Anda di halaman 1dari 15

Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Tinjauan Hukum Kontrak Syariah ...

1-15
Vol. 17 No. 1 Juni 2017 M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin

TINJAUAN HUKUM KONTRAK SYARIAH TERHADAP KETENTUAN


FORCE MAJEURE DALAM HUKUM PERDATA

Oleh:
Muhammad Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin
Fakultas Studi Islam
Universitas Islam Kalimantan MAB
e-mail: rifqihidayat91@gmail.com dan Parmankomarudinfsi79@gmail.com

Abstract: One of the main differences between conventional and Islamic bank is
located on the contract, that the conventional bank uses debt contract with interest
which is prohibited in Islam, while Islamic bank only uses contracts that permitted in
Islam. In every contract there are a lot of clauses regulating the contract, and one of
them is the force majeure clause, which is a respond to a disaster or calamity to
prevent unwanted events. Unfortunately, this force majeure clause fully refers to the
civil law and conventional contract, and there is no specific rule about it in Islam.
Therefore, a deep study is needed to specify about how the economic law of Islam
sees the force majeure clause.
Keywords: Force Majeure, Civil Law

Abstrak: Salah satu perbedaan utama antara bank konvensional dengan bank syariah
terletak pada akadnya, bahwa bank konvensional memakai kontrak hutang dengan
bunga yang diharamkan sedangkan bank syariah hanya menggunakan akad-akad yang
diperbolehkan oleh Islam. Dalam setiap akad tersebut, terdapat berbagai klausul yang
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan akad, salah satunya adalah klausul force
majeure, yaitu klausul tanggap bencana atau musibah yang bersifat preventif untuk
mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Sayangnya, saat ini klausul force
majeure tersebut sepenuhnya mengacu kepada hukum perdata dan kontrak
konvensional, dan belum ada aturan spesifiknya dalam Islam. Oleh karena itu, perlu
ada kajian khusus untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum ekonomi syariah
terhadap klausul force majeure tersebut.
Kata Kunci: Force Majeure, Hukum Perdata

A. Pendahuluan membuatnya tidak mampu untuk


memenuhi segala kebutuhan
Hubungan perekonomian
jasmaniyahnya seorang diri, oleh
merupakan suatu fitrah dan
karena itu ia membutuhkan orang
kecenderungan alami manusia
lain melalui berbagai macam
sebagai makhluk yang memiliki
transaksi muamalah untuk
fisik yang terbatas sehingga

1
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Tinjauan Hukum Kontrak Syariah ... 1-15
Vol. 17 No. 1 Juni 2017 M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin

membantu memenuhi kebutuhan perbankan adalah akad Murabahah.


tersebut. Namun tentu saja Produk ini dilaksanakan dengan
hubungan perekonomian ini harus prinsip jual beli. Pada akad jual beli
diatur sedemikian rupa agar manusia bank syariah akan memperoleh
terhindar dari transaksi ribawi pendapatan secara pasti. Akad
ataupun garar yang diharamkan. dengan kepastian pendapatan ini
Hal ini disebutkan dalam firman sering disebut dengan istilah
Allah surat al-Baqarah ayat 275 Natural Certainty Contracts, yaitu
yang berbunyi: kontrak dalam bisnis yang
memberikan kepastian pembayaran
ِّ ‫َح َّل اللَّهُ الَْبْي َع َو َحَّر َم‬
...‫الربَا‬ َ ‫وأ‬...
َ baik dari segi jumlah maupun
Artinya :“…Allah telah waktu. Ciri natural certainty contract
menghalalkan jual beli
dan mengharamkan tersebut pertama yaitu kepastian
riba…”. Cash Flow yang sudah disepakati di
Demi mewujudkan tujuan
awal kontrak, dan kepastian dalam
tersebut, disyariatkanlah berbagai
hal obyek pertukarannya secara
akad muamalah dengan berbagai
jumlah, mutu, waktu maupun
rukun dan syaratnya, sesuai dengan
harganya.2
pemahaman para ulama dari nash al-
Perbankan syariah cenderung
Qur’an dan hadis yang tersedia.
lebih menyukai penggunaan produk
Secara umum, hukum muamalah
murabahah dengan sistem margin
diantaranya meliputi permasalahan
keuntungan ketimbang
tentang siapa saja yang boleh
menggunakan produk syirkah
melakukan transaksi, benda apa saja
dengan sistem bagi hasil karena
yang halal untuk ditransaksikan,
sistem bagi hasil lebih sulit untuk
bagaimana bentuk pembuktian
diterapkan, penuh dengan risiko dan
kesepakatan antara kedua belah
ketidak pastian.
pihak, dan lain sebagainya.1
Dalam setiap kontrak
Salah satu akad muamalah yang
murabahah sebagaimana
sering dipraktekkan di wilayah
2
Muhamad, Teknik Perhitungan Bagi
1
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Hasil dan Pricing di Bank Syariah ,
(Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal 45. (Yogyakarta: UII Press, 2012), hal 151.

2
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Tinjauan Hukum Kontrak Syariah ... 1-15
Vol. 17 No. 1 Juni 2017 M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin

dipraktekkan di Bank Syariah, 3. Keterlambatan atau kelalaian


Para Pihak untuk
terdapat berbagai klausul yang
memberitahukan adanya
mendampingi akad tersebut untuk Keadaan Kahar (Force
Majeure) tersebut
memberikan kepastian hukum bagi
mengakibatkan tidak diakuinya
kedua belah pihak. Salah satu peristiwa tersebut sebagai
Keadaan Kahar (Force
klausul yang dicantumkan adalah
Majeure) oleh Pihak lain
mengenai force majeure. Salah satu 4. Segala dan tiap-tiap
contoh klausul tersebut misalnya permasalahan yang timbul
akibat terjadinya Keadaan
dalam form akad murabahah milik Kahar (Force Majeure) akan
Bank Muamalat. Dalam pasal 22 diselesaikan oleh NASABAH
dan BANK secara musyawarah
akad tersebut disebutkan: untuk mufakat. Hal tersebut
tanpa mengurangi hak-hak
Pasal 22
BANK sebagaimana diatur
FORCE MAJEURE dalam Akad ini.
1. Keadaan Kahar (Force Force Majeure (overmacht) atau
Majeure) yaitu peristiwa-
yang sering diterjemahkan sebagai
peristiwa yang disebabkan oleh
bencana alam, kerusuhan, huru- “keadaan memaksa” merupakan
hara, pemberontakan, epidemi,
keadaan terpaksa yang
sabotase, peperangan,
pemogokan, kebijakan menyebabkan seseorang tidak wajib
pemerintah atau sebab lain
melakukan perbuatan yang wajib
diluar kekuasaan NASABAH
dan BANK. dilakukan dalam keadaan yang
2. Dalam hal terjadi Keadaan normal.3 Keadaan ini membuat
Kahar (Force Majeure), maka
Pihak yang terkena akibat seorang debitur terhalang untuk
langsung dari Keadaan Kahar melaksanakan prestasinya karena
(Force Majeure) tersebut wajib
memberitahukan secara tertulis keadaan atau peristiwa yang tidak
dengan melampirkan bukti- terduga pada saat dibuatnya kontrak,
bukti dari Kepolisian/Instansi
yang berwenang kepada Pihak keadaan atau peristiwa tersebut
lainnya mengenai peristiwa tidak dapat dipertanggungjawabkan
Keadaan Kahar (Force
Majeure) tersebut dalam waktu kepada debitur karena ia tidak dapat
selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari Kerja terhitung
sejak tanggal Keadaan Kahar 3
Ibnu Sina Chandranegara, Pengujian
(Force Majeure) ditetapkan. PERPPU terkait Sengketa Kewenangan
Konstitusional Antar-Lembaga Negara, dalam
Jurnal Yudisial Vol. V No. 1, April 2012, hal 12.

3
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Tinjauan Hukum Kontrak Syariah ... 1-15
Vol. 17 No. 1 Juni 2017 M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin

dikatakan lalai ataupun melakukan dimaksudkan dalam hukum perdata.


wanprestasi.4 Namun dalam fiqh klasik,
ditemukan salah satu teori yang
Ketentuan mengenai force
mendekati hal tersebut, yaitu
majeure tersebut ada pada pasal
ketentuan al-Jawa’ih dalam akad
1244 dan 1245 KUH Perdata yaitu:5
salam.
Pasal 1244
Jika ada alasan untuk itu, si Oleh karena itu, perlu dilakukan
berhutang harus dihukum mengganti kajian secara mendalam mengenai
biaya, rugi, dan bunga apabila ia tak
dapat membuktikan, bahwa hal force majeure tersebut teori dalam
tidak atau tidak pada waktu yang fiqh klasik di atas, sebagai dasar
tepat dilaksanakannya perikatan itu
disebabkan suatu hal yang tak untuk mengqiyaskan dan
terduga, pun tak dapat melegalisasi force majeure dalam
dipertanggungkan kepadanya,
kesemuanya itu pun jika itikad perspektif hukum ekonomi syariah.
buruk tidaklah ada pada pihaknya.
B. Force Majeure dalam Hukum
Pasal 1245
Perdata
Tidaklah biaya rugi dan bunga,
harus digantinya, apabila Force Majeure (keadaan
dikarenakan keadaan memaksa atau
karena suatu kejadian tak disengaja memaksa) adalah suatu keadaan
si berhutang berhalangan yang tidak dapat diduga sebelumnya
memberikan atau berbuat sesuatu
yang diwajibkan, atau dikarenakan sehingga memaksa seorang debitur
hal-hal yang sama telah melakukan untuk terhalang dari memenuhi
perbuatan yang dilarang.
prestasi yang dibebankan
Sementara itu, dalam peraturan
kepadanya. Peristiwa tersebut dapat
perundangan mengenai ekonomi
berupa hal yang menimpa pribadi
syariah di Indonesia, termasuk
debitur itu sendiri (force majeure
dalam fatwa DSN-MUI sekalipun,
subjektif) misalnya debitur ditimpa
masih belum ada aturan spesifik
penyakit yang sangat berat sehingga
yang mengatur mengenai force
tidak dapat berprestasi lagi, atau
majeure sebagaimana yang
yang merusak dan atau
4
Michael R. Purba, Kamus Hukum, memusnahkan objek kontrak yang
(Jakarta: Widyatamma, 2009), hal 308.
dimaksudkan (force majeure
5
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Terj. Soesilo dan Pramuji R., (Rhedbook objektif). Maka dalam hal ini,
Publisher, 2008), hal 286.

4
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Tinjauan Hukum Kontrak Syariah ... 1-15
Vol. 17 No. 1 Juni 2017 M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin

debitur tidak dapat dianggap Berdasarkan ketiga pasal diatas,


wanprestasi dan tidak dapat dituntut dapat dipahami bahwa secara umum
membayar ganti rugi selama debitur ada tiga syarat diakuinya suatu
tersebut tidak dalam keadaan peristiwa sebagai force majeure,
beritikad buruk.6 Lebih spesifik lagi, yaitu:
dalam KUH Perdata pasal 1244, 1. Peristiwa yang menyebabkan
1245, dan 1545 disebutkan: terjadinya force majeure
Pasal 1244 tersebut tidak diduga
Debitur harus dihukum untuk sebelumnya oleh para pihak.
mengganti biaya, kerugian dan
bunga, bila dia tidak dapat 2. Peristiwa yang menyebabkan
membuktikan bahwa tidak
terjadinya force majeure
dilaksanakannya perikatan itu atau
tidak tepat waktu dalam tersebut terjadi diluar kesalahan
melaksanakan perikatan itu
para pihak.
disebabkan oleh suatu hal yang
tidak terduga, yang tidak dapat 3. Para pihak tidak dalam keadaan
dipertanggungjawabkan kepadanya,
walaupun tidak ada iktikad buruk beriktikad buruk.
padanya.
apabila ketiga syarat force
Pasal 1245
majeure diatas telah terpenuhi, maka
Tidak ada pergantian biaya,
kerugian dan bunga, bila dalam secara prinsip debitur tidak dapat
keadaan memaksa atau karena hal
dianggap wanprestasi karena gagal
yang terjadi scara kebetulan, debitur
terhalang untuk memberikan atau melaksanakan kontraknya.
berbuat sesuatu yang diwajibkan,
atau melaksanakan suatu perbuatan Jika dilihat dari segi
yang terlarang baginya. kemungkinan pelaksanaan prestasi
Pasal 1545
dalam kontrak, Force Majeure
Jika barang tertentu, yang telah
dapat diklasifikasikan menjadi dua
dijanjikan untuk ditukar musnah di
luar kesalahan pemiliknya, maka jenis, yaitu:7
persetujuan dianggap gugur dan
pihak yang telah memenuhi 1. Force majeure absolut. sebuah
persetujuan dapat menuntut kembali
force majeure dikatakan
barang yang telah ia berikan dalam
tukar-menukar. bersifat absolut jika sampai
kapanpun suatu prestasi yang
6
Munir Fuady, Hukum Kontrak dari Sudut
Pandang Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2007), hal 113. 7
Ibid, hal 116

5
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Tinjauan Hukum Kontrak Syariah ... 1-15
Vol. 17 No. 1 Juni 2017 M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin

terbit dari kontrak tidak C. Teori al-Jawa’ih dalam Hukum


mungkin dilakukan lagi. Islam
Misalnya jika barang yang Teori al-Jawa’ih terdapat dalam
merupakan objek dari kontrak akad Jual beli salam. Akad salam
tersebut telah musnah akibat adalah transaksi jual-beli barang
terbakar diluar kesalahan tertentu antara pihak penjual dan
debitur. pembeli sebesar harga pokok
2. Force majeure relatif. ditambah nilai keuntungan yang
maksudnya yaitu suatu force disepakati, dimana waktu
majeure dimana pemenuhan penyerahan barang dilakukan di
prestasi secara normal tidak kemudian hari sementara
mungkin dilakukan, walaupun penyerahan uang dibayarkan dimuka
jika dipaksakan masih (secara tunai).8 Dalam hal apabila
mungkin dilakukan. Misalnya komoditas yang ditransaksikan
terhadap kontrak impor-expor berupa buah ataupun hasil pertanian
dimana setelah kontrak dibuat lainnya, apabila buah dan hasil
terdapat larangan impor atas pertanian tersebut sudah terlihat
barang itu. Dalam hal ini matangnya maka sudah boleh
barang tersebut tidak mungkin diperjual-belikan dengan sistem
lagi diserahkan (diimpor), salam, dimana pembeli membayar
walaupun sebenarnya masih terlebih dahulu sedangkan barang
dapat dikirim melalui jalan diserahkan penjual setelah ia
penyeludupan misalnya. Dalam menjadi matang sempurna.
hal ini dapat dikatakan bahwa Namun, apabila pada masa
kontrak masih mungkin pematangan tersebut terjadi bencana
dilaksanakan, tetapi sudah (ja’ihah) di luar kekuasaan kedua
tidak praktis lagi. Hal ini juga belah pihak sehingga buah ataupun
biasa disebut dengan istilah hasil pertanian yang
impracticability diperjualbelikan menjadi rusak
(ketidakpraktisan).
8
Muh. Fudhail Rahman, Bai’ Salam dalam
Transaksi Muamalat, dalam Jurnal al-Risalah
Vol. 13 No. 1, Mei 2013, hal 38.

6
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Tinjauan Hukum Kontrak Syariah ... 1-15
Vol. 17 No. 1 Juni 2017 M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin

sebagian ataupun keseluruhan, maka Jawa’ih, penjual selaku debitur lah


kerugian akan ditanggung oleh yang bertanggung jawab, kewajiban
penjual.9 Ketentuan tentang al- pembeli hanyalah membayar harga
Jawa’ih ini didasarkan kepada hadis yang telah dikurangi dari akad awal
yang berbunyi: sesuai dengan kerusakan yang
terjadi pada objek akibat bencana
ٍ ‫َخَبرنَا ابْن و ْه‬ ِ
‫ َع ِن‬،‫ب‬ َ ُ َ ْ ‫ أ‬،‫َح َدثَيِن أَبُو الطَّاه ِر‬ tersebut.11 Sedangkan dalam Force
‫َخَب َرهُ َع ْن َج ابِ ِر‬ ْ ‫ أ‬، ِ‫الز َبرْي‬ َّ ‫ أ‬،‫ابْ ِن ُج َريْ ٍج‬
ُّ ‫َن أَبَا‬ Majeure, sebagaimana yang
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ِ َ ‫َن رس‬ ِ ِ
َ ‫ول اهلل‬ ُ َ َّ ‫ أ‬،‫بْ ِن َعْب د اهلل‬ disebutkan dalam pasal 1244 dan
،»‫ك مَثَ ًرا‬ َ ‫ت ِم ْن أ َِخي‬َ ‫ «إِ ْن بِ ْع‬:‫َو َس لَّ َم قَ َال‬ 1245 KUH Perdata, debitur tidak
‫ َح َّد َثنَا أَبُو‬،‫وح َّد َثنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن َعبَّ ٍاد‬ َ ‫ح‬
dapat dimintai pertanggung jawaban

‫ أَنَّه‬، ِ‫الز َبرْي‬


ُّ ‫ َع ْن أَيِب‬،‫ َع ِن ابْ ِن ُج َريْ ٍج‬،‫ض ْمَر َة‬ َ
dan tidak dapat dianggap

‫ول‬ُ ‫ قَ َال َر ُس‬:‫ول‬ ُ ‫ َي ُق‬،‫اهلل‬ِ ‫مَسِ ع ج ابِر بن عب ِد‬ wanprestasi. Kewajiban debitur
َْ َ ْ َ َ َ untuk menunaikan prestasi telah
‫ت ِم ْن‬ ِ
َ ‫ «لَ ْو بِ ْع‬:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم‬
ِ
َ ‫اهلل‬ gugur sehingga kreditur tidak
‫ك‬ َ َ‫ِل ل‬ُّ ‫ فَاَل حَي‬،ٌ‫َص َابْتهُ َجائِ َح ة‬َ ‫ فَأ‬،‫يك مَثًَرا‬ َ ‫َخ‬ِ‫أ‬
berhak lagi menuntutnya.12
‫ك‬ َ ‫َخي‬ ِ ‫ مِب تَأْخ ُذ م َال أ‬،‫أَ ْن تَأْخ َذ ِمْن ه َش يئًا‬
َ ُ َ ْ ُ ُ D. Tinjauan Hukum Kontrak
»‫بِغَرْيِ َح ٍّق؟‬ Syariah Terhadap Ketentuan
Artinya :“ Jika engkau menjual Force Majeure dalam Hukum
buah kepada saudaramu,
Perdata
lalu terkena bencana,
maka tidak halal bagimu
Salah satu prinsip utama dalam
mengambil sesuatu pun
darinya. Dengan muamalah adalah prinsip kebebasan.
(imbalan) apa engkau
Hal ini sesuai dengan petunjuk
mengambil harta
saudaramu dengan tanpa Rasulullah bahwa segala bentuk
hak?” 10
perjanjian muamalah hukumnya
Berdasarkan teori tentang al-
adalah mubah atau diperbolehkan,
Jawa’ih tersebut, maka dapat
asalkan transaksi tersebut tidak
terlihat kontradiksi diantara
keduanya. Yaitu bahwa dalam al- 11
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian
Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
9
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz 3, (Kairo: 2007), hal 327.
Dar al-Fath, 1999), hal 109. 12
Rahmat S.S. Soemadipradja, Penjelasan
10
Imam Muslim, Sahih Muslim, Juz III, Hukum Tentang Keadaan Memaksa, (Jakarta:
(Beirut: Dar al-Fikr, 2008), hal 1190. National Legal Reform Program, 2010), hal 51.

7
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Tinjauan Hukum Kontrak Syariah ... 1-15
Vol. 17 No. 1 Juni 2017 M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin

menghalalkan yang haram ataupun kaidah penting yang menjadi acuan


sebaliknya. Dengan kata lain, dalam pembentukan dan legalisasi
selama perjanjian itu tidak dilarang berbagai akad yang dipraktekkan
baik dalam al-Qur’an maupun hadis, selama ini, yaitu:
maka ia dapat dipandang sebagai
‫األص ل يف املعامل ة اإلباح ة إال أن ي دل‬
suatu perjanjian yang sah menurut
kacamata Islam. Mengenai hal ini
‫الدليل على حترميها‬
Rasulullah bersabda: Artinya :“Hukum asal dalam
semua bentuk
‫ َح َّدثَنَا‬:‫َح َّدثَنَا احلَ َس ُن بْ ُن َعلِ ٍّي اخلَاَّل ُل قَ َال‬ muamalah adalah boleh
dilakukan kecuali ada
‫ َح َّدثَنَا َكثِريُ بْ ُن َعْب ِد‬:‫ي قَ َال‬ ُّ ‫الع َق ِد‬ ِ
َ ‫أَبُو َعام ٍر‬ dalil yang
mengharamkannya.”14
،‫ َع ْن أَبِي ِه‬،ُّ ‫ف امل َزيِن‬ ٍ ‫اللَّ ِه ب ِن عم ِرو ب ِن ع و‬
ُ ْ َ ْ َْ ْ Kaidah di atas mengindikasikan
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه‬ ِ َ ‫َن رس‬ ِ
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫ أ‬،‫َع ْن َج دِّه‬ bahwa semua bentuk transaksi
،‫ني‬ ِِ ِ ُّ :‫َو َس لَّ َم قَ َال‬
َ ‫«الص ْل ُح َج ائٌز َبنْي َ املُ ْس لم‬ muamalah pada dasarnya
،‫َح َّل َحَر ًام ا‬ َ ‫ أ َْو أ‬، ‫ص ْل ًحا َح َّر َم َحاَل اًل‬ ُ ‫إِاَّل‬ diperbolehkan, baik transaksi
ِ ‫واملس لِمو َن علَى ُش ر‬
‫ إِاَّل َش ْرطًا َح َّر َم‬،‫وط ِه ْم‬ tersebut berupa akad tradisional
ُ َ ُ ُْ َ
ٌ ‫ َه َذا َح ِد‬:»‫َح َّل َحَر ًام ا‬
yang telah dirumuskan di masa
‫يث‬ َ ‫ أ َْو أ‬، ‫َحاَل اًل‬ Rasulullah dan ulama salaf, ataupun
‫يح‬ ِ ‫حسن‬
ٌ ‫صح‬ َ ٌَ َ ia merupakan kontrak kontemporer
Artinya :“Perjanjian boleh seperti IMBT yang baru-baru ini
dilakukan di antara
kaum muslimin kecuali digagas, kecuali yang dalam Syariat
perjanjian yang diharamkan secara tegas seperti
menghalalkan yang
haram dan mengakibatkan kemudaratan, ada
menghalalkan yang unsur penipuan, judi, maupun riba.15
haram; dan kaum
muslimin terikat dengan Berkaitan dengan Force
syarat mereka kecuali
syarat yang Majeure, kaidah ini merupakan poin
mengharamkan yang terpenting yang dapat menjadi dasar
halal dan menghalalkan
yang haram.”13 diperbolehkannya pencantuman
Berdasarkan hadis tersebut Force Majeure tersebut dalam akad.
maka para ulama merumuskan 14
A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih,
(Jakarta: Kencana, 2010), hal 130.
13
At-Tirmizi, Sunan At-Tirmizi, Juz III,
(Beirut: Dar Al-Garbi Al-Islami, 1998), hal 626. 15
Ibid

8
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Tinjauan Hukum Kontrak Syariah ... 1-15
Vol. 17 No. 1 Juni 2017 M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin

Sebab tidak ada satupun nas yang berimplikasi kepada munculnya


melarang suatu bentuk perjanjian berbagai aturan untuk
yang mensyaratkan hal-hal tertentu menghilangkan ataupun setidaknya
sebagai tindakan preventif apabila mengurangi kondisi darurat tersebut.
terjadi bencana yang sama sekali Seorang pengusaha misalnya
tidak diinginkan dan tidak diduga dilarang keras untuk menimbun
oleh kedua belah pihak sebagaimana kebutuhan makanan pokok karena
yang dimaksudkan dalam klausul tindakan tersebut dapat
Force Majeure. menimbulkan kemudaratan yang
besar bagi masyarakat. Begitu pula
Lebih jauh lagi, Force Majeure
dalam hal Force Majeure ini
merupakan keadaan darurat
misalnya, seorang kreditur tidak
sekaligus menyulitkan sehingga
layak membebankan debitur yang
dapat dikaitkan dengan kaidah yang
tertimpa musibah berat dengan
lebih khusus lagi, sebagaimana dalil
beban yang sama saat debitur belum
yang dipakai oleh teori keadaan
mengalami musibah itu. Bahkan jika
yang memberatkan (masyaqqah)
dianggap perlu, kontrak dapat
dalam hukum Islam. Dasar hukum
dibatalkan untuk menghilangkan
dari konsep keadaan yang
beban tambahan bagi debitur dalam
memberatkan ini adalah kaidah fikih
keadaan darurat tersebut. Kaidah
sebagai berikut:
pertama ini cocok digunakan pada
‫الضرر يزال‬ Force Majeure kategori absolut
Artinya :“Kerugian harus dimana kontrak tidak mungkin
dihilangkan.”
dilanjutkan kembali.
‫املشقة جتلب التيسري‬
Sementara itu, untuk Force
Artinya :“Kesukaran Majeure kategori relatif, dimana
mendatangkan
kelonggaran.” pelaksanaan isi kontrak sebenarnya
Karakterisitik Force Majeure masih dapat dilakukan walaupun
yang merupakan suatu bencana atau akan sangat menyulitkan, maka
musibah adalah sebuah keadaan dalam hal ini kaidah kedua lah yang
darurat yang secara hukum akan lebih tepat. Makna kaidah tersebut
adalah bahwa jika terjadi suatu

9
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Tinjauan Hukum Kontrak Syariah ... 1-15
Vol. 17 No. 1 Juni 2017 M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin

kondisi yang menyulitkan dimana adalah hifzul maal,16 yaitu bahwa


pelaksanaan sebuah hukum lebih perlindungan terhadap harta
berat dan menyulitkan dibandingkan merupakan kebutuhan pokok
kebiasaan, maka syariah akan manusia. Namun dalam hal harta
memberikan keringanan sehingga tersebut manusia dibatasi dalam tiga
seorang mukalaf dapat syarat, yaitu harta harus
melaksanakan hukum tersebut tanpa dikumpulkan dengan cara yang
kesukaran. Misalnya seorang halal, dipergunakan untuk hal-hal
muslim yang sedang dalam yang halal, dan dari harta ini harus
perjalanan boleh melaksanakan salat dikeluarkan hak Allah dan
dengan cara qasar atau jamak. masyarakat tempat dia hidup berupa
Adapun dalam hal Force Majeure zakat.
ini misalnya, jika terjadi suatu hal Prinsip penjagaan kepada harta
yang menyebabkan debitur kesulitan ini kemudian diperluas oleh para
memenuhi prestasi sebagaimana ulama, yaitu agar harta tidak hanya
biasanya, maka harus ada terjaga dari tangan-tangan jahil
keringanan semacam perpanjangan semata, tapi juga dapat terlindung
jangka waktu atau yang sejenisnya. dari kemungkinan-kemungkinan
Dengan demikian, dapat buruk yang diakibatkan oleh alam
disimpulkan bahwa Force Majeure maupun kecelakaan-kecelakaan
dipandang dari perspektif kaidah yang tidak diinginkan. Dari sinilah
fikih telah memenuhi nilai-nilai muncul suatu akad yang dinamakan
yang diinginkan dalam kaidah- asuransi atau at-Ta’min.
kaidah tersebut. Asuransi berasal dari bahasa
Selain itu, force majeure juga Inggris insurance yang sering
dapat dianalisis melalui perspektif diterjemahkan dalam bahasa
Maqashid Syariah. Hal ini Indonesia dengan jaminan atau
dikarenakan salah satu kebutuhan pertanggungan. Sedangkan dalam
pokok (dharuriyyat) sebagaimana bahasa Arab, asuransi disebut
yang dikonsepkan oleh Syatibi dengan istilah at-Ta’min yang
16
Satria Effendi dan M. Zein, Ushul Fiqh,
(Jakarta: Kencana, 2009), hal 233.

10
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Tinjauan Hukum Kontrak Syariah ... 1-15
Vol. 17 No. 1 Juni 2017 M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin

berarti memberi keamanan, yang barangkali terjadi di masa yang


ketenangan, dan perlindungan, akan datang.19 Dalam hal ini Allah
sehingga pihak yang dilindungi mengingatkan umat Islam untuk
terbebas dari rasa takut.17 selalu bersiap menghadapi apapun
yang terjadi di masa depan, yaitu
Adapun secara istilah, dalam
dalam surah al-Hasyr ayat 18 yang
dalam Kitab Undang-Undang
berbunyi:
Hukum Perniagaan atau Wetboek
َّ ِ َّ
ٌ ‫ين َآمنُوا َّات ُقوا اللهَ َولَْتْنظُ ْر نَ ْف‬
‫س‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
van Koophandel disebutkan bahwa
Asuransi atau pertanggungan adalah
‫ت لِغَ ٍد َو َّات ُق وا اللَّهَ إِ َّن اللَّهَ َخبِريٌ مِب َا‬ْ ‫َّم‬ َ ‫َم ا قَد‬
suatu perjanjian, dengan mana
‫َت ْع َملُو َن‬
seorang penanggung mengikatkan
diri kepada seorang tertanggung, Artinya :“ Hai orang-orang
yang beriman,
dengan menerima suatu premi, bertakwalah kepada
untuk memberikan penggantian Allah dan hendaklah
setiap diri
kepadanya karena suatu kerugian, memperhatikan apa
kerusakan atau kehilangan yang telah diperbuatnya
untuk hari esok; dan
keuntungan yang diharapkan, yang bertakwalah kepada
mungkin akan dideritanya karena Allah, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui
suatu peristiwa yang tak menentu.18 apa yang kamu
Sedangkan dalam konsep Syariah, kerjakan.”
Bentuk pengamanan tambahan
asuransi dilaksanakan dengan sistem
terhadap harta melalui asuransi
takaful (saling menanggung) dimana
syariah di atas dapat dikategorikan
sekumpulan pihak bekerjasama
sebagai kebutuhan sekunder atau
dalam usaha untuk saling
hajiyyat, yaitu kebutuhan yang
melindungi dan tolong menolong
apabila tidak terpenuhi maka
melalui investasi yang memberikan
keselamatan manusia tidak sampai
pola pengembalian untuk
terancam, namun ia akan mengalami
menghadapi resiko-resiko tertentu
kesulitan. Islam berkeinginan untuk
17
Nur Rianto al-Arif, Lembaga Keuangan menghilangkan segala kesulitan
Syariah, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal
214.
18
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, 19
Nur Rianto al-Arif, Lembaga Keuangan
pasal 246. Syariah, hal 214.

11
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Tinjauan Hukum Kontrak Syariah ... 1-15
Vol. 17 No. 1 Juni 2017 M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin

tersebut, sebagaimana bank saat terjadi peristiwa yang


diperbolehkannya qasar dan jamak tidak diinginkan
dalam salat saat berada dalam Terakhir, apabila force majeure
perjalanan, serta diperbolehkannya tersebut dilihat melalui kacamata
tidak berpuasa ramadan bagi ibu fiqh klasik, terdapat sebuah
20
hamil atau menyusui. Demikian pembahasan yang cukup mendekati
pula yang dimaksudkan dalam ketentuan mengenai force majeure
asuransi, yaitu untuk meringankan sebagaimana yang dimaksudkan
beban kerugian harta yang dalam hukum perdata, yaitu al-
diasuransikan apabila terjadi hal tak Jawa’ih.
terduga yang tidak diharapkan di
Persamaan tersebut terlihat pada
masa depan.
proses terjadinya force majeure dan
Force Majeure, yang al-Jawa’ih yang dilatarbelakangi
merupakan bagian dari akad berupa adanya peristiwa tak terduga. Force
suatu bentuk perjanjian preventif majeure sebagaimana yang
apabila terjadi keadaan yang tidak disebutkan dalam akad dapat
diinginkan, juga memiliki ruh serta disebabkan oleh kebakaran, bencana
tujuan yang similar dengan asuransi. alam, peperangan, aksi militer, huru-
Yaitu bagaimana agar pihak nasabah hara, malapetaka, pemogokan,
mendapatkan keringanan di tengah epidemi, dan kebijaksanaan maupun
kesulitannya. peraturan Pemerintah atau penguasa
Dengan demikian dapat ditarik setempat yang secara langsung
kesimpulan bahwa pencantuman dapat mempengaruhi pemenuhan
Force Majeure dalam sebuah akad pelaksanaan perjanjian. Sementara
memiliki maslahat yang sangat itu al-Jawa’ih bisa terjadi akibat
besar, dan setidaknya berada pada banjir atau kekeringan yang secara
tingkatan hajiyat (sekunder), dimana langsung mempengaruhi hasil
klausul keadaan memaksa tersebut pertanian atau perkebunan yang
memberikan perlindungan baik menjadi objek transaksi
kepada pihak nasabah maupun pihak Sebaliknya, dalam hal akibat
20
Satria Effendi dan M. Zein, Ushul Fiqh, hukumnya, terdapat perbedaan yang
235

12
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Tinjauan Hukum Kontrak Syariah ... 1-15
Vol. 17 No. 1 Juni 2017 M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin

sangat esensial antara keduanya. majeure masih


Jika mengacu pada hadis yang menghalangi/merintangi
menjadi dasar dari al-Jawa’ih debitur melakukan pemenuhan
tersebut, maka dapat ditarik prestasi. Bila keadaan memaksa
kesimpulan bahwa penjual sebagai hilang, kreditur kembali dapat
debitur secara mutlak memikul menuntut pemenuhan prestasi.
kerugian, ia tidak berhak atas biaya Pemenuhan prestasi tidak gugur
yang telah dibayarkan oleh pembeli selama-lamanya, hanya
dan harus mengembalikannya, tertunda, sementara keadaan
walaupun banjir ataupun kekeringan memaksa masih ada.
merupakan hal tak tertuga yang Singkatnya, force majeure pada
terjadi di luar kuasanya. Sedangkan
dasarnya memiliki dua akibat
dalam force majeure, Yahya hukum, yaitu pembebasan ganti rugi
Harahap menjelaskan bahwa akibat dan penundaan pemenuhan prestasi
hukumnya adalah sebagai berikut:21 kepada pihak debitur yang
1. Membebaskan debitur dari mengalami musibah. Sedangkan al-
membayar ganti rugi. Dalam Jawa’ih cenderung lebih hati-hati
hal ini, hak kreditur untuk dalam hal ini, dimana debitur tetap
menuntut gugur untuk selama- diharuskan untuk mengembalikan
lamanya. Jadi, pembebasan biaya yang telah dibayarkan oleh
ganti rugi sebagai akibat kreditur jika ia tidak mampu
keadaan memaksa adalah memenuhi prestasi yang telah
pembebasan mutlak. dijanjikan. Sebab dalam Islam,
sebagaimana yang termaktub dalam
2. Membebaskan debitur dari
surah an-Nisa ayat 29 bahwa
kewajiban melakukan
mengambil harta orang lain tanpa
pemenuhan prestasi yang
hak sangat dilarang, termasuk dalam
diakibatkan keadaan memaksa
keadaan sulit sekalipun.
relatif. Pembebasan itu pada
umumnya hanya bersifat Walaupun demikian, dalam hal
menunda, selama keadaan force akibat hukum tersebut ada satu poin
21
Rahmat S.S. Soemadipradja, Penjelasan yang dapat menjadi titik temu antara
Hukum tentang Keadaan Memaksa, hal 12.

13
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Tinjauan Hukum Kontrak Syariah ... 1-15
Vol. 17 No. 1 Juni 2017 M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin

keduanya, yaitu bahwa dalam al- kepastian serta perlindungan hukum


Jawa’ih tidak terdapat larangan bagi debitur dan kreditur dalam
untuk menunda pemenuhan prestasi. menghadapi situasi tak tertuga yang
Perlu digarisbawahi bahwa hak menghalangi berjalannya kontrak
kreditur dalam force majeure sama sebagaimana mestinya.
sekali tidak dihilangkan, hanya saja Berdasarkan ketiga analisis di
jangka waktu pemenuhan hak atas, baik dari sisi kaidah fikih,
tersebut diperpanjang untuk Maqasid Syari’ah, maupun fikih,
memberi kolonggaran bagi pihak dapat disimpulkan bahwa
debitur. Sedangkan dalam al- pencantuman klausul force majeure
Jawa’ih akad dianggap selesai dalam akad-akad syariah merupakan
karena debitur tidak dapat
hal yang diperbolehkan dalam
memenuhi prestasi sesuai pada Islam, dan bahkan sangat diperlukan
waktu yang dijanjikan akibat sebagai bentuk perlindungan hukum
bencana yang menimpanya, tanpa bagi kedua belah pihak.
ada opsi penundaan, walaupun
E. Kesimpulan dan Saran
sebenarnya tidak terdapat larangan
untuk melakukan penundaan Konsep force majeure yang
tersebut. merupakan keadaan
darurat/memberatkan sebagaimana
Oleh karena itu, dapat
diinginkan dalam hukum perdata
disimpulkan bahwa force majeure
jika dilihat dari perspektif kaidah
memiliki kesamaan hukum dengan
fikih, maqasid syariah, dan fikih,
al-Jawa’ih yang akibat hukumnya
memiliki nilai-nilai yang sejalan
ditambah dengan opsi penundaan
dengan apa yang dikehendaki dalam
pemenuhan prestasi.
Islam, terutama dengan teori
Selain kesamaan dalam aspek masyaqqah atau keadaan yang
praktis di atas, baik force majeure memberatkan. Maka
maupun al-Jawa’ih juga memiliki pencantumannya dalam akad boleh
tujuan dan nilai yang seragam. dilakukan.
Keduanya berperan sebagai sebuah
Oleh karena itu, disarankan
solusi, dan sekaligus merupakan
kepada perbankan syariah untuk

14
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Tinjauan Hukum Kontrak Syariah ... 1-15
Vol. 17 No. 1 Juni 2017 M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin

mencantumkan klausul force Keadaan Memaksa, Jakarta:


majeure dalam akad selengkap- National Legal Reform Program.
lengkapnya dan seadil-adilnya Satria Effendi dan M. Zein, 2009, Ushul
antara kepentingan pihak bank dan Fiqh, Jakarta: Kencana.
nasabah sehingga tidak berat
Sayyid Sabiq, 1999, Fiqh Sunnah, Kairo:
sebelah.
Dar al-Fath.
Daftar Pustaka
Syamsul Anwar, 2007, Hukum
A. Djazuli, 2010, Kaidah-Kaidah Fikih, Perjanjian Syariah, Jakarta: PT
Jakarta: Kencana. Raja Grafindo Persada.
At-Tirmizi, 1998, Sunan At-Tirmizi, Ibnu Sina Chandranegara, Pengujian
Beirut: Dar Al-Garbi Al-Islami.
PERPPU terkait Sengketa
Imam Muslim, 2008, Sahih Muslim, Kewenangan Konstitusional
Beirut: Dar al-Fikr. Antar-Lembaga Negara, Jurnal
Yudisial Vol. V No. 1, April 2012.
Michael R. Purba, 2009, Kamus Hukum,
Jakarta: Widyatamma. Muh. Fudhail Rahman, Bai’ Salam
dalam Transaksi Muamalat, Jurnal
Muhamad, 2012, Teknik Perhitungan
al-Risalah Vol. 13 No. 1, Mei
Bagi Hasil dan Pricing di Bank
2013.
Syariah, Yogyakarta: UII Press.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Munir Fuady, 2007, Hukum Kontrak
dari Sudut Pandang hukum Bisnis, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Bandung: Citra Aditya Bakti.

Nur Rianto al-Arif, 2012, Lembaga


Keuangan Syariah, Bandung:
Pustaka Setia.

Rachmat Syafe’i, 2001, Fiqih


Muamalah, Bandung: Pustaka
Setia.

Rahmat S.S. Soemadipradja, 2010,


Penjelasan Hukum Tentang

15

Anda mungkin juga menyukai