Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINSI

Thalasemia berasal dari bahasa Yunani yaitu thalasso yang berarti laut. Pertama

kali ditemukan oleh seorang dokter Thomas B. Cooley tahun 1925 di daerah Laut

Tengah, dijumpai pada anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limfa

setelah berusia satu tahun. Anemia dinamakan splenic atau eritroblastosis atau anemia

mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya

Thalasemia merupakan penyakit hemolitik herediter yang disebabkan oleh

gangguan sintesis hemoglobin di dalam sel darah merah. Thalasemia merupakan penyakit

genetic yang ditandai dengan defisiensi hemoglobin dalam eritrosit. Keadaan ini

disebabkan oleh defisiensi atau tidak adanya sintesis rantai globin. Thalasemia

merupakan salah satu penyakit yang mengenai sistem hematologi dan seringkali dibahas

bersamaan dengan rumpun Hemoglobinopati. Hemoglobinopati sendiri adalah kelainan

struktur hemoglobin yang dapat mempengaruhi fungsi dan kelangsungan hidup sel darah

merah. Thalasemia berkaitan dengan kelainan jumlah penyusun hemoglobin, sedangkan

hemoglobinopati adalah kondisi yang terkait dengan perubahan struktur hemoglobin. Dua

abnormalitas ini menyebabkan kondisi klinis anemia kronis dengan semua gejala dan

tanda klinis, serta komplikasi yang menyertainya.

2.2 Epidemiologi

Talasemia menjadi penyakit hemolitik herediter dengan prevalensi dan insidensi

paling tinggi di seluruh dunia. Penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan yang

sangat serius mengingat ratusan ribu anak meninggal setiap tahunnya. Prevalensi
Talasemia terbanyak dijumpai di daerah-daerah yang disebut sebagai sabuk Talasemia

yaitu Mediterania, Timur Tengah, Asia Selatan, Semenanjung Cina, Asia Tenggara, serta

Kepulauan Pasifik. Saat ini insidensi Talasemia menyebar secara cepat ke berbagai

daratan termasuk Amerika, Eropa, dan Australia. Hal ini akibat migrasi penduduk yang

semakin meluas dan perkawinan antara kelompok-kelompok etnis yang berbeda. World

Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 7 % dari populasi global (80 sampai

90 juta orang) adalah pembawa Talasemia β, dengan sebagian besar terdapat di negara

berkembang. Data di Indonesia menyebutkan bahwa penyakit genetik ini paling sering

ditemukan diantara penyakit genetik lainnya, dengan prevalensi pembawa gen Talasemia

tersebar antara 3-10 % di berbagai daerah. Secara epidemiologi, kelainan genetik ini

dikenal sebagai penyakit monogen yang paling umum di populasi dunia. Talasemia β

tersebar di negara sabuk Talasemia dengan frekuensi karier tertinggi adalah Siprus (14

%), Sardinia (10,3 %), dan Asia Tenggara. Tingginya frekuensi Talasemia di regio ini

berhubungan kuat dengan penyebaran Plasmodium falcifarum. Populasi yang endemik

dengan penyakit malaria, 3 sampai 40 % penduduknya membawa hemoglobin varian,

dengan prevalensi penyakit ini sebesar 0,3 sampai 25 per 1000 kelahiran hidup. Literatur

menyebutkan bahwa dari jumlah tersebut, hanya sekitar 200.000 pasien dengan gejala

klinis Talasemia mayor yang teregistrasi dan memperoleh tatalaksana regular.

2.3 Etiologi

Thalassemia merupakan penyakit kelainan genetik yang disebabkan oleh

gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin sehingga

hemoglobin penderitanya mudah rusak dan mengalami penurunan. Hemoglobin adalah

molekul yang ditemukan dalam sel darah merah yang diperlukan untuk mengangkut O2
dari paru-paru ke jaringan tubuh dan CO2 dari jaringan tubuh kembali ke paru-paru, dan

untuk memberikan pigmen merah ke sel darah merah.

2.4 Klasifikasi

Thalasemia diklasifikasikan berdasarkan molekuler menjadi dua yaitu thalasemia

alfa dan thalasemia beta.

1. Thalasemia Alfa

Thalasemia ini disebabkan oleh mutasi salah satu atau seluruh globin rantai alfa yang

ada. Thalasemia alfa terdiri dari :

a. Silent Carrier State

Gangguan pada 1 rantai globin alfa. Keadaan ini tidak timbul gejala sama sekali

atau sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat.

b. Alfa Thalasemia Trait

Gangguan pada 2 rantai globin alpha. Penderita mengalami anemia ringan

dengan sel darah merah hipokrom dan mikrositer, dapat menjadi carrier.

c. Hb H Disease

Gangguan pada 3 rantai globin alfa. Penderita dapat bervariasi mulai tidak ada

gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan perbesaran

limpa.

d. Alfa Thalassemia Mayor

Gangguan pada 4 rantai globin alpha. Thalasemia tipe ini merupakan kondisi

yang paling berbahaya pada thalassemia tipe alfa. Kondisi ini tidak terdapat

rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi.

Janin yang menderita alpha thalassemia mayor pada awal kehamilan akan
mengalami anemia, membengkak karena kelebihan cairan, perbesaran hati dan

limpa. Janin ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama

setelah dilahirkan.

2. Thalasemia Beta

Thalasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin beta

yang ada. Thalasemia beta terdiri dari :

a. Beta Thalasemia Trait.

Thalasemia jenis ini memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi.

Penderita mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang

mengecil (mikrositer).

b. Thalasemia Intermedia

Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa produksi sedikit rantai

beta globin. Penderita mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat

mutasi gen yang terjadi.

c. Thalasemia Mayor

Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi

rantai beta globin. Gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa

anemia yang berat. Penderita thalasemia mayor tidak dapat membentuk

hemoglobin yang cukup sehingga hampir tidak ada oksigen yang dapat disalurkan

ke seluruh tubuh, yang lama kelamaan akan menyebabkan kekurangan O2, gagal

jantung kongestif, maupun kematian. Penderita thalasemia mayor memerlukan

transfusi darah yang rutin dan perawatan medis demi kelangsungan hidupnya.
2.5 Patofisiologi

Menurut Suriadi (2006) patofisiologi dari thalassemia yaitu normal

hemoglobin terdiri dari Hb A dengan dua polipeptia rantai α dan dua rantai β.

Pada β thalassemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai β dalam molekul

hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritorsit membawa oksigen.

Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai α, tetapi rantai β

memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin

defective. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan

disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolysis dan

menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.

Kelebihan pada rantia α ditemukan pada thalassemia β dan kelebihan rantai β

dan gamma ditemukan pada thalassemia α. Kelebihan rantai polipeptida ini

mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intraeritrositik yang mengalami

presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida α dan β, atau terdiri dari

hemoglobin tak stabil badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan

hemolysis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone barrow memproduksi

RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone barrow, produksi

RBC di luar menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus

menerus pada suatu dasar kronik dan dengan cepatnya destruksi RBC,

menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan

destruksi RBC menyebabkan bone barrow menjadi tipis dan mudah pecah atau

rapuh.
2.6 Diagnosis

Penderita pertama datang dengan keluhan anemia/pucat, tidak nafsu

makan dan perut membesar. Keluhan umumnya muncul pada usia 6 bulan,

kemudian dilakukan pemeriksaan fisis yang meliputi bentuk muka mongoloid

(facies Cooley), ikterus, gangguan pertumbuhan, splenomegali dan

hepatomegali. Pemeriksaan penunjang laboratorium yang dilakukan meliputi :

Hb bisa sampai 2-3 g%, gambaran morfologi eritrosit ditemukan mikrositik

hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis,

mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly,

poikilositosis dan sel target. Pemeriksaan khusus juga diperlukan untuk

menegakkan diagnosis meliputi : Hb F meningkat 20%-90%, elektroforesis Hb.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk penyakit thalassemia, yaitu: (Huda et al,

2016) a. Darah tepi:

1) Hb, gambaran morfologi eritrosit

2) Retikulosit meningkat

b. Sumsum tulang (Tidak menentukan diagnosis):

c. Pemeriksaan khusus:

1) Hb F meningkat: 20% - 90% Hb total

2) Elektroforesis Hb: Hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb 17 3)

Pemeriksaan pedigree: Kedua orang tua pasien thalassemia mayor merupakan

trait (Carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).


d. Pemeriksaan lain:

1) Foto Ro tulang kepala: Gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar

dengan trabekula tegak lurus pada korteks.

2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang: Perluasan sumsum tulang sehingga

trabekula tampak jelas.

2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan untuk penyakit thalasemia tergantung pada tipe thalasemia

thalasemia yang diderita. Penderita dengan thalasemia yang ringan atau bersifat

asimtomatik biasanya hanya mendapat sedikit perawatan/pengobatan bahkan ti

Ada tiga pengobatan yang paling sering digunakan oleh dokter. Ketiganya itu

antara lain transfusi darah, terapi iron chelation, dan suplemen asam folat.

a. Tranfusi Darah

Tranfusi darah sangat dibutuhkan p darah, kadar sel darah merah

dan kadar hemoglobin dapat dipertahankan. Untuk thalasemia intermedia,

transfusi dapat diberikan dengan jangka waktu yang lebih jarang dibanding

thalasemia yang berat. Misalnya saat si penderita mengalami infeksi atau saat

si penderita mengalami anemia berat sehingga menyebabkan kelelahan.

Sebaliknya, untuk thalasemia berat seperti thalasemia beta mayor, transfusi

darah sangat dibutuhkan. Dan transfusi dilakukan secara reguler (kira-kira

setiap 2 sampai 4 minggu).

b. Terapi Iron Chelation


Dampak dari transfusi darah adalah sel darah merah merupakan protein kaya

besi. Sehingga dengan menyebabkan kelebihan besi pada darah. Kondisi ini

dapat menyebabkan kerusakan pada hati, jantung, dan organ-organ lainnya

yang ada di dalam tubuh.

Untuk mencegah kerusakan ini, dibutuhkanlah terapi dari tubuh. Ada dua obat

yang paling sering digunakan dalam terapi ini.

- Deferoxamine (Desferal), merupakan obat cair yang diberikan di bawah

kulit. Biasanya ob diberikan dengan menggunakan alat semacam

berkurangnya kemampuan mendengar dan melihat.

- Deferasirox merupakan pil yang dimakan sekali dalam sehari. Efek samping

obat ini antara lain, sakit kepala, nausea, muntah, diare, dan lelah.

- Suplemen Asam Folat

Asam folat sangat berperan dalam proses pematangan sel darah merah.

Biasanya suplemen asam folat ini dibutuhkan dalam terapi icon chelation

dan

transfusi darah.

2.9 Komplikasi

Anemia yang berat dan lama sering mengakibatkan terjadinya gagal jantung.

Transfusi darah yang berulang-ulang dan adanya proses hemolisis menyebabkan

kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai

jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung, dan lain-lain. Hal ini dapat

mengakibatkan gangguan fungsi organ-organ tersebut (hemokromatosis). Limpa


yang besar mudah mengalami ruptur dengan trauma yang ringan. Kadang-

kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan

trombopenia terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

2.10 Prognosis

Hasil prediksi dari thalassemia tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan

sejauh mana seorang individu mengikuti pengobatan yang diresepkan tepat.

Individu dengan beta-thalassemia mayor (bentuk yang paling parah dari

thalassemia):

• dapat hidup sampai usia lima puluhan dengan transfusi darah, terapi khelasi

besi, dan splenektomi.

• Tanpa terapi khelasi besi, bagaimanapun, hidup dibatasi oleh tingkat kelebihan

zat besi dalam hati, dengan kematian sering terjadi antara usia 20 dan 30.

• Transplantasi sumsum tulang dengan sumsum dari donor yang cocok

menawarkan tingkat 54% sampai 90% hidup untuk orang dewasa. Hampir semua

bayi lahir dengan alphathalassemia mayor akan meninggal akibat anemia.

• Sejumlah kecil yang dapat bertahan hidup setelah menerima prenatal

(intrauterin) transfusi darah.

• Prospek untuk pasien dengan HBH tergantung pada komplikasi dari transfusi

darah, splenomegali (pembesaran limpa), atau splenektomi (pengangkatan limpa)

dan derajat anemia.

Anda mungkin juga menyukai