Anda di halaman 1dari 6

PENGGUNAAN MULSA LIMBAH SEREH WANGI TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAHE GAJAH (Zingiber officinale


Rosc.)
JULIA
Program Studi Pengelolaan Perkebunan, Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan,
Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh, NIM: 20254112024. Jl. Raya Negara
KM 7 Tanjung Pati,
juliapp024@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penggunaan
mulsa limbah sereh wangi terhadap pertumbuhan dan produksi jahe gajah
(Zingiber officinale Rosc). Jahe merupakan salah tanaman obat berupah tumbuhan
rumpun berbatang semu yang berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India
sampai Cina. Jahe gajah dapat lebih dikembangkan sebagai salah satu komoditas
unggulan yang mampu memberikan harapan dan nilai ekonomis yang tinggi.
Didalam budidaya jahe, pemberian mulsa sangat diperlukan, karena dapat
meningkatkan produksi. pengamatan pada 3 minggu setelah tanam dengan cara
menentukan sampel sebanyak 10 %dari jumlah tanaman, yaitu sebanyak 54
tanaman. Penentuan titk sampel dilakukan dengan cara mengundi tanaman. Pada
penentuan sampel sangat dihindari memilih tanaman yang berada ditepi bedengan,
dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi dalam pertumbuhannya. Kegiatan
pengamatan dilakukan dengan interval waktu 1x2 minggu. Dapat disimpulkan
dari hasil penelitian ini bahwa penggunaan mulsa limbah sereh wangi
berpengaruh terhadap pertumbuhan jahe gajah.

PENDAHULUAN
Jahe merupakan tanaman rempah yang dimanfaatkan sebagai minuman atau
campuran pada bahan pangan.Rasa jahe yang pedas bila dibuat minuman
memberikan sensasi sebagai pelega dan penyegar tenggorokan.Rimpang jahe juga
berkhasiat sebagai obat selain sebagai penyedap masakan/ minuman. Jahe banyak
dimanfaatkan untuk asupan makanan, industri makanan/ minuman atau bahan
obat. Oleh karena itu, rimpang jahe banyak dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut (Setyaningrum dan Saparinto, 2013).
Tanaman jahe termasuk kedalam kelas monocotyledon (tanaman
berkeping satu) dan family Zingiberaceae (suku temu-temuan).Tanaman ini
merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah yang telah lama tumbuh di
Indonesia. Bisa dikatakan, Indonesia didatangi bangsa asing sejak beberapa abad
silam karena keberadaan jahe ini (Setyaningrum dan Saparinto, 2013).
Bumi Indonesia yang subur sangat cocok untuk tanaman jahe.Namun,
pada kenyataanya tidak mudah untuk mendapatkan jahe dengan kualitas dan
kuantitas yang dibutuhkan, baik dalam kebutuhan dalam negeri maupun ekspor
(Setyaningrum dan Saparinto, 2013).
Tanaman jahe hanya bisa bertahan hidup didaerah tropis seperti Brazil,
Afrika serta daerah khatulistiwa. Indonesia termasuk daerah tropis dengan
kondisi tanah yang subur serta letak geografis yang cocok untuk komoditijahe
sehingga penyebaran tanaman jahe hampir menyeluruh di kawasan Indonesia. Hal
ini ditadai dengan banyaknya istilah yang ditemui untuk penamaan jahe ini.
Sebagai salah satu komoditas perkebunan yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, sesungguhnya jahe mempunyai prospek pemasaran yang cukup baik
untuk dikembangkan. Apalagi dewasa ini jahe telah menjadi salah satu komoditi
ekspor yang permintaannya cukup tinggi dengan harga yang cukup tinggi
dibanding dengan biaya produksinya (Setiawan, 2015).
Tanaman jahe dapat dibedakan dari beberapa jenis berdasarkan ukuran,
bentuk dan warna rimpang, yaitu jahe putih kecil (JPK), jahe putih besar (JPB)
dan jahe merah (JM).Dari tiga jenis jahe ini, volume permintaan JPB jauh lebih
besar dibandingkan dengan dua jenis jahe lainnya, permintaan jahe merah saat ini
mencapai 4 ton per minggu, jahe putih kecil 10 ton per minggu, dan jaheputih
besarlebih dari 20 ton per minggu. Umumnya pasar ekspor lebih mengutamakan
jahe putih besar (jahe gajah) ketimbang jahe lainnya. Permintaan jaheputih
besartertinggi, yaituBelandasebagai bahan baku minuman. Sedangkan permintaan
dalam negeri, berkisar 5.000 ton per tahun dan hampir semua Industri Obat
Tradisional di Jawa Tengah membutuhkan jahe gajah sebagai bahan baku industry
(Idarto, 2016).
Peningkatan permintaan jahe dipasar Internasional dan pasar lokal, harus
diimbangi dengan produksi jahe nasional, yang ditotalkan dari produksi masing –
masing daerah.Di Kabupaten Lima Puluh Kota, produksi tertinggi, yaitu 63,6 ton
di tahun 2013 dan 54,5 ton di tahun 2014, dan mengalami penurunan produksi
jahe sebesar 9,1 tondari tahun 2013 – 2014 (BPS Sumbar, 2015).
Pertanian bioindustri pada dasarnyamerupakan sistem pertanian yang
mengeloladan/atau memanfaatan secara optimal seluruhsumberdaya hayati
termasuk biomassa dan/ataulimbah organik pertanian, bagi
kesejahteraanmasyarakat dalam suatu ekosistem secara harmonis(Prastowo,
2014). Pertanian bioindustridikembangkan dengan menghasilkan
sesedikitmungkin limbah tak bermanfaat, menggunakanseminimal mungkin input
produksi dan energi dariluar, mampu menghasikan produk pangan
denganmengelola biomassa dan limbahnya menjadi bioprodukbaru bernilai tinggi
dan ramah lingkungan.
Penggunaan minyak atsiri seperti sereh wangi semakin meningkat.Di
sentra penyulingan minyak sereh wangi limbah sisa hasil sulingan cukup
melimpah dan dibiarkan menumpuk.Hal ini dapat berpotensi mencemari
lingkungan.Salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan mengolah limbah sereh
wangi hasil sulingan menjadi kompos sebagai pupuk organik.Peranan bahan
organik sebagai kompleks jerapan anion (fosfat, silikat, nitrat, sulfat, dan lainnya)
sangat penting dan selama ini kurang mendapat perhatian (Karama et al. 1990) cit
Dessy (2015).
Pemanfaatan limbah sisa tanaman seperti limbah sereh wangi hasil
sulingan sebagai kompos dan mulsa merupakan alternatif dan potensi untuk
dikembangkan. Pengembangan sistem pemberdayaan input lokal seperti limbah
sereh wangi yang banyak tersedia disekitar areal budidaya tanaman jahe perlu
dikaji potensinya sebagai sumber bahan organik dan herbisida nabati untuk
mendorong efisiensi budidaya jahe yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan bulan Juli 2019 sampai Desember 2019 di
lahan praktek Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh
Kota Sumatera Barat. Luas lahan yang diusahakan5,6 m x 19 m (106,4 m2). Serta
populasi yang diusahakan sebanyak 540 rumpun tanaman jahe dan 10 %
sulaman dari jumlah populasi tanaman. Untuk mengetahui pertumbuhan tanaman
dilapangan, maka dilakukan pengamatan pada 3 minggu setelah tanam dengan
cara menentukan sampel sebanyak 10 %dari jumlah tanaman, yaitu sebanyak 54
tanaman. Penentuan titk sampel dilakukan dengan cara mengundi tanaman. Pada
penentuan sampel sangat dihindari memilih tanaman yang berada ditepi bedengan,
dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi dalam pertumbuhannya. Kegiatan
pengamatan dilakukan dengan interval waktu 1x2 minggu. Bagian-bagian
tanaman yang diamati antara lain :% tumbuh, tinggi tanaman, jumlah anakan,
bobot rimpang. Persentasi tumbuh tanaman dihitung dengan cara
membandingkan jumlah tanaman yang tumbuh dengan jumlah tanaman yang
ditanam. Perhitungan persentase tumbuh dilakukan pada saat tanaman berumur 3
minggu setelah tanam, yaitu bertepatan pada tanaman akan disulam.
Persentase tumbuh(%)=jumlah tanaman yang tumbuh X 100%
jumlah tanaman yang ditanam

Tinggi tanaman jahe dihitung mulai dari umur 3 minggu setelah


tanaman.Sebelum dilakukan pengukuran, sampel tanaman diberikan pancang dari
kayu sepanjang 15 cm dengan ketentuan 5 cm dari pancang ditenggelamkan
kedalam tanah, yang bertujuan sebagai awal permulaan pengukuran. Tinggi
tanaman diukur dari atas pancang sampai ujung daun terpanjang, hasil pengukuran
ditambahkan 10 cm.Dalam pengukuran, rumpun dipegang dengan lurus,
kemudian diukur tingginya sampai ujung daun terpanjang.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil pengamatan terhadap persentase tumbuh tanaman jahe gajah setelah
dirata-ratakan adalah :
Jumlah populasi : 570 tanaman
Jumlah tanaman hidup : 545 tanaman
Pengamatan pertumbuhan tanaman jahe dilakukan terhadap tinggi
tanaman, jumlah anakan dan jumlah daun tanaman.
Tabel 9. Rata-rata pertumbuhan tanaman jahe gaja setiap pengamatan
Pengamatan Ke Tinggi Tanaman Jumlah Anakan
pengamatan 1 15 2
pengamatan 2 17 2
pengamatan 3 43 3
pengamatan 4 50 4
pengamatan 5 59 5
pengamatan 6

proyek untuk pertumbuhannya diperoleh data persentasi tumbuh tanaman


dari awal proyek hingga akhir proyek 95,6 %, rata – rata tinggi tanaman di akhir
pengamatan mencapai 58 cm, rata – rata jumlah anakan di akhir pengamatan
mencapai 5 anakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat perbandingan antara
menurut para ahli dan pelaksanaan Proyek Usaha Mandiri dilapangan pada tabel
10 :
Tabel 10. Pengamatan pertumbuhan dan produksi budidaya jahe gajah
Menurut Paimin
No Parameter pengamatan PENGAMATAN dan Murhananto
(2004)
1 Persentase tumbuh (%) 95,6 %. 85 %-95 %
2 Tinggi tanaman (cm) 58 cm 41,14 cm
3 Jumlah anakan (rumpun) 5 anakan  8 anakan
4 Berat rimpang (kg)/rumpun 0,18 kg/ rumpun 0,3 kg

Dari table dapat dilihat pertumbuhan dan produksi tanaman jahe kurang
baik, hal ini dapat dilihat dari data variabel pengamatan yang masih dibawah dari
data pembanding. Adapun penyebab terjadinya hal tersebut karena bebrapa faktor
seperti buruknya kualitas bibit yang diperoleh, dan keadaan cuaca yang tidak
mendukung.
KESIMPULAN
Penambahan mulsa limbah sereh wangi terhadap pertumbuhan dan
produksi jahe gajah sudah sangat efektif dan sangat berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan dan hasil dari tanaman jahe gajah. Mulsa limbah berpengaruh pada
peningkatan parameter persentase tumbuh, tinggi tanaman, jumlah anakan dan
berat rimpang yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatra Utara. 2012. Petunjuk teknis
budidaya tanaman jahe.http://sumut.litbang.pertanian.go.id.(diunduh 07
Maret 2019).

Cahyo. 2013. Bokashi Jerami dan Bokashi pupuk kandang.


http://artikel.co/2417/bokashi-jerami-dan-bokashi-pupuk-kandang.html.

Dessy A.M.2015.Potensi limbah sereh wangi sebagai pupuk organik dan pengaruh
pemupukan anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi jahe gajah
(Zingiber officinale Rosc.).Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Pattimura. Ambon. (Diunduh pada 01 Mei 2019)

Anda mungkin juga menyukai