mangrove.
5. Pengembangan riset, Iptek dan sistem informasi diperlukan untuk memperkuat
pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan,
6. Pengelolaan ekosistem mangrove dilaksanakan melalui pola kemitraan dengan
dukungan para pihak dan masyarakat Internasional.

Upaya lainnya untuk tetap menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove yaitu dapat
dilakukan dengan cara:
(1) Membentuk cagar alam hutan mangrove,
(2) Melaksanakan peraturan secara ketat,
(3) Membentuk program pendidikan yang berkaitan dengan manajemen hutan mangrove,
(4) Memperluas kerjasama internasional, dan
(5) Meningkatkan transparansi proses pelaksanaan proyek.
(6) Melakukan gerakan sosial dalam pemberdayaan masyarakat adat

Dengan menerapkan langkah tersebut diharapkan degradasi mangrove dapat diatasi dan
kelestarian ekosistem hutan mangrove dapat tetap terjaga, serta diharapkan akan diperoleh
pemanfaatan ekosistem hutan mangrove yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C. dan Gunawan, H. 2006. Peranan Ekologis dan Sosial Ekonomis Hutan Mangrove
dalam Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir. Prosiding Ekspose Hasil
Penelitian. Makalah Utama.

Eddy, S., Mulyana, A., Ridho, M.R. dan Iskandar, I. 2015.Dampak Aktivitas Antropogenik
terhadap Degradasi Hutan Mangrove di Indonesia. Jurnal Lingkungan dan
Pembangunan. Vol 1(3): 240-254.

Eddy, S., Iskhaq, I., Rasyid, R.M., dan Andy, M. 2019. Restorasi Hutan Mangrove
Terdegradasi Berbasis Masyarakat Lokal. Jurnal Indobiosains. Vol 1(1): 1-13.

Fatoyinbo, T.E., Simard, M., Allen, R.A.W. dan Shugart, H.H. 2008. Landscape-Scale
Extent, Height, Biomass, and Carbon Estimation of Mozambique’s Mangrove Forests
with Landsat ETM+ and Shuttle Radar Topography Mission Elevation Data.
Journal of Geophysical Research. 113: 1-13.

Ilman, M., Paul,D., Peter, D., And Onrizal. 2016. A historical analysis of the drivers of loss
and degradation of Indonesia’s mangroves. Land Use Policy.Vol 54:448-459.

Iriadenta, E. 2003. Faktor-faktor penyebab akselerasi degradasi kawasan estuari di Kabupaten


Tanah Laut. Fak. Perikanan Unlam . Ditbinlitabmas Depdiknas. Banjarbaru. pp.203.

Iriadenta, E. 2013. Degradasi Komunitas Mangrove Kalimantan Selatan Akibat Proses


Desalinasi Perairan Pesisir. Fish Scientiae. Vol 3 (5): 64-73.

Kairo, J.G., Dahdouh-Guebas, F., Bosire, J. dan Koedam, N. 2001.Restoration and


Management of Mangrove Systems − ALesson for and from the East African
Region. South African Journal of Botany. Vol 67:383-389.

Kelompok Kerja Mangrove Tingkat Nasional. 2013. Strategi Nasional Pengelolaan


Ekosistem Mangrove Indonesia, Buku I Strategi dan Program. Kementerian
Kehutanan RI:Jakarta.

Mongabay. 2019. Degradasi Mangrove Indonesia: Fenomena Dieback Pada Kawasan Teluk
Benoa Bali. Diakses pada Kamis 15 April 2021:
https://www.mongabay.co.id/2019/02/11/degradasi-mangrove-indonesia-fenomena-
dieback-pada-kawasan-teluk-benoa-bali/.
Wibowo, K. dan Handayani, T. 2006. Pelestarian Hutan Mangrove melalui Pendekatan Mina
Hutan (Silvofishery). Jurnal Teknik Lingkungan. Vol 7(3): 227-233.

Anda mungkin juga menyukai