Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu: Moch. Zainul Arifin, S.Ag, M.Pd.I

Oleh:
-Antika Layar Sari (05010521005)

Kelas PM1A

PRODI PERBANDINGAN MADZHAB


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN AMPEL SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Islam sebagai sasaran
studi budaya yang berkembang di masyarakat.” ini tepat pada waktunya. Dan tak lupa
sholawat serta salam, semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, yang selalu
kita harapkan syafa’atnya pada hari kiamat.

Adapun tujuan kami menulis makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak
Muhammad Jazil Rifqi, M.H., selaku dosen mata kuliah Pancasila. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan yang lebih tentang Pancasila sila pertama bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Jazil Rifqi, M.H., selaku
dosen mata kuliah Pancasila yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah
wawasan dan pengetahuan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang yang telah membagi sebagian
pengetahuannya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah bisa bermanfaat dan menambah wawasan bagi semua pihak,
terutama pembaca dan penulis. Serta menjadi ladang pahala bagi penulis. Amin.

surabaya, 15 September 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Islam adalah agama yang sangat multidimensial, oleh karena itu masing-masing orang
sangat mungin memandang memahami islam secara berbeda-beda. Apabila islam dipandang
dari gejala budaya dan sosial maka yang terlihat adalah corak keberagamansuatu masyarakat.
Salah satu contoh kehidupan keberagaman orang uslim didesa sangatlah berbeda-beda.
Perbedaan tersebut timbul dari pengaruh yang sangat melekat pada kehidupan masyarakat
yang biasa kita kenal dengan lingkungan.lingkungan inilah yang membuat masing-masing
orang menjadi berbeda antara satu dengan yang lain.
Studi Islam adalah sistem fenomena keagamaan Islam. Sistem keagamaan artinya
mengkaji konsep-konsep keagamaan baik sebagai nilai maupun doktrin agama Islam.
Fenomena keagamaan itu sendiri adalah perwujudan sikap dan perilaku manusia yang
berhubungan dengan nilai. Berarti studi Islam merupakan suatu usaha pengkajian terhadap
aspek-aspek keagamaan Islam maupun aspek sosiologis yang menyangkut fakta-fakta empiris
dalam kehidupan manusia yang timbul akibat dialog antara nilai agama keagamaan dengan
realitas kehidupan manusia.
Islam dapat dikaji, dimana Islam sebagai produk budaya dan bahakan Islam juga
merupakan produk interaksi sosial.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana islam sebagai sasaran studi budaya ?


2. Bagaimana Islam sebagai studi budaya?

C. Tujuan masalah
1. Agar mengetahui islam sebagai sasaran studi budaya
2. Untuk mengetahui islam sebagai studi budaya
BAB II
PEMBAHASAN

A. Islam sebagai Studi Budaya


Agama merupakan kenyataan yang dapat dihayati. Sebagai kenyataan, berbagai
aspek perwujudan agama bermacam-macam, tergantung pada aspek yang dijadikan sasaran
studi dan tujuan yang hendak dicapai oleh orang yang melakukan studi.
Cara-cara pendekatan dalam mempelajari agama dapat dibagi ke dalam dua golongan
besar, yaitu model studi ilmu-ilmu sosial dan model studi budaya. Untuk yang pertama telah
dibahas didalam sub bab yang lalu, sedangkan yang kedua akan menjadi pembahasan saat ini.
Studi budaya di selenggarakan dengan penggunaan cara-cara penelitian yang diatur
oleh aturan-aturan kebudayaan yang bersangkutan.
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai
mahkluk social yang isinya adalah perangkat-perangkat model-model pengetahuan yang
secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan menginterprestasi lingkungan yang di
hadapi, dan untuk mendorong dan menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan.
Agama samawi bukanlah Wahyu yang termasuk kebudayaan, karena ia bukan produk
manusia tetapi dari Tuhan Yang Maha Esa (Allah) yang telah menurunkan wahyu pada
utusannya, untuk disebarkan pada manusia. Agama Islam termasuk agama samawi sehingga
tidak termasuk kebudayaan. Namun demikian, agama Islam telah mendorong para
pemeluknya untuk menciptakan kebudayaan dengan berbagai seginya. Dorongan tersebut
dapat dikaji dari ajaran dasarnya sebagai berikut:
1. Islam menghormati akal manusia, meletakkan akal manusia pada tempatn yang
terhormat dan menyuruh manusia mempergunakan akalnya untuk memeriksa dan
memikirkan keadaan alam, di samping dzikir kepada Allah penciptanya. Hal ini dapat
dipahami dari firmannya QS. Ali Imran: 190-191.
2. Agama Islam mewajibkan kepada tiap-tiap pemeluknya, baik laki-laki maupun
perempuan, untuk mencari dan menuntut ilmu, sebagaimana dapat dipahami dari
firman Allah QS. al-mujadilah: 11 dan hadis Nabi Muhammad SAW, “menuntut ilmu
wajib bagi setiap orang islam”, serta maqalllah “Carilah ilmu walaupun di negeri
Cina”.
3. Agama Islam melarang orang bertaqlid buta, menerima sesuatu tanpa diperiksa
terlebih dahulu, walau dari ibu, bapak, dan nenek moyang sekalipun. Sebagaimana
firman Allah QS. al-isra: 36.
4. Agama Islam juga mendorong dan menggalakkan para pemeluknya agar menggali
hal-hal yang baru atau mengadakan barang yang belum ada, merintis jalan yang
belum ditempuh serta membuat inisiatif dalam hal keduniaan yang memberi manfaat
pada masyarakat. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah QS. Al-Insyirah: 7-8, dan
hadis Nabi Muhammad “barangsiapa yang berinisiatif atau memulai sesuatu cara
keduniaan yang baik, maka baginya pahala sebanyak pahala untuk orang yang
langsung melaksanakan sampai hari kiamat”.
5. Agama Islam juga menyuruh para pemeluknya untuk mencari keridhoan Allah dalam
semua nikmat yang telah diterimanya dan menyuruh mempergunakan hak haknya atas
keduniaan dalam pimpinan atau aturan agama. Sebagaimana firman Allah dalam QS.
Al-Qashash: 77.

6. Agama Islam juga menganjurkan para pemeluknya agar pergi meninggalkan kampung
halamannya, berjalan ke daerah atau negeri untuk menjalin silaturahmi atau
komunikasi dengan bangsa atau golongan lain, serta saling bertukar pikiran,
pengetahuan, dan pandangan. Sebagaimana dapat dipahami dari firman Allah QS. Al-
Hajj: 46 dan sebagainya, serta hadis Nabi Muhammad SAW, “wahai sekalian
manusia, sebarkanlah salam (ciptakan stabilitas keamanan dan perdamaian),
hubungkan silaturahmi (persaudaraan, komunikasi, dan konsultasi), berilah makan
(tingkatkan taraf ekonomi fakir miskin yang lemah ekonominya), dan sholatlah di
tengah-tengah malam sementara manusia sedang asyik tidur nyenyak, pasti engkau
akan masuk surga (mencapai kebahagiaan hidup) dengan selamat dan sejahtera” (HR.
Tirmidzi).

7. Agama Islam juga menyuruh para pemeluknya untuk memeriksa dan menerima
kebenaran dari mana dan siapa pun datangnya, dengan catatan harus melalui proses
seleksi, sehingga dapat menemukan ide, gagasan, teori, atau pandangan yang sesuai
dengan petunjuknya. Sebagaimana dalam firmannya QS. Al-Zumar: 17-18.
 
Sebenarnya masih banyak ajaran-ajaran Allah Dan Rasulnya yang membicarakan
masalah tersebut, tetapi dari ketujuh point tersebut sudah dapat dipahami bahwa ajaran agama
Islam memang benar-benar mendorong para pemeluknya dan atau menyuruh mereka untuk
menciptakan kebudayaan dalam berbagai segi nya. Dengan adanya isyarat tersebut berarti
bahwa kebudayaan Islam atau lebih tepatnya disebut kebudayaan muslim, mesti adanya.
Karena itu sebelum melacak lebih jauh perlu dikaji lebih dahulu apa sebenarnya kebudayaan
Islam (Muslim) itu sendiri.
Islam merupakan agama yang diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.
Sebagai jalan hidup untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Agama islam
disebut juga agama samawi .selain agama Islam, Yahudi dan Nasrani juga termasuk ke dalam
kategori agama samawi. Sebab keduanya merupakan agama wahyu yang diterima Nabi Musa
dab Nabi Isa sebagai utusan Allah yang menerima pewahyuan agama Yahudi dan Nasrani.
Agama wahyu bukan merupakan bagian dari kebudayaan. Demikian pendapat Endang
Saifuddin Anshari yang mengatakan dalam suatu tulisannya bahwa:
"agama samawi dan kebudayaan tidak saling mencakup; pada prinsipnya yang satu tidak
merupakan bagian dari yang lainnya; masing-masing berdiri sendiri. Antara keduanya tentu
saja dapat saling hubungan dengan erat seperti kita saksikan dalam kehidupan dan
penghidupan manusia sehari-hari. Sebagaimana pula terlihat dalam hubungan erat antara
suami dan istri, yang dapat melahirkan putra, namun suami bukan merupakan bagian dari si
istri, demikian pula sebaliknya."
Atas dasar pandangan di atas, maka agama Islam sebagai agama samawi bukan
merupakan bagian dari kebudayaan (Islam), demikian pula sebaliknya kebudayaan Islam
bukan merupakan bagian dari agama Islam. Masing-masing berdiri sendiri, namun terdapat
kaitan erat antara keduanya. Menurut Faisal Ismail, hubungan erat itu adalah bahwa Islam
merupakan dasar, asas pengendali, pemberi arah, dan sekaligus merupakan sumber nilai-nilai
budaya dalam pengembangan dan perkembangan cultural. Agama (Islam)lah yang menjadi
pengawal, pembimbing, dan pelestari seluruh rangsangan dan gerak budaya, sehingga ia
menjadi kebudayaan yang bercorak dan beridentitas Islam.
Lebih jauh Faisal menjelaskan bahwa walaupun memiliki keterkaitan, Islam dan
kebudayaan merupakan dua entitas yang berbeda, sehingga keduanya bisa dilihat dengan
jelas dan tegas. Sholat misalnya adalah unsur (ajaran) agama, Selain berfungsi untuk
melestarikan hubungan manusia dengan Tuhan, juga dapat melestarikan hubungan manusia
dengan manusia juga menjadi pendorong dan penggerak bagi terciptanya kebudayaan. Untuk
tempat sholat orang membangun masjid dengan gaya arsitektur yang megah dan indah,
membuat sajadah alas untuk bersujud dengan berbagai disain, membuat tutup kepala,
pakaian, dan lain-lain. Itulah yang termasuk aspek kebudayaan.
Proses interaksi Islam dengan budaya dapat terjadi dalam dua kemungkinan. Pertama
adalah Islam mewarnai, mengubah, mengolah, an memperbaharui budaya. Kedua, justru
Islam yang diwarnai oleh kebudayaan. Masalahnya adalah tergantung dari kekuatan dari dua
entitas kebudayaan atau entitas keislaman. Jika entitas kebudayaan yang kuat maka akan
muncul muatan-muatan local dalam agama, seperti Islam Jawa. Sebaliknya, jika entitas Islam
yang kuat mempengaruhi budaya maka akan muncul kebudayaan Islam.
Agama sebagai budaya, juga dapat diihat sebagai mekanisme kontrol, karena agama
adalah pranata sosial dan gejala sosial, yang berfungsi sebagai kontrol, terhadap institus-
institus yang ada.
Dalam kebudayaan dan peradaban dikenal umat Islam berpegang pada kaidah: Al-
Muhafadhatu ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al jaded al-ashlah, artinya: memelihara
pada produk budaya lama yang baik dan mengambil produk budaya baru yang lebih baik.
Studi budaya diselenggarakan dengan penggunaan cara-cara penelitian yang diatur oleh
aturan-aturan kebudayaan yang bersangkutan. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan
yang dipunyai oleh manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat
model-model pengetahuan yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan
mengiterprestasi lingkungan yang dihadapi, dan untuk mendorong dan menciptakan tindakan-
tindakan yang diperlukan.
Oleh karena itu, dapat di simpulkan bahwa hasil pemikiran manusia yang berupa
interprestasi terhadap teks suci itu disebut kebudayaan, maka sistem pertahanan Islam, sistem
keuangan Islam, dan sebagainya yang timbul sebagai hasil pemikiran manusia adalah
kebudayaan pula. Kalaupun ada perbedaannya dengan kebudayaan biasa, maka perbedaan itu
terletak pada keadaan institusi-institusi kemasyarakatan dalam Islam, yang disusun atas dasar
prinsip-prinsip yang tersebut dalam al-Qur`an.
 
B.  Islam Sebagai Sasaran Studi Budaya
A. Budaya Islami

Kebudayaan merupakan sesuatu yang dikonstruksikan yang mencakup keseluruhan


pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, yang digunakan sebagai pedoman, diyakini
kebenarannya untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi serta
mendorong terjadinya tindakan-tindakan. Konsep kebudayaan mensyaratkan adanya
hubungan antara keyakinn dengan perilaku, anusia dan alam dan individu dengan
masyarakat.1

Pada awalnya, ilmu hanya ada dua yaitu: ilmu kealaman dan ilmu budaya. Ilmu
kealaman, seperti fisika, kimia, biologi dan lain-lain mempunyai tujuan utama mencari
hukum-hukum alam, mencari keteraturan-keteraturan pada alam. Sebaliknya ilmu budaya
mempunyai sifat tidak berulang tetapi unik.

Menurut M.Antho Mudzar, di antara penelitian kalaman dan budaya, terdapat penelitian-
penelitian ilmu-ilmu sosial. Suatu penemuan, baru dikatakan atau dianggap sebagai ilmu
apabila memenuhi syarat yaitu :
a. Dapat di amati (observable)
b. Dapat diukur (measurable)
c. Dapat dibuktikan (verifiable) ²

Menurut beberapa para ahli, ada 5 (lima) bentuk gejala agama yang perlu diperhatikan,
apabila kita hendak mempelajari atau meneliti suatu agama, yaitu:

1. Scripture, naskah-naskah atau sumber ajaran dan simbol- sombol agama2.


2 Para penganut, pimpinan, pemuka agama, menyangkut dengan sikap, perilaku dan
para penganut nya.

3. Ritus-ritus, lembaga–lembaga, ibadat-ibadat, seperti sholat, haji, puasa, perkawinan dan


waris.
4. Alat-alat, seperti masjid, gereja, lonceng, peci dan semacamnya.
5. Organisasi-organisasi keagamaan, tempat para penganut agama berkumpul dan
berperan, seperti Nahdatul Ulama Muhammadiyah, gereja katholik, Protestan, Syi’ah, Sunni
dan sebagainya. ³

1
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2014), 88.
² Mudzhar, M.Atho, Pendekatan Studi Islam, dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta Pustaka Pelajar,
1998
³ Sanaky, Hujair. AH
Dalam penelitian naskah atau sumber-sumber ajaran agama yang pernah diteliti adalah
persoalan filologi dan kemudian adalah isi dari naskah yang ada. Misalnya saja, membahas
Al-Qur’an dan isinya, kritik atas terjemahan orang lain, kitab tafsir atau penafsiran seseorang,
kitab hadis, naskah-naskah sejarah agama dan sebagainya.
Dalam konsep Islam sebenarnya tidak ada hal-hal atau benda-benda yang dianggap sakral
atau suci.
Untuk memahami suatu agama, khususnya Islam memang harus melalui dua model yaitu
tekstual dan konstekstual. Tekstual artinya memahami Islam melalui wahyu yang berupa
kitab suci. Sedangkan konstekstual berarti memahami Islam lewat realitas sosial yang berupa
perilaku masyarakat yang memerlukan agama bersangkutan.
Studi budaya diselenggarakan dengan penggunaan cara-cara penelitian yang diatur oleh
aturan-aturan kebudayaan yang bersangkutan. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan
yang dipunyai oleh manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat
model-model pengetahuan yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan
mengiterprestasi lingkungan yang dihadapi, dan untuk mendorong dan menciptakan tindakan-
tindakan yang diperlukan.
Untuk memahami suatu agama, khususnya Islam memang harus melalui dua model yaitu
tekstual dan konstekstual. Tekstual artinya memahami Islam melalui wahyu yang berupa
kitab suci. Sedangkan konstekstual berarti memahami Islam lewat realitas sosial yang berupa
perilaku masyarakat yang memerlukan agama bersangkutan.

Kebudayaan memiliki karakteristik tertentu yaitu :

1. Dipelajari dan diperoleh


2. Diwariskan turun temurun dari generasi kegenerasi
3. Berkembang melalui interaksi individu
4. Merupakan pemikiran yang mendalam untuk dijadikan simbol yang memberikan makna
terhadap lingkungan melali pengalaman.2

B.Contoh Kajian Budaya dalam Perkembangan Islam di Jawa.

Interaksi Islam dengan budaya di jawa melahirkan tiga bentuk ke-Islaman yang punya
pikiran yang berbeda-beda dan kadang memancing konflik antara satu dengan lainnya, yaitu
Islam Pesantren, Islam Kejawen, dan Islam Modernis.

2
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam., 91.
B. Islam Sebagai Sasaran Studi Budaya

a. Karkteristik Studi Budaya

Pada awal perkembangannya, ilmu dibagi menjadi dua yaitu ilmu kealaman dan ilmu
budaya. Ilmu kealaman seperti fisika, biologi dan lain-lain mempunyai tujuan utama mencari
hukum-hukum alam mencari keteraturan-keteraturan yang terjadi pada alam.

Sebaliknya ilmu budaya mempunyai sifat terulang tetapi unik. Sebagai contoh, budaya
suatu kelompok masyarakat unik untuk kelompok masyarakat tersebut, sebuah situs tersebut
dan sebagainya dan disini tidak ada keterulangan.
Dalam konteks dinamisasi kebudayaan,sebuah studi budaya diklarifikasikan menjadi dua
bagian besar yaitu :
1. Budaya implisit, merupakan hubungan antar kelompok dan satu kelompok individu yang
mengatur dan mengupayakan agar berperilaku sesuai dengan budaya kelompoknya.
2. Budaya eksplisit, merupakan adopsi budaya dari sekelompok individu dengan budaya yang
berbeda.

B.Pendekatan budaya dalam memhami Islam

Yang di maksud dalam peelitian budaya adalah penelitian tentang naskah-naskah alat-alat
ritus keagamaan, benda-benda purbakala agama, sejarah agama, nilai-nilai dari mitos-mitos
yang dianut para pemeluk agama, dan sebagainya.3
Menurut M. Atho Mudzhar, di antara penelitian kealaman dan budaya, terdapat penelitian-
penelitian ilmu sosial.
Agama dan Lokalitas
Berhadapan dengan agama global yang datang, lokalitas juga memainkan ketertutupan
dan keterbukaannya. Keterbukaan, membuat lokalitas menerima agama yang datang, bahkan
tak jarang lokalitas yang mengafirmasinya sebagai bagian dari identitas baru mereka.
Sekalipun lokalitas menerima agama secara terbuka dan bahkan mengafirmasinya sebagai
bagian dari dientitas ke-lokal-an mereka, ruang tertutup dari lokalitas tersebut juga tidak serta
merta hilang. Hal inilah yang membuat lokalitas dihadapan agama besar yang mereka terima
tetap tidak kehilangan identitas ke-lokal-annya.
Identitas lokal dan agama terus menerus mengalami pergulatan yang panjang dan
dinamis, meminjam istilah Peter Burke dan Jan S Steets (2009:195), terjadi pergulatan yang
terus menerus mengenai pemaknaan akan isi dan harapan. Sebagai sebuah identitas, lokalitas
pun tidak serta merta hilang dengan kedatangan agama besar, meski konteks ke-lokal-an
tentu saja telah mengalami perubahan besar seiring dengan pengaruh agama besar yang
datang. Namun, ke-lokal-an tersebut berdialektika dengan ke-global-an agama yang datang,
di mana keduanya saling mengisi dan akhirnya membentuk ―wajah‖ baru sebuah lokalitas,
dan tentu saja menambah satu wajah dari keglobal-an sebuah agama. Akhirnya sebuah agama
3
M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam, Dalam teori dan Praktek (Yogyakarta: pustaka Pelajar,
1998), 37-38.
tampil dalam identitas kultural yang jamak, sesuai dengan lokus-lokus lokal yang
dimasukinya.. Dihubungkan dengan Islam, lokalitas adalah sebuah atribusi yang dilekatkan
pada tradisi dan komunitas muslim yang berada di luar pusat Islam, dalam hal ini Timur
Tengah atau dunia Arab. Relasi kawasan Islam antara dunia Arab dan bukan dunia Arab
sering dimaknai sebagai relasi antara pusat dan pinggiran. Arab sebagai tempat lahirnya
Islam diasosiasikan sebagai wilayah sentral, yang dari situlah hadir konsep tentang ―Islam
global‖. Sedangkan Islam yang berada di luar kawasan Arab dan tidak bercirikan Arab dalam
kulturnya sering diasosiasikan sebagai ―Islam lokal‖. Relasi antara ―Islam global‖ yang
memiliki karakter Timur Tengah (Arab) dan ―Islam lokal‖ yang mengusung karakter lokal
non Arab, selain dipahami sebagai relasi antara pusat (central) dan pinggiran (peripheri), juga
kerap dipahami sebagai relasi antara ―Islam yang murni‖ dan ―Islam yang tidak murni‖.
Islam di Timur Tengah dipersepsikan sebagai Islam yang agung, karena lebih dekat dengan
asalnya dan relatif lebih bebas dari sinkretisme. Islam di Timur Tengah dianggap sebagai
tardisi Islam yang tinggi (high tradition) yang harus menjadi acuan bagi Islam di wilayah
pinggiran (Afrika, Asia Selatan, dan Tenggara) yang dianggap low tradition. Dengan
demikian, Islam di Timur Tengah (Arab) sebagai tradisi Islam yang sentral (global) dan dunia
Islam yang lain sebagai tradisi periferal atau local (Rahmat, 2003:77). Pada dasarnya
kehadiran ―Islam lokal‖ bukanlah sebagai anti tesa dari ―Islam global‖ yang mengusung
paradigma Islam yang monolitik. Pada ―Islam lokal‖ atau Islam tradisional, sebenarnya
unsur globalisme dan lokalisme Islam dipadukan dalam sebuah wajah kultur Islam yang khas,
tanpa menggerus substansi globalisme Islam yang universal. Sejatinya Islam tetap
akomodatif terhadap unsur kultur lokal yang dapat dirangkul untuk menambah panorama
khasanah budaya Islam yang universal, yang senantiasa cocok untuk semua tempat dan
zaman.
Penelitian Islam dengan pendekataan kebudayaan memiliki banyak manfaat antara lain :
1. Alat untuk memahami corak keagamaan yang dimiliki sebuah masyarakat.
2. Mengarahkan dan menambah keyakinan agama yang dimiliki warga masyarakat tersebut
sesuai dengan ajaran yang benar menurut islam tanpa harus menimbulkan pertentangan.4

4
Koko Abdul Kodir, Metedologi Studi Islam., 92.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Kebudayaan memiliki karakteristik tertentu yaitu :

1. Dipelajari dan diperoleh


2. Diwariskan turun temurun dari generasi kegenerasi
3. Berkembang melalui interaksi individu
4. Merupakan pemikiran yang mendalam untuk dijadikan simbol yang memberikan makna
terhadap lingkungan melali pengalaman

DAFTAR PUSTAKA

M. Atho Mudzhar. Pendekatan Studi Islam, Dalam teori dan Praktek (Yogyakarta: pustaka Pelajar,
1998),
Koko Abdul Kodir. Metodologi Studi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2014).
http://makalahkampus15.blogspot.com/2017/12/makalah-islam-sebagai-sasaran-studi.html

Anda mungkin juga menyukai