Anda di halaman 1dari 73

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST OPERASI REMOVE ORIF ATAS

INDIKASI FRAKTUR DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT DI


RSUD DOKTER SOEKARDJO TASIKMALAYA
KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Ahli Madya


Keperawatan (A.Md.Kep) Pada Prodi DIII Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Kencana Bandung

Oleh :

CLARISSA DHEA AYUSTIN


AKX. 16. 031

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

STIKES BHAKTI KENCANA BANDUNG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberi kekuatan dan pikiran sehingga dapat
menyelesaikan karya tulis ini yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN POST OPERASI REMOVE ORIF ATAS INDIKASI FRAKTUR DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT DI RSUD DOKTER SOEKARDJO
TASIKMALAYA“ dengan sebaik-baiknya.
Maksud dan tujuan penyusunan karya tulis ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas akhir dalam menyelesaikan Progran Studi Diploma III Keperawatan di Stikes
Bhakti Kencana Bandung.
Penyusunan karya tulis ini tidak pernah berdiri sendiri, untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut serta membantu proses
hingga terwujudnya harapan dan tujuan penulis dengan baik, ucapan terima kasih ini
penulis sampaikan yang sebesar-besarnyakepada:
1. H. Mulyana, S.H., M.Pd., M.H. Kes selaku Ketua Yayasan Adhi Guna Kencana
Bandung yang memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat menempuh
pendidikan Diploma III Keperawatan di Stikes Bhakti Kencana Bandung.
2. R. Siti Jundiah, S.Kp., M. Kep selaku ketua Stikes Bhakti Kencana Bandung.
3. Tuti Suprapti, S.Kp., M.Kep selaku Ketua Program Studi Diploma III Keperawatan
Stikes Bhakti Kencana Bandung.
4. Sumbara, S.Kep., Ners., M.Kep selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan
bimbingan, saran serta motivasi yang sangat berguna dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini.
5. Anggi Jamiyanti, S.Kep., Ners selaku Pembimbing Pendamping yang telah
membimbing dan memotivasi penulis menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. H.Wasito Hidayat., dr., M.Kes selaku Direktur utama Rumah Sakit Umum
dr.Soekardjo Tasikmalaya yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk
menjalankan tugas akhir perkuliahan ini.
7. Nandang sukmayadi, S.Kep., Ners selaku pembimbing di ruang bedah Melati 3A
Rumah Sakit Umum dr.Soekardjo Tasikmalaya yang telah membimbing dan
memotivasi penulis menyelesaikan tugas akhir perkuliahan ini.

vi
8. Staf dosen pengajar yang membekali ilmu dan keterampilan kepada penulis selama
mengikuti pendidikan di Program StudiD-III Keperawatan Konsentrasi Anestesi dan
Gawat Darurat Medik Stikes Bhakti Kencana Bandung.
9. Binagransyah, S.P., MM dan Dewi Yulistin, S.st, selaku orang tua yang telah
memfasilitasi dan mendukung penulis untuk menempuh Pendidikan ini,
mengorbankan segalanya waktu dan materi untuk penulis, adik-adikku tersayang Pran
dan Amira, dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan moril, materil dan
spiritual dengan penuh cinta dan kasih sayang, kesabaran dan keikhlasan sehingga
penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis ilmiah ini. Terima kasih sebesar-besarnya
penulis sampaikan.
10.Nur Alfin, S.H selaku teman dekat yang selalu membantu, memotivasi, dan
mendukung penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
11.Seluruh teman seperjuangan angkatan XII, yang telah memberikan semangat, motivasi
dan dukungan dalam penyelesaian penyusunan karya tulis ini.
12.Dan seluruh sahabat kesayangan Yuna, Khory, Dhea, Bella, Amel, Okta, Monik,
Rahma yang selalu menemani disaat senang maupun susah saat di perantauan, yang
selalu memberikan motivasi yang tiada henti untuk penulis.

Penulis menyadari dan meyakini sepenuhnya bahwa karya tulis ini masih banyak
kekurangan sehingga penulis sangat mengharapkan segala masukan dan saran yang
sifatnya membangun guna penulisan karya tulis yang lebih baik.

Bandung, April 2019

Penulis

vii
ABSTRACT

Latar Belakang: Hasil survey DepKes RI tahun 2010 di indonesia terjadi kasus fraktur
yang disebabkan oleh cidera karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam
atau tumpul sebanyak 1.775 orang. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang karena
adanya tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diterima tulang.
Metode: metode yang dilakukan pada karya tulis ilmiah adalah studi kasus, dimana
penelitian yang dilakukan pada kedua klien post operasi Remove ORIF atas indikasi
fraktur dengn masalah keperawatan nyeri akut ini menggunakan studi kasus, yaitu
mengeksplorasi suatu masalah/fenomena dengan Batasan terperinci, memiliki
pengambilan data yang mendalam dan menyertakn berbagai sumber informasi. Hasil:
setelah dilakukan tindakan keperawatan pada kedua klien selama 3 hari, pada klien 1di
hari ke tiga masalah keperawatan nyeri akut teratasi dengan sekala nyeri menjadi 0 (1-
10), begitupun dengan klien 2 pada hari ke tiga dengan masalah keperawatan nyeri akut
teratasi dengan skala nyeri 0 (1-10). Diskusi: Terdapat perbedaan respon klien terhadap
persepsi nyeri. Disarankan pada rumah sakit untuk menerapkan tenik nonfarmakologi
relaksasi nafas dalam, institusi pendidikan meningkatkan sarana dan prasarana, profesi
keperawatan meningkatkan pengetahuan dan pelaksanaan, dan untuk penulis agar dapat
menerapkan penelitian.

Keyword: Asuhan Keperawatan, fraktur, nyeri akut, Remove ORIF.


Daftar pustaka: 9 Buku (2009-2019), 2 Jurnal (2010-2019) 1 website

Background: The results of the Ministry of Health RI of 2010 survey in Indonesia


occurred in cases of fractures caused by injuries due to falls, traffic accidents and blunt
or blunt trauma as many as 1,775 people.Fractures are damage to bone continuity
because of the external pressure that comes greater than the bone can accept .
Methods:the method used in scientific papers is a case study. a study conducted on both
Remove ORIF postoperative clients on indications of a fracture with acute pain nursing
problems using a case study, namely exploring a problem / phenomenon with detailed
limits, has in-depth data collection and includes various information sources.Results:
after nursing action for both clients for 3 days, on client 1 on the third day of nursing
problems acute pain is resolved with pain at 0 (1-10), Likewise with clients 2 on the third
day with nursing problems acute pain is resolved with a pain scale of 0 (1-10).
Discussion: there are differences in the client's response to the perception of pain.It is
recommended to hospitals to apply nonpharmacological techniques to deep breathing
relaxation, educational institutions to improve facilities and infrastructure, the nursing
profession to increase knowledge and implementation, and for writers to be able to apply
research.

Keyword: Nursing care, fractures, acute pain, Remove ORIF


Bibliography: 9 Books (2009-2019), 2 Journals (2010-2019) 1 website

viii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul Dan Persyaratan Gelar ............................................................ i
Lembar Pernyataan........................................................................................... ii
Lembar Persetujuan .......................................................................................... iii
Lembar Pengesahan ......................................................................................... iv
Kata Pengantar ................................................................................................. v
Abstract ............................................................................................................ vii
Daftar Isi........................................................................................................... viii
Daftar Gambar.................................................................................................. x
Daftar Tabel ..................................................................................................... xi
Daftar Bagan .................................................................................................... xii
Daftar Lampiran ............................................................................................... xiii
Daftar Lambang, Singkatan, dan Istilah ........................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................. 4
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 6
1.4.1 Manfaat Teoritis .............................................................................. 6
1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Penyakit ....................................................................................... 7
2.1.1 Pengertian fraktur ........................................................................... 7
2.1.2 Etiologi ........................................................................................... 9

ix
2.1.3 Klasifikasi fraktur ........................................................................... 12
2.1.4 Manifestasi Klinis ........................................................................... 14
2.1.5 Pemeriksaan klinis Fraktur .............................................................. 16
2.1.6 Komplikasi fraktur........................................................................... 17
2.1.7 Penatalaksanaan ............................................................................... 20
2.2 Konsep Nyeri ............................................................................................ 22
2.2.1 Definisi ........................................................................................... 22
2.2.2 Klasifikasi nyeri ............................................................................... 22
2.2.3 Pengukuran derajat nyeri ................................................................. 23
2.2.4 Efek respon nyeri ............................................................................. 25
2.2.5 Strategi penanganan nyeri ............................................................... 25
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................... 26
2.3.1 Pengkajian ...................................................................................... 26
2.3.2 Diagnosa keperawatan ..................................................................... 36
2.3.3 Perencanaan ..................................................................................... 38
2.3.4 Penatalaksanaan ............................................................................... 55
2.3.5 Evaluasi .......................................................................................... 56

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian ...................................................................................... 58
3.2 Batasan Istilah ........................................................................................... 58
3.3 Responden/Subyek Penelitian .................................................................. 59
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 59
3.5 Pengumpulan Data .................................................................................... 60
3.6 Uji Keabsahan Data .................................................................................. 61
3.7 Analisa Data .............................................................................................. 61
3.8 Etik Penelitian ........................................................................................... 62

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN


4.1 Hasil ......................................................................................................... 6
4.1.1 Gambar dan Lokasi Pengambilan Data ......................................... 66

x
4.1.2 Asuhan keperawatan ..................................................................... 67
4.1.1.1 Pengkajian .................................................................................... 67
4.1.1.2 Diagnosa keperawatan................................................................... 78
4.1.1.3 Intervensi ....................................................................................... 78
4.1.1.4 Implementasi ................................................................................ 82
4.1.1.5 Evaluasi ........................................................................................ 85
4.2 Pembahasan............................................................................................... 85
4.2.1 Pengkajisan ................................................................................... 86
4.2.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 89
4.2.3 Perencanaan................................................................................... 92
4.2.4 Tindakan ........................................................................................ 94
4.2.5 Evaluasi ......................................................................................... 95

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 97
5.1.1 Pengkajian .................................................................................... 97
5.1.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 98
5.1.3 Perencanaan................................................................................... 99
5.1.4 Pelaksanaan ................................................................................... 100
5.1.5 Evaluasi ......................................................................................... 100
5.2 Saran ......................................................................................................... 101
5.2.1 Rumah Sakit .................................................................................. 101
5.2.2 Institusi Pendidikan ....................................................................... 101
5.2.3 Bagian Profesi Keperawatan ......................................................... 102
5.2.4 Bagi Penulis................................................................................... 102

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Fisiologi Tulang ..........................................................................7

xii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Intervensi dan Rational.....................................................................39
Tabel 2.2 Intervensi dan Rational.....................................................................41
Tabel2.3 Intervensi dan Rational.....................................................................43
Tabel 2.4 Intervensi dan Rational.....................................................................45
Tabel 2.5 Intervensi dan Rational.....................................................................47
Tabel 2.6 Intervensi dan Rational.....................................................................45
Tabel 2.7 Intervensi dan Rational.....................................................................52
Tabel 2.8 Intervensi dan Rational.....................................................................54
Tabel 3.1 Identitas ............................................................................................67
Tabel 3.2 Riwayat Penyakit..............................................................................67
Tabel 3.3 Perubahan Aktivitas Sehari-hari.......................................................69
Tabel 3.4 Pemeriksaan Fisik ............................................................................70
Tabel 3.5 Pemeriksaan psikologi......................................................................74
Tabel 3.6 Hasil pemeriksaan diagnosa .............................................................75
Tabel 3.7 Analisa Data .....................................................................................76
Tabel 3.8 Diagnosa Keperawatan .....................................................................78
Tabel 3.9 Intervensi ..........................................................................................78
Tabel 3.10 Implementasi ....................................................................................78

xiii
DAFTAR BAGAN

Halaman
Bagan 2.1 Pathway .......................................................................................11

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembaran Bimbingan

Lampiran 2 Jurnal Penelitian I

Lampiran 3 Jurnal Penelitian II

Lampiran 4 Surat Persetujuan dan Justifikasi Studi Kasus

Lampiran 5 Lembar Observasi

Lampiran 6 Lembar SAP

Lampiran 7 Lembar SOP

Lampiran 8 Leaflet

Lampiran 9 Format Review Artikel

Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup

xv
DAFTAR SINGKATAN

BAB : Buang Air Besar

BAK : Buang Air Besar

b.d : berhubungan dengan

Cm : centi meter

dr : Dokter

GCS : Glasglow Coma Skale

IV : Intra Vena

IM : Intramedulary

Kg : kilo gram

Ml : Mili liter

Mg : Mili gram

mmHg : Millimeter Hydragyrum

MRI : Magnetic Resonance Imaging

N : Nadi

ORIF : Open Reduksi Internal Fixacation

R : Respirasi

S : suhu

TB : Tinggi Badan

Tn : Tuan

WHO : World Health Organization

TTV : Tanda Tanda Vital

xvi
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingkat kemajuan ilmu pengetahuan teknologi saat ini berkembang

sangat pesat. Banyak pabrik memproduksi produk-produk yang dibutuhkan

masyarakat dengan tingkat teknologi tinggi mengakibatkan jalan saat ini

sangat padat menyebabkan tingkat kemacetan yang tinggi. Penambahan jalan

raya dan penggunaan transportasi darat yang tidak seimbang menyebebkan

jumlah korban kecelakaan lalu lintas meningkat, tetapi kecelakaan ini banyak

terjadi negara berkembang seperti Indonesia. Tingginya angka kecelakaan

menyebabkan angka kejadian fraktur semakin tinggi(Agus Desiartama, 2017).

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan

eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. (Linda

Juall C.2012). World Health Organization (WHO) menetapkan kecelakan

akibat lalu lintas telah banyak menelan korban jiwa yaitu sekitar 2,4 juta jiwa

manusia setiap tahunnya. Hal merupakan penyebab jumlah angka kematian

yang diakibatkan kejadian kecelakaan lalu lintas menduduki peringkat

ketiga.WHO mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta orang

meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita patah tulang atau fraktur akibat

kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Salah satu insiden kecelakaan yang

memiliki jumlah korban cukup tinggi yaitu insiden fraktur, dimana sekitar

40% dari insiden kecelakaan yang terjadi mengalami fraktur (Agus


2

Desiartama, 2017). Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia

(Depkes RI) tahun 2013 menyebutkan bahwa dari jumlah kecelakaan yang

terjadi, terdapat 5,8% korban cedera atau sekitar delapan juta orang

mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang paling banyak terjadi yaitu

fraktur pada bagian ekstremitas atas sebesar 36,9% dan ekstremitas bawah

sebesar 65,2% (Agus Desiartama, 2017).

Berhadasarkan hasil perhitungan di RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya

di ruang bedah Melati 3A lantai 2 kasus fraktur menduduki urutan ke 9 dari

10 besar penyakit yang paling banyak muncul di ruang bedah Melati 3A

lantai 2 yaitu tercatat ada 28 kasus yang muncul selama tahun 2018.

Fraktur yang cukup parah harus ditangani segera agar tidak

menimbulkan kecacatan permanen yaitu perubahan bentuk, gangguan

persendian, gangguan pergerakan, dan gangguan penyatuan seperti non

union. Tindakan yang dilakukan pada fraktur biasanya adalah pembedahan

atau operasi. Tindakan pembedahan atau operasi adalah tindakan yang

menggunakan cara invasif dengan membuat sayatan dan diakhiri dengan

penutupan dan penjahitan. Salah satu tindakan pembedahan pada fraktur

adalah ORIF (Open Reduksi Internal Fixation). ORIF (Open Reduksi

Internal Fixation) yaitu suatu tindakan pembedahan untuk memanipulasi

fragmen-fregmen tulang yang patah/fraktur untuk dapat kembali seperti

letak asalnya. ORIF biasanya melibatkan penggunaan plat, skrup, pen, paku

maupun intramedulary (IM) pemasangan tersebut dilakukan untuk

mempertahankan atau memfiksasi posis tulang yang sudah dikembalikan ke


3

letak asalnya agar tidak kembali bergeser sampai penyembuhan tulang yang

solid terjadi. (Abdul Wahid, 2013). Setelah tindakan ORIF dilakukan dan

tulang sudah solid atau kuat maka tindakan yang akan dilakukan

selanjutnya adalah Remove ORIF ataupengangkatan pen, paku, plat yang

telah dipasang untuk memfiksasi tulang agar solid kembali (Chaerudin

Rosjad, 2012).

Masalah kebutuhan dasar manusia yang akan muncul pada klien

biasanya adalah nyeri karena akibat dari dilakukannya pembedahan, resiko

infeksi karena adanya luka operasi yang dapat terinfeksi karena

dilakukannya pembedahan atau pun perawatan luka yang belum benar, lalu

hambatan imobilisasi fisik akibat adanya luka pembedahan atau trauma

yang diakibatkan oleh fraktur itu sendiri. (Akbar Apriansyah,2015)

Akibat dari prosedur pembedahan, masalah yang pertama kali akan

muncul pada klien adalah nyeri (Akbar Apriansyah,2015). Nyeri adalah

sensori yang bersifat emosional dan subjektif berupa keadaan yang tidak

menyenangkan yang diakibatkan oleh kerusakan jaringan yang benar-benar

telah rusak ataupun berpotensi untuk rusak. (IASP- Internasional Associatin

for Study of Pain, 2012). Menurut Mulyono (2009) pemulihan klienpost

operasi membutuhkan waktu rata-rata 72,45 menit, sehingga klien akan

merasakan nyeri yang hebat rata-rata pada dua jam pertama sesudah operasi

karena pengaruh obat anestesi sudah hilang, namun terkadang pada klien

post operasi masih mengalami nyeri walaupun sudah diberikan obat-obatan

analgesik. Dampak nyeri yang ditimbulkan akibat fraktur adalah klien


4

merasa tidak nyaman. Perubahan rasa nyaman akan menimbulkan perasaan

yang tidak enak atau tidak nyaman.

Perawat berperan dalam mengidentifikasi kebutuhan yang dibutuhkan

oleh klien salah satunya dalam manajemen nyeri. Selain memberikan

analgetik yang dianjurkan oleh dokter perawat juga memberikan manajemen

non farmako untuk mengurangi nyeri yang timbul pada klien dengan cara

relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik

melakukan nafas lambat dan menghembuskannya secara perlahan,

kemudian klien dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan

dan nyaman (Brunner & Suddarth, 2013). Relaksasi secara umum adalah

metode yang paling efektif terutama pada klien yang mengalami nyeri

(National Safety Council 2003). Mengingat betapa pentingnya tindakan non

farmakologi dalam mengatasi nyeri pada klien maka penulis tertarik

mengadakan penelitian tentang asuhan keperawatan dalam mengatasi nyeri

akut pada klien post operasi Remove ORIF.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien Post

Operasi Remove ORIF atas indikasi fraktur dengan diagnosa keperawatan

Nyeri akut.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:
5

1.3.1 Tujuan Umum

Penulis mampu mengaplikasikan dan memperoleh gambaran yang

nyata tentang asuhan keperawatan pada klien Post Operasi Remove ORIF

atas indikasi fraktur dengan ngangguan pada sistem muskuloskeletal dengan

diagnosa keperawatan Nyeri akut di RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada penderita dengan gangguan pada

muskuloskeletal: post operasi Remove ORIF (Open Reduction Internal

Fixcation).

b. Mampu merumuskan dan memprioritaskan diagnosa keperawatan

berdasarkan data-data yang diperoleh pada klien post operasi Remove

ORIF (Open Reduction Internal Fixcation)..

c. Mampu membuat rencana keperawatan yang sesui dengan standar

praktek keperawatan pada klien post operasi Remove ORIF (Open

Reduction Internal Fixcation).

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan yang sesuai dengan praktek

keperawatan pada klienpost operasi Remove ORIF (Open Reduction

Internal Fixcation).

e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

pada klienpost operasi Remove ORIF (Open Reduction Internal

Fixcation).

f. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan pada klienpost operasi

Remove ORIF (Open Reduction Internal Fixcation).


6

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pada klien post operasi

Remove ORIF (Open Reduction Internal Fixcation)dengan masalah

keperawatan Nyeri akut.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan asuhan keperawatan ini dapat menjadi referensi bacaan

ilmiah mahasiswa untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan Post

operasi Remove ORIF atas indikasi fraktur dengan masalah keperawatan

Nyeri akut.

b. Bagi Rumah Sakit

Memberikan masukan bagi pihak rumah sakit untuk menambah

pengetahuan khusus tentang penanganan nyeri akut pada klien post

operasi Remove ORIF.

c. Bagi Profesi Keperawatan

Meningkatkan pengetahuan perawat dalam menerapkan teknik non-

farmakologi terhadap nyeri akut pada klienpost operasi Remove ORIF.

d. Bagi Penulis

Penulis mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan dengan pemberian tenik Relaksai Nafas

Dalam terhadap intensitas nyeri akut pada klien post operasi Remove

ORIF.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Pengertian fraktur

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan

eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang,

(Linda Juall C. 2012). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak

atau patah tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh

trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luas

traumanya (Lukman, 2012).

Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Doenges, 2012) dapat

disimpulkan bahwa fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang atau jaringan

tulang yang terputus. Fraktur terjadi akibat tulang yang mendapat tekanan

lebih besar dari kemampuan yang dapat tulang terima

Gambar 2.1
Anatomi fisiologi tulang

(sumber: dr. Yelvi Levani dan dr. Rianto )

7
8

Tibia merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan

terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan

sebuah batang dan dua ujung. Ujung atas memperlihatkan adanya kondil

medial dan lateral. Kondil-kondil ini merupakan bagian yang paling atas dan

paling pinggir dari tulang. Permukaan superiornya memperlihatkan dua

dataran permukaan persendian untuk femur dalam formasi sendi lutut.

Permukaan-permukaan tersebut halus dan di atas permukaannya yang

terdapat tulang rawan semilunar (setengah bulan) yang membuat permukaan

persendian lebih dalam untuk penerimaan kondil femur. (Evelyn C. Pearce,

2002)

Tulang tarsal berjumlah 7, yang secara kolektif disebut tarsus. Tulang

kalkaneus adalah tulang terbesar dari telapak kaki. Dari sebelah belakang

tulang tersebut membentuk tumit. Fungsi dari tulang kalkaneus ketika

berdiri dalam keadaan normal berat tubuh dipindahkan dari tibia ke tulang

talus yang kemudian ditransfer ke tulang kalkaneus. Tulang ini juga

memberi kaitan pada otot besar dari betis dengan perantaraan tendo

Achilles. Disebelah atas tulang kalkaneus bersendi dengan tulang talus.

Talus merupaka titik tertinggi dari telapak kaki yang mendukung tibia dan

bersendi dengan maleolus dari fibula. Didepan tulang talus terletak tulang

navicular, yang bersendi dengan tulang talus dan kuneiformis. Tulang

kuneiformis terdiri dari 3 buah tulang yaitu kuneiformis medial, intermedia

dan lateral sesuai dari posis ke 3 tulang tersebut. Sebelah distal dari tulang

kuboid dan kuneiformis juga bersendi dengan tulang-tulang metatarsal dari


9

kaki. Tulang tarsus ini membentuk kaki yang diperdarahi oleh arteri dorsalis

pedis dan digerakkan oleh tendo dari muskulus gastroknemius dan tendo

Achilles untuk melakukan gerakan plantar fleksi. (Evelyn C. Pearce, 2002)

2.1.2 Etiologi

Fraktur disebabkan oleh trauma dimana tulang mendapatkan tekanan

yang lebih dari kemampuan tulang. Sebagian besar fraktur disebabkan

karena kecelakaan , cidera atau karena jatuh.

Menurut (Carpenito,2000) adapun penyebab fraktur antara lain:

1. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya

kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan

garis patah melintang atau miring.

2. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang

jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalag

bagian yang paling dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

3. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat

berupa pemuntiran, penekukan,dan penekanan, kombinasi dari

ketiganya, dari penarikan.

a. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas

untuk menahan tekanan (Apley, a. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan


10

eksternal yang datang lebih besar dari yang diserap tulang, maka akan

terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau

terputusnya kontinuitas tulang (Carpenito, lynda Juall, 2002). Setelah

terjadi freaktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam

korteks, marroe, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.

Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbenbtuklah

hematoma di rongga medula tulang. Jaringa tulang segera berdekatan ke

bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini

menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan

vasodilatasi, eksudasi plasma, dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.

Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang

nantinya (Black J.M, et.al, 1993).


11

Bagan 2.1

Pathway

Trauma langsung/tidak
langsung

fraktur

Luka terbuka
Kehilangan
integritas
tulang Kehilangan
Pembedahan
ORIF cairan/
pendarahan
Kerusakan
rongga
neuromuskuler Syok
Hipovolemik

Terputusnya Imobilisasi
Kerusakan jaringan lunak
mobilitas fisik Dipasang
infus/transfusi
Defisit
Perawatan diri

Saluran
Kerusakan invasif
integritas kulit Nyeri akut

Resti infeksi

Sumber: Carpenito, lynda Juall, 2002


12

2.1.3 Klasifikasi fraktur

Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi, dibagi menjadi beberapa

kelompok, yaitu:

a. Berdasarkan sifat fraktur

1. Fraktur tertutup (closed): bila tidak terdapat hubungan antara

fregmen tulang dengan dunia lur, disebut juga fraktur bersih (kulit

masih utuh) tanpa komplokasi.

2. Fraktur terbuka (open/compound): bila terdapat hubungan antara

fregmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b. Berdasarkan komplit atau tidak komplitan fraktur

1. Fraktur komplit: bila garis patah melalui seluruh penampang

tulang atau melalui kedua korteks tulang.

2. Fraktur inkomplit: bila garis patah tidak melalui seluruh

penampang tulang seperti:

a. Hair line fraktur (patah retidak rambut)

b. Buckle atau torus fraktur: bila terjadi lipatan satu korteks

dengan komresi tulang sponglisa di bawahnya.

c. Green stick fraktur: mengenai satu korteks dengan angulasi

korteks lainnya yang terjadi terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan

mekanisme trauma.

1. Fraktur transvesal: fraktur yang arahanya melintang pada tulang

dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.


13

2. Fraktur oblik: fraktur yang arah garis patahannya membentuk

sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma

angulasi atau langsung juga.

3. Fraktur spiral: fraktur yang arah garis patahanya berbentuk spiral

yang disebabkan trauma rotasi.

4. Fraktur kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi

yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.

5. Fraktur avulasi: fraktur yang diakibat kan karena trauma tarikan

atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

d. Berdasarkan jumlah garis patah.

1. Fraktur komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan

saling berhubungan.

2. Fraktur segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi

tidak berhubungan.

3. Fraktur multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi

tidak pada tulang yang sama.

e. Berdasarkan pergeseran fregmen tulang

1. Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi

kedua fregmen tidak bergesr dan periosteum masih utuh.

2. Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fregmen tulang

yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:

a. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran

searah sumbu dan overlapping).


14

b. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

c. Dislokasi ad tatus (pergeseran dimana jedua fragmen saling

menjauh).

f. Fraktur patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis

tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan

keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

Tingkat 0: fraktur biada dengan sedikit atau tanpa sidera jaringan

lunak.

1. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit

dan jaringan subkutan.

2. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio

jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.

3. Tingkat 3: cidera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang

nyata dan ancaman sindroma kompartemen.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya deformitas

pemendekan ekstremitas, pembengkakan local, dan perubahan warna

(Smeltzer, 2002). Klasifikasi klinis dari fraktur menurut Brunner dan

Suddarth, 2002:

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fregmen tulang

dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk


15

bidai alamiah yang dirancang untuk meninimalkan gerakan antar

fragmen tulang.

b. Setelah terjadi fraktur,bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan

cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)

bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada

fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat

mampu teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan

membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitak tidak dapak

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada

integritas tulang tempat melekatnya otot.

c. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang

sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan di bawah

tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain

sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).

d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gerakan antara fragmen satu

dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan

jaringan lunak yang lebih berat.

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai

akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa

terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.


16

2.1.5 Pemeriksaan klinis Fraktur

Menurut PERMENKES RI, 2014 pemeriksaan klinis fraktur meliputi:

1. Foto polos

Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral,

untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.

2. Pemeriksaan radiologi

a. Radioisotope scanning tulang

b. Tomografi

c. Artrografi

d. CT-scan

e. MRI

3. Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah

Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun

(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma

multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal

setelah trauma.

4. Kreatinin

Trauma otot meningkatkan beban kreatini untuk klirens ginjal

5. Profil koagulasi

Perubahan dapat terjadi saat kehilangan darah.


17

2.1.6 Komplikasi fraktur

1. Komplikasi awal

Komplikasi awal adalah kejadian dalam komplikasi dalam satu minggu

pasca trauma

a. Kerusakan arteri

Pecahnya arteri karen trauma bisa ditandai dengan tidak adanya

nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang

lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan

emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan

reduksi, dan pembedahan.

b. Kompartement syndrom

Kompartement syndrom merupakan komplikasi serius yang

terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah

dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh edema atau perdarahan

yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Setelah itu karena

tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.

c. Fat embolism syndrom

Fat embolism syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang

sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi

karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk

ke alirah darah dan menyebabkan tingkat kadar oksigen dalam

darah rendah ditandai dengan gangguan pernafasan, rachykardi,

hypertensi,tachypnea, dan demam.


18

d. Infeksi

Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.

Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial)

dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur

terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan alat dalam pembedahan

seperti pin dan plat

e. Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ketulang

rusuk terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang diawali

dengan adanya volkman’s ischemia.

f. Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya

oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

2. Komplikasi lanjut

Kejadian sesudah satu minggu atau lebih passca trauma.

a. Delayed union

Proses penyembuhan lambat dari waktuk yang dibutuhkan secara

normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat

bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur, tetapi konservatif

selama 6 bulan bila gagal dilakukan osteotomi. Lebih 20 minggu

dilakukan cancellous grafting (12-16 minggu).


19

b. Non-union

Keggalan pada proses penyambungan tulang sehingg tulang tidak

dapat menyambung. Non-union merupakan kegagalan fragmen

pada fraktur untuk menyatu atau menyembuh. Biasanya hal itu

terjadi ketika bagian yang mengalami fraktur gagal untuk

menyembuh secara total dalam waktu 6-9 bulan setelah

kecelakaan/trauma. Ada beberapa penyebab terjadinya fraktur

non-union antar lain infeksi, immobilisasi yang kurang,

interposisi jaringan lunak antara fragmen fraktur, suplai darah

yang kurang, status nutrisi yang buruk, fraktur terbuka,

comminuted, segmental ataupun fraktur patologik yang lain.

Persendian yang tidak tepat dimana sering disebut

pseudoarthrosis sering dijumpai.

c. Mal union

Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbulkan

deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi.

d. Ostemielitis

Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau

tindakan operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat

menimbulkan delayed union dampai non union (infected non

union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis

mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan

atropi otot.
20

e. Kekakuan sendi

Kekakuan sendi baik sementara ataupun menetap dapat

mengakibatkan imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan

peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot

dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu

imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi.

Pembebasan perlengketan secara pembedahan hanya dilakukan

pada penderita dengan kekakuansendi menetap.

2.1.7 Penatalaksanaan

Prinsip penanganan fraktur ada 4R menurut Chaerudin Rosjad meliputi

recognition, reduction, retention, dan rehabilitation:

1. Recognition

Mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan

anamnesis,pemeriksaan klinik, dan radiologi. Pada awal pengobatan

perlu diperhatikan yaitu: lokasi dimana fraktur, bentuk fraktur,

menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang

mungkin muncul selama pengobatan.

2. Reduction

ORIF (Open Reduction Interna fixation) yaitu suatu tindakan

pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fregmen tulang yang

patah/fraktur untuk dapat kembali seperti letak asalnya. ORIF

biasanya melibatkan penggunaan plat, skrup, pen, paku maupun

intramedulary (IM) pemasangan tersebut dilakukan untuk


21

mempertahankan atau memfiksasi posis tulang yang sudah

dikembalikan ke letak asalnya agar tidak kembali bergeser sampai

penyembuhan tulang yang solid terjadi. (Abdul Wahid, 2013)

Setelah dilakukan tindakan ORIF selama 3-6 bulan atau saat

penyembuhan tulang yang solid terjadi maka akan dilakukan

tindakan Remove ORIF yaitu menganggat plat, skrup, pen, paku

maupun intramedulary (IM) yang dipasang saat tindajan ORIF.

(Abdul Wahid, 2013)

3. Retention

Imobilisasi fraktur yang bertujuan untuk mencegah pergeseran

fragmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam union.

Untuk mempertahankan reduksi (ekstremitas yang mengalami

fraktur) adalah dengan traksi. Traksi merupakan salah satu

pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang

sebagai kekuatan dengan kontrol dan tahanan beban keduanya untuk

menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformatis,

mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligament tubuh/

mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri, mempertahankan,

anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2

pemasangan traksi yaitu: skin traksi dan skeletal traksi.


22

4. Rehabilitation

Mengembalikan aktifitas fungsional seoptimal mungkin. Latihan

isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi

disuse dan meningkatkan aliran darah.

2.2 Konsep Nyeri

2.2.1 Definisi

Nyeri adalah sensori yang bersifat emosional dan subjektif berupa

keadaan yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh kerusakan

jaringan yang benar-benar telah rusak ataupun berpotensi untuk rusak

(IASP- Internasional Association for Study of Pain).

Nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan

baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan

adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu

merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas

sehari-hari (Asmadi).

2.2.2 Klasifikasi nyeri

Klasifikasi nyeri dibedakan menjadi dua yaitu (Sigit Nyan Prasetyo, 2018) :

a. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat atau

mendadak dan dalam waktu yang singkat berakhir kurang dari enam

bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri

mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka operasi, ataupun pada

arteriosclerosis pada arteri koroner.


23

b. Nyeri kronis

Nyeri kronis yaitu nyeri yang timbul secara perlahan dan akan

berlangsung dalam waktu yang panjang lebih dari enam bulan. Nyeri

kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan

bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan

periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali lagi

nyeri, dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang konstan,

rasa nyeri tersebut terus menerus terasa makin lama makin meningkat

intensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan.

2.2.3 Pengukuran derajat nyeri

Menurut (Tantri,2009 dalam Buku konsep dan Proses Keperawatan

Nyeri) beberapa skala dapat digunakan untuk mengukur derajat nyeri

ataupun derajat perbaikan nyeri setelah intervensi. Skala pengukuran

nyeri dapat digunakan untuk membandingkan efikasi beberapa terapi

nyeri, pengukuran nyeri dapat dilakukan dengan skala sebagai berikut:

a. Skala deskripsi verbal (VDS)

Skala deskriptif Verbal (Verval Descriptor Scale, VDS) merupakan

salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat objektif.

Skala deskriptif verbal ini merupakan sebuah garis yang terdiri dari

beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun dalam jarak yang sama

sepanjang garis. Kalimat deskripsi ini diranjing dari tidak ada nyeri

sampai nyeri paling hebat. Perawat menunjukan intensitas nyeri

terbaru yang ia rasakan.


24

b. Numerical Rating Scale (NRS)

Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS) digunakan sebagai

pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, pasien menilai

nyeri dengan skala 0 sampai 10.

Keterangan:

0 : klien tidak merasakan nyeri.

1-3 : nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan

baik.

4-6 : nyeri sedang: secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat

mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : nyeri berat: secara obyektif terkadang klien tidak dapat

mengikuti perintah, tapi masih respon terhadap tindakan,

dapat menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi

nafas panjang dan distraksi.

10 : nyeri sangat berat : pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi, memukul nyeri paling berat yang dirasakan klien.

c. Skala analog visual (SAV)

Skala Analog visual (Visual Analog Scale, VAS) merupakan suatu

garis lurus, yang mewakili intensitas yang terus menerus dan memiliki

alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberikan

kebebasan penuh pada pasien untuk mengidentifikasi tingkat


25

keparahan nyeri yang ia rasakan. Skala Analog Visual merupakan

pengukuran nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat

mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada sipaksa memilih

satu kata atau satu angka.

2.2.4 Efek respon nyeri

a. Perubahan fisiologis

Perubahan fisiologis yang disebabkan oleh nyeri dan cedera merupakan

akibat aktivasi sistem saraf pusat dan perifer (Marsaban, 2009).

b. Perubahan psikologi

Setiap individu memiliki respons yang berbeda terhadap stimulus akut,

dan berbahaya, termasuk dalam nyeri pasca bedah. Variasi ini berasal

dari perbedaan pengalaman, makna nyeri, kecemasan, dan kemampuan

kontrol terhadap suatu kejadian (Marsaban, 2009).

2.2.5 Strategi penanganan nyeri

a. Management Nyeri Farmakologi

Management nyeri farmakologi menggunakan obat analgetik.

Pemberian obat analgetik yang diberikan guna untuk menganggu atau

memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan

cara mengurangi kortikal terhadap nyeri (Andarmoyo 2013).

b. Management Nyeri Non-Farmakologi

Pada management nyeri non-farmakologi memiliki beberapa cara yaitu:


26

1. Teknik Relaksasi

Teknik relaksasi adalah suatu teknik dalam terapi perilaku untuk

mengurangi ketegangan dan kecemasan. Relaksasi merupakan

suatu terapi relaksasi yang diberikan kepada pasien dengan

menegangkan otot-otot tertentu dan kemudia relaksasi (Smeltzer

and Bare, 2002)

2. Teknik Distraksi

Teknik distraksi adalah metode untuk menghilangkan nyeri dengan

cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga

pasien akan lupa terhadap nyer yang dialami. (Sigit Nyan, 2018)

3. Tekni Massage

Terapi masase merupakan manipulasi dari jaringan lunak tubuh

yang bertujuan untuk menurunkan rasa nyeri dan memberi efek

relaksasi. Mekanisme terapi masase dalam menurunkan nyeri

diduga dengan meningkatkan produksi endorfin dalam tubuh.

Melalui peningkatan endorfin, transmisi sinyal antara sel saraf

menjadi menurun sehingga dapat menurunkan ambang batas

persepsi terhadap nyeri. (Sigit Nyan, 2018)

4. Teknik Akupuntur

Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama

digunakan untuk mengobati nyeri. Jarum – jarum kecil yang

dimasukkan pada kulit, bertujuan menyentuh titik-titik tertentu,


27

tergantung pada lokasi nyeri, yang dapat memblok transmisi nyeri

ke otak. (Ma’rifah 2014).

5. Terapi panas dingin

Pemberian rasa dingin dan panas secara bergantian merupakan

salah satu cara non-farmakologi dalam menurunkan nyeri

persalinan. Rasa dingin dapat menyebabkan rasa baal,

menstimulasi reseptor saraf perifer, dan melambatkan transmisi

nyeri ke sistem saraf pusat sehingga intensitas nyeri pada pasien

dapat berkurang. Rasa panas sendiri dapat melambatkan impuls

saraf ke otak dengan menstimulasi reseptor panas pada kulit dan

jaringan yang lebih dalam (Ma’rifah 2014).

6. TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)

Teknik TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan

menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui

elektroda luar, sehingga cara ini bisa melepaskan endorfin, dan bisa

memblok stimulasi nyeri.(Ma’rifah 2014).

a) Relaksasi Nafas Dalam

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada

klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat

(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana

menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat


28

menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga

dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi

darah (Smeltzer dan Bare, 2002).

b) Tujuan

Tujuan dari teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk

meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas,

mencegah atelektasi paru, meningkatkan efisiensi batuk

mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu

menurunkan intensitas nyeri dan 9 10 menurunkan kecemasan.

Sedangkan manfaat yang dapat dirasakan oleh klien setelah

melakukan teknik relaksasi nafas dalam adalah dapat

menghilangkan nyeri, ketenteraman hati, dan berkurangnya rasa

cemas. (Smeltzer dan Bare, 2002).

c) Priharjo (2003) menyatakan bahwa adapun langkah-langkah

teknik relaksasi nafas dalam adalah sebagai berikut :

1) Usahakan rileks dan tenang.

2) Menarik nafas yang dalam melalui hidung dengan hitungan

1,2,3, kemudian tahan sekitar 5-10 detik.

3) Hembuskan nafas melalui mulut secara perlahan-lahan.

4) Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskannya

lagi melalui mulut secara perlahan-lahan.

5) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa

berkurang.
29

6) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat

setiap 5 kali. (Sigit Nyan. 2018)

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

Metode sestemik dimanasecara langsung perawat dan klien secara

bersamaan menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan

keperawatan, membuat perencanaan dan rencana implementasi dan serta

mengevaluasi hasing asuhan keperawatan yang terdiri dari 5 tahapan yaitu:

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian adalah proses keperawatan yang terdiri dari pengumpulan data

yang tepat untuk memperoleh asuhan keperawatan pada klien. Data yang

di kumpulkan adalah data objektif dan data subjektif, metode yang

digunakan melalui wawancara, inspeksi, auskultasi, dan perkusi. Pokok

utaman pengkajian meliputi. (Doenges,2012)

a. Pengumpulan Data

1. Biodata

b) Identitas klien

Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,

pendidikan, pekerjaan, status marital, tanggal masuk rumah sakit,

tanggal pengkajian nomor medrec, diagnosa medis, dan alamat.

c) Keluhan utama

Keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri

tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.


30

Untuk memperoleh pengkajian lengkap tentang rasa Nyeei klien

digunakan:

a. Provoking incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor

pertisipasi nyeri.

b. Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan klien apakah seperti terbajar, berdenyut, atau

tertusuk.

c. Region: radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah

rasa sakit menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit

terjadi.

d. Severty (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang

dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien bisa

menerangkan seberapa jauh rasa sakit seberapa jauh

mempengaruhi kemampuan fungsinya.

e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah

bertambah buruk pada malam hari atau siang hari

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

d) Riwayat penyakit Sekarang

Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau

penyakit yang dirasakan setelah pasien operasi (Jitowiyono dan

kirstiyanasari, 2010). Biasanya pada klien post operasi fraktur

mengeluh nyeri pada luka operasi.


31

e) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada riwayat dahulu ditemukan klien mengalami fraktur.

Penyakit-penyakit tertentu yang pernah dialami klien yang dapat

menghambat proses penyembuhan tulang seperti kanker tulang

dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis,

diabetes dengan luka kaki sangat beresiko terjadinya

osteomyelitis akut maupun kronik (Ignatavicius, Donna D, 1995).

f) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang

merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,

seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi dibeberapa

keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara

genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995)

g) Pola-pola fungsi kesehatan

1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan kecacatan

pada dirinya dan harus. Harus menjalani penatalaksanaan

kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain

itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat osteroid yang dapat mengganggu

metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa

mengganggu keseimbangan dan apakah klien melakukan

olahraga atau tidak (Ignatavicius, Donna D, 1995).


32

2. Pola nutrisi dan metabolisme

Pada klien fraktur tidak mempengaruhi pola nutrisi dan

metabolisme, klien juga tidak ada penurunan nafsu makan

ataupun minum tetapi klien harus mengkonsumsi nutrisi lebih

dari kebutuhan sehari-hari seperti kalsium, zat besi, protein,

vitamin C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan

tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).

3. Pola eliminasi

Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi.

Frekuensi jumlah warna dan bau pada BAK dan BAB klien

normal tidak terdapat keluhan (Ignatavicius, Donna D, 1995).

4. Pola tidur dan istirahat

Pada klien fraktur menimbulkan rasa nyeri, dan keterbatasan

gerak, sehingga akan mengganggu pola tidur dan istirahat

yang dibutuhkan klien (Doenges, Marilynn E, 1999).

5. Pola aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua

bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien

perlu dibantu orang lain. (Ignatavicius, Donna D, 1995).

6. Pola hubungan dan peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam

masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap

(Ignatavicius, Donna D, 1995).


33

7. Pola persepsi dan konsep diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul

ketakukan akan kecacatan akibat frakturnya,rasa cemas, rasa

ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,

dan pandangan terhadap dirinya yang salah (Ignatavicius,

Donna D, 1995).

8. Pola sensori dan kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada

bagian fraktur, sedangkan pada indera yang lain tidak timbul

gangguan. Selain itu, juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(ignatavicius, Donna D, 1995).

9. Pola reproduksi seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan

hubunbgan seksual karena harus menjalani rawat inap dan

keterbatasan gerak serta nyeri yang dialami klien.

(ignatavicius, Donna D, 1995).

10. Pola penanggulangan stres

Pada klien fraktur timbut rasa cemas tentang keadaan dirinya,

yaitu ketakutan timbul kecacatan pada dirinya dan fungsi

tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak

efektif (ignatavicius, Donna D, 1995).


34

11. Pola tata nilai dan keyakinan

Untuk klien fraktur sulit melakukan kebutuhan beribada

dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa

disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

(ignatavicius, Donna D, 1995).

2. Pemeriksaan fisik

a. Sistem Persaarafan

Akan ditemukan nyeri pada daerah fraktur dan memungkinkan

untuk terjadinya imobilisasi. Hilangnya gerakan atau sensai,

spasme otot, takikardi, respon stess, penurunan nadi di bagian distal

yang cidera, pusat bagian yang terkena CRT menurun.

b. Sistem Pernafasan

Pernafasan meningkat, reguler, atau tidak tergantung pada riwayat

penyakitklien yang berhubungan dengan paru.pergerakan sama

atau simetris, fermitus teraba sama. Suara perkusi sonor tidak ada

suara tambahan lainnya, suara nafas normal.

c. Sistem Pencernaan

Bentuk dasar simetris, tidak terdapat hernia, turgor baik, suara

timpani, ada pantulan gelombang cairan, peristaltik usu.

d. Sistem kardiovaskuler

Akan ditemukan nadi kuat berkaitan dengan nyeri yang akan

dirasakan klien, tekanan darah naik disertai tidak teraba dingin dan
35

asianosis tidak terjadi syok, CRT <2 detik jika tidak terjadi

perdarahan hebat.

e. Sistem Integumen

Terdapat eritema, suhu daerah meningkat, bengkak, oedema, nyeri

tekan.

f. Sistem Muskuloskeletal

Kterbatasan atau kehilangan pada fungsi bagian yang terkena

(mungkin segera, fraktur itu sendiri/ secara sekunder, dari

pembengkakan jaringan, nyeri).

g. Sistem Perkemihan

Jika tidak adanya penekanan ke daerah perkemihan karena fraktur

tidak adanya kelainan pada BAB dan BAK

3. Keadaan lokal harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian

distal terutama mengenai status neovaskuler pemeriksaan pada sistem

muskuloskletal adalah :

a. Cectrica atau jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti

bekas operasi.

b. ceapeaulaid sport (birthmark).

c. Fistule.

d. Warna kemerahan atau kebiruan (lifede) atau hiper pikmentasi.

e. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang

tidak biasa (abnormal).

f. Posisi dan bentuk dari ekstermitas (deformitas).


36

g. Posisi jalan (waktu masuk ke kamar perikisa).

4. Feel atau palpasi

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki

mulai dari posisi netral (posisianatomi). Pada dasarnya ini merupakan

pemeriksaan dan memberikan informasi 2 arah, baik pemeriksa

maupun klien.

5. Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan

menggerakan ektremitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri

pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu,agar dapat

mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudah. Gerakan sendi dicatat

dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan dimulai dari arah 0

(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan

apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang

dilihat adalah gerak aktif dan pasif (Reksoprodjo, Soelart, 2010).

6. Pemeriksaan diagnostic

a. Pemeriksaan radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”

menggunakan sinar promtegen (X-Ray).Untuk mendapatkan

gambaran 3 dimensi keadaan dan keadaan/ kedudukan tulang yang

sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.

Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus)

ada indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena


37

adanya super posisi.Perlu disadari bahwa permintaan X-Ray harus

atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya

dibacasesuai dengan permintaan. Hal yang harus di baca pada X-

ray :

1) Bayangan jaringan lunak

2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau

biomekanik atau juga rotasi.

3) Trobukulasi ada tidaknya rare proktion

4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

b. Pemeriksaan laboratorium

1. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

2. Alkalin fospat meningkat pada kerusakan tulang dan

menunjukan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang

3. Enzim otot seperti kratinin kinase laktat dehidnogenasi (LDH-

5), aspartate amino trasferase (AST), aldose yang meningkat

pada tahap penyembuhan tulang

c. Pemeriksaan lain-lain

1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tests sensitifitas di

dapat organisme penyebab infeksi

2. Biopsy tulang dan otot : pada initinya pemeriksaan ini sama

dengan pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasi bila terjadi

infeksi
38

3. Elektromiografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang

diakibatkan fraktur

4. Atroskopi : didapatkan jaringan ikat yang rusak/sobek karena

trauma yang berlebihan

5. Indium imagig : pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi

pad atulang

6. MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

(Ignatavicius, donad,1995)

a. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam

pengembangan daya berpikir dan penalaran yang dipengaruhi

oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan

pengertian tentang subtansi ilmu keperawatan dan proses

penyakit.

Tahap terakhir dari pengkajian adalah analisa data untuk

menentukan diagnosa keperawatan. Analisa data dilakukan

melalui pengesahan data, pengelompokan data, menafsirkan

adanya ketimpangan atau kesenjangan serta membuat kesimpulan

tentang masalah yang ada. (Nursalam,2010)

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Merupakan pernyataan yang menggambarkan respon manusia keadaan

sehat atau perubahan pola interaksi aktual atau potensial dari individu atau

kelompok ketika perawat secara legal mengidentifikasi dan dapat


39

memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau

untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan. (Rohman

Nikmatur, Walid Saiful 2011).

Tujuan diagnosa keperawatan untuk mengidentifikasi masalah dimana

adanya respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit, faktor-faktor

yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah, dan kemampuan klien

untuk mencegah atau menyelesaikan masalah. Berdasarkan pendapat

Dongoes tahun 2012 dapat disimpulkan bahwa ada 8 masalah atau diagnosa

keperawatan yang dapat ditemukan pada klien fraktur, yaitu:

1. Risiko trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).

2. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,

idema, dan cidera pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi, stres,

ansietas.

3. Disfungsi neurovaskuler perifer, resiko tinggi berhubungan dengan

penurunan/interupsi aliran darah: cidera vaskuler langsung, edema

berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran

darah/emboli lemak, perubahan membran alveolar/kapiler interstisial

edema paru, kongesti.

5. Hambatan mobilitas fisik, kerusakan berhubungan dengan kerusakan

rangka neuromuskuler nyeri/ketidaknyamanan tetapi restriktif (imobilisasi

tungkai)
40

6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cidera tusuk, fraktur

terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat, skrup, perubahan

sensasi, sirkulasi, akumulasi sekresi/sekret, imobilisasi fisik.

7. Risiko infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer,

kerusakan kulit, trauma jaringan, prosedur invasif, traksi tulang.

8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengingat, salah

interpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi.

2.3.4 Perencanaan

Pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi,

mengatasi masalah-masalah yang telah di identifikasi dalam diagnosa

keperawatan, disain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat

mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah secara efektif dan efesien.

(Rohman Nikmatur, Walid 2011).

Perencanaan dilakukan berdasarkan 8 diagnosa menurut doenges

tahun 2012, yaitu:

1. Risiko trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).

Kriteria hasil

a. Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur.

b. Menunjukan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi

fraktur

c. Menunjukan pembentukan kalus atau mulai penyatuan fraktur dengan

tepat
41

Tabel 2.2
Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional
Mandiri
1. pertahankan tirah baring/ekstremitas 1.Meningkatkan stabilitas, menurunkan
sesuai indikasi. Berikan sokongan sendi kemungkinan gangguan posisi/
diatas dan dibawah fraktur bila penyembuhan
bergerak/membalik.

2. Sokong fraktur dengan bantal/gulungan


selimut. Pertahankan posisi netral pada 2. Mencegah gerakan yang tak perlu dan
bagian yang sakit dengan bantalan pasir, perubahan posisi posisi yang tepat dari
pembebat, gulungan trokanter, papan bantal juga dapat mencegah tekanan
kaki. deformitas pada gips yang kering

2. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,


idema, dan cidera pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi, stres,
ansietas.
Kriteria hasil
a. Menyatalan nyeri hilang
b. Menunjukan tindakan santai; mampu berpastisipasi dalam
aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat.
c. Menunjukan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas
terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual

Tabel 2.3
Intervensi dan Rasional
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit 1. Menghilangkan nyeri dan mencegah
dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi. kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan
yang cedera.

2. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang 2. Meningkatkan aliran balik vena,


terkena menurunkan edema, dan menurunkan nyeri

3. Tinggikan penutup tempat tidur; 3. Mempertahankan kehangatan tubuh tanpa


pertahankan linen terbuka pada ibu jari kaki. ketidaknyamanan karena tekanan selimut pada
bagian yang sakit.

4. Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, 4. Mempengaruhi pilihan/pengawasan


perhatikan lokasi dan karateristik, termasuk keefektifan intervensi tingkat ansietas dapat
intensitas (skala 0-10). Perhatikan petunjuk mempengaruhi persepsi/reaksi terhadap revisi.
nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital
dan emosi/prilaku)
42

6. Dorong pasien untuk mendiskusikan 6. Membantu untuk menghilangkan ansietas.


masalah sehubungan dengan cedera Pasien dapat merasakan kebutuhan untuk
menghilangkan pengalaman kecelakaan.

7. Jelaskan prosedur sebelum memulai 7. memungkinkan pasien untuk siap secara


mental untuk aktivitas juga berpartisipasi
dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan

8. Dorong menggunakan teknik manajemen 8. Memfokuskan kembali perhatian,


stres latihan nafas dalam meningkatkan rasa kontrol, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping dalam
manajemen nyeri, yang mungkin menetap
untuk periode lebih lama

9. Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak 9. Dapat menandakan terjadinya komplikasi,
biasa/tiba-tiba atau dalam. Lokasi contoh infeksi, iskemia jaringan, sindrom
progresif/buruk tidak hilang dengan analgetik kompartemen (rujuk ke DK: Perfusi jaringan,
perubahan: perifer.
Kolaborasi
10. Berikan obat sesuai indikasi katerolak 10. Diberikan untuk menurunkan nyeri
dan/atau spasme otot. Penelitian Toradol telah
diperbaiki menjadi lebih efektif dalam
menghilangkan nyeri tulang. Dengan masa
kerja lebih lama dan sedikit efek samping bila
di bandingkan dengan agen narkotik. Catatan:
Vistaril sering digunakan untuk efek poten
dari natkotik untuk memperbaiki/
menghilangkan nyeri panjang.

3. Disfungsi neurovaskuler perifer, resiko tinggi berhubungan dengan

penurunan/interupsi aliran darah: cidera vaskuler langsung, edema

berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.

Kriteria hasil

a. Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi,

kulit hangat/kering, sensasi normal, sensori biasa, tanda vital stabil,

dan haluaran urine adekuat untuk situasi individu


43

Tabel 2.4
Intervensi dan Rasional
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Evaluasi adanya/kualitas nadi perifer distal 2. Penurunan/tak adanya nadi dapat
terhadap cedera melalui palpasi/Droppler. menggambarkan cedera vaskuler dan perlunya
Bandingkan dengan ekstremitas yang sakit. evaluasi medik segera terhadap status
sirkulasi. Waspadai bahwa kadang-kadang
nadi dapat terhambat oleh bekuan halus
dimana pulsasi mungkin teraba. Selain itu,
perfusi melalui arteri lebih besar dapat
berlanjut setelah meningkatnya tekanan
kompartemen yang telah mengempiskan
sirkulasi arteriol/venula otot

2. Kaji aliran kapiler, warna kuliat, dan 2. Kembalinya warna harus cepat (3-5 detik).
kehangatan distal pada fraktur. Warna kulit putih menunjukan gangguan
arterial. Sianosis diduga ada gangguan vena.
Catatan: nadi perifer, pengisian kapiler.
Warna kulit dan sensasi mungkin normal
meskipun ada sindrom kompartemen, karena
sirkulasi superfisial biasanya tidak
dipengaruhi.

3. Pertahankan peninggian ekstremitas yang 3. Meningkatkan drainase


cedera kecuali dikontraindikasikan dengan vena/menurunkan edema. Catatan. Pada
menyakinkan adanya sindrom kompartemen. adanya peningkatan tekanan
kompartemen. peninggian ekstremitas
secara nyata menghalangi ahran arteri.
menurunkan perfusi.

4. Kaji keseluruhan pembekakan/ 4. Peningkatan lingkar ekstremitas yang


pembentukan edema. cedera dapat diduga ada pembengkakan
jaringan/edema umum tetapi dapat
menunjukkan perdarahan. Catatan:
Peningkatan l inci pada paha orang
dewasa dapat sama dengan Akumulasi 1
unit darah.
5. Perhatikan keluhan nyeri ekstrem untuk tipe 5. Perdarahan/pembentukan edema
cedera atau peningkatan nyeri pada gerakan berlanjut dalam otot tertutup degan fasia
pasif ekstremitas, terjadinya parestesia, ketat dapat menyebabkan gangguan aliran
teganagn oto/nyeri tekan dengan eritema, dan darah dan iskemia miotis atau sindrom
perubahan nadi distal. Jangan tinggikan kompartemen. Perlu intervensi darurat
ekstremitas. Laporkan gejala pada dokter saat untuk menghilangkan tekanan atau
itu. memperbaiki sirkulasi. Catatan: Kondisi
ini memerlukan kedaruratan medik dan
memerlukan intervensi segera.

6. Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba, 6. Dislokasi fraktur sendi (khususnya


contoh penurunan suhu kulit, dan peningkatan lutut) dapat menyebabkan kerusakan
nyeri. arteri yang berdekatan. dengan akibat
hilangnya aliran darah ke distal.

7. Ketidakadekuatan volume sirkulasi


44

7. Awasi tanda vital akan mempengaruhi sistem perfusi


jaringan

Kolaborasi 8. Membantu dalam kalkulasi kehilangan


8. Awasi Hb/Ht, Pemeriksaan koagulasi, darah dan membutuhkan keefektifan terapi
contoh kadar protombin. pengantian.

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran

darah/emboli lemak, perubahan membran alveolar/kapiler interstisial

edema paru, kongesti.

Kriteria hasil

Mempertahankan fungsi pernapasan adekuat, dibuktikan oleh tak

adanya dispnea/sianosis; frekuensi pernapasan dan gda dalam batas

normal.

Tabel 2.5
Intervensi dan Rasional
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Awasi frekuensi pernapasan dan upayanya. 1. Takipnea, dispnea, dan perubahan dalam
Perhatikan stridor, mental dan tanda dini insufisiensi pernapasan
dan mungkin hanya indikator terjadinya
emboli paru ada tahap awal. Masih adanya
tanda/gejala menunjukan distres pernapasan
luas/cenderung kegagalan.

2. Auskultasi bunyi napas perhatikan 2. Perubahan dalam/adanya bunyi adventisius


terjadinya ketidaksamaan, bunyi hiperesonan, menunukan terjadinya komplikasi pernapasan,
juga adanya gemericik /ronki/mengi dan contoh atelektasis, pneumonia, emboli, SPDP.
ispirasi mengorok/bunyi sesak napas. Inspirasi mengorok menunjukkan edema jalan
napas atas dan diduga emboli lemak

3. Instruksikan dan bantu dalam latihan napas 3. Meningkatkan ventilasi alveolar dan
dalam dan batuk. Reposisi dengan sering perfusi. Reposisi meningkatkan drainase
sekret dan menurunkan kongesti pada area
Kolaborasi paru dependen

4. Awasi pemeriksaan laboratorium 4. Menurunnya PaO2 dan peningkatan PaCO2


menunjukan gangguan pertukaran
gas/terjadinya kegagalan
45

5. Hb, kalsium, LED, lipase serum, lemak, 5. Anemia, hipokalsemia, peningkatan LED
trombosit dan kadar lipase, gelembung lemak dalam
darah/urine/sputum dan penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia) sering
berhubungan dengan emboli lemak.

5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuskuler, nyeri/ketidak nyamanan, terapi restriktif (imobilisasi

tungkai).

Kriteria hasil:

a. Meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi

yang mungkin mempertahankan posisi fungsional.

b. Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian

tubuh.

c. Menunjukan tektik yang memampukan melakukan aktivitas.

Tabel 2.6
intervensi dan rasional
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh 1. Kontraksi otot isometrik tanpa
cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi menekuk sendi atau gerakkan tungkai
pasien terhadap imobilisasi dan membantu mempertahankan
kekuatan dan masa otot. Catatan
perdarahan akut/edema.

2. Mobilisasi ddini menurunkan


2. Tempatkan dalam posisi telentang secara
komplikasi tirah baring dan
periodik bila mungkin.
meningkatkan penyembuhan dan
normalisasi fungsi organ. Belajar
memperbaiki cara
menggunakan alat pent ing untuk
mempertahankan mobilisasi optimal
dan keamanan pasien.
3. Awasi TD dengan melakukan aktivitas. 3. Mencegah/menurunkan insiden
Perhatikan keluhan pusing. komplikasi kulit/Pernapasan (contoh
dckubitus, atelektasis, pneumonia).
4. Ubah posisi secara periodik dan 4. Tirah baring, penggunaan analgesik,
46

dorong untuk latihan batuk/napas dan perubahan kebiasaan diet dapat


dalam. memperlambat peristaltik dan
menghasilkan konst ipasi. Tindakan
keperawatan memudahkan eliminasi
dapat mencegah/membatasi komplikasi.
Bedpan fraktur membatasi fleksi
panggul dan mengurangi tekanan
lumbal/gips ektermitas bawah.

5. Dorong peningkatan masukan cairan 5. Pada adanya cedera muskuloskeletal.


sampai 2000-3000 ml/hari, termasuk air nutrisi yang diperlukan untuk
asam/jus. penyembuhan berkurang dengan cepat,
sering mengakibatkan penurunan berat
badan sehanyak 20-30 pon selama traksi
tulang. Ini dapat mempengaruhi massa
otot. tonus, dan kekuatan. Catatan:
Makanan protein meningkat
kandungannya pada usus halus.
rnengakihatkan pernbentukan gas dan
konstipasi. sehingga fungsi GI harus
secara penuh membaik sebelum makanan
berprotein meningkat.

6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur

terbuka,bedah perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat, sekrup,

perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi ekskresi/sekret, imobilisasi fisik.

Kriteria hasil:

a. Menyatakan ketidak nyamanan hilang.

b. Menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan

kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi.

c. Mencapai penyembuhan sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.


47

Tabel 2.7
Intervensi dan rasional
Intervensi Rasional
Mandirl
1. Mernberikan informasi tentang sirkulasi
1. Kaji kulit untuk luka teruka, benda asing,
kulit dan masalah yang mungkin disebabkan
kemerahan, pendarahan perubahan warna,
oleh alat dan/atau pemasangan gips/bebat atau
kelabu, memutih
traksi, atau pembentukan edema yang
2. Pertahankan tempat tidur kering dan bebas membutuhkan intervensi medik lanjut.
kerutan. Tempatkan bantalan air/bantalan 2. Menurunkan tekanan pada area yang
lain bawah siku/tumit sesuai i9mdikasi. peka dan risiko abrasi/kerusakan kullt.

3. Ubah posisi dengan sering


3. Mengurangi tekanan konstanan pada area
yang sama rnerninimalkan risiko
kerusakan kulit. Penggunaan trapeze
dapat menurunkan abrasi pada siku/turnit
4. Balik pasien dengan sering untuk
rnelibatkan sisi yang tak sakit dan posisi 4. “sakit gesekan” dapat menyebabkan cidera
tengkurap dcngan kaki pasien di atas jarinagn.
kasur.

7. Risiko infeksi berhubungan dengan tak adekuarnya pertahanan primer;

kerusakan kulit, trauma jaringan, prosedur invasif, traksi tulang.

Kriteria hasil: mencapai penyembyhan luka sesuai waktu, bebas drainase

purulen atau eritema, dan demam.

Tabel 2.8
Intervensi dan rasional
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau 1. Pen atau kawat tidak harus dimasukan
robekan kontinuitas. melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan,
atau abrasi (dapat menimbulkan infeksi
tulang).
2. Kaji sisi pen/kulit perhatikan keluhan 2. Dapat mengindikasikan timbulnya infeksi
peningkatan nyeri/ rasa terbakar arau adanya lokal/nekrosis jaringan, yang dapat
edema, eritema, drainase/bau tak enak. menimbulkan osteomielitis.
3. Observasi luka untuk pembentukan bula, 3. Tanda perkiraan infeksi gas gangren
krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan,
bau drainase yang tak enak/asam.
4. Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan 4. Kekuatan otot, spasme tonik otot rahang, dan
kemampuan untuk berbicara. disfagia menunjukan terjadinya tetanus.
5. Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan 5. Dapat mengindikasikan terjadinya
dengan edema lokal/eritema ekstremitas osteomielitis.
cedera
6. Antibiotik IV. 6. Antibiotik spektrum luas dapat digunakan
secara profilaktik atau dapar dtujukan pada
mikroorganisme khusus.
48

8. Kurang pengerahuan berhungan dengan kurang mengingat, salah

interpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi.

Kriteria hasil:

a. Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.

b. Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan

alasan tindakan,

Tabel 2.9
Intervensi dan rasional
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Dorong pasien untuk melanjutkan latihan 1. Mencegah kekakuan sendi, kontraktur, dan
aktif untuk sendi diatas dan dibawah kelelahan otot, meningkatkan kembali
fraktur. aktivitas sehari-hari secara dini.
2. Diskusikan pentingnya perjanjian 2. Penyembuhan fraktur memerlukan waktu
evaluasi klinis. tahunan untuk sembuh lengkap, dan
kerjasama pasien dalam program
pengobatan membantu untuk penyatuan
yang tepat pada tulang.
3. Identifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala 3. Intervensi yang cepat dapat menurunkan
yang memerlukan evaluasi medik, contoh beratnya komplikasi seperti
nyeri berat, demam/menggigil, bau tak infeksi/gangguan sirkulasi.
enak, pembengkakan
4. Anjurkan menggunakan pakaian yang 4. Membantu aktivitas berpakaian/kerapihan.
adiktif.

2.3.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam penatalaksanaan meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan

sesudah tindakan, dan menilai data baru. Dalam pelaksanaan

membutuhkan keterampilan kognitif, interpersonal, dan psikomotor.

(Rohman Nikmatur, Walid Saiful, 2011).


49

2.3.6 Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien dengan tujuan kriteria hasil yang dibuat pada tahap-tahap

perencanaan. (Rohman Nikmatur, Walid Saiful, 2011).

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk:

a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan.

b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan.

c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan.

Macam-macam evaluasi ada 2, yaitu:

a. Evaluasi Formatif

1. Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan.

2. Berorientasi pada etiologi.

3. Dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah

ditentukan selesai

b. Evaluasi Somatif

1. Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara

paripurna.

2. Berorientasi pada masalah keperawatan.

3. Menjelaskan keberhasilan dan ketidakberhasilan.

4. Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan

kerangka waktu yang ditetapkan.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam

melakukan prosedur penelitian. Desain yang digunakan dalam penelitian ini

adalah studi kasus. Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang

mencakup pengkajian satu unit penelitian secara intensif misalnya satu

klien, keluarga, kelompok, komunitas, atau institusi (Nursalam, 2009).

Desain dapat di artikan sebagai rencana, ada pula yang mengatakan

sebagai pola, ptongan, bentuk, model, tuhuan, dan maksud(Lapau,2013).

Desain penelitan yang digunakan pada karya tulis ilmiah ini adalah metode

studi kasus yaitu suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau

menginterprestasikan suatu kasus dalam konteksnya secara natular tanpa

adanya intervensi pihak luar.

Dalam penelitian yang dilakukan mungkin ditemukan hal-hal yang tak

terduga yang dapat digunakan menjadi hipotesis. Studi kasus ini

menjabarkan masalah asuhan keperawatan pada klien Post Operasi Remove

ORIFatas indikasi fraktur dengan masalah keperawatan Nyeri Akut.

3.2 Batasan Istilah

Batasan istilah adalah menegaskan atau memperjelas masalah atau point-

point penting yang akan dibahas. Adapun batasan istilahnya yaitu:

7
48

1. Fraktur

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan

tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh

tulang. (Linda Juall C.2012).Fraktur adalah pemisahan atau patahnya

tulang (Doenges, 2012).

2. Remove ORIF

Remove ORIF adalah pengangkatan pen, paku, atau plat yang telah

dipasang untuk memfiksasi tulang agar solid kembali, dilakukan setelah

tindakan ORIF(Abdul Wahid,2013).

3. Nyeri Akut

Nyeri akut adalah nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat

atau mendadak dan dalam waktu yang singkat berakhir kurang dari

enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa

nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka operasi, ataupun

pada arteriosclerosis pada arteri koroner. (Sigit Nyan Prasetyo, 2017)

3.3 Responden/ Subyek Penelitian

Peneliti melibatkan 2 responden yang keduanya merupakan klien post

operasi Remove ORIF dengan masalah keperawatan nyeri akut. Klien

pertama Tn. S seorang buruh berumur 58 tahun, dan klien kedua Tn. A

seorang buruh berumur 44 tahun.


49

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang melati 3A lantai II RSUD dr. Soekardjo

Tasikmalaya, RSUD ini beralamat di Jl. Rumah Sakit No. 33, Empangsari,

Tawang, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Waktu

penelitian klien pertama dilakukan pada tanggal 29 Januari 2019 sampai

dengan 1 Februari 2019, sedangkan klien kedua pada tanggal 31 Januari

2019 sampai dengan 2 Februari 2019. Waktu dihitung mulai dari penelitian

di Rumah Sakit hingga penyusunan laporan dan penyajian hasil penelitian.

3.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk

mengumpulkan data. Sebelum mengumpulkan data, perlu adanya alat ukur

pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil penelitian (Hidayat, 20010).

Metode pengumpulan data adalah dengan 3 cara yaitu :

1. Wawancara

Selama penelitian ini penulis mengumpulkan data dari berbagai cara

yaitu dengan langsung menanyakan kepada kedua klien, keluarga serta

perawat ruangan untuk mendapatkan data yang relevan meliputi

identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat

penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga.

2. Observasi

Observasi dilakukan secara langsung kepada klien untuk mendapatkan

perbedaan data klien. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan


50

cara dengan turjun langsung kelapangan agar mendapatkan data yang

falit dari kedua klien.

3. Pemeriksaan fisik

Dilakukan secara langsung kepada klien untuk mendapatkan

perbedaan data klien. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan

cara pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki dengan pendekatan

IPPA yakni inspeksi, palpasi, perkusi, dan uskultasi (Panduak

KTI,2019).

4. Studi dokumentasi

Penulis juga mengumpulkan data dengan melihat rekam medik dari

kedua klien untuk menambahkan diagnosis dan hasil uji laboratorium,

dan catatan yang berhubungan dengan asuhan keperawatan, serta jurnal

keperawatan yang berkaitan dengan relaksasi nafas dalam terhadap

nyeri akut post operasi remove ORIF.

4.6 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dilakukan untuk menguji kualitas data/informasi

yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validasi yang tinggi. Uji

keabsahan data yang dilakukan yaitu dengan cara sumber informasi

tambahan triangulasi dari tiga sumber data utama yaitu klien, perawat, dan

keluarga klien yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

4.7 Analisis Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu

pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data


51

dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan

dengan teori yang ada dan dituangkan dalam opini pembahasan.

Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-

jawaban yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara yang dilakukan

untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis digunakan dengan cara

observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk

selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan dengan teori yang ada

sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut.

Urutan dalam analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengumpul Data

Data dikumpulkan dari hasil pemeriksaan fisik, wawancara, observasi,

dan dokumen. Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian

disalin dalam bentuk transkip (catatan terstruktur). Data yang

dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan,

tindakan dan evaluasi.

2. Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokkan menjadi data

subyektif dan obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan

diagnostik kemudian dibandingkan dengan nilai normal.

3. Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, bagan maupun teks

naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan


52

Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari

klien.

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan

perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode

induksi.

4.8 Etik Penelitian

Pada penelitian ini dicantumkan etika yang menjadi dasar penyusunan

studi kasus yang terdiri :

1. Informed Consent (Persetujuan responden).

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed

consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuannya

agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui

dampaknya. Jika subyek bersedia, maka peneliti harus menghormati

hak pasien (Hidayat 2010). Sebelum penelitian penulis

menginformasikan terlebih dahulu tujuan dan maksud penelitian,

setelah responden setuju dan responden bersedia menandatangani

lembar persetujuan, maka pengambilan data dimulai.


53

2. Anonimyty (Tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau tidak mencantumkan nama responden pada lembar

alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data

atau hasil penelitian yang akan disajikan (Hidayat 2009). Selama

penelitian ini penulis merahasiakan identitas masing-masing kedua

responden dengan hanya menggunakan inisial tertentu.

3. Confidentiality(Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiannya oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu yang

akan dilaporkan pada hasil penelitian (Hidayat 2009).Kerahasiaan

penelitian ini selalu dijaga oleh penulis, data dan hasil penelitian hanya

diketahui oleh penulis, pembimbing lapangan dan pembimbing

akademik.

4. Beneficence (Berbuat baik)

Berbuat baik (Beneficience) berarti hanya berbuat sesuatu yang baik

untuk klien, perawat harus sopan dan santun ketika memberikan

tindakan keperawatan kepada klien.


54

5. Veracity (Kejujuran)

Kejujuran adalah penuh kebenaran semua informasi atau semua hal

yang berhubungan dan dibutuhkan oleh klien harus benar sesuai fakta.

Perawat harus terbuka dan tidak merahasiakan apapun informasi

tentang penyakit klien contohnya perawat dalam memberikan obat

maka dosis nya harus sesuai kebutuhan klien, tidak boleh kurang

ataupun lebih.

6. Justice (Keadilan)

Keadilan dibutuhkan agar tercapainya kesamaan derajat dan keadilan

terhadap semua klien. Perawat tidak boleh membeda – bedakan status

klien 1 dengan klien lainya dalam memberikan tindakan

keperawatan.Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek

penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa

membedakan gender, agama, etis, dan sebagainya (Notoatmodjo,2010).

7. Non-maleficence (Tidak merugikan)

Tidak merugikan artinya tidak menimbulkan bahaya / cedera fisik dan

psikologis pada klien. Sebelumnya perawat harus mempunyai keahlian

yang cukup untuk melakukan tindakan keperawatan agar tidak

menimbulkan cedera contohnya perawat harus tahu cara dan dosis yang

tepat dalam pemberian obat kepada klien.

8. Fidelity (Menepati janji)

Menepati janji dibutuhkan untuk menghargai janji dan komitmennya

terhadap orang lain. Dalam memberikan tindakan keperawatan perawat


55

harus sesuai dengan jadwal atau janji yang sudah disepakati oleh klien

sebelumnya misalnya perawat menjaga privasi klien sesuai perjanjian

sebelumnya dengan klien.

Anda mungkin juga menyukai