Anda di halaman 1dari 10

Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9

DINAMIKA KUALITAS AIR DAN KECENDERUNGAN PERUBAHANNYA UNTUK


PENGELOLAAN BUDIDAYA PERIKANAN KARAMBA BERBASIS DAYA DUKUNG
PERAIRAN DI SUB-DAS RIAM KANAN

The Dynamic of Water Quality and the Tendency of Its Changes for Managing of
Carrying-capacity-based Cage Aquaculture in Riam Kanan Water Basin

Mijani Rahman *
Fakultas Perikanan dan Kelautan Unlam, Jl. A. Yani Km 36, Banjarbaru, Indonesia
*Surel korespondensi: mijani.rahman@unlam.ac.id

Abstract. The rapid development of aquaculture cages of the Riam Kanan river cause problems such as increased
mortality. Degradation of water quality is a major cause of high mortality of fish farming for exceeding the carrying
capacity of organic waste waters due to residual feed and fish feces. The aim of research was focused on evaluating the
activities of the dynamics of water quality and flow rate as a basis for formulating fisheries management model based on
the carrying capacity of the cages aquaculture. Of the 10 water quality parameters were analyzed, Ammonia, DO, BOD 5
and COD are water quality parameters that are in conditions that are less feasible to support fish life. The critical values
for four parameters that tend to occur in August and September. This condition occurs due to a drastic decrease in flow
rates in these months.

Keywords: water quality, fish culture, carrying capacity

1. PENDAHULUAN dukung perairan untuk budidaya ikan dalam


karamba/KJA di DPS Riam Kanan. Penurunan daya
Usaha budidaya ikan di karamba dan karamba dukung dapat berakibat pada meningkatnya
jaring apung di daerah pengaliran Sungai (DPS) mortalitas ikan hingga kematian massal ikan yang
Riam Kanan telah berkembang sejak tahun 1980an. dipelihara. Kematian massal ikan budidaya dalam
Kualitas air yang baik dengan debit aliran yang karamba/KJA yang mencakup wilayah yang luas
mendukung semakin memacu berkembangnya dan merugikan pembudidaya ikan pernah terjadi
usaha budidaya karamba/KJA di daerah pengaliran pada tanggal 26 – 28 Oktober 2012. Kejadian yang
sungai Riam Kanan. Hampir semua penduduk desa sama berulang kembali pada tanggal 23 – 27
yang berada di sepanjang daerah pengaliran air Oktober 2014. Fenomena demikian akan terus
Sungai Riam Kanan, terutama yang berada di berulang jika tidak ada upaya pengelolaan yang
wilayah Kecamatan Aranio dan Karang Intan menyeluruh yang melibatkan berbagai pengguna
mengusahakan budidaya ikan dalam karamba/KJA. sumberdaya air. Langkah awal untuk menggali
Tingginya intensitas pengusahaan budidaya potensi permasalahan tersebut memerlukan
karamba/KJA di daerah pengaliran Sungai Riam informasi profil kualitas air.
Kanan merupakan salah satu penyebab turunnya
daya dukung perairan untuk kehidupan biota akuatik 2. METODE
(Rahman, 2012). Kondisi ini memacu munculnya 2.1 Penetapan Stasiun Pengukuran
masalah baru terhadap usaha tersebut dan
pengguna air lainya. Mortalitas ikan budidaya yang Stasiun pengamatan dan pengukuran kualitas
tinggi dan kematian massal ikan budidaya dalam air untuk keperluan identifikasi dan evaluasi kondisi
karamba dan KJA telah menjadi fenomena tahunan perairan sungai Riam Kanan ditetapkan di bagian
yang akan mengancam keberlangsungan usaha hulu dan di lokasi penempatan aktifitas budidaya
budidaya ikan. Penurunan debit aliran di musim perikanan karamba/KJA yang berada di sepanjang
kemarau merupakan pemicu utama kematian sungai Riam Kanan. Lokasi pengamatan di bagian
massal ikan budidaya yang selama ini diusahakan hulu sungai ditetapkan sebanyak 2 titik, yaitu: di
masyarakat. perairan waduk dan outlet power house PLTA PM.
Pengurangan debit aliran akan menurunkan Noor. Pengamatan dan pengukuran kualitas air di
flushing rate yang berakibat menurunnya daya lokasi kegiatan usaha budidaya perikanan

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1028
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9

karamba/KJA dilakukan di sungai Riam Kanan yang lingkungan dalam rentang ruang dan waktu tertentu.
melewati desa Aranio dan Awang Bangkal Barat Perubahan data kualitas fisik-kimia air dapat
(Kecamatan Aranio); desa Lihung, Karang Intan dan menggambarkan secara lebih jelas mengenai
Lok Tangga (Kecamatan Karang Intan). kecenderungan proses atau perubahan kualitas
lingkungan perairan yang diakibatkan oleh faktor
2.2 Pengambilan dan Pengukuran Contoh alamiah dan non alamiah.
Air
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengambilan dan pengukuran sampel air
pada setiap lokasi sampling dilakukan dengan Bendungan PLTA Ir. Pangeran Muhammad
metode composite sampling (gabungan tempat). Noor atau sering pula dikenal oleh masyarakat
Contoh air waduk diambil pada permukaan dan ½ Kalimantan Selatan sebagai Bendungan Riam
kedalaman dan contoh air sungai diambil pada ¼, Kanan dibangun di Sungai Riam Kanan yang
½ dan ¾ lebar sungai pada ½ kedalaman sungai. berada di wilayah administratif Desa Aranio.
Pengukuran dan pengumpulan data dilakukan Bendungan ini diresmikan penggunaanya pada
sebanyak 4 kali dengan interval waktu antar tanggal 30 April 1973 oleh Presiden RI (Soeharto)
pengukuran selama 1 bulan. yang pada saat itu masih bernama PLTA Riam
Contoh air yang mudah berubah kadarnya Kanan. Nama PLTA Riam Kanan kemudian diganti
(suhu, pH, DO) diukur langsung di lapangan (in menjadi PLTA Ir. Pangeran Muhammad Noor (Ir.
situ) dan untuk parameter yang relatif stabil dan PM. Noor) pada tanggal 19 Januari 1980 sebagai
memerlukan peralatan standar dilaksanakan wujud penghormatan atas jasa putra daerah
analisis di laboratorium. Volume sampel air yang Kalimantan Selatan (Ir. Pangeran Muhammad Noor)
diambil disesuaikan dengan kebutuhan analisis. yang telah memprakarsai pembangunan bendungan
Sampel air yang diambil untuk keperluan analisis di tersebut.
laboratorium dimasukkan dalam botol kaca (reagent Pembangunan waduk Ir. PM. Noor dilakukan
bottle) kemudian dimasukkan dalam kontainer melalui 2 tahap. Tahap pertama dilakukan
(cold box) dengan perlakuan pengasaman dan pembangunan 2 unit turbin. Pembangunan tahap
pendinginan selama pengangkutan ke laboratorium. ke 2 (Juli 1980 – Mei 1981) dilakukan dengan
Pengambilan dan pengukuran contoh air (Tabel 1) penambahan 1 unit turbin, sehingga sekarang PLTA
mengacu pada Standar Nasional Indonesia. PM. Noor memiliki 3 unit turbin. Pada tahap awal
pembangunannya, waduk difungsikan sebagai
Tabel 1. Parameter dan metode analisis kualitas air pembangkit listrik dan kemudian pemanfaatannya
berkembang sebagai:
Parameter Satuan Spesifikasi Metode a) pengendali banjir di aliran Sungai Martapura,
Suhu ºC SNI 06-2413-1991 b) sumber air irigasi pertanian, perikanan dan
pH - SNI 19-1140-1989 sumber air baku bagi PDAM Kota Banjarbaru,
TSS mg l-1 SNI 06-1135-1989 Martapura dan Banjarmasin,
NH3-N mg l-1 SNI 05-2479-1991
c) objek wisata di bagian hulu dan hilir waduk
NO3-N mg l-1 SNI 06-2480-1991
PO4-P mg l-1 SNI 06-2470-1991 d) prasarana transportasi antar-desa sekitar
BOD5 mg l-1 SNI 06-2503-1991 waduk.
COD mg l-1 SNI 06-2504-1991 Pemanfaatan yang beragam inilah yang
DO mg l-1 SNI 06-2525-1991 mendorong perlunya upaya pengelolaan yang
Hg µg l-1 SNI 6989.78:2011 komprehensif dari hulu (waduk) hingga ke hilir
(sungai Riam Kanan) agar multi manfaat perairan
2.3 Analisis Data Contoh Air dapat berkesinambungan.

Analisis data hasil pengukuran kualitas fisika- 3.1 Budidaya Perikanan Karamba
kimia air ditujukan untuk mengetahui dinamika dan
kecenderungan perubahannya antar waktu. Sebagian besar masyarakat desa yang
menggunakan analisis evaluasi kecenderungan bermukim sepanjang sungai Riam Kanan
(trend evaluation), dan evaluasi tingkat kritis (critical mengusahakan budidaya ikan di karamba/KJA, baik
level evaluation). sebagai pekerjaan utama atau pekerjaan
Evaluasi kecenderungan adalah evaluasi untuk sampingan. Usaha budidaya perikanan di perairan
melihat kecenderungan (trend) perubahan kualitas sungai tersebut mulai diusahakan sejak tahun 1980

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1029
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9

– 2001. Pada awal pengusahaannya, kegiatan pengukuran masih berada pada kondisi ideal, yaitu
budidaya ikan di sungai menggunakan karamba berkisar 28,5 – 31,9 °C. Kisaran suhu air antar
yang dibuat dari kayu besi, baik untuk rangka lokasi sampling tidak memperlihatkan perbedaan
utamanya maupun untuk dinding keliling karamba. yang besar (< 3,0°C). Kecenderungan suhu air
Kualitas kayu besi yang baik dan relatif mudah lebih tinggi terukur pada lokasi pengukuran VII
didapatkan di tahun 1980an, menjadikan kayu besi (desa Lok Tangga). Pengukuran suhu air pada
sebagai pilihan utama untuk bahan pembuat bulan Agustus dan September cenderung lebih
karamba. Karena keterbatasan dan sulitnya tinggi diabandingkan periode pengukuran bulan Juni
mendapatkan kayu besi pada masa sekarang, maka dan Juli. Kisaran suhu air antar lokasi pengamatan
untuk peremajaan dan pembuatan fasilitas budidaya dapat dilihat pada Gambar 1.
pada periode waktu berikutnya menggunakan bahan Hasil pengukuran suhu air selama penelitian
yang terbuat dari jaring untuk sisi keliling fasilitas masih berada dalam kisaran suhu ideal untuk
budidaya. Sedangkan untuk rangkanya masih pertumbuhan ikan di alam yang menghendaki suhu
menggunakan kayu besi. Penamaan fasilitas 23 – 30°C (Balon, 2006; Peteri, 2006; Balik et al.,
budidayanya pun diubah menjadi karamba jaring 2006: FAO, 2009). Peningkatan suhu dapat
apung (KJA). menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air,
Lingkungan perairan umum yang menjadi misalnya gas O2, CO2, N2, dan CH4. Selain itu
habitat ikan dapat digolongkan kedalam dua tipe, peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan
yaitu habitat lentic dan lotic (Odum, 1977; Dodds, kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air
2002). Pada kedua tipe habitat itu dapat yang selanjutnya menyebabkan peningkatan
dikembangkan usaha budidaya ikan dengan konsumsi oksigen.
berbagai fasilitas budidaya seperti: jaring apung,
karamba dan fish pens (Masser, 1997; Swann et al.,
VII
1994). Unit budidaya tersebut dapat berbentuk
Lokasi Pengukuran

VI
persegi, persegi panjang dan selinder berbahan V Sept
dasar kayu, bambu, jaring atau logam yang disusun IV
Agust
dengan jarak tertentu dan menutupi seluruh sisi atau III
bagian samping dan bawah sehingga arus air dapat II Juli
melewatinya (Schimittou et al., 2004). I Juni
Dampak lingkungan yang diakibatkan oleh 26 28 30 32 34
pengembangan perikanan budidaya tergantung Suhu air (oC)
pada praktek budidaya yang dilakukan, besarnya
luasan usaha yang dikembangan, tingkat teknologi,
Gambar 1. Profil suhu air antar lokasi pengukuran
beban limbah alami maupun limbah budidaya yang
dihasilkan, volume badan air, laju pergantian massa Peningkatan suhu perairan sebesar 10°C
air (flushing rate), serta karakteristik lain dari badan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi
air (Phillips, 1985; Cornel & Whoriskey, 1993). oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2 – 3 kali
Kemampuan lingkungan perairan untuk mendukung lipat. Di sisi lain, peningkatan suhu air
keberlangsungan hidup sejumlah ikan secara menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut
alamiah dalam suatu habitat ditentukan oleh daya dalam air sehingga keberadaan oksigen seringkali
dukung (carrying capacity) lingkungan perairan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi
bersangkutan (Turner, 1988; Kenchington &
organisme akuatik untuk melakukan proses
Hudson, 1984).
metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu juga
menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi
3.2 Kondisi Kualitas Air Sungai Riam Kanan bahan organik oleh mikroba. Suhu perairan antara
27°C – 29°C bahkan sampai 30°C dan 31°C masih
Hasil pengukuran kualitas air pada tujuh lokasi, merupakan kisaran suhu normal untuk kehidupan
4 kali pengambilan sampel kualitas air, dan interval kebanyakan species ikan daerah tropis (Alabaster
antar waktu sampling 1 bulan sebagai berikut. dan Lloyd, 1982).
Perubahan suhu air mendadak (thermal sock)
3.2.1 Suhu air karena thermal pollutant atau karena bencana alam
(letusan gunung berapi) dapat menyebabkan
Hasil pengukuran suhu air yang dilakukan kematian massal pada ikan. Perubahan suhu
pada periode Juni – September 2016 pada 7 lokasi perairan yang mendadak biasanya lebih berbahaya

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1030
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9

bagi ikan daripada perubahan suhu perairan secara pH


bertahap karena ikan memiliki kesempatan untuk VII
menyesuaikan diri (Laevastu dan Hayer, 1981).

Lokasi Pengukuran
VI Sept
Untuk menunjang kelangsungan hidup ikan V Agust
diperlukan perubahan suhu harian kurang dari ± IV Juli
3°C (Anonymous, 2001). III Juni
II
3.2.2 TSS (Total Suspended Solid) I
.000 5.000 10.000
Hasil pengukuran kadar TSS pada ketujuh lokasi
Gambar 3. Profil pH di berbagai lokasi pengukuran
pengukuran selama periode penelitian berkisar 14,0
– 160,0 mg/L. Kisaran kekeruhan terendah terukur
Produktifitas ekosistem perairan dianggap
pada desa lok tangga, yaitu 14,0 – 21,0 mg/L. Profil
rendah bila pH air < 5,0. Nilai pH yang rendah akan
TSS antar lokasi pengukuran dan periode
mempengaruhi resirkulasi nutrien dalam ekosistem
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2.
perairan yang ditandai dengan penurunan rata-rata
Nilai TSS yang tinggi menggambarkan
penguraian bahan organik dan terhambatnya fiksasi
banyaknya partikel tersuspensi di dalam air yang
nitrogen (Dodds, 2002; Effendi; 2003). Dekomposisi
dapat berdampak langsung dan tidak langsung
bahan organik akan meningkatkan kelarutan
terhadap ikan peliharaan. Dampak langsung dari
senyawa asam yang akan menurukan pH perairan
tingginya kadar TSS adalah menghalangi
(Cole, 1988 dan Mackereth et al., 1989). Fluktuasi
penyerapan oksigen karena tertutupnya filamen
pH di lokasi pengukuran yang sama selama periode
insang oleh partikel tersuspensi tersebut.
penelitian berada dalam kondisi ideal, yaitu berkisar
Sedangkan dampak tidak langsung dapat
0,22 – 1,26. Namun rentang fluktuasi pH dapat
menghalangi penglihatan ikan untuk mendapatkan
menjadi lebih besar jika kelarutan bahan organik
makanan. Jika hasil pengukuran TSS pada ketujuh
meningkat.
lokasi pengukuran dikaitkan dengan kepentingan
Derajad keasaman air yang ideal untuk
perikanan, maka kadar TSS berada pada kondisi
budidaya ikan adalah 7,5 – 8,5, namun demikian pH
sedikit berpengaruh hingga kurang baik terhadap
antara 6,5 – 9,0 masih dapat dikategorikan baik
usaha budidaya perikanan. Lokasi yang paling
untuk pemeliharaan ikan (Alabaster dan Lloyd, 1982
tinggi kadar TSS nya adalah desa Karang Intan.
dan Anonymous, 2001) tetapi lebih kecil atau lebih
besar dari nilai tersebut dapat menurunkan
VII pertumbuhan ikan mas (Faramarzi et al., 2011).
Nilai pH antara 9 dan 10 membahayakan beberapa
Lokasi Pengukuran

VI
V Sept jenis ikan dan di atas pH 10 dan di bawah 4 sudah
IV Agust bisa mematikan ikan (Alabaster dan Llyod, 1982;
III Juli Efendi, 2003).
II Juni
I
3.2.4 Nitrogen nitrat (NO3-N)
0 50 100 150 200
TSS (mg/L) Pakan buatan yang diberikan kepada ikan
peliharaan pada usaha budidaya ikan intensif
Gambar 2. Profil TSS di berbagai lokasi
seperti halnya budidaya ikan dalam karamba
pengukuran
(intensive cage fish culture) merupakan sumber
limbah nutrien terhadap lingkungan perairan di
3.2.3 Derajad keasaman (pH) sekitar areal budidaya ikan. Limbah nutrien tersebut
berasal dari pakan yang tidak termakan, urine dan
Hasil pengukuran pH air antar lokasi faecal (Asir and Pulatsu, 2008; Johnsen et al., 1993
pengukuran dan periode pengamatan menunjukkan dan Rachmansyah et al., 2005). Masuknya limbah
kisaran 6,74 – 8.12 dan masih berada kriteria ideal nutrien ke dalam lingkungan perairan dapat
untuk kehidupan ikan yang mempersyaratkan pH menyebabkan peningkatan kadar total-P dan
pada kisaran 6,0 – 9,0 (Anonymous, 2001). Profil pH Nitrogen organik yang merupakan nutrien utama
diberbagai lokasi pengukuran dapat dilihat pada penyebab eutrofikasi danau dan aliran (Chun et al.,
Gambar 3. 2010). Hasil pengukuran kadar nitrogen nitrat di 7
lokasi pengukuran masih berada pada kondisi ideal

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1031
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9

yaitu berkisar <0,10 – 0,62 mg/L dengan kisaran yang dapat menyebabkan kematian ikan (Ryding
fluktuasi di lokasi pengukuran yang sama sebesar and Rast, 1989; Murphy, 2007).
0,1 – 0,5 mg/L. Kisaran kadar NO3-N belum Hasil pengukuran fosfat total pada ketujuh
memicu munculnya blooming alga. Untuk perairan lokasi pengukuran berkisar antara 0,10 – 2,46 mg/l.
yang berada di kawasan budidya perikanan sangat Kadar fosfat total yang terukur di semua lokasi
potensial mengalami peningkatan kadar NO3-N pengamatan telah berada pada kriteria perairan
yang bersumber dari dekomposisi pakan yang tidak dengan tingkat kesuburan yang sangat tinggi karena
termakan dan kotoran ikan yang terlarut dan telah melebihi 0,1 mg/l (Yoshimura di dalam Liaw,
tersedimentasi di perairan. Kondisi ini dapat muncul 1969). Profil kadar fosfat total pada berbagai lokasi
jika terjadi perubahan dinamika massa air dari pengukuran dan periode pengukuran dapat dilihat
berarus menjadi diam. Profil nitrogen nitrat di pada Gambar 5.
berbagai lokasi dan periode pengukuran dapat
dilihat pada Gambar 4. Total PO4 (mg/L)
VII
NO3-N (mg/L)

Lokasi Pengukuran
VI
VII Sept
V Agust
Lokasi Pengukuran

VI
Sept IV Juli
V
Agust III Juni
IV
Juli II
III
Juni I
II
.000 1.000 2.000 3.000
I
.000 .2000 .4000 .6000 .8000
Gambar 5. Profil total phosphate di berbagai lokasi
pengukuran
Gambar 4. Profil nitrogen nitrat di berbagai lokasi
pengukuran
Phosphor merupakan faktor pembatas
produktifitas primer di perairan tawar sebagaimana
Pengkayaan nutrien pada budidaya perikanan
nitrogen di perairan laut. Pada perairan tawar dan
intensif berdampak potensial pada perubahan
payau, pelepasan phosphor dari unit budidaya dapat
kualitas air (Philips et al., 1993; Boyd, 1999).
menyebabkan hipernutrifikasi yang dapat
Menurut Mc Donad et al., (1996) 30% dari jumlah
menimbulkan eutrofikasi. Untuk mencegah
pakan yang diberikan tidak termakan dan 25-30%
eutrofikasi, EPA merekomendasikan kadar total
dari pakan yang dimakan akan diekskresikan.
phosphate tidak boleh > 0,05 mg L-1 (sebagai
Sebagai akibatnya terdapat sejumlah bahan organik
phosphor) dalam aliran pada titik masuk ke danau
yang cukup besar (47,5% – 51%) masuk ke badan
atau waduk dan tidak boleh > 0,1 mg L-1 dalam
air. Wallin dan Hakanson (1991) menyatakan
aliran yang tidak langsung masuk ke danau atau
bahwa Nitrogen yang masuk ke tubuh ikan antara
waduk (Murphy, 2007).
21-30%, terlarut dalam air 49-60%, dan ke sedimen
Menurut Morse et al., (2002) sumber fosfor
15-30%.
adalah 10 % berasal dari proses alamiah di
lingkungan air itu sendiri (background source), 7 %
3.2.5 Total fosfat (PO4-P) dari industri, 11 % dari detergen, 17 % dari pupuk
pertanian, 23 % dari limbah manusia dan yang
Pada danau air tawar dan sungai, phosphor terbesar, 32% dari limbah peternakan, termasuk
biasanya ditemukan sebagai nutrien pembatas perikanan. Tepung ikan yang digunakan dalam
pertumbuhan (the growth-limiting nutrient), sebab pakan ikan mengandung fosfor berkadar 2,6 – 5,3%
ditemukan dalam jumlah relatif kecil untuk (Bai, 2001) yang dapat meningkatkan eutrofikasi
kebutuhan tumbuhan. Jika phosphor dan nitrogen pada sistem akuakultur dan area sekitarnya.
terdapat dalam jumlah melimpah di dalam air maka Sebagian besar fosfat terlarut akan terdeposisi
akan terjadi peledakan jumlah alga dan tumbuhan dan dan terjerap di sedimen dasar perairan. Dalam
air (eutrofikasi) yang kemudian akan mengalami suasana anaerob fosfat yang terjerap di sedimen
kematian massal. Selanjutnya bakteri pengurai akan secara perlahan-lahan (slow releasing) akan
menguraikannya dan menggunakan oksigen yang dilepaskan kembali ke perairan menambah
menyebabkan konsentrasi oksigen turun drastis ketersedian fosfat terlarut. Pemulihan kondisi
perairan yang tercemar fosfat memerlukan waktu

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1032
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9

yang lama. Berdasarkan sumber fosfat di perairan 2008). Hasil pengukuran kadar NH3-N berkisar 0,04
dan dinamikanya di lingkungan akuatik, maka – 0,27 mg/l.
pengendalian terhadap kadar P total lebih
memungkinkan dilakukan untuk pengelolaan usaha 3.2.7 Oksigen terlarut (DO)
budidaya perikanan karamba sesuai daya dukung
perairan. Oksigen terlarut merupakan parameter kimia
Untuk mencegah hipernutrifikasi karena yang paling kritis di dalam budidaya ikan. Karena
pelepasan phosphor dari unit budidaya yang dapat pengaruh langsungnya terhadap kehidupan ikan,
menyebabkan terjadinya eutrofikasi, EPA yaitu mempengaruhi kadar oksigen yang dikandung
merekomendasikan kadar total phosphate tidak pembuluh darah arteri. Oleh karena itu jika diketahui
boleh lebih dari 0,05 mg L-1 (sebagai phosphor) level kritis oksigen untuk kehidupan normal ikan
dalam aliran pada titik masuk ke danau atau waduk yang dibudidayakan diketahui, maka dapat diduga
dan tidak boleh lebih dari 0,1 mg L-1 dalam aliran daya dukung unit budidaya yang dikembangkan
yang tidak langsung masuk ke danau atau waduk (Itazawa, 1971).
(Murphy, 2007). Konsentrasi oksigen terlarut yang dibutuhkan
ikan sangat bervariasi dan tergantung pada jenis,
3.2.6 Nitrogen amonia (NH3-N) stadia dan aktifitas organisme. Level kritis oksigen
terlarut untuk jenis carp pada 20 – 23°C adalah 3
Nitrogen di dalam air terdiri dari bermacam- mg L-1 ekuivalen dengan tingkat kejenuhan 47 –
macam senyawa, namun yang bersifat toksik 49%, belut (eel) sekitar 2 mg L-1 atau ekuivalen
terhadap ikan dan organisme akuatik lainya adalah dengan tingkat kejenuhan 29% (Chiba, 1966;
ammonia (NH3-N) dan nitrit (NO2-N). Senyawa ini Itazawa, 1971). Hasil pengukuran kadar oksigen
selain berasal dari atmosfer juga banyak berasal terlarut selama pengamatan berkisar 3,10 – 10,10
dari sisa makanan, organisme mati dan hasil mg/L. Profil kadar oksigen terlarut (DO) pada
ekskresi metabolisme hewan akuatik. Ammonia dan berbagai lokasi pengukuran dan periode
nitrit merupakan senyawa nitrogen yang paling pengamatan dapat dilihat pada gambar berikut.
toksik, sedangkan nitrat hanya bersifat toksik pada
konsentrasi tinggi (Effendi, 2003). Profil kadar NH3- DO (mg L-1)
N di berbagai lokasi pengukuran dan periode
VII
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6.
Lokasi Pengukuran

VI Sept
V Agust
NH3-N (mg/L)
IV Juli
VII III Juni
Lokasi Pengukuran

VI II
Sept
V I
Agust
IV .000 5.000 10.000 15.000
Juli
III Juni
II Gambar 7. Profil oksigen terlarut di berbagai lokasi
I pengukuran
.000 .1000 .2000 .3000
Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara
Gambar 6. Profil nitrogen amonia di berbagai lokasi harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada
pengukuran percampuran dan pergerakan massa air, aktifitas
fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke
Ammonia dan nitrit termasuk persenyawaan badan air (Effendi, 2003). Peningkatan suhu
kimia yang tidak dikehendaki kehadirannya karena sebesar 1°C akan meningkatkan konsumsi oksigen
bersifat racun. Ammonia dan nitrit dihasilkan dari sekitar 10% (Brown, 1987). Kadar oksigen terlarut
dekomposisi persenyawaan nitrogen organik yang di perairan tawar sebesar 15 mg L-1 pada suhu 0°C
berasal dari jaringan hidup atau bahan yang dan 8 mg L-1 pada suhu 25°C (McNeely et. al,
mengandung protein pada suasana anaerobic atau 1979). Kandungan oksigen dalam air yang ideal
defisiensi oksigen. Kadar ammonia 0,25 – 0,5 ppm untuk ikan pada suhu 20°C - 30°C adalah 5 – 7 mg
dapat menyebabkan ikan stres dan lebih dari 1,0 L-1 (Itazawa, 1971) dan untuk pemeliharaan
ppm dapat mematikan ikan peliharaan (MacParland, burayak ikan mas dibutuhkan kadar oksigen 6,0 –
8,0 mg L-1 (Budi, 1994; Wildan, 1994). Jika

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1033
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9

dikaitkan dengan kriteria kadar oksigen terlarut Wallin dan Hakanson (1991) menyatakan
untuk kehidupan ikan, kondisi lingkungan perairan bahwa Nitrogen yang masuk ke tubuh ikan antara
yang diamati berada pada kondisi kurang ideal 21-30%, terlarut dalam air 49-60%, dan ke sedimen
hingga ideal untuk menunjang kehidupan ikan. 15-30%. Sedangkan Posfor diserap 15 - 30%, larut
Fluktuasi kadar oksigen yang cukup besar antar dalam air 16 - 26%, dan ke sedimen 51 - 59%.
waktu pengukuran teridentifikasi di lokasi desa Udang dalam tambak intensif memakan 85% pakan
Lihung dan Karang Intan. Fluktuasi kadar oksigen dan 15% sisanya larut dalam air. Dari 85% tersebut,
terlarut bersifat dinamis antar waktu dan musim. hanya 17% yang dipanen, 48% untuk eksresi,
Penurunan kadar oksigen terlarut dalam air molting, dan pemeliharaan; dan 20% lagi kembali
dapat terjadi karena kenaikan suhu air, respirasi dan kedalam air melalui faeces.
dekomposisi bahan organik. Masuknya limbah Beberapa kasus pengkayaan bahan organik
organik yang mudah terurai ke dalam air merupakan dapat menyebabkan penurunan produktifitas
faktor utama yang menyebabkan terjadinya budidaya dan meningkatkan mortalitas komoditas
penurunan kadar oksigen terlarut dengan tajam ikan budidaya (Johnsen et al., 1993). Kiberia et al.
(Efendi, 2003; Hynes, 1960). Pengurangan kadar (1996) menegaskan terdapat hubungan linier positif
oksigen terlarut (hypoxia) akan memacu pelepasan antara laju kehilangan phosphor per ton ikan silver
nutrien anorganik seperti, meningkatnya reduksi perch (Bidayus bydius) dengan feed conversion
sulfat, meningkatkan denitrifikasi serta ratio (FCR). Karena itu perbaikan FCR sangat
meningkatnya pelepasan nutrien inorganik seperti penting untuk mereduksi beban limbah P dari sistem
nitrat, nitrit, ammonium, silikat, dan phosphat (Barg, akuakultur ke dalam perairan (Ambasankar dan Ali,
1992; Buschman et al, 1996; McDonald et al., 1996; 2002).
Schmittou, 1991). Kondisi hypoxia dapat Buschmann et al., (1996) menyatakan untuk
berlangsung dalam jangka panjang yang disebut memproduksi 100 ton ikan salmon akan dihasilkan
sebagai low dissolved oxygen syndrome (lodos). sebanyak 7.800 kg N dan 950 kg P hari-1 ke
Karena itu pengurangan kadar oksigen terlarut lingkungan perairan. Konsentrasi TP sebesar 0,15
merupakan faktor pembatas utama yang menjadi kg L-1 (Kiberia et al., 1996) dan P terlarut sebesar
perhatian serius dalam usaha budidaya ikan 0,1 ppm (Alabaster, 1982) cenderung dapat
(McLean et al., 1993). menimbulkan proses eutrofikasi badan air yang
menerima beban limbah budidaya perikanan.
3.3 Dampak Limbah Budidaya terhadap Akumulasi sisa pakan dan kotoran ikan di
Lingkungan Perairan lapisan bawah atau dasar perairan yang
menampungnya pada kondisi anaerob akan
Limbah yang dihasilkan kegiatan budidaya terdekomposisi dan menghasilkan: CO2, H2S, NH3,
mengandung bahan organik dan nutrien yang tinggi CH4 yang bersifat toksik terhadap ikan. Dinamika
yang berasal dari sisa pakan dan faeces yang massa air di perairan lotic (mengalir) akan
terlarut ke dalam perairan sekitarnya (Johnsen et menyebabkan terangkatnya persenyawaan hasil
al., 1993; Buschamann et al., 1996; McDonald et al., dekomposisi bahan organik tersebut ke permukaan
1996; Boyd et al., 1998; Boyd, 1999; Rachmansyah perairan yang dapat mengakibatkan kematian
et al., 2005). Pemberian pakan buatan pada usaha massal pada ikan peliharaan. Kasus kematian
budidaya ikan dalam karamba menyebabkan massal ikan yang dipelihara pada karamba jaring
akumulasi limbah organik yang mempengaruhi apung di waduk Saguling sebanyak 1.042 ton pada
tingkat kesuburan (eutrofikasi) dan kelayakan tahun 1993, di waduk Cirata sebanyak 1.039 ton
kualitas air untuk kehidupan ikan yang pada tahun 1994, di waduk Juanda-Jatiluhur
dibudidayakan. sebanyak 1.560 ton pada tahun 1996 merupakan
Pengkayaan nutrien pada budidaya perikanan akibat penyuburan perairan yang bersumber dari
intensif berdampak potensial pada perubahan budidaya perikanan (Krismono, 2004) dan tidak
kualitas air (Philips et al., 1993; Boyd, 1999). terkendalinya pertambahan jumlah unit karamba
Menurut Mc Donad et al., (1996) 30% dari jumlah (Machbub, 2010). Fenomena ini terjadi karena
pakan yang diberikan tidak termakan dan 25-30% pengangkatan massa air (upwelling) yang
dari pakan yang dimakan akan diekskresikan. mengandung senyawa hasil dekomposisi bahan
Sebagai akibatnya terdapat sejumlah bahan organik organik (Azwar et al., 2004).
yang cukup besar (47,5% – 51%) masuk ke badan Kematian massal ikan budidaya di dalam
air. karamba/KJA yang diakibatkan oleh fenomena
serupa juga terjadi berulang kali di Sungai Riam

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1034
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9

Kanan. Pada tanggal 26 – 28 Oktober 2012, kita berupa pengurangan debit aliran karena penyedotan
disontakkan oleh berita kematian massal ikan air sebagai bahan baku air minum pada intake
budidaya di dalam Karamba yang terjadi sepanjang PDAM Bendungan Karang Intan.
Sungai Riam Kanan, khususnya di Desa-desa Pengembangan SPAM (Sistem Penyediaan
Sungai Arfat, Mali-Mali, Lok tangga (Kecamatan Air Minum) regional yang saling terhubung antara
Karang Intan) dan Desa Pingaran Ulu (Kecamatan tiga kabupaten dan dua kota untuk penanggulangan
Astambul). Jumlah ikan budidaya ukuran konsumsi kesulitan air bersih melalui program Banjar Bakula
yang mati mencapai 2.340 ton yang berasal dari (Kota Banjarmasin dan Banjarbaru, kabupaten
1.900 unit KJA dan jumlah bibit baru tebar yang mati Banjar, Barito Kuala dan Tanah Laut) dapat menjadi
mencapai 1.515.000 ekor yang berasal dari 77 unit ancaman kelangsungan usaha budidaya perikanan
KJA. Kerugian pembudidaya ikan ditaksir sebesar karamba/KJA.
Rp. 42.402.625,000 (Dinas Perikanan dan Kelautan
Kab. Banjar, 2012). Jumlah kerugian yang tercatat 4. SIMPULAN
tadi hanya berasal dari ikan budidaya karamba,
padahal akibat kematian massal ikan budidaya Usaha budidaya ikan dalam karamba memiliki
karamba tersebut; ikan baung, puyau, abang-abang, manfaat yang bersifat mulidimensional. Disamping
belut sungai dan udang sebagai penghuni perairan sebagai sumber protein hewani, produk budidaya
sungai juga ikut mati massal. Kejadian yang sama ikan karamba/KJA memiliki manfaat ekonomi
berulang kembali pada tanggal 23 – 27 Oktober sebagai sumber penghasilan keluarga dan manfaat
2014. Kematian massal ikan yang dibudidayakan di sosial menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu
dalam karamba/KJA sangat merugikan kesinambungan usaha budidaya ikan dalam
pembudidaya ikan. Fenomena demikian akan terus karamba/KJA di perairan sungai Riam Kanan perlu
berulang jika tidak ada upaya pengelolaan yang diupayakan agar dapat memberikan manfaat yang
menyeluruh yang melibatkan berbagai pengguna optimal untuk masyarakat yang mengusahakannya.
sumberdaya air. Pemanfaatan ruang perairan sungai untuk
penempatan karamba/KJA sudah sangat padat, baik
3.4 Dampak Kegiatan Lain terhadap untuk dimensi lebar, panjang maupun kedalaman
Kelangsungan Budidaya Perikanan KJA sungai. Dua per tiga dari lebar sungai telah
digunakan untuk penempatan karamba/KJA.
Kelangsungan usaha budidaya perikanan Pemanfaatan sungai Riam Kanan sebagai lokasi
karamba/KJA di sungai Riam Kanan dipengaruhi pengusahaan budidaya perikanan karamba/KJA
oleh kegiatan itu sendiri dan kegiatan lain. Kegiatan telah sangat intensif dan cenderung telah
budidaya perikanan karamba/KJA akan berdampak melampaui daya dukung perairan dengan indikasi
menurunkan kualitas air yang dapat menghambat berupa penurunan produksi karena tingginya
pertumbuhan hingga kematian ikan peliharaan. mortalitas dan lambatnya pertumbuhan ikan.
Sedangkan potensi dampak dari kegiatan lain
berupa pengurangan debit aliran karena penyedotan 4. UCAPAN TERIMA KASIH
air sebagai bahan baku air minum pada intake
PDAM Bendungan Karang Intan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada
Pengembangan SPAM (Sistem Penyediaan Rektor dan Ketua LPPM Universitas Lambung
Air Minum) regional yang saling terhubung antara Mangkurat yang telah memberikan dana dan
tiga kabupaten dan dua kota untuk penanggulangan kepercayaan untuk pelaksanaan penelitian ini.
kesulitan air bersih melalui program Banjar Bakula
(Kota Banjarmasin dan Banjarbaru, kabupaten 5. DAFTAR PUSTAKA
Banjar, Barito Kuala dan Tanah Laut) dapat menjadi
ancaman kelangsungan usaha budidaya perikanan Alabaster, J.S. & Lloyd, R. (1982). Water Quality Criteria
karamba/KJA. for Freshwater Fish. Buttherworth, London: Food
Kelangsungan usaha budidaya perikanan and Agriculture Organization of United Nations. p.
karamba/KJA di sungai Riam Kanan dipengaruhi 40 – 48.
oleh kegiatan itu sendiri dan kegiatan lain. Kegiatan Azwar, Z.I., Suhenda, N. & Praseno, O. (2004).
Manajemen Pakan pada Usaha Budi Daya Ikan di
budidaya perikanan karamba/KJA akan berdampak
Karamba dan Jaring Apung dalam Pengembangan
menurunkan kualitas air yang dapat menghambat Budi Daya Perikanan di Perairan Waduk; Suatu
pertumbuhan hingga kematian ikan peliharaan. Upaya Pemecahan Masalah Budi Daya Ikan dalam
Sedangkan potensi dampak dari kegiatan lain Karamba Jaring Apung. Jakarta: Pusat Riset

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1035
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9

Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan
Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.
p. 37 – 44 Yogyakarta: Kanisius. pp. 257
Barg, U.C. (1992). Guidelines for the promotion of Eley, R.L., Carroll, J.H. & De Woody, D. (1972). Effects of
environmental management of coastal aquaculture cage catfish culture on water quality and
development. FAO Fisheries Technical Paper 328. community metabolism of a lake.
FAO Rome. pp.122. Proc.Okla.Acad.Sci., 52:10–5
Beveridge, M.C.M. (1984). Cage and Pen Fish Farming. Gurung, T. B., Wagle, S.K., Bista, J.D. & Mulmi, R.M.
Carrying Capacity Models and Environmental (2008). Reservoir and Lake Fisheries Management
Impact. FAO Fish.Tech.Pap., (255). 85 pp. in Nepal, 18. A paper presented in reservoir and
Beveridge, M.C.M. (2004). Cage Aquaculture. Third Lake Fisheries management project planning
edition. Blackwell Publishing Ltd. Australia. meeting. Thailand: NACA-ICEIDA. 13–16 January
http://www.google.com/books?hl=id&lr=&id=5PA7V 2008.
WhPQf4C&oi=fnd&pg=PR5&dq=principles+of+cag Johnsen, R.I., Grahl-Nielson, O. & Lunestad, B.T. (1993).
e+culture&ots=EVKPjHfU5T&sig=Li_5cr2RFWsC_j Environmental distribution on organic waste from
pSRY5mn2- marine fish farm. Aquaculture, 118 : 229 – 224.
NV2Y#v=onepage&q=principles%20of%20cage%2 Kenchington, R.A. & Hudson, B.E.T. (1984). Coral Reef
0culture&f=false. Diunduh tanggal 28 September Management Handbook. UNESCO Regional
2011 Pukul 10.30 Wita. 368 pp. Officer for Science and Technology in South-East
Boyd, C.E. (1990). Water quality in ponds for aquaculture. Asia. pp. 281
Alabama: Alabama Agricultural Experiment Station, Lin, C. Kwei, Yi, Y., Phuong, N.T. & Diana, J.S. (2003)
Auburn University. pp. 482. Environmental Impacts of Cage Culture for Catfish
Boyd, C.E., Massaut, L. & Weddig, L.J. (1998). Towards in Chau Doc, Vietnam. Aquaculture Collaborative
reducing environmental impacts of pond Research Support Program. Sustainable
aquaculture. INFOFISH Internasional 2/98, p : 27 – Aquaculture for a Secure Future.
33. http://pdacrsp.oregonstate.edu/pubs/workplns/wp_
Boyd, C.E. (1999). Management of shrimp pond to 10/10ER3.html. pp. 3
reduce the eutrophication potential of effluents. The Machbub, B. (2010). Model daya tampung beban
Advocate:12-14. pencemaran air danau dan waduk. Jurnal Sumber
Burhanuddin, S. & Tonnek, S. (1994). Budidaya ikan Daya Air. 6 (2):129-144.
bandeng (Chanos chanos Forskal) dalam karamba McDonald, M.E., Tikkanen, C.A., Axler, R.P., Larsen,
jaring apung volume kecil dengan padat penebaran C.P. & Host, G. (1996). Fish simulation culture
berbeda. J. Penelitian Budidaya Pantai. 10(2): 57– model (FIS-C): a Bioenergetics based model for
70 aquaculture wasteload application. Aquaculture
Buschmann A.H., Lopez D.A. & Medina, A. (1996). A engineering. 15 (4): 243 – 259.
review of the environmental effects and alternative McLean, W.E., Jensen J.O.T., Alderdice D.F., 1993.
production strategies of marine aquaculture in Oxygen consumption rates and water flow
chile, Aquaculture Engineering. 15 (6): 397 – 421. requirements of pacific salmon (Oncorhynchus
Charles, A.T. (2001). Sustainable Fishery Systems. spp.) in the fish culture environment. Aquaculture.
Balckwell Sciences. London. UK. p. 122 – 130. 109: 281 – 313.
Chiba, K. (1966). A study on the influence of oxygen Meade, J.W. (1989). Aquaculture Management. An Avi
concentration on the growth of juvenile common Book. Van Nostrand Reinhold. pp. 175.
carp. Bull. Freshwater fish. Res. Lab. Tokyo. 15: Ndahawali, D.H. (2011). Dampak Budidaya Ikan
35-47 terhadap Kualitas Air: Studi Kasus Budidaya Ikan
Chun, J.A., Cooke, R.A., Kang, M.S., Choi, M., Timlin, D. Jaring Apung di Danau Tondano, Minahasa,
& Park, S.W. (2010). Runoff Losses of Suspended Sulawesi Utara.
Sediment, Nitrogen, and Phosphorus from a Small http://garuda.dikti.go.id/jurnal/detil/id/0:11826/q/day
Watershed in Korea. Technical reports : Surface a%20dukung%20budidaya%20perikanan/offset/0/li
Water Quality. J. Environ. Qual. mit/15. diakses pada tanggal 11 Agustus 2011
doi:10.2134/jeq2009.0226. Published online 15 pukul 15.50 Wit.
Mar. 2010. Penczak, T. (1982). The Enrichment of a mesotrophic
Cornel, G.E. & Whoriskey. F.G. (1993). The effects of lake by carbon, phosphorus and nitrogen from the
rainbow trouth (Oncorhynchus mykiss) cage culture cage aquaculture of rainbow trout (Salmo
on the water quality, zooplankton, benthos, and gairdneri). J. Appl. Ecol. 19:371–93
sediment of lac du passage, Quebec, Aquaculture, Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang
109:101-117. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banjar. (2009). Pencemaran Perairan.
Laporan Tahunan Statistik Perikanan dan Kelautan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 5 Tahun
Kabupaten Banjar Tahun 2008. Dinas Perikanan 2007 tentang Peruntukan dan Baku Mutu Air
dan Kelautan Provinsi Kalimantan Selatan. pp. 122 Sungai. pp.14.

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1036
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9

Phillips, M.J., Clarke, R. & Mowat, A. (1993). Schimittou, H.R. (1991). Guidelines for Raising
Phosphorous leaching from Atlantic Salmon diets. Principally Omnivorous Carps, Catfishes and
Aquacultural Engineering, 12 : 47-54 Tilapias in Cages Suspended in Freshwater Ponds,
Pongpasan, D.S., Rachmansyah & Mangawe, A.G. Lakes and Reservoirs. In: Proceedings of the
(2001). Pemanfaatan Bahan Baku Lokal untuk People's Republic of China Aquaculture and Feed
Formulasi Pakan Bandeng Yang Dipelihara dalam Workshop. D. Akiyama, Editor. American Soybean
Karamba Jaring Apung di Laut. Maros: Balai Association, Singapore, p. 24 - 42.
Penelitian Perikanan Pantai. pp. 12. Schimittou, H.R., Cremer, M.C. & Zhang, J. (2004).
Pulatsü, S. (2003). The application of a phosphorous Principles and Practices of High Density Fish
budget model estimating the carrying capacity of Culture in Low Volume Cages. American Soybean
Kesikköprü Dam Lake. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 27 Association.
:1127-1130 http://www.soyaqua.org/asaimusbtech/lvhdcagema
Rachmansyah, Syarifuddin, T. & Ahmad, T. (2002). nual/prefacetoc.pdf. Diakses pada tanggal 8
Pemanfaatan Perairan Pesisir bagi Pengembangan Sepetember 2011.
Budidaya Bandeng dalam Karamba Jaring Apung Silvert, W. & Sowles, J.W. (1996). Modelling
di Teluk Pegametan, Gondol, Bali. Pros. Konferensi enviromental impacts of finfish aquaculture in
Nasional III Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan marine water. J. Appl. Ichthyology, 12 : 75-81
Lautan Indonesia. Denpasar, 21 – 24 Mei 2002. Sugunan, V.V. (1995). Reservoir fisheries of India. FAO
Rachmansyah, Makmur, Tarunamulia. (2005). Fisheries technical paper. 345, 423 pp.
Pendugaan daya dukung perairan Teluk Awarange Troell, M. (1996). Intensif fish cage farming-impacts,
bagi pengembangan budidaya bandeng dalam resources demands and increase sustainability
karamba jaring apung. Jurnal Penelitian Perikanan through integration. Cambridge scientific abstracts.
Indonesia. 11 (1) : 81 – 93 Aquaculture impacts on the environment.
Rahman, M. (2012). Dampak Budidaya Perikanan www.csal.co.uk/hottopics/aquacult/biblio45.html.
Karamba terhadap Daya Dukung Perairan.
Banjarbaru: Fak. Perikanan dan Kelautan Unlam.
-----

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1037

Anda mungkin juga menyukai