Anda di halaman 1dari 15

7

BAB II

TINJAUAN TEORI

I. Tinjauan Medis Perdarahan dalam kehamilan muda

A. Definisi

Perdarahan merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi

dalam kehamilan. Perdarahan terjadi saat kehamilan muda dan saat usia

kehamilan mencapai trimester III yang disebut dengan perdarahan

antepartum. Sedangkan untuk perdarahan pada kehamilan muda

didefinisikan dengan berbagai istilah sesuai dengan batasan-batasannya.

Perdarahan akan mengakibatkan kegagalan dalam suatu kehamilan

(Sarwono, 2009).

B. Klasifikasi perdarahan dalam kehamilan muda berdasarkan batasannya

1. Abortus

a. Pengertian Abortus

Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi dimana

janin belum mampu hidup diluar kandungan, dengan batasan umur

kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500

gram (Sarwono, 2009).

b. Etiologi

Penyebab terbanyak abortus spontan yaitu produk hasil

konsepsi yang abnormal, 10% hasil konsepsi mempunyai kelainan

kromosom dan akan gugur. Gangguan utama embriogenesis seperti

7
8

kegagalan janin untuk berkembang atau adanya detek tuba neuralis.

Penyebab bersifat campuran genetik dan lingkungan (multifaktorial).

Sedangkan faktor-faktor lain antara lain infeksi, kelainan endokrin

seperti kegagalan korpus luteum, dan kelainan trakus genetalis

(Pernoll dkk, 2009).

2. Kehamilan ektopik

Kehamilan ektopik merupakan implantasi ovum yang telah

dibuahi di luar kavum uteri. Kehamilan ektopik 93% berimplantasi pada

tuba, biasanya disertai nyeri abdomen, dengan atau tanpa perdaraham

pervaginam. Kerusakan pada bagian mukosa tuba dan fimbria merupakan

kurang lebih separo dari penyebab kehamilan tuba (Tjokorda, 2012).

Penatalaksanaan dari kehamilan ektopik yaitu dengan

dilakukan pembedahan untuk mengeluarkan hasil konsepsi yaitu dengan

laparaskopi atau laparatomi. Yang kemudian dilanjutkan dengan

penatalaksanaan suportif yaitu pemberian antibiotik spektrum luas untuk

infeksi dan pemberian terapi besi baik secara oral maupun IM (Intra

Muscular) (Pernoll dkk, 2009).

3. Mola hidatidosa.

Mola hidatidosa merupakan jinak dari penyakit trofoblas

gestasional yang menunjukkan hasil konsepsi tanpa fetus yang intak,

adanya edema villi khorealis, hiperplasia trofoblas, terdapat disintegrasi

dan hilangnya pembuluh darah atau evaskuler dari villi (Tjokorda, 2012).
9

Tanda dan gejala yang timbul yaitu uterus membesar lebih

cepat dari usia kehamilan, klien mengeluh mual dan muntah, sering

terjadi perdarahan pervaginam yang disertai dengan pengeluaran

gelembung villus.

Sumber : Asiesklusif.net

4. Kehamilan anembrionik (blighted ovum)

Kehamilan anembrionik merupakan suatu keadaan dimana tidak ada

perkembangan embrio di dalam kandungan ketika kantung gestasi

memiliki rata-rata 20 mm (Sullivan, 2009).

II. Tinjauan Medis BLIGHTED OVUM

A. Pengertian

Blighted ovum disebut juga kehamilan anembrionik merupakan

suatu keadaan kehamilan patologi dimana janin tidak terbentuk. Dalam

kasus ini kantong kehamilan tetap terbentuk. Selain janin tidak terbentuk

kantong kuning telur juga tidak terbentuk. Kehamilan ini akan terus dapat

berkembang meskipun tanpa ada janin di dalamnya. Blighted ovum ini


10

biasanya pada usia kehamilan 14-16 minggu akan terjadi abortus spontan

(Sarwono, 2009).

Blighted ovum merupakan kehamilan dimana kantung gestasi

memiliki diameter katung lebih dari 20 mm akan tetapi tanpa embrio. Tidak

dijumpai pula adanya denyut jantung janin. Blighted ovum cenderung

mengarah pada keguguran yang tidak terdeteksi (Manuaba, 2010).

Blighted ovum adalah kehamilan di mana sel berkembang

membentuk kantung kehamilan, tetapi tidak ada embrio di dalamnya. Telur

dibuahi dan menempel ke dinding uterin, tetapi embrio tidak berkembang.

Dalam pemeriksaan urin diperoleh hasil positif hamil. Hasil pembuahan

akan terjadi keguguran saat trimester pertama kehamilan (Hummel, 2005).

Sumber : www.babymed.com

Dapat disimpulkan Blighted Ovum (BO) merupakan kehamilan

tanpa embrio. Dalam kehamilan ini kantung ketuban dan plasenta tetap

terbentuk dan berkembang, akan tetapi tidak ada perkembangan janin di

dalamnya (kosong). Kehamilan ini akan berkembang seperti kehamilan

biasa seperti uterus akan membesar meskipun tanpa ada janin di dalamnya.
11

B. Etiologi

Blighted ovum terjadi saat awal kehamilan. Penyebab dari

blighted ovum saat ini belum diketahui secara pasti, namun diduga karena

beberapa faktor. Faktor-faktor blighted ovum (Dwi W., 2013)

1. Adanya kelainan kromosom dalam pertumbuhan sel sperma dan sel telur.

2. Meskipun prosentasenya tidak terlalu besar, infeksi rubella, infeksi

TORCH, kelainan imunologi, dan diabetes melitus yang tidak terkontrol.

3. Faktor usia dan paritas. Semakin tua usia istri atau suami dan semakin

banyak jumlah anak yang dimiliki juga dapat memperbesar peluang

terjadinya kehamilan kosong.

4. Kelainan genetik

5. Kebiasaan merokok dan alkohol.

C. Manifestasi klinik

Menurut (Sanders, 2007), beberapa tanda dan gejala blighted

ovum meliputi :

1. Pada awalnya pemeriksaan awal tes kehamilan menunjukkan hasil

positif. Wanita merasakan gejala-gejala hamil, dalam seperti mudah

lelah, merasa ada yang lain pada payudara atau mual-mual.

2. Hasil pemeriksaan USG saat usia kehamilan lebih dari 8 minggu rahim

masih kosong.

3. Meskipun tidak ada perkembangan embrio, tetapi kadar HCG akan terus

diproduksi oleh trofoblas di kantong.

4. Keluar bercak perdarahan dari vagina.


12

D. Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa

blighted ovum adalah dengan USG (Ultrasonografi) menunjukkan kantung

kehamilan kosong (Hummel, 2005).

E. Penatalaksanaan.

Terminasi kehamilan dengan dilatasi serviks dan dilanjutkan dengan

kuretase (Sarwono, 2009).

Aborsi bedah sebelum usia kehamilan 14 minggu dilakukan

dengan cara mula-mula membuka serviks, kemudian mengeluarkan

kehamilan secara mekanis yaitu dengan mengerok isi uterus (kuretase

tajam) , dengan aspirasi vakum (kuretase isap) atau keduanya. Sedangkan

jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu dilakukan dilatasi dan evakuasi

(D&E). Tindakan ini berupa pembukaan serviks secara lebar diikuti oleh

destruksi mekanis dan evakuasi bagian janin, setelah janin dikeluarkan

secara lengkap maka digunakan kuret vakum berlubang besar untuk

mengeluarkan plasenta dan sisa jaringan. Dilatasi dan Ekstrasi (D&X),

hampir sama dengan (D&E) yang membedakan pada (D&X) sebagian dari

janin di ekstrasi melalui serviks yang telah membuka (Leveno, 2009).

F. Komplikasi post kuretase

1. Robekan serviks yang disebabkan oleh tenakulum.

Penanganan :

Jika terjadi perdarahan, serviks yang robek dijahit kembali untuk

menghentikan perdarahan.
13

2. Perforasi yang disebabkan oleh sonde uterus, abortus tank, dan alat

kuretnya.

Penanganan :

Hentikan tindakan dan konsultasi dengan bagian bedah bila ada indikasi

untuk dilakukan laparatomi.

3. Perdarahan post kuretase yang disebabkan oleh atonia uteri, trauma dan

sisa hasil konsepsi perdarahan memanjang.

Penanganan

Profilaksis dengan pemberian uterotonika, konsultasi dengan

bagian bedah dan kuretase ulang. Profilaksis menggunakan metergin

dengan dosis Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM

0,2 mg , IM boleh diulang 2–4 jam bila perdarahan hebat.

Jika terjadi atonia uteri dilakukan penanganan atonia uteri

yaitu memposisikan pasien trendelenburg, memberikan oksigen dan

merangsang kontraksi uterus dengan cara masase fundus uteri dan

merangsang puting susu, memberikan oksitosin, kompresi bimanual

ekternal, kompresi bimanual internal dan kompresi aorta abdominalis.

Jika semua tindakan gagal lakukan tindakan operatif laparatomi dengan

pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau dengan

histerektomi (Sarwono, 2009).

4. Infeksi post tindakan ditandai dengan demam dan tanda infeksi lainnya

Penanganan

Berikan profilaksis dengan pemberian uterotonika.


14

Profilaksis menggunakan metergin dengan dosis Oral 0,2-0,4

mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM boleh diulang

2–4 jam bila perdarahan hebat.

(Manuaba, 2010).
15

G. Pathway

Etiologi (faktor resiko) Tanda dan gejala


1. Kelainan kromosom dalam 1. Pada awalnya pemeriksaan awal tes kehamilan
pertumbuhan sel sperma dan sel telur. menunjukkan hasil posif.
2. Infeksi rubella, infeksi TORCH, 2. Selanjutnya pertumbuhan plasenta akan
kelainan imunologi, dan diabetes berhenti, kadar hormon HCG menurun dan
melitus yang tidak terkontrol. akhirnya gejala kehamilan menghilang.
3. Faktor usia dan paritas. 3. Hasil pemeriksaan USG saat usia kehamilan
4. Kelainan genetik lebih dari 8 minggu rahim masih kosong.
5. Kebiasaan merokok dan alkohol 4. Biasanya terjadi setelah usia kehamilan 3
bulan.
5. Rasa tidak nyaman di perut
6. Keluar bercak perdarahan dari vagina.
Px. Penunjang
USG

Diagnosa
Blighted Ovum (BO)

Penatalaksanaan
diterminasi dengan
dilatasi dilanjutkan
dengan kuretase

Komplikasi Post Kuretase

Robekan Perforasi Perdarahan Infeksi


serviks uterus

Hentikan kuret Berikan Berikan


Jahit serviks profilaksis,
program profilaksis
laparatomi kuretase ulang

(Sarwono, 2009 & Manuaba, 2010)


16

III. Teori Manajemen Kebidanan

1. Pengertian

Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh

bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis,

mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi ( Hidayat dkk, 2008).

2. Prinsip manajemen kebidanan

Beberapa standar prinsip manajemen kebidanan antara lain:

a. Mengumpulkan dan memperbaharui data yang lengkap dan relevan

secara sistematis melalui pengkajian yang komprehensif terhadap

kesehatan klien, termasuk mengkaji riwayat kesehatan dan melakukan

pemeriksaan fisik.

b. Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosa berdasarkan

interprestasi data dasar.

c. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kesehatan dalam

menyelesaikan masalah dan merumuskan asuhan bersama klien.

d. Memberi informasi dan dukungan klien sehingga mampu membuat

keputusan dan bertanggung jawab terhadap kesehatannya.

e. Membuat rencana asuhan yang komprehensif bersama klien.

f. Bertanggung jawab terhadap implementasi individual

g. Melakukan konsultasi perencanaan, berkolaborasi, dan merujuk klien

untuk mendapatkan asuhan berikutnya.


17

h. Merencanakan manajemen terhadap komplikasi dalam situasi darurat jika

terjadi penyimpangan dari keadaan normal.

i. Melakukan evaluasi bersama klien terhadap pencapaian asuhan dan

merevisi rencana asuhan sesuai dengan kebutuhan.

(Rury, 2012 ).

3. Langkah – langkah manejemen kebidanan menurut Helen Varney

Menurut (Hidayat dkk, 2008) Proses manajemen kebidanan

menurut varney terdiri dari 7 langkah yaitu:

a. Langkah I (pertama) : Pengumpulan data dasar

Mengumpulkan data adalah menghimpun informasi tentang

klien / orang yang meminta asuhan. Kegiatan pengumpulan data dimulai

saat klien masuk dan dilanjutkan secara terus menerus selama proses

asuhan kebidanan berlangsung.

Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber. Pasien adalah

sumber informasi yang akurat dan ekonomis, disebut data primer.

Sumber data alternatif atau sumber data sekunder adalah data yang sudah

ada.

Teknik pengumpulan data ada tiga, yaitu :

1) Observasi

Observasi adalah pengumpulan data melalui indera penglihatan,

pendengaran, penciuman dan perabaan.


18

2) Wawancara

Wawancara adalah pembicaraan terarah yang umumnya dilakukan

pada pertemuan tatap muka. Dalam wawancara yang penting

diperhatikan adalah data yang ditanyakan diarahkan ke data yang

relevan.

3) Pemeriksaan

Pemeriksaan dilakukan dengan memakai instrument / alat

pengukur. Tujuannya untuk memastikan batas dimensi angka, irama,

dan kuantitas.

Data secara garis besar, mengklasifikasikan menjadi data

subyektif dan data obyektif. Pada waktu mengumpulkan data subyektif

bidan harus mengembangkan hubungan antar personal yang efektif

dengan pasien / klien / yang diwawancarai, lebih memperhatikan hal-hal

yang menjadi keluhan utama pasien dan yang mencemaskan, berupaya

dengan masalah klien.

Pada waktu mengumpulkan data obyektif bidan harus

mengamati ekspresi dan perilaku pasien, mengamati perubahan / kelainan

fisik, memperhatikan aspek social budaya pasien, menggunakan teknik

pemeriksaan yang tepat dan benar, melakukan pemeriksaan yang terarah

dan berkaitan dengan keluhan pasien.

b. Langkah II (Kedua) : Interpretasi data dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap

diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang


19

benar atas data-data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah

dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau

diagnostik yang spesifik.

c. Langkah III (Ketiga) : Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa

potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah

diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan

dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat

bersiap-siap bila diagnosa / masalah potesial ini benar-benar terjadi.

d. Langkah IV (Keempat) : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan

yang memerlukan penanganan segera

Beberapa data menunjukkan situasi emergensi dimana bidan

perlu bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data

menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera, sementara

menunggu instruksi dokter. Mungkin juga memerlukan konsultasi

dengan tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien

untuk menentukan asuhan pasien yang paling tepat. Langkah ini

mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.

e. Langkah V (Kelima) : Merencanakan asuhan yang komprehensif /

menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh

ditentukan oleh langkah sebelumnya. Perencanaan supaya terarah, dibuat

pola pikir dengan langkah sebagai berikut : tentukan tujuan tindakan


20

yang akan dilakukan yang berisi tentang sasaran / target dan hasil yang

akan dicapai, selanjutnya ditentukan tindakan sesuai dengan masalah /

diagnosa dan tujuan yang akan dicapai.

f. Langkah VI (Keenam) : Melaksanakan perencanaan dan penatalaksanaan

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti

yang telah diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efisien dan

aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau

sebagaian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau

anggota tim kesehatan lainnya. Manajemen yang efisien akan

menyingkat waktu, biaya dan meningkatkan mutu asuhan.

g. Langkah VII (Ketujuh) : Evaluasi

Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari

asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan

bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan

sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa.

Manajemen kebidanan ini merupakan suatu kontinum, maka perlu

mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui

proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen

tidak afektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan

berikutnya.
21

IV. Teori Hukum Kewenangan Bidan.

Berdasarkan kewenangan dan ruang lingkup bidan menurut Peraturan

Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/ Menkes/Per/X/2010 tentang Izin

dan Penyelenggaran Praktik Bidan yang dimiliki bidan di atas, bidan tidak

diberikan wewenang untuk menangani kehamilan patologi khususnya

kehamilan patologi dengan blighted ovum. Bidan berkewenangan melakukan

penanganan kegawatdaruratan , dilanjutkan dengan perujukan, penyuluhan dan

konseling.

Berdasarkan kewenangan dan ruang lingkup bidan menurut Peraturan

Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 mengenai

kehamilan patologi khususnya kehamilan patologi dengan blighted ovum bidan

dapat berkolaborasi dengan dokter SpOG dan dokter anestesi untuk

penanganan kehamilan patologi khususnya kehamilan patologi dengan blighted

ovum.

Dari uraian di atas Bidan memiliki tugas penting dalam konseling dan

pendidikan kesehatan tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada

keluarga dan klien. Kegiatan ini harus mencakup dapat meluas pada kesehatan

perempuan terutama kehamilan patologi.

Anda mungkin juga menyukai