Anda di halaman 1dari 4

Ujian Tengah Semester

Mata Kuliah Madzhab Tafsir


Tahun Akademik 2020/2021

Nama : Resa Miswal Nugraha


Nim : 181320085
Jur/Smt/Kls : IAT/6/C

Jawaban :
1. Secara etimologis, istilah madzahibut tafsir, merupakan bentuk susunan idhafah dari
kata “madzahib” dan “at-Tafsir”. Kata madzahib adalah bentuk jamak (plural) dari
madzhab, yang berarti : aliran pemikiran, pendapat, teori. Sedangkan at-Tafsir secara
garis besar adalah hasil pemahaman manusia terhadap Alquran, dengan menggunakan
metode atau pendekatan tertentu yang dipilih oleh seorang mufassir. Sedangkan
secara terminologis madzab biasa didefinisikan sebagai hasil-hasil ijtihad atau
pemikiran, penafsiran para ulama‟ yang kemudian dikumpulkan dan dinisbatkan
kepada tokohnya, atau kecenderungannya atau masa pereodesasinya. Jadi madzahib
at-tafsir adalah aliran-aliran, madzab-madzab, dan kecenderungan-
kecenderungan yang dipilih oleh seorang muffasir Alquran.

Urgensi dari mempelajari Madzhab Tafsir. Secara tidak langsung dengan mempelajari
madzahib al-tafsir kita akan memperoleh informasi yang utuh tentang berbagai
dinamika perkembangan tafsir, yang sarat dengan berbagai corak, metode, pendekatan
dan kecenderungan. Secara khusus pentingnya kajian terhadap madzahib al-tafsir
adalah:
Pertama, untuk membuka wawasan, orang yang tekun dan serius dalam mempelajari
berbagai perkembangan dan dinamika tafsir dengan segala keragaman corak dan
aliran yang ada, maka niscaya ia akan terbuka wawasannya.
Kedua, untuk menyadari pluralitas penafsiran, yakni kesadaran melihat realitas yang
plural dan bersikap optimis serta positif terhadap hal itu, jelas menjadi sangat penting,
agar dapat menghindari berbagai ketegangan dan konflik, akibat beranggapan bahwa
tafsirnya yang paling benar sedang yang lain pasti keliru.
Ketiga, de-sakralisasi pemikiran agama, hal ini menjadi penting agar terhindar dari
sikap menganggap suci atau sakral terhadap pemikiran keagamaan, termasuk pula
dalam penafsiran Alquran.

2. Sebagaimana dijelaskan al-Farmawy, tafsir bi al Ma‟tsur (disebut pula di ar-riwayah


dan an-nayl) adalah penafsiran Alquran yang berdasarkan pada penjelasan Alquran
sendiri, penjelasan Nabi, penjelasan para sahabat melalui ijtihadnya, dan pendapat
(aqwal) tabi‟in. Sedangkan tafsir bil al-ra‟yi, berdasarkan pengertian etimologi, ra‟yi
berarti keyakinan (I‟tiqad), analogi (qiyas), dan ijtihad. Dan ra‟yi dalam terminologi
tafsir adalah ijtihad. Adz-Dzahabi mendefinisikan tafsir bi al-ra‟yi adaiah tafsir yang
diambil berdasarkan ijtihad dan pemikiran mufassir setelah mengetahui bahasa Arab
dan metodenya, dalil hukum yang ditunjukkan, serta problem penafsiran, seperti
asbab nuzul, dan nasih mansukh.

Adapun al-Farmawi mendefinisikannya sebagai berikut: Menafsirkan Alquran dengan


ijtihad setelah si mufassir yang berbicara dan mengetahui kosakata-kosakata Arab
beserta muatan artinya. Untuk menafsirkan Alquran dengan ijtihad, si mufassir pun
dibantu oleh Syi‟ir Jahiliyah, asbab an-nuaul, nasikh mansukh, dan lainnya yang
dibutuhkan oleh seorang mufasir, sebagaimana diutarakan pada penjelasan tentang
syarat-syarat menjadi mufasir

3. A. Perkembangan, Metode, Karakteristik dan Sumber Tafsir pada zaman Nabi


Muhammad Saw

Dalam setiap era generasi memiliki ciri khas/ simbol tersendiri, dalam tafsir Alquran
pun demikian. Tafsir era nabi Saw memilki karakteristik dan keistimewaaan
tersendiri, yang mana ia telah menjadi sumbu sejarah dari penafsiran Alquran.
Adapun karakteristik tafsir era nabi saw :
a. Prinsip: praktif, menafsirkan ayat-ayat yang ditemui “bermasalah”, dan
implementatif.
b. Sifat: diterima tanpa ada kritik, tokoh (nabi saw) menjadi rujukan utama dan
pemegang otoritatif.
c. Metode: bil-wahyi (dibawah bimbingan wahyu ilahi dengan sedikit analisa
kebahasaan (bi al-ra‟yi).
d. Sumber: Allah dan malaikat Jibril.
e. Validitas: terjamin (sahih).
f. Model penafsiran: bersifat ijmali (global) dan disampaikan secara oral.
g. Alquran tidak semuanya ditafsirkan oleh nabi saw, tetapi hanya sebagian
saja, yakni pada ayat-ayat yang dikira musykil untuk dipahami oleh sahabat.
h. Sedikitnya perbedaan dalam pemahaman terhadap ayat Alquran diantara
para sahabat daripada masa setelahnya. Karena jika terjadi perselisihan
pemahaman antara sahabat, pasti ada nabi saw sebagai pihak penengah dan
pengadil diantara kedua belah pihak yang berselisih
i. Dalam menafsirkan Alquran nabi saw hanya mencukupkan pada makna
global saja dan tidak mendalamimaknanya secara terperinci (darisegala
aspek).
j. Penjelasan yang singkat terhadap makna lughawi.
k. Belum ada pembukuan tafsir Alquran.

B. Perkembangan, Metode, Karakteristik dan Sumber Tafsir pada zaman Para Sahabat

Pada masa sahabat penafsiran Alquran dilakukan secara langsung kepada inti dan
kandungan Alquran, dan mengarah kepada penjelasan makna yang dikehendaki dan
hukum-hukum yang terkandung dalam ayat serta menggambarkan makna dari ayat-
ayat yang berisi nasihat, petunjuk, kisah-kisah agamis, penuturan tentang keadaan
umat terdahulu, menjelaskan tentang maksud peribahasa dan ayat-ayat yang dijadikan
oleh Allah sebagai contoh bagi manusia untuk dipikirkan dan direnungkan, nasihat
yang baik,dan maksud-maksud Alquran yang lain. Sebagaimana Sumber-sumber
penafsiran para Sahabat. Secara garis besar para sahabat dalam menafsirkan Alquran
menggunakan 4 sumber, yaitu Alquran, Hadis Nabi, Ijtihad, dan keterangan Ahli
Kitab. Sementara itu, karakteristik tafsir pada masa Sahabat diantaranya :
1. Alquran tidak ditafsirkan semua, hanya sebagian pengertian saja yang
dianggap sukar, sehingga penafsiran itu berkembang sedikit demi sedikit
berdasarkan pada problema yang ada. Sampai suatu waktu menjadi
sempurna. Sedikitnya perbedaan dalam memahami lafazh Alquran.
2. Mencukupkan metode penafsirannya secara tafsir global (tafsir ijmali).
3. Membatasi penafsiran dengan penjelasan berdasarkan makna bahasa yang
primer.
4. Tidak ada penafsiran secara „ilmi, fiqih, dan madzhabi. Sebab hal tersebut
baru muncul setelah masa sahabat.
5. Tak adanya pembukuan tafsir, sebab pembukuannya baru ada setelah abad
ke-II H. Meskipun sebenarnya sudah ada shahifah yang berisi tafsir, tapi
para ulama menganggapnya hanya sebagai catatan belaka.
6. Penafsiran saat itu merupakan bentuk dari perkembangan hadis.

C. Perkembangan, Metode, Karakteristik dan Sumber Tafsir pada zaman Tabi‟in

Dalam memahami Aluran, para mufasir priode tabi„in berpegang pada beberapa hal,
yaitu Alquran itu sendiri, riwayat yang mereka ambil dari para sahabat yang diperoleh
dari Rasulullah, riwayat yang mereka ambil dari sahabat yang bersumber dari sahabat
sendiri, riwayat yang mereka ambil dari Ahl al-Kitab yang ada pada kitab-kitab
mereka, dan dari apa yang dibukakan oleh Allah (hidayah) kepada mereka melalui
ijtihad dan penalaran terhadap kitabullah. Mengenai sumber tafsir pada masa tabi‟in
sebagai berikut:
Pertama, tafsir sebagian Alquran terhadap sebagian yang lain.
Kedua, tafsir Rasulullah terhadap sejumlah ayat.
Ketiga, tafsir yang berasal dari sahabat.
Keempat, tafsir yang diambil tab‟in dari Ahl al-Kitab yang telah masuk Islam yang
sumbernya adalah kitab-kitab suci mereka.
Kelima, ijtihad para tabi„in sendiri sebagai buah dari kajian mereka terhadap
kitabullah dan pengetahuan mereka tentang bahasa Arab

Sedangkan karakteristik tafsir pada masa tabi‟in dijelaskan sebagai berikut.


a. Mulai banyak dipengaruhi kisah-kisah Israiliyyat dan Nasraniyyat. Hal ini
disebabkan karena tabi‟in begitu mudahnya menrima informasi dari para ahli kitab
tanpa melakukan seleksi dan kritik. Mereka mengambil riwayat dari ahli kitab
yang masuk Islam seperti Abdullah bin Salam, Al- Ahbar, Wahab bin Munabbah,
Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij.
b. Tafsir Alquran masih terikat dengan tradisi penerimaan dan riwayat sebagaimana
masa nabi. Dan sahabat ahli Mekkah merujuk kepada Ibnu Abbas, ahli Madinah
dari Ubay bin Ka‟ab, dan ahli Irak dari Ibnu Mas‟ud.
c. Mulai muncul bamyak perbedaan madzhab yang diakibatkan oleh perbedaan
dalam memaknai ayat Alquran.
d. Banyak perbedaan penafsiran terhadap pemahaman yang diperoleh dari para
sahabat.

Anda mungkin juga menyukai