Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Post Operasi

1. Definisi Post Operasi


Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer
dan Bare, 2002). Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang
dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihsn dan berakhir sampai evaluasi
selanjutnya (Uliyah dan Hidayat, 2008). Tahap pasca-operasi dimulai dari
memindahkan pasien dari ruangan bedah ke unit pasca-operasi dan berakhir saat
pasien pulang.
2. Jenis-jenis Operasi
a. Menurut fungsinya (tujuannya), Potter dan Perry (2006) membagi menjadi:
1) Diagnostic : biopsy, laparotomy eksplorasi.
2) Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktomi.
3) Reparative: memperbaiki luka multiple.
4) Rekonstruktif: mamoplasti, perbaikan wajah.
5) Paliatif: menghilangkan nyeri.
6) Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur tubuh
yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).
b. Menurut luas atau tingkat resiko
1) Mayor Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko
yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.
2) Minor Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih
kecil dibandingkan dengan operasi mayor.

3. Komplikasi Post Operasi


Menurut Majid (2011) mengatakan komplikasi post operasi adalah perdarahan
dengan manifestasi klinis yaitu gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit
dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir
dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.
B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi
1.Pengkajian
a. Anamnesa
Identitas pasien seperti nama pasien, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat rumah, No.
RM. Sedangkan penanggung jawab (orang tua, keluarga terdekat) seperti namanya,
pendidikan terakhir, jenis kelamin, No. HP.

b. Riwayat Kesehatan
Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat Penyakit Keluarga.
Bisa menggunakan PQRST yaitu :
1) P (Provokes) : Penyebab timbulnya nyeri.
2) Q (Quality) : Rasanya nyeri seperti ditekan, ditusuk atau diremas-remas.
3) R (Region) : Lokasi nyeri berada di bagian tubuh mana.
4) S (Saverity) : Skala nyeri.
5) T (Time) : Nyeri dirasakan sering atau tidak.

c. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik ini menggunakan pengkajian 6 B yaitu :
1) B 1 : Breating(Pernafasan) Untuk mengukur Pola napas, bunyi napas, bentuk dada
simetris atau tidak, ada atau tidak gerakan cuping hidung, ada atau tidak Cyanosis.
2) B 2 : Bleeding(Kardiovaskuler/Sirkulasi) Untuk mengetahui Bunyi Jantung, Irama
Jantung, Nadi, Tekanan Darah.
3) B 3 : Brain(Persyarafan/Neurologik) Untuk mengukur nilai GCS, Kesadaran.
4) B 4 : Bladder (Perkemihan) Terpasang kateter urine atau tidak, urine (jumlah, warna),
ada atau tidak distensi kandung kemih.
5) B 5 : Bowel (Pencernaan) Rongga mulut ada lesi atau tidak, adanya dehidrasi atau
tidak. Bising usus.
6) B 6 : Bone(Muskuloskeletal) Warna kulit, suhu, integritas kulit, adanya lesi atau
decubitus atau tidak.

d. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan radiografi
2) Urinalisa
3) Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urine.
4) Terapi Bedah

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik.
b. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. c.Ansietas berhubungan dengan
ancaman pada status terkini.

3. Intervensi Keperawatan
a.Nyeri Akut berhubungan dengan angen injury fisik.
Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri
2) Rasa nyeri berkurang
3) Mampu mengenal nyeri
Intervensi :
1) Kaji Skala Nyeri
2) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengkaji pengalaman nyeri.
4) Ajarkan pasien pengobatan non farmakologi.
5) Kolaborasikan pemberian analgetik.
b.Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
Kriteria Hasil :
1) Bebas dari tanda-tanda infeksi.
2) Mampu mencegah timbulnya infeksi.
3) Jumlah leukosit dalam jumlah normal.
4) Menunjukkan perilaku hidup sehat.
Intervensi :
1) Monitor kerentanan terhadap infeksi.
2) Inspeksi kondisi luka atau insisi bedah.
3) Berikan perawatan luka.
4) Jika ada tanda-tanda infeksi kolaborasikan dengan dokter.

c. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini.


Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol cemas
2) Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
1) Identifikasi tingkat kecemasan
2) Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya
3) Motivasi keluarga untuk meneani
4) Gunakan pendekatan yang menenangkan

d.Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.


Kriteria Hasil :
1) Mengetahui makan-makanan yang boleh dikonsumsi.
2) Mengetahui tujuan dari diet yang dianjurkan.
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan diet yang dianjurkan.
2) Berikan penyuluhan diet pada pasien post operasi.

C. Nyeri
1.Definisi Nyeri
Nyeri merupakan perasaan tubuh atau bagian tubuh seseorang yang menimbulkan
respon tidak menyenangkan dan nyeri dapat memberikan suatu pengalaman alam rasa (Judha,
2012). Nyeri bersifat subjektif dan tidak ada individu yang mengalami nyeri yang sama.
Perawat perlu mencari pendekatan yang paling efektif dalam upaya pengontrolan nyeri
(Potter & Perry, 2006).

2.Klasifikasi Nyeri
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008) ada beberapa klasifikasi nyeri yaitu:

a.Nyeri Perifer
Nyeri ini ada tiga macam yaitu:
1)Nyeri Superfisial
Nyeri superfisial adalah nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa.
Nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang
tajam. Contoh penyebab nyeri superfisial adalah jarum suntik dan luka potong kecil/ laserasi
(Potter & Perry, 2006).
2)Nyeri Viseral
Nyeri viseral adalah nyeri yang muncul akibat stimulus dari reseptor nyeri di rongga
abdomen, cranium dan toraks. Nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke beberapa arah.
Durasi bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih lama daripada nyeri superfisial. Nyeri
dapat terasa tajam, tumpul atau unik tergantung organ yang terlibat (Potter & Perry, 2006).

3)Nyeri Alih (Referred)


Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari penyebab
nyeri. Contoh dari penyebab nyeri alih adalah infark miokard yang menyebabkan nyeri alih
ke rahang, lengan kiri dan bahu kiri (Potter & Perry, 2006).

b.Nyeri Sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak dan thalamus.

c.Nyeri Psikogenik
1) Nyeri Akut
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa. Gejala yang terjadi tiba – tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi (NANDA, 2015).
2) Nyeri Kronis
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam
hal kerusakan sedemikian rupa. Gejala yang terjadi yaitu timbul secara tiba – tiba atau lambat
dengan intensitas dari ringan hingga berat, terjadi secara konstan atau berulang tanpa akhir
yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari 3 bulan (NANDA, 2015).

3. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya
adalah (Potter dan Perry, 2006) :
a.Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon
nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena
mereka menganggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau
mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
b.Jenis Kelamin
Laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru
lebih dipengaruhi faktor budaya.
c.Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap
nyeri (misal, suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus
diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri)
d.Makna Nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman/persepsi seseorang terhadap nyeri dan
bagaimana mengatasinya.
e.Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri.
f.Kecemasan
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
g.Pengalaman masa lalu
Bila individu mengalami nyeri dengan jenis yang sama dimasa lampau, maka akan
lebih mudah bagi individu untuk melakukan tindakan-tindakan untuk menghilangkan nyeri
(Potter dan Perry, 2006).
h.Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya
pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
i.Support keluarga dan sosial
yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman
dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.
j.Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan medikasi atau
intervensi lainnya
Seringkali makin banyak petunjuk yang diterima pasien tentang keefektifan
intervensi, makin efektif intervensi tersebut nantinya. Individu yang diberitahu bahwa suatu
medikasi diperkirakan dapat meredakan nyeri hampir pasti akan mengalami peredaan nyeri
dibanding dengan pasien yang diberitahu bahwa medikasi yang didapatnya tidak mempunyai
efek apapun. Hubungan pasien –perawat yang positif dapat juga menjadi peran yang amat
penting dalam meningkatkan efek plasebo (Smeltzer dan Bare, 2002).

4.Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri
dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua
orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin
adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran
dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri
(Tamsuri, 2007).

Alat bantu lain yang digunakan untuk menilai intensitas atau keparahan nyeri klien sebagai
berikut:
a.Skala Deskriptif
Verbal Skala deskriptif verbal atau Verbal Descriptor Scale (VDS) merupakan salah
satu alat ukur tingkat keperahan yang lebih bersifat objektif. Skala deskriptif verbal ini
merupakan sebuah garis yang terdiri dari kalimat pendeskripsian ini dirangking dari tidak ada
nyeri sampai nyeri paling hebat (Prasetyo, 2010).

b.Skala Intensitas
Nyeri Numerik Skala numerik atau Numerical Rating Scale (NRS) digunakan sebagai
pengganti alat deskripsi kata. Dalam hal ini pasien menilai nyeri dengan skala 0 sampai
dengan 10. Skala 0 mendeskripsikan sebagai tidak nyeri, skala 1 sampai dengan 3
mendeskripsikan sebagai nyeri ringan yaitu ada rasa nyeri (mulai terasa tapi masih dapat
ditahan), skala 4 sampai dengan 6 mendeskripsikan sebagai nyeri sedang yaitu ada rasa nyeri
terasa mengganggu dengan usaha yang cukup kuat untuk menahan, dan skala 7 sampai
dengan 10 mendeskripsikan sebagai nyeri berat yaitu ada nyeri, terasa sangat mengganggu /
tidak tertahankan sehingga harus menangis, menjerit atau berteriak. Skala ini efektif
digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapeutik (Prasetyo, 2010 ;
McCeffery dan Beebe 1993 dalam Novita, 2012).
Penggunaan NRS direkomendasikan untuk menilai skala nyeri pasca operasi pada
pasien berusia di atas 9 tahun. NRS sangat mudah digunakan dan merupakan skala yang
sudah valid (Brunelli, et al., 2010 dan McCaffery Bebbe, 1993 dalam Novita, 2012).
c.Skala Analog
Visual Skala analog visual atau Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu garis
lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi
verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh pada pasien untuk
mengidentifikasi tingkat keparahan nyeri yang ia rasakan (Prasetyo, 2010).
d.Skala Wajah
Wong-Baker Skala wajah biasanya digunakan oleh anak-anak yang berusia kurang
dari 7 tahun. Pasien diminta untuk memilih gambar wajah yang sesuai dengan nyerinya.
Pilihan ini kemudian diberi skor angka. Skala wajah Wong-Baker menggunakan 6 kartun
wajah yang menggambarkan wajah senyum, wajah sedih, sampai menangis. Dan pada tiap
wajah ditandai dengan skor 0 sampai dengan 5 (Wong, 1998 dalam Novita, 2012).

5.Penatalaksanaan Nyeri
Penatalaksanaan nyeri atau tindakan keperawatan untuk mengurangi nyeri yaitu terdiri dari
penatalaksanaan non – farmakologi dan farmakologi.

a.Penatalaksanaan Farmakologi
Penanganan nyeri yang di alami oleh individu dapat melalui intervensi farmakologis,
dilakukan oleh kolaborasi dengan dokter atau pemberi perawat utama lainnya pada pasien.
Obat-obat yang biasanya digunakan adalah antiinflamsi nonsteroid. Obat-obatan ini dapat
menurunkan nyeri dan menghambat produksi prostatglandin dari jaringan-jaringan yang
mengalami trauma dan inflamasi yang menghambat reseptor nyeri untuk menjadi sensitive
terhadap stimulus penyakit sebelumnya (Smeltzer dan Bare, 2002).
b.Penatalaksanaan non farmakologi
Penatalaksanaan non farmakologi terdiri dari intervensi perilaku kognitif yang
meliputi tindakan distraksi, tehnik relaksasi (terapi musik, nafas dalam), imajinasi
terbimbing, hypnosis dan sentuhan terapeutik (massage) (Tamsuri, 2007).

Menurut Nursing Intervention and Classification/NIC (2013) peran perawat dalam


penatalaksanaan nyeri adalah:
1) Mengkaji nyeri seperti lokasi, karakteristik, durasi nyeri, frekuensi nyeri, kualitas
nyeri, intensitas nyeri dan faktor penyebab nyeri
2) Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3) Menanyakan pengetahuan pasien tentang nyeri
4) Mengkaji pengaruh nyeri yang dialami pasien pada tidur, selera makan, aktivitas,
perasaan, hubungan, peran pada pekerjaan dan pola tanggungjawab
5) Memberikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
6) Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
7) Melakukan penanganan non-farmakologi seperti relaksasi, terapi musik, guided
imagery, terapi akupresur, terapi aktivitas dan massage
8) Mengajarkan prinsip dari manajemen nyeri
9) Menggunakan teknik pengontrolan nyeri/antisipasi sebelum nyeri berubah menjadi
berat
10) 10)Melakukan penanganan farmakologi yaitu pemberian analgesik.

D.Terapi Musik
1.Definisi Terapi Musik
Terapi musik merupakan intervensi alami non invasif yang dapat diterapkan secara
sederhana tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi, harga terjangkau dan tidak
menimbulkan efek samping (Samuel, 2007 dalam Pratiwi 2014). Terapi musik adalah usaha
meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi,
ritme, harmoni, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik
yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental (Eka, 2011).
Penggunaan musik untuk relaksasi, mempercepat penyembuhan, meningkatkan fungsi
mental dan menciptakan rasa sejahtera. Terapi musik juga dapat mempengaruhi fungsi-fungsi
fisiologis, seperti respirasi, denyut jantung dan tekanan darah. Musik juga dapat menurunkan
kadar hormon kortisol yang meningkat pada saat stres. Musik juga merangsang pelepasan
hormon endorfin, hormon tubuh yang memberikan perasaan senang yang berperan dalam
penurunan nyeri (Young dan Koopsen, 2007).

2.Jenis Terapi
Musik Jenis terapi musik antara lain musik instrumental dan musik klasik. Musik
Instrumen bermanfaat menjadikan badan, pikiran, dan mental menjadi lebih sehat. Musik
klasik bermanfaat untuk membuat seseorang menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan
sejahtera, mepelaskan rasa gembira dan sedih menurunkan tingkat kecemasan pasien pra
operasi dan melepaskan rasa sakit dan menurunkan stress (Aditia, 2012).
3.Tujuan Terapi Musik
Musik digunakan untuk perawatan kesehatan antara lain :
a. Untuk meredakan rasa sakit yang berkaitan dengan anaesthesia atau pengurangan rasa
sakit.
b. Untuk menenangkan pasien.
c. Untuk mengurangi kegelisahan selama melahirkan.
d. Efek Mozart adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa dihasilkan sebuah musik
yang dapat meningkatkan intelegensia seseorang.
e. Refresing pada saat pikiran seseorang lagi kacau atau jenuh dengan mendengarkan
musik walaupun sejenak, terbukti dapat menenangkan dan menyegarkan pikiran
kembali.
f. Motivasi hal yang hanya bisa dilahirkan dengan “feeling” tertentu. Apabila ada
motivasi, semangatpun akan muncul.
g. Berbagai penelitian dan literature menerangkan tentang manfaat musik untuk
kesehatan, baik untuk kesehatan fisik maupun mental, beberapa penyakit yang dapat
ditangani dengan musik antara lain : kanker, stroke, dimensi, nyeri, gangguan
kemampuan belajar dan bayi prematur (Laila, 2011).

4.Manfaat Terapi Musik


Manfaat terapi musik antara lain (Djohan, 2006) :
a. Mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan.
b. Mempengaruhi pernafasan.
c. Mempengaruhi denyut jantung, nadi, dan tekanan darah manusia.
d. Bisa mempengaruhi suhu tubuh manusia.
e. Bisa menimbulkan rasa aman dan sejahtera.
f. Bisa mempengaruhi rasa sakit.

Beberapa manfaat terapi musik menurut American Musik Therapy Association (2009) adalah
:
a. Menurunkan ansietas dan stress.
b. Mengurangi nyeri.
c. Menenangkan bayi dan anak-anak.
d. Menurunkan efek samping kemoterapi.
e. Membantu pasien stroke dan pasien parkison untuk dapat berjalan normal.
f. Mengurangi lama perawatan di rumah sakit.
g. Menurunkan stress pada orang sehat.

5.Mekanisme Terapi Musik


Therapy Association (2008) mekanisme musik dalam proses penurunan rasa nyeri
dimana implus musik yang berkompetisi mencapai korteks serebri bersamaan dengan implus
nyeri akan berefek pada distraksi kognitif dalam inhibisi persepsi nyeri. Ketika musik yang
mempunyai efek terapi diperdengarkan, midbrain meningkatkan pengeluaran beta endorphin
hormone dan Gamma Amino Butyric Acid(GABA) yang dapat mengeliminasi
neurotransmitter rasa nyeri pada pusat persepsi dan interpretasi sensorik somatic di otak
sehingga efeknya nyeri berkurang (Guyton dan Hall, 2008).
Jadi musik terapi yang digunakan mempunyai karakteristik musik yang bersifat terapi
adalah musik yang nondramatis, dinamiknya bisa diprediksi memiliki nada yang lembut,
harmonis dan tidak berlirik, temponya 60-80 beat per minute dan musik yang dijadikan terapi
merupakan musik pilihan klien. Musik yang bersifat sebaliknya adalah musik yang
menimbulkan ketegangan, tempo yang cepat, irama yang keras, ritme yang irregular, tidak
harmonis atau dibunyikan dengan volume keras tidak akan menimbulkan efek terapi. Efek
yang timbul adalah meningkatkan denyut nadi, tekanan darah, laju pernapasan dan
meningkatkan stress (Nilsson, 2009).

6.Tata Cara Pemberian Terapi Musik


Belum ada rekomendasi mengenai durasi yang optimal dalam pemberian terapi
musik. Seringkali durasi yang diberikan dalam pemberian terapi musik adalah selama 15-20
menit, tetapi untuk masalah kesehatan yang lebih spesifik terapi musik diberikan dengan
durasi 30-45 menit. Ketika mendengarkan terapi musik klien berbaring dengan posisi yang
nyaman, sedangkan tempo harus sedikit lebih lambat, 50-70 ketukan/menit, menggunakan
irama yang tenang (Schou, 2007).
Menurut penelitian dari Alan Yanuar (2015) mengatakan bahwa terapi musik dilakukan
selama 10 menit.

7.Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan


Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat relaksasi adalah pasien harus dalam
keadaan nyaman, pikiran pasien harus tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana yang
rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat transmisi implus
nyeri sepanjang saraf sensoris dan nosiseptor saraf perifer ke kornu dorsalis kemudian ke
thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya persepsi nyeri (Brunner dan
Suddart, 2009).

E.Terapi Musik Berhubungan Dengan Penurunan Nyeri


Mendengarkan musik akan mengalihkan perhatian terhadap nyeri (distraksi) dan
memberikan rasa nyaman dan rileks (relaksasi). Sesuai dengan teori menurut Campbell
(2001) musik dapat digunakan sebagai terapi musik untuk meningkatkan kemampuan
manusia terhadap berbagai jenis penyakit dan dapat dimanfaatkan sebagai aktivitas distraksi.
Teknik distraksi dengan terapi musik akan membantu melepaskan endorfhin yang ada dalam
tubuh.
Seperti diketahui bahwa endorphin memiliki efek relaksasi dalam tubuh (Potter &
Perry, 2006). Endorphin tersebut dapat menimbulkan efek analgesia yang mengeliminasi
neurotransmitter (sinyal) rasa nyeri pada pusat persepsi dan interpretasi sensori dalam otak
sehingga efek yang bisa muncul adalah nyeri berkurang (Guyton & Hall, 2008).
LAPORAN PENDAHULUAN
POST OP 1 DI KAMAR BEDAH
DI RSUD KOTA MAKASSAR

KARMILAH
B1200357

CI INSTITUSI CI LAHAN

( ............................... ) ( ........................................ )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MERENDENG


MEJENE
PRODI PROFESI NERS

Anda mungkin juga menyukai