Anda di halaman 1dari 2

Nama : Elvin Sahrain

NIM : 193052002

Jurusan : Manajemen Dakwah

Mata kuliah : Manajemen Kepemimpinan

Umar Ibn’ Abdul Aziz

Umar lahir di Madinah pada tahun 682. Sebagian sumber menyatakan bahwa dia lahir di Mesir.
Ayahnya adalah 'Abdul-'Aziz, putra Khalifah Marwan bin al-Hakam yang merupakan sepupu Khalifah
'Utsman bin 'Affan. Ibunya adalah Laila, cucu Khalifah 'Umar bin Khattab. Menurut tradisi Sunni,
keterkaitan silsilah antara 'Umar bin Abdul 'Aziz dengan 'Umar bin Khattab bermula pada suatu malam di
masa 'Umar bin Khattab. Saat sedang beronda malam, 'Umar bin Khattab mendengar percakapan antara
seorang gadis dan ibunya dari keluarga pedagang susu. Sang gadis menolak mencampur susu dengan air
sebagaimana yang diperintahkan ibunya lantaran terdapat larangan dari khalifah mengenai hal tersebut
dan mengatakan bahwa Allah melihat perbuatan mereka meski 'Umar bin Khattab sendiri tidak
mengetahui. Kagum akan kejujurannya, 'Umar memerintahkan salah seorang putranya, 'Ashim, untuk
menikahi gadis tersebut. Dari pernikahan ini, lahirlah Laila, ibunda 'Umar bin 'Abdul 'Aziz.

'Umar lahir pada saat kekhalifahan dalam kepemimpinan Bani Sufyani, cabang Bani Umayyah
yang merupakan keturunan Abu Sufyan bin Harb. Pada masa Khalifah Yazid, perasaan tidak suka dari
penduduk Madinah terhadap Yazid meluas menjadi sentimen anti-Umayyah, sehingga semua anggota
Bani Umayyah diusir dari Madinah.

Setelah masa kekhalifahan Mu'awiyah bin Yazid berakhir pada 684, kendali Umayyah atas
kekhalifahan sempat runtuh dan banyak pihak berbalik mendukung 'Abdullah bin Zubair, khalifah
pesaing Umayyah yang berpusat di Makkah. Umayyah kembali menguatkan pengaruhnya saat Marwan
diangkat menjadi khalifah di Syria. Putra Marwan, 'Abdul-Malik, ditetapkan sebagai Gubernur Palestina
dan putra mahkota, sedangkan putra Marwan yang lain, 'Abdul 'Aziz, ditetapkan sebagai Gubernur Mesir
dan wakil putra mahkota. Setelah Marwan mangkat, 'Abdul Malik menjadi khalifah, sedangkan
kedudukan 'Abdul 'Aziz naik menjadi putra mahkota sekaligus masih tetap mempertahankan
kepemimpinannya atas Mesir sebagai gubernur.

'Umar bin 'Abdul 'Aziz menghabiskan sebagian masa kecilnya di wilayah kekuasaan ayahnya di
Mesir, utamanya di kota Helwan.[3] Meski begitu, dia menerima pendidikan di Madinah yang saat itu
kepemimpinan kota tersebut sudah diambil alih kembali oleh pihak Umayyah pada 692. Menghabiskan
masa mudanya di sana, 'Umar menjalin hubungan erat dengan orang-orang saleh dan perawi hadits.

Di penghujung usia, 'Abdul Malik ingin agar takhta kelak diwariskan kepada putranya, Al-Walid,
dan bukan kepada 'Abdul 'Aziz. 'Abdul 'Aziz menolak menyerahkan kedudukannya sebagai putra
mahkota, tetapi perselisihan dapat dihindari lantaran 'Abdul 'Aziz wafat lebih dulu dari 'Abdul Malik.
'Abdul Malik kemudian menobatkan Al-Walid sebagai putra mahkota. Selain itu, 'Abdul Malik
memanggil 'Umar ke Damaskus dan menikahkannya dengan putrinya sendiri, Fatimah.

'Umar dibai'at sebagai khalifah pada hari Jum'at setelah shalat Jum'at. Berbeda saat masih
menjadi gubernur, gaya hidup 'Umar menjadi sangat sederhana pada saat menjadi khalifah. Gajinya
selama menjadi khalifah hanya 2 dirham perhari atau 60 dirham perbulan.Segera setelah mendengar
berita kematian Khalifah Sulaiman, 'Abdul 'Aziz yang merupakan putra Khalifah Al-Walid langsung
bergegas menuju Damaskus beserta pasukannya, tanpa mengetahui pihak yang menggantikan Sulaiman.
Sebagai catatan, Al-Walid pernah berusaha melepas posisi Sulaiman sebagai putra mahkota untuk
diserahkan kepada 'Abdul 'Aziz, tetapi Al-Walid lebih dulu meninggal sebelum keinginannya diresmikan,
sehingga Sulaiman yang pada akhirnya menjadi khalifah. 'Umar menyambut 'Abdul 'Aziz dengan tangan
terbuka dan menyatakan siap untuk menyerahkan kekuasaan padanya jika itu kehendaknya. Mendengar
jawabannya, 'Abdul 'Aziz membalas, "Tidak ada orang selainmu yang aku harapkan mengisi kekuasaan
ini."

Anda mungkin juga menyukai