Halaman
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.2 Tujuan..........................................................................................................................1
2.5.3 Nyeri.....................................................................................................................6
2.5.9 Syncope..............................................................................................................10
3.1 Data............................................................................................................................12
3.2 Pembahasan...............................................................................................................13
3.2.5 Pegintron............................................................................................................19
3.2.7 Metoclopramide.................................................................................................21
3.2..9 Levofloksasin.....................................................................................................22
3.2.10 Pegasys...............................................................................................................22
4.1 Kesimpulan................................................................................................................26
4.2 Saran..........................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................28
LAMPIRAN.............................................................................................................................29
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Halaman
LAMPIRAN A - D...................................................................................................................30
LAMPIRAN E.........................................................................................................................31
LAMPIRAN F-G.....................................................................................................................32
LAMPIRAN H.........................................................................................................................33
LAMPIRAN I...........................................................................................................................34
LAMPIRAN J..........................................................................................................................35
LAMPIRAN K.........................................................................................................................36
LAMPIRAN L.........................................................................................................................37
LAMPIRAN M........................................................................................................................38
LAMPIRAN N – O..................................................................................................................39
LAMPIRAN P..........................................................................................................................40
LAMPIRAN Q.........................................................................................................................41
LAMPIRAN R.........................................................................................................................42
LAMPIRAN S..........................................................................................................................43
BAB I
PENDAHULUAN
Konsep dari pengobatan pada hakekatnya adalah “Primum non nocere” yaitu yang pertama
adalah yang tidak membahayakan. Sedangkan obat sendiri sebenarnya merupakan zat kimia
yang sebagian besar di buat dengan cara disintesis dan bukan berasal dari tubuh manusia.
Maka secara tidak langsung selain akan memberikan efek terapi tentu obat juga dapat
memberikan efek lain yang tidak diharapkan yang disebut dengan efek samping.
Walaupun telah melalui serangkaian uji preklinis dan uji klinis serta telah disetujui oleh
badan berwenang mengenai ijin peredarannya, tidak dapat dipungkiri bahwa tidak ada satu
pun produk/sediaan farmasi yang 100% aman dan bebas dari resiko. Hal ini berkaitan dengan
terbatasnya informasi tentang keamanan dari studi preklinis maupun klinis sehingga asesmen
risiko-manfaat pada tahap pra pemasaran masih terbatas. Selain itu penggunaan obat dalam
masyarakat tidak dapat diprediksi dan memungkinkan terjadinya masalah penggunaan obat
seperti penggunaan off-lable dan masalah terkait dosis dan durasi pemakaian. Oleh sebab itu,
perlu dilakukan suatu kegiatan untuk memantau penggunaan obat di masyarakat dan
memastikan bahwa obat yang sudah dpasarkan tersebut tetap aman. Kegiatan atau aktivitas
tersebut disebut dengan Post Marketing Surveilance.
Salah satu bentuk dari postmarketing surveilance yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di
tempat praktik pelayanan farmasi adalah Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Setelah
dilakukan MESO, MESO dilaporkan ke pusat MESO untuk dianalisis dan dikaji.
Postmarketing Pharmacovigilance digunakan sebagai sarana untuk mengeksplorasi data dan
penyelidikan laporan kasus untuk mengidentifikasi hubungan antara obat dan ADRs.
1.2 Tujuan
Menentukan hubungan kesesuaian antara efek samping obat yang dilaporkan dalam laporan
MESO selama bulan Januari – Maret 2016 dengan masing-masing obat yang dicurigainya.
BAB II
TINJAUAN UMUM
ADRs merupakan suatu pengalaman reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya dari
pemberian obat atau kombinasi obat pada kondisi normal penggunaan obat dan diduga
berkaitan atau disebabkan oleh obat. Pengertian lain, menurut Karch-Lasagna, efek samping
obat merupakan setiap respons terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak dimaksudkan,
terjadi pada dosis yang digunakan pada manusia untuk profilaksis, diagnosis, terapi, tidak
termasuk gagal mencapai kegunaan yang dimaksudkan. Sedangkan pengertian efek samping
obat menurut WHO adalah setiap respon terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak
dimaksudkan, terjadi pada dosis biasa yang digunakan pada manusia untuk profilaksis,
diagnosis, atau terapi penyakit atau untuk memodifikasi fungsi fisiologi. Tidak termasuk
kegagalan terapi, overdosis, penyalahgunaan obat, ketidakpatuhan dan kesalahan obat.
Untuk memastikan obat yang diterima oleh masyarakat sudah aman, maka dilakukan suatu
kegiatan yang disebut dengan Pharmacovigilance, yaitu suatu keilmuan dan aktivitas tentang
deketsi, penilaian (assessment), pemahaman dan pencegahan efek samping atau masalah
lainnya terkait dengan penggunaan obat. Walaupun sebelum obat dipasarkan obat telah
melalui studi pra-klinik dan klinik sehingga obat tidak diragukan khasiat, kualitas, dan
keamanannya, namun obat harus tetap dipantau penggunaannya saat sudah dipasarkan. Hal
ini dikarenakan pada saat obat digunakan oleh masyarakat luas, obat menjadi sulit
dikendalikan dan tidak dapat dipastikan penggunaan dan penyimpanannya sama seperti yang
diujikan.
Di tempat praktik pelayanan kefarmasian, untuk memantau terjadinya suatu efek samping
obat dilakukanlah monitoring efek samping obat (MESO). Di Indonesia sendiri, kegiatan
MESO oleh tenaga kesehatan masih bersifat sukarela (voluntary reporting) dengan
menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning.
Monitoring tersebut dilakukan terhadap seluruh obat beredar dan digunakan dalam pelayanan
kesehatan di Indonesia.
Aktifitas monitoring ESO dan juga pelaporannya oleh sejawat tenaga kesehatan sebagai
healthcare provider merupakan suatu tool yang dapat digunakan untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan jarang terjadi (rare).
dokter,
dokter spesialis,
dokter gigi,
apoteker,
bidan,
perawat, dan
tenaga kesehatan lain.
Yang dilaporkan dalam form kuning MESO ini adalah setiap kejadian yang dicurigai sebagai
efek samping obat, baik efek samping yang belum diketahui hubungan kausalnya (KTD/AE)
maupun yang sudah pasti merupakan suatu ESO (ADRs).
Di RSUP dr. Hasan Sadikin, kegiatan MESO telah berjalan dengan cukup baik sehingga
setiap bulan selalu ada data pelaporan MESO. Pelaporan ini biasanya dilakukan oleh dokter
dengan koordinasi dengan perawat dan apoteker.
Informasi KTD (Kejadian Tidak Diinginkan) atau ESO yang hendak dilaporkan diisikan ke
dalam formulir pelaporan ESO/ formulir kuning yang tersedia. Dalam penyiapan pelaporan
KTD atau ESO, sejawat tenaga kesehatan dapat menggali informasi dari pasien atau keluarga
pasien. Untuk melengkapi informasi lain yang dibutuhkan dalam pelaporan dapat diperoleh
dari catatan medis pasien.
1. Perawat, dokter, atau apoteker melihat adanya kecurigaan terhadap ESO yang terjadi
pada pasien.
2. Perawat, dokter, dan apoteker melakukan koordinasi untuk pengisian formulir kuning.
3. Dokter menulis informasi ESO pada formulir kuning.
4. Formulir kuning kemudian dianalisis oleh apoteker.
5. Formulir yang telah selesai dianalisis kemudian di serahkan ke TFT (Tim Farmasi dan
Terapi)
6. TFT mengirimkan laporan MESO kepada :
Pusat MESO/Farmakovigilans Nasional
Direktorat Pengawasan Distribusi
Produk Terapetik dan PKRT
Badan POM RI
Jl. Percetakan Negara 23 Jakarta Pusat, 10560
No Telp : 021 - 4244 755 ext.111
Fax : 021 - 4288 3485
Email : pv-center@pom.go.id dan
Indonesia-MESO-BadanPOM@hotmail.com
Proses evaluasi yang dapat dilakukan dalam menganalisis ESO adalah dengan menggunakan
analisis kausalitas. Analisis kausalitas merupakan proses evaluasi yang dilakukan untuk
menentukan atau menegakkan hubungan kausal antara kejadian efek samping yang terjadi
atau teramati dengan penggunaan obat oleh pasien. Tersedia beberapa algoritma atau tool
untuk melakukan analisis kausalitas terkait KTD/ESO. Pendekatan yang dilakukan pada
umumnya adalah kualitatif sebagaimana Kategori Kausalitas yang dikembangkan oleh WHO,
dan juga gabungan kualitatif dan kuantitatif seperti Algoritma Naranjo. Di dalam formulir
pelaporan ESO atau formulir kuning, tercantum tabel Algoritma Naranjo yang dapat
digunakan oleh tenaga kesehatan untuk melakukan analisis kausalitas per individu pasien.
Mual adalah pengalaman yang sama sekali subyektif, didefinisikan sebagai sensasi yang
segera mendahului muntah. Pasien menyatakan bahwa mereka seolah-olah akan muntah, atau
menggambarkan sensasi seperti merasa tidak nyaman atau sakit perut.
Muntah adalah peristiwa fisik yang sangat spesifik, didefinisikan sebagai evakuasi isi
lambung yang cepat dan secara paksa dengan alur balik dari isi perut sampai dan keluar dari
mulut. Muntah biasanya, namun tidak selalu, dilanjutkan lagi dengan mual. Muntah dapat
terjadi tanpa keluarnya isi lambung dari mulut, disebut sebagai nafas kering (dry heaves), hal
ini mengacu pada gerakan pernapasan spasmodik dilakukan dengan glotis tertutup.
Sensasi berupa mual disebabkan oleh stimulasi dari satu atau lebih dari empat sistem yaitu :
Aferen visceral dari saluran pencernaan (vagus atau saraf simpatis) – sinyal-sinyal
ini menginformasikan otak mengenai kondisi seperti distensi gastrointestinal dan iritasi
mukosa.
Aferen visceral dari luar saluran pencernaan – sinyal dari saluran empedu,
peritoneum, hati dan berbagai organ lain. Impuls ke pusat pusat muntah menjelaskan
bagaimana, misalnya, batu di saluran empedu dapat menyebabkan muntah.
Aferen dari pusat extramedulla di otak (sistem vestibular), rangsangan psikis
tertentu (bau, rasa takut), dan trauma otakdapat menyebabkan muntah.
Kemoreseptor trigger zone di area postrema (medulla) dasar ventrikel keempat, atau
pusat-pusat yang lebih tinggi di sistem saraf pusat (SSP).
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pusing diartikan juga sebagai sakit
kepala, pening, dalam keadaan keseimbangan terganggu serasa keadaan sekitar berputar.
Pusing atau dizziness merupakan ketidaknyamanan yang dirasakan pada kepala yang dapat
disebabkan beberapa hal diantaranya gangguan pada penglihatan, otak, sistem keseimbangan
(vestibular) di dalam telinga dan sistem pencernaan. Pusing merupakan perasaan subyektif
yang tidak terukur, karena setiap orang memiliki penggambaran yang berbeda-beda mengenai
kondisi yang berkisar antara sakit kepala ringan, unsteadiness, hingga vertigo. Ada beberapa
sensasi utama yang biasa dirasakan pada seseorang saat pusing yaitu :
Sebenarnya pusing bukan merupakan penyakit, namun merupakan gejala atau kondisi yang
disebabkan oleh faktor-faktor lain, diantaranya :
2.5.3 Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau
bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri juga merupakan
kondisi yang subyektif, seperti halnya pusing dan mual, karena tidak dapat terukur. Ada lima
klasifikasi dan jenis nyeri, yaitu :
Penurunan atau hilangnya nafsu makan merupakan suatu kondisi yang disebabkan banyak
faktor, salah satunya adalah adanya penyakit atau adanya gangguan terhadap kondisi tubuh.
Rasa mual atau rasa tidak enak pada bagian mulut pada umumnya menjadi sebab seseorang
kehilangan nafsu makannya. Selain itu, gangguan psikologis seperti depresi, kesedihan yang
berlebih, atau stress juga dapat menyebabkan penurunan atau kehilangan nafsu makan.
Beberapa obat juga dapat menyebabkan penurunan nafsu makan, biasanya efek ini tidak
terjadi secara langsung melainkan disebabkan atau bersamaan dengan efek samping lain
misalnya mual atau rasa tidak enak pada perut.
Nyeri otot atau myalgia adalah rasa sakit atau nyeri yang muncul pada bagian otot, biasanya
diiringi dengan rasa pegal. Kondisi ini merupakan kondisi umum yang bisa terjadi pada
semua orang. Nyeri otot biasanya terkait dengan tingkat ketegangan, terlalu banyak
beraktivitas, atau cedera dari olahraga dan/atau bekerja, selain itu myalgia atau nyeri otot bisa
juga disebabkan karena penggunaan obat-obat tertentu seperti antikolesterol, ACEI, atau
kokain.
2.5.6 Fatigue / Badan Lelah dan Lemas
Fatigue atau kelelahan adalah suatu kondisi yang memiliki tanda berkurangnya kapasitas
yang dimiliki seseorang untuk bekerja, biasanya disertai dengan perasaan letih dan lemas.
Kondisi ini merupakan kondisi yang bersifat subyektif sehingga tidak dapat diukur.
Diare secara klinis didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar/BAB) lebih
dari biasanya (>3x/hari) disertai dengan perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan
atau tanpa darah. Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi
empat kelompok yaitu:
1. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya kurang
dari tujuh hari),
2. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya
3. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara terus
menerus
4. Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten)
mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
Konstipasi adalah kondisi tidak bisa buang air besar (BAB) secara teratur atau tidak bisa
sama sekali. Hal ini biasanya berkaitan dengan konsistensi tinja yang menjadi sangat keras
dengan ukuran besar atau kecil.
Erupsi obat alergi atau allergic drug eruption merupakan reaksi alergi pada kulit atau daerah
mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan cara sistemik. Erupsi obat
alergi merupakan salah satu bentuk dari reaksi silang obat pada kulit. Reaksi silang obat
adalah reaksi berbahaya atau tidak diinginkan yang diakibatkan dari penggunaan produk
pengobatan dan dari reaksi tersebut dapat diprediksikan bahaya penggunaan produk itu di
masa yang akan datang sehingga dilakukan tindakan penggantian maupun penarikan produk.
Umumnya erupsi obat alergi timbul karena reaksi hipersensitivitas berdasarkan mekanisme
imunologis. Reaksi ini juga dapa terjadi melalui mekanisme non imunologis yang disebabkan
karena toksisitas obat, over dosis, interaksi antar obat dan perubahan dalam metabolisme.
Erupsi alergi obat yang timbul akan mempunyai kemiripan dengan gangguan kulit lain pada
umumnya, yaitu :
2.5.9 Syncope
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan syncope diantaranya adalah stress emosional, nyeri,
pengumpulan darah di kaki karena perubahan posisi tubuh yang tiba-tiba, kepanasan,
dehidrasi, berkeringat banyak, atau kelelahan. Syncope dapat terjadi saat batuk parah
(terutama pada pria) karena perubahan tekanan darah yang cepat. Hal ini juga dapat
disebabkan dari gangguan hati, syaraf, psikiatri/kejiwaaan, metabolisme, dan paru-paru, serta
mungkin merupakan efek samping dari obat.
Sesak nafas yaitu perasaan sulit bernapas yang biasanya terjadi ketika seseorang melakukan
aktivitas fisik. Sesak nafas adalah suatu gejala dari beberapa penyakit yang dapat bersifat
kronis. Macam-macam sesak napas / dyspnea antara lain :
3.1 Data
Jenis Umur
No Nama Efek samping Obat yang dicurigai
kelamin (tahun)
Gatal tempat
6 N P Dewasa PegIntron
penyuntikan
Jenis Umur
No Nama Efek samping Obat yang dicurigai
kelamin (tahun)
Dewas
5 DM L Badan terasa lemas Pegintron
a
Dewas
7 MN L Pegal-pegal Sebivo
a
Jenis Umur
No Nama Efek samping Obat yang dicurigai
kelamin (tahun)
Rifampisin, Isoniazid,
1 K L 36 Erupsi obat alergi
Pirazinamid
Amoksisilin,
2 EN P 19 Erupsi obat alergi
Siprofloksasin
3.2 Pembahasan
Untuk mengetahui adanya kemungkinan hubungan antara antara efek samping yang timbul
dengan obat yang dicurigai, maka perlu diketahui profil dan informasi dari masing-masing
obat utamanya profil dan informasi obat dari literatur terpercaya. Apabila berdasarkan profil
dan informasi obat dari literatur ternyata tidak disebutkan adanya efek samping yang
terlaporkan, maka informasi terjadinya efek samping ini bisa didapat dari hasil penelitian atau
data mengenai kejadian di masyarakat (case reports) karena kemungkinan besar efek
samping tersebut merupakan efek samping baru.
Berikut ini akan dibahas mengenai hubungan efek samping obat dengan masing-masing obat
yang dicurigai berdasarkan pada profil dan informasi obat.
Ativan (lorazepam) merupakan benzodiazepine aktif dengan aksi depresan pada sistem saraf
pusat. Obat ini memiliki kandungan anxiolytic dan sedative yang memiliki peran penting
dalam pertolongan gejala patologis dari kecemasan/anxiety pada pasien dengan gangguan
kecemasan, namun tidak diindikasikan untuk manajemen kecemasan. Ativan (lorazepam)
juga memiliki aktivitas antikonvulsan.
Parasetamol atau dikenal juga sebagai Asetaminofen merupakan golongan obat antipiretik
dan analgesik, yaitu obat yang memiliki aktivitas untuk menurunkan demam dan
menghilangkan rasa sakit. Sedangkan Amoksisilin merupakan antibiotik golongan beta-
laktam yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri.
Menurut laporan yang diterima, terdapat efek samping yang dicurigai disebabkan oleh
penggunaan Parasetamol dan/atau Amoksisilin. Efek samping tersebut yaitu makula eritema
dan makula hiperpigmentasi bula. Kondisi ini dimungkinkan merupakan bentuk dari reaksi
alergi obat. Parasetamol atau Asetaminofen dan Amoksisilin sendiri memang dilaporkan
dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit. Bahkan baru-baru ini FDA mengeluarkan
laporan bahwa Asetaminofen atau Parasetamol dapat menyebabkan reaksi alergi seperti
Steven-Johnson syndrome (SJS) dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN).
Selain itu, beberapa laporan dan penelitian terkait efek samping parasetamol dan amoksisilin
terhadap kulit juga cukup banyak dilakukan. Beberapa diantaranya yaitu :
- Jae-Woo Jung, dkk melakukan penelitian dan meyatakan bahwa NSAIDs dan
asetaminofen dapat menyebabkan FDE (Fixed Drug Erpution), dalam Jurnal Allergy
Asthma & Immunologi Research, September 2014 (Lampiran A).
- Eun-Jin Kim, dkk memaparkan kasus terjadinya SJS dan TEN pada beberapa pasien
setelah mengonsumsi asetaminofen, dalam Jurnal Asia Pacifik Allergy, 2014 (Lampiran
B).
- Stephanie Albin dan Shradha Agarwal melakukan penelitian mengenai prevalensi dan
karakteristik dari alergi penisilin yang dilaporkan pada masyarakat dewasa. Dalam
penelitian disebutkan bahwa reaksi alergi yang dominan disebabkan karena penisilin
(termasuk diantaranya adalah amoksisilin) adalah alergi pada kulit berupa rash, diikuti
hives, angioedema, anafilaksis, gatal-gatal, dyspnea, mual muntah, diare, palpitasi, sakit
kepala, dan toksisitas okular. Jurnal yang memuat penelitian tersebut yaitu Allergy and
Asthma Proceedings, Vol. 35 tahun 2014 (Lampiran C).
- Caroline Weisser dan Mosche Ben-Shoshan memaparkan beberapa kasus mengenai
reaksi alergi yang terjadi pada amoksisilin, dan salah satunya adalah terjadinya
erythematosus maculopapular yang terjadi pada hari ke-8 pengobatan dengan
amoksisilin. Case report tersebut dimuat dalam Journal of Medical Case Reports, Vol.
10, 2016 (Lampiran D).
Berdasarkan informasi tersebut, dihubungkan dengan laporan efek samping berupa eritema
dan makula hiperpigmentasi bula yang dicurigai akibat penggunaan parasetamol dan/atau
amoksisilin, maka kemungkinan hubungannya cenderung erat. Karena di tempat lain laporan
mengenai kejadian serupa pernah ada.
Efek samping yang dilaporkan pada laporan MESO bulan Januari 2016 berkaitan dengan
penggunaan vitamin B kompleks adalah gatal dan kemerahan. Namun saat ini belum
ditemukan jurnal yang berisi artikel yang membahas mengenai kondisi gatal dan kemerahan
akibat konsumsi vitamin B kompleks. Dari literatur Drug Information Handbook edisi 17,
disebutkan bahwa efek samping dari penggunaan kombinasi vitamin B kompleks,
dikelompokkan berdasarkan sistem organ yaitu :
Selain itu, dalam sumber AHFS 2011 juga menyatakan beberapa efek samping akibat
penggunaan vitamin B12 (yang merupakan bagian dalam sediaan vitamin B kompleks) yaitu
diare, peripheral vascular thrombosis, gatal, transitory exanthema, urtikaria, dan
pembengkakan.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan terjadinya gatal dan
kemerahan pada pasien dengan penggunaan vitamin B kompleks karena data literatur juga
menyebutkan efek samping tersebut dapat terjadi pada pemakaian vitamin B kompleks.
Sebivo mengandung zat aktif telbivudine. Sebivo merupakan kelompok obat antivirus yang
digunakan sebagai pengobatan dalam infeksi virus. Sebivo biasanya digunakan untuk
mengobati pasien dewasa yang menderita Hepatitis B kronis. Sebivo bekerja dengan cara
memblok pertumbuhan virus hepatitis B sehingga mengurangi kerusakan pada hati dan
membantu meningkatkan fungsi hati.
Efek samping yang dapat timbul akibat penggunaan telbivudine sebagai zat aktif dari produk
Sebivo, berdasarkan AHFS 2011 antara lain : infeksi saluran nafas atas, gangguan pada
saluran cerna termasuk nyeri perut, mual, muntah, diare, dispepsia, kelelahan, malaise,
nasofaringitis, sakit kepala, gejala mirip flu, peningkatan konsentrasi kreatinin klirens, batuk,
pireksia, arthralgia, rash, nyeri punggung, pusing, myalgia, dan insomnia. Sedangkan
berdasarkan DIH edisi 17, efek samping pada penggunaan telbuvudine yaitu :
Berdasarkan data yang dihimpun dari bulan Januari-Maret 2016, terdapat beberapa laporan
yang kecurigaannya mengarah pada penggunaan Sebivo. Beberapa efek samping yang
dilaporkan tersebut yaitu mual, tidak nafsu makan, nyeri pinggang, BAB kurang lancar, dan
pegal-pegal. Beriku hubungan antara efek samping yang dilaporkan dengan efek samping
Sebivo yang tercatat dalam literatur (AHFS dan DIH).
- Mual : efek samping ini terdaftar sebagai efek samping umum yang terjadi sekitar
7% pada penggunaan telbuvudin (sesuai).
- Tidak nafsu makan : walaupun dalam literatur tidak disebutkan secara jelas
mengenai efek samping ini pada penggunaan telbivudine, namun kondisi ini bisa saja
terjadi akibat efek samping yang lain yaitu rasa mual dan dispepsia. Individu yang
mengalami rasa mual dan dispepsia akan cenderung mengalami penurunan nafsu
makan (sesuai).
- Nyeri pinggang : efek samping ini tidak ada di data literatur sebagai efek
samping penggunaan telbivudine, namun bisa saja nyeri ini terkait dengan kejadian
nyeri punggung, myalgia, atau periferal neuropati (belum dapat dipastikan).
- Pegal-pegal : efek samping ini juga tidak disebutkan dalam data di literatur, belum
ada jurnal yang membahas adanya kasus ini, namun kondisi ini mirip dan dekat
dengan myalgia yang merupakan efek samping penggunaan telbivudin (belum dapat
dipastikan).
- BAB kurang lancar : belum jelas kondisi kurang lancar yang dimaksud deperti apa,
namun berdasarkan data literatur tidak disebutkan adanya konstipasi sebagai efek
samping telbivudine dan sampai saat ini juga belum ada jurnal yang membahas
adanya laporan kasus seperti ini. Namun suatu web kesehatan FactMed
memperlihatkan bahwa kondisi ini juga pernah dilaporkan namun jumlahnya sangat
sedikit (belum dapat dipastikan).
Gambar 3. 2 Laporan mengenai konstipasi yang disebabkan Sebivo
3.2.5 Pegintron
Menurut laporan MESO pada bulan Januari-Maret 2016, dilaporkan beberapa kondisi yang
dicurigai merupakan efek samping dari penggunaan Pegintron, yaitu badan terasa lemas dan
gatal di tempat penyuntikan. Berdasarkan data literatur DIH edisi 17, kedua kondisi tersebut
memang merupakan efek samping dari penggunaan peginterferon alfa-2b secara monoterapi.
Data efek samping selengkapnya adalah sebagai berikut :
Paclitaxel merupakan obat anti-kanker golongan taxan yang bekerja dalam melawan sel
kanker dengan cara menghambat pertumbuhan sel kanker. Obat ini diindikasikan untuk
pengobatan diantaranya kanker ovarium, kanker payudara, advanced non-small-cell lung
cancer, dan AIDS related Kaposi’s sarcoma. Sedangkan carboplatin merupakan agen
kemoterapi yang biasa digunakan untuk pengobatan beberapa tipe kanker paru-paru dan
kanker ovarium.
Menurut laporan MESO bulan Januari-Maret 2016, dilaporkan kejadian syncope dan nyeri
pada pasien AW yang diduga disebabkan pemakaian paclitaksel dan/atau carboplatin. Bila
dihubungkan dengan data efek samping yang terdapat pada literatur AHFS 2011 dan Drug
Information Handbook edisi 17, kejadian syncope dan nyeri ini memang bisa disebabkan
akibat pemakaian paclitaxel dan/atau carboplatin.
Syncope atau pingsan dapat terjadi karena beberapa hal, misalnya penurunan tekana darah
yang tiba-tiba, kelelahan yang berlebih, atau karena gangguan darah seperti anemia.
Dihubungkan dengan pemakaian paclitaxel dan/atau carboplatin pada pasien, kejadian
syncope ini dimungkinkan terjadi akibat pasien mengalami anemia. Hal ini sejalan dengan
data yang didapat dari literatur AHFS maupun DIH bahwa paclitaxel dan carboplatin sama-
sama memiliki efek samping menyebabkan anemia sehingga resiko terjadi pada pasien
menjadi lebih tinggi. Selanjutnya untuk kejadian nyeri, efek samping ini lebih dekat
hubungannya dengan pemakaian carboplatin dibanding paclitaxel karena literatur DIH
menyebutkan bahwa persentase terjadinya efek samping pada pasien yang menggunakan
carboplatin adalah sebesar 23% (lihat lampiran E).
3.2.7 Metoclopramide
Metoklopramide merupakan golongan obat antimetik atau antimuntah yang bekerja pada
bagian di otak sehingga mencegah munculnya rasa mual dan muntah. Penggunaan
metoclopramide pada individu dewasa, diantaranya :
Berdasarkan data pelaporan MESO, pada bulan Februari 2016 telah dilaporkan kondisi yang
dicurigai disebabkan karena penggunaan metoklopramid yaitu pasien RA yang mengalami
kondisi mata melihat ke atas dan tidak bisa digerakkan ke bawah. Kondisi seperti ini
diketahui sebagai oculogyric crisis yang merupakan salah satu reaksi distonik akut yang juga
merupakan salah satu efek samping serius akibat penggunaan metoklopramide berdasarkan
data dari Drug Information Handbook edisi 17.
Diketahui bahwa kejadian seupa ternyata telah terjadi di beberapa tempat, salah satunya
adalah di Turki. Berdasarkan The Eurasian Journal of Medicine Vol. 45 tahun 2013
(Lampiran F), memaparkan sebuah laporan kasus mengenai pasien yang mengalami rekasi
distonik akut dengan salah satu gejalanya adalah oculogyric crisis. Kemudian dalam jurnal
Clinical Ophthalmology Vol. 8 tahun 2014 (Lampiran G) juga memaparkan sebuah case
report mengenai pasien wanita yang mengalami oculogyric crisis setelah mengonsumsi
metoklopramid. Hal tersebut mengarahkan adanya hubungan antara kemungkinan terjadinya
efek samping oculogyric crisis pada pasien RA memang terjadi akibat penggunaan
metoklopramid.
Vitamin K dan asam traneksamat merupakan obat yang biasa digunakan untuk mencegah
terjadinya atau mengobati perdarahan. Vitamin K merupakan kofaktor esensial utuk
terjadinya koagulasi atau pembekuan darah. Sedangkan asam traneksamat merupakan agen
fibrinolitik yang bekerja dengan cara mencegah lisisnya benang-benang fibrin sehingga
bekuan darah tetap terbentuk atau terbentuk lebih lama.
Dari data laporan MESO bulan Februari 2016, dilaporkan seorang pasien yang mengalami
efek samping berupa sesak nafas yang diduga akibat penggunaan vitamin K dan/atau kalnex
(asam traneksamat). Namun dari literatur belum ditemukan adanya efek samping dari
penggunaan vitamin K dan/atau asam traneksamat terhadap pernafasan. Dari laporan kasus
juga belum ditemukan adanya kasus postmarketing dari vitamin K atau asam traneksamat
yang menyebabkan sesak nafas. Oleh sebab itu, pada laporan kasus ini belum dapat ditarik
kesimpulan mengenai hubungan antara kejadian efek samping sesak nafas dengan
penggunaan vitamin K dan/atau kalnex (asam traneksamat).
3.2..9 Levofloksasin
Levofloksasin merupakan antibiotik yang termasuk golongan quinolon. Obat ini dapat
digunakan pada beberapa kondisi infeksi diantaranya anthrax, infeksi saluran nafas, infeksi
saluran kemih, pyelonefritis akut, dan prostatitis.
Dalam penggunaannya, obat ini dapat menyebabkan beberapa efek samping seperti yang
terdapat dalam literatur DIH edisi 17 (lihat lampiran H) dan salah satunya adalah efek
samping pada kulit berupa rash (2%) dan pruritus (1%). Berdasarkan laporan MESO pada
bulan Februari 2016 yang terjadi pada pasien TJ yang mengalami gatal dan kemerahan, maka
kemungkinan besar kecurigaan terhadap levofloksasin terbukti karena efek samping yang
terjadi pada TJ memang bisa disebabkan oleh penggunaan levofloksasin.
3.2.10 Pegasys
Pegasys merupakan sediaan farmasi yang mengandung zat aktif peginterferon alfa-2a yang
merupakan interferon dengan aksi lama (long-acting). Obat ini digunakan untuk mengobati
pasien hepatitits B kronis atau hepatitis C kronis pada dewasa. Obat ini juga digunakan untuk
mengobati hepatitis C kronis pada anak diatas 5 tahun yang belum pernah diobati
sebelumnya.
Pada laporan MESO bulan Februari 2016, telah dilaporkan adanya efek samping yang terjadi
pada pasien ST dimana pasien ini mengalami penurunan nafsu makan dan telinga berdengung
seperti kemasukan air. Bila dihubungkan dengan data efek samping yang terdapat dalam
literatur DIH edisi 17 (lihat lampiran I), dua kondisi tersebut memang dapat disebabkan dari
penggunaan Pegasys. Dari literatur tersebut tercatat bahwa efek samping anoreksia yang
berkaitan dengan penurunan atau kehilangan nafsu makan dapat terjadi sebesar 17% (atau
24% bila penggunaan dikombinasi dengan ribavirin). Selain itu, literatur tersebut juga
menyebutkan adanya case report berkaitan dengan penggunaan peginterferon alfa-2a
diantaranya adalah gangguan pendengaran dan kehilangan pendengaran.
Laporan kasus serupa mengenai gangguan pendengaran juga disebutkan dalam Indian
Journal of Phamacology Vol. 47, 2015 (lihat lampiran J), dimana seorang wanita berusia 41
tahun dilaporkan mengalami bilateral tinnitus dan kehilangan pendengaran secara reversibel
setelah terapi dengan peginterferon alfa-2a selama 2 bulan. Pada tahun 2014 juga pernah
dilakukan penelitian mengenai efek samping penggunaan peginerferon alfa-2a yang
dikombinasi dengan ribavirin pada pasien hepatitis C terhadap fungsi pendengaran.
Berdasarkan penelitian yang dimuat dalam The Egyptian Journal of Otolaryngology Vol 31,
2014 (lihat lampiran K), didapatkan hasil bahwa terdapat efek samping yang signifikan dari
pemakaian kombinasi obat tersebut terhadap fungsi pendengaran.
Maka dapat disimpulkan bahwa efek samping yang terjadi pada pasien ST kemungkina besar
memang disebabkan penggunaan Pegasys (Peginterferon alfa-2a).
Dari data laporan MESO bulan Maret 2016, dilaporkan terjadinya erupsi alergi obat yang
diduga merupakan efek samping dari penggunaan rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid.
Ketiga obat ini merupakan antituberkulosis yaitu antibiotik yang digunakan sebagai terapi
tuberkulosis.
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian tinjauan umum, erupsi obat alergi atau allergic
drug eruption merupakan reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai
akibat pemberian obat dengan cara sistemik. Erupsi obat alergi merupakan salah satu bentuk
dari reaksi silang obat pada kulit. Umumnya erupsi obat alergi timbul karena reaksi
hipersensitivitas berdasarkan mekanisme imunologis dan dapat muncul seperti reaksi alergi
kulit pada biasanya.
Terdapat beberapa laporan mengenai reaksi efek samping pada kulit dari penggunaan
kombinasi atau tunggal obat-obat ini, diantaranya yaitu :
Berdasarkan beberapa laporan kasus tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa erupsi
alergi obat yang terjadi pada pasien K yang dilaporkan tersebut besar kemungkinan memang
disebabkan pemakaian rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid kombinasi atau tunggal.
Amoksisilin dan siprofloksasin merupakan antibiotik yang berasal dari dua golongan yang
berbeda, yaitu beta-laktam dan kuinolon. Berdasarkan data literatur dari AHFS 2011 dan DIH
edisi 17 (lihat lampiran P), kedua obat ini dapat menyebabkan efek samping pada kulit
termasuk erupsi obat alergi namun dengan bentuk yang berbeda-beda.
Data dari DIH edisi 17 menyebutkan efek samping penggunaan amoksisilin pada kulit
diantaranya acute exanthematosus pstulosis, erythematosus maculopapular rash, erythema
multiforme, kandidiasis mukokutan, SJS, TEN, dan urtikaria. Sedangkan untuk efek samping
siprofloksasin pada kulit diantaranya yaitu rash, erythema nodosum, fotosensitivitas, dan
erythema multiforme.
Beberapa kasus yang dilaporkan dan dimuat dalam jurnal diantaranya yaitu :
Maka berdasarkan data dan kasus-kasus tersebut, kejadian yang terjadi pada pasien EN yang
dilaporkan pada laporan MESO bulan Maret 2016 kemungkinan besar memang diakibatkan
obat ini.
Pada laporan MESO bulan Maret 2016, dilaporkan kejadian pada pasien S yang mengalami
erupsi obat alergi dan dicurigai terjadi akibat penggunaan oabt penurun panas dan antibiotik.
Karena laporan tidak jelas mengenai nama obat yang dicurigai, maka hubungan terjadinya
efek samping dengan obat yang dicurigai ini tidak dapat ditarik kesimpulan. Namun bila
dilihat secara umum, seperti yang telah dibahas sebelumnya, Parasetamol sebagai obat
penurun panas dan Amoksisilin sebagai antibiotik merupakan dua obat yang paling dicurigai
untuk menimbulkan efek samping ini.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap kejadian efek samping yang dilaporkan
pada laporan MESO periode Januari – Maret 2016 dengan masing-masing obat yang
dicurigai, dengan meninjau data dari literatur dan laporan kasus pada jurnal, dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut.
Dari beberapa kesimpulan diatas dapat ditarik kesimpulan utama yaitu terdapat 13 kasus yang
memiliki hubungan kesesuaian antara obat yang dicurigai dengan efek samping yang
dilaporkan, 3 kasus belum dapat dipastikan kesesaiannya, dan satu kasus tidak dapat
dipastikan kesesuaiannya.
4.2 Saran
Agar laporan analisis kesesuaian ini hasilnya bisa menjadi lebih akurat dan lebih baik di
waktu selanjutnya maka ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan, yaitu :
- Laporan MESO agar dilengkapi datanya dengan data pendukung lain seperti hasil lab
atau hasil pemeriksaan pendukung, diagnosis, waktu konsumsi obat, waktu terjadinya
efek samping, dan intervensi yang dilakukan (obat diberhentikan atau tidak).
- Analisis dilakukan dengan analisis kausalitas WHO atau algoritma Naranjo yang
disertai data pendukung sehingga hasil dapat lebih akurat.
- Data literatur yang digunakan supaya lebih up to date.
DAFTAR PUSTAKA
http://artikel.co/72/sesak-nafas-dan-solusinya.html
http://factmed.com/study-SEBIVO-causing-CONSTIPATION.php
McEvoy, Gerald K (Ed.), 2011, AHFS Drug Information Essentials, American Society of
Health-System Pharmacists, Inc., Bethesda. E-print.
American Pharmacists Association, 2007, Drug Information Handbook 17th ed., Lexi-
Comp Inc., Ohio. E-print.
Rezakovuc S., Pastar Z., Kostovic K. 2014. Cutaneous adverse drug reactions caused by
antituberculosis drugs. Inflamm Allergy Drug Targets. 2014;13(4):241-8.
(yg rezakovuc itu contoh dapus dari jurnal, jadi nama yag
nulis, tahun terbit jurnal, judul penelitian/case report. Nama
jurnal (di bold), tahun terbit, No jurnal (volume) : gatau apaan
haha search lg aja)
Cara nulis dapus web juga selvi lupa, maafkan yaaah, search
aja
LAMPIRAN F-G
9di luar file)
LAMPIRAN H
Data Efek Samping Levofloksasin berdasarkan Drug Information Handbook, 17th edition
LAMPIRAN I
Data Efek Samping Peginterferon alfa-2a berdasarkan Drug Information Handbook, 17th
edition
LAMPIRAN J
LAMPIRAN K
(di luar file)
LAMPIRAN L
LAMPIRAN M
LAMPIRAN N – O
(di luar file)
LAMPIRAN P
Data Efek Samping Amoksisilin berdasarkan Drug Information Handbook, 17th edition
Data Efek Samping Siprofloksasin berdasarkan Drug Information Handbook, 17th edition
LAMPIRAN Q
LAMPIRAN R
(di lyar file)
LAMPIRAN S