Anda di halaman 1dari 35

TUGAS III

Dibuat Oleh:

Olivia Sarah Kadang - 112019141

Pembimbing:

dr. Arsanto Triwidodo, Sp.OT (K), M.H.Kes

KEPANITERAAN ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 22 NOVEMBER 2021 – 29 JANUARI 2022


1. Tindakan bedah minor
Bedah Minor adalah suatu tindakan operasi ringan dengan menggunakan anestesi
yang bersifat local dan dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana.
Bedah minor adalah salah satu skill yang paling penting dikuasai oleh dokter umum
dalam praktek keseharian. Di Indonesia, cakupan pelayanan bedah minor yang dapat
dilakukan oleh seorang dokter umum cukup beragam, mulai dari tindakan hecting
luka terbuka, insisi, eksisi, ekstraksi, kauterisasi dan lain sebagainya. Bedah minor
adalah keterampilan praktis yang memerlukan pengetahuan teori dan latihan
mengenai alat bedah sederhana, teknik aseptik dan menjahit. Pengetahuan alat bedah
sederhana meliputi alat pemotong (scalpel dan gunting), alat pemegang dan alat
penarik. Setiap alat memiliki jenis, cara memegang dan kegunaan yang berbeda.
Teknik aseptik mencakup teknik untuk mensucihamakan medan operasi, bagian tubuh
yang kontak dengan medan operasi dan sterilisasi alat-alat yang dipergunakan dalam
pembedahan. Kemampuan menjahit membutuhkan pemahaman tentang jenis benang,
jenis jarum, teknik pembuatan simpul dan teknik penutupan luka. Setiap jenis benang
memiliki karakteristik bahan, daya tahan, reaksi jaringan terhadap bahan tersebut dan
ukuran benang yang berbeda. Jarum memiliki bentuk, ukuran, bagian belakang,
bagian tengah dan bagian ujung yang bervariasi pula dengan kegunaan yang berbeda-
beda. Dalam pembuatan simpul perlu diketahui jenis simpul, cara membuat simpul
dengan satu tangan, dua tangan dan instrumen serta memotong benangnya. Cara
menjahit kulit dan subkutis memiliki perbedaan dalam pemilihan jarum, benang dan
simpul serta penutupan lukanya. Pengangkatan jahitan bervariasi sesuai dengan
bagian tubuh yang dijahit. Bedah minor memiliki beberap risiko komplikasi yang
perlu diketahui lebih lanjut.

2. Sebutkan set bedah minor

Alat Bedah Minor

Sebelum melakukan pembedahan perlu dipersiapkan alat-alat yang akan


digunakan. Sebelum kita melakukan pembedahan kita harus memiliki
pengetahuan mengenai sarana dan prasarana penunjang dalam pembedahan
sehingga kita tidak salah dalam penggunaan alat tersebut, karena setiap alat
memiliki fungsi tertentu, yaitu adalah:
1. Nald vooder/Needle Holder/Nald Heacting

Gunanya adalah untuk memegang jarum jahit (nald heacting) dan


sebagai penyimpul benang.

2. Gunting

• Gunting Diseksi (disecting scissor)

Gunting ini ada dua jenis yaitu, lurus dan bengkok. Ujungnya
biasanga runcing. Terdapat dua tipe yabg sering digunakan yaitu tipe
Moyo dan tipe Metzenbaum.

• Gunting Benang

Ada dua macam gunting benang yaitu bengkok dan lurus,


kegunaannya adalah memotong benang operasi, merapikan lukan.

• Gunting Pembalut/Perban

Kegunaannya adalah untuk menggunting plester dan pembalut.

3. Pisau Bedah

Pisau bedah terdiri dari dua bagian yaitu gagang dan mata pisau
(mess/bistouri/blade). Kegunaanya adalah untuk menyayat berbagai organ
atau bagian tubuh manusia. Mata pisau disesuaikan dengan bagian tubuh
yang akan disayat.

4. Klem (Clamp)

• Klem Arteri Pean

Ada dua jenis yang lurus dan bengkok. Kegunaanya adalah untuk
hemostatis untuk jaringan tipis dan lunak.

• Klem Kocher

Ada dua jenis bengkok dan lurus. Sifatnya mempunyai gigi pada
ujungnya seperti pinset sirugis. Kegunaannya adalah untuk menjepit
jaringan.

• Klem Allis

Penggunaan klem ini adalah untuk menjepit jaringan yang halus


dan menjepit tumor.

• Klem Babcock

Penggunaanya adalah menjepit dock atau kain operasi.

5. Retraktor (Wound Hook)

Retraktor langenbeck, US Army Double Ended Retraktor dan Retraktor


Volkman penggunaannya adalah untuk menguakan luka.
6. Pinset

• Pinset Sirugis

Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi


dan penjahitan luka, memberi tanda pada kulit sebelum memulai insisi.

• Pinset Anatomis

Penggunaannya adalah untuk menjepit kassa sewaktu menekan


luka, menjepit jaringan yang tipis dan lunak.

• Pinset Splinter

Penggunaannya adalah untuk mengadaptasi tepi-tepi luka


( mencegah overlapping).

7. Deschamps Aneurysm Needle

Penggunaannya adalah untuk mengikat pembuluh darah besar.


8. Wound Curet

Penggunaannya dalah untuk mengeruk luka kotor, mengeruk ulkus


kronis.

9. Sonde (Probe)

Penggunaannya adalah untuk penuntun pisau saat melakukan


eksplorasi, dan mengetahui kedalam luka.
10. Korentang

Penggunaannya adalah untuk mengambil instrumen steril, mengambil


kassa, jas operasi, doek, dan laken steril.

11. Jarum Jahit

Penggunaanya adalah untuk menjahit luka yang dan menjahit organ


yang rusak lainnya. Untuk menjahit kulit digunakan yang berpenampang
segitiga agar lebih mudah mengiris kulit (scharpe nald). Sedangkan untuk
menjahit otot dipakai yang berpenampang bulat ( rounde nald ).

2.2 Instrumen
1. Instrumen pemotong
 Pisau bedah atau skalpel. Terutama digunakan untuk menyayat permulaan
kulit. Tersedia dalam berbagai ukuran sesuai keperluan. Bilah no.10 untuk
pemakaian umum, menyasat  sederhana dan untuk pengambilan tandur alih
kulit. Bilah no.11 mempunyai ujung runcing dengan sisi tajam yang lurus
untuk membuat tusukan, misalnya pada abses, sedangkan bilah no.15 untuk
pekerjaan yang membutuhkan ketelitian tinggi misalnya operasi di tangan dan
menyasat  jaringan parut.
 Gunting.Gunting ada 4 macam yaitu gunting 1. Mayo 2. gunting Metzenbaum,
3. gunting runcing, dan 4. gunting balutan. Gunting Mayo adalah gunting
besar yang dirancang untuk memotong sruktur yang liat, misalnya fascia dan
tendo. Gunting Metzenbaum berukuran lebih kecil dan digunakan untuk
memotong jaringan. Gunting runcing digunakan untuk mendiseksi lebih
cermat dan rapi. Gunting balutan adalah gunting khusus untuk memotong
benang atau kain pembalut.
2. Instrumen pemegang
 Pinset. Pinset bergerigi (pinset sirurgis) banyak dipakai untuk memegang
jaringan subkutis, otot, serta fascia pada saat mendiseksi dan menjahit. Pinset
tak bergerigi (pinset anatomis) digunakan untuk memegang jaringan yang
mudah robek, seperti mukosa, dll.
 Klem. Klem pengenggam (klem Kocher) dirancang untuk memegang kulit
dengan kuat sehingga dapat ditarik dan tidak menimbulkan kerusakan
jaringan, khususnya pembuluh darah. Klem hemostat (klem Pean) digunakan
untuk menghentikan perdarahan, mempunyai gigi yang lebih halus agar dapat
menjepit dengan cermat. Umumnya mempunyai bilah dengan bentuk
melengkung atau lurus. Klem arteri berujung melengkung amat berguna untuk
menjepit pembuluh darah dan mengikat simpul yang terletak jauh di dalam
luka. Jika dibutuhkan kecermatan tinggi digunakan klem hemostat yang kecil
dan melengkung disebut klem Mosquito.
 Pemegang jarum (needle holder). Mempunyai bilah yang kokoh, pendek dan
lebar agar dapat menjepit dengan kuat.
3. Instrumen penarik
Retraktor banyak dipakai untuk menyisihkan jaringan yang menghalangi
gerakan, juga untuk memberikan pemaparan yang lebih baik.
4. Instrumen penghisap
Digunakan bila perdarahan cukup banyak. Alat penghisap untuk prosedur
minor adalah penghisap berujung Frazier.
a) Jarum
Jarum jahit bedah yang lurus atau lengkung, berbeda-beda
bentuknya berdasarkan penampang batang jarum yang bulat atau bersegi
tajam dan bermata atau tidak bermata. Jarum umumnya dapat dibedakan
menurut dua cara yaitu atas dasar traumatis – atraumatis serta menurut
bentuk ujung dan penampangnya yaitu cutting – noncutting.
Yang dimaksud jarum traumatis adalah jarum yang mempunyai
‘mata’ untuk memasukkan benang di bagian ujungnya yang tumpul.
Disebut traumatis karena jarum ini pada bagian yang bermata ukuran
penampangnya lebih besar dari bagian ujungnya yang tajam sehingga akan
menimbulkan bekas luka yang lebih besar. Hal ini kurang menguntungkan
jika digunakan pada jaringan yang halus seperti usus dan pembuluh darah
atau jaringan kritis lainnya. Keuntungannya adalah jarum ini dapat dipakai
berulang kali dan harganya lebih murah. Jarum atraumatis adalah jarum
yang tidak bermata sehingga ujung jarum langsung dihubungkan dengan
benang. Jarum ini mempunyai ukuran penampang yang hampir sama besar
dengan ukuran benangnya. Kerugiannya jarum ini hanya bisa dipakai
sampai benangnya habis dan harganya jauh lebih mahal dari
jarum traumatis.
Jarum cutting adalah jarum yang penampangnya berbentuk segitiga
atau pipih dan tajam, sehingga ketika dipakai dapat menyayat jaringan dan
menimbulkan lubang yang lebih lebar. Jarum ini umumnya dipakai untuk
menjahit kulit dan tendo karena keduanya adalah jaringan yang sangat liat.
Jarum noncutting atautappered adalah jarum yang penampangnya
bulat dan ujungnya saja yang tajam, sehingga tidak menimbulkan sayatan
yang lebar pada kulit. Jarum ini digunakan untuk menjahit jaringan lunak,
fasia, dan otot.
b) Benang
Benang dapat dibagi menurut:
1. Penyerapan
a. Benang yang dapat diserap atau absorbable, contoh: catgut, asam
poliglikolat(Dexon), asam poliglaktik (Vicryl) dan polidioksanone.
Yang paling sering dipakai adalah catgut dan Vicryl.
b. Benang tidak dapat diserap atau non-absorbable. Contoh: sutera,
katun, poliester, nilon, polypropilene (prolene), dan kawat tahan
karat. Yang sering dipakai adalah sutera dan polypropilene.
2. Reaksi jaringan yang timbul terhadap materi yang digunakan untuk
pembuatannya.
a. Benang yang menimbulkan reaksi (besar), misalnya catgut, sutera,
dan benang-benang multifilamen.
b. Benang yang menimbulkan reaksi minimal, misalnya nilon dan
benag-benang monofilamen.
3. Filamen fisik
a. Benang multifilamen yang disusun/kepang (braided), misalnya
sutera.
b. Benang monofilamen yang hanya terdiri dari satu filamen, misalnya
nilon.
1. Jenis Benang yang Dapat Diserap

1. Catgut, terbuat dari usus halus kucing atau domba. Catgut merupakan benda
asing bagi jaringan tubuh yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka.
Plain catgut memiliki waktu absorbsi sekitar 10 hari. Chromic catgut yang
mengandung garam kromium memiliki waktu absorbsi yang lebih lama
sampai 20 hari. Chromic catgut biasanya menyebabkan reaksi inflamasi
yang lebih besar dibandingkan plain catgut. Tidak terbukti bahwa cat gut
dapat menyebabkan reaksi alergi. Catgut digunakan untuk mengikat
pembuluh darah lapisan subkutaneus dan untuk menutup kulit di skortum
dan perineum.

2. Benang sintetis
a. Multifilamen
 Asam poliglikolat atau Dexon adalah benang sintetis yang mempunyai
kekuatan regangan sangat besar. Diserap habis setelah 60 – 90 hari.
Efek reaksi jaringan yang dihasilkan lebih kecil daripada catgut.
Digunakan untuk menjahit fasia otot, kapsul organ, tendon dan
penutupan kulit secara subkutikulet Dexon tidak mengandung protein
kolagen, antigen, dan zat pirogen sehingga menimbulkan reaksi
jaringan yang minimal. Karena bentuknya yang berpilin jangan
digunakan untuk menjahit di permukaan kulit karena dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri sehingga mudah timbul infeksi.
 Asam poliglaktik atau vicryl adalah benang sintetis berpilin yang
sifatnya mirip dengan dexon. Benang ini memiliki kekuatan regangan
sedikit di bawah dexon dan dapat diserap habis setelah 60 hari
pascaoperasi. Hanya digunakan untuk menjahit daerah-daerah yang
tertutup dan merupakan kontraindikasi untuk jahitan permukaan kulit.
Vicryl biasanya berwarna ungu. Untuk menghasilkan kekuatan yang
memuaskan Vicryl dan dexon disimpul minimal tiga kali. Vicryl dan
dexon terutama digunakan untuk meligasi pembuluh darah, menautkan
fasia, dan menjahit kulit secara subkutikular.
b. Monofilamen
Polidioksanone (PDS). Kekuatan regangannya bertahan selama 4 sampai
6 minggu dan diserap seluruhnya setelah 6 bulan. Karena monofilamen,
benang ini sangat baik untuk menjahit daerah yang terinfeksi atau
terkontaminasi.
2. Jenis Benang yang Tidak Dapat Diserap

1. Sutera atau silk adalah serat protein yang dihasilkan larva ulat sutera


yang dipilin menjadi benang. Mempunyai kekuatan regangan yang
besar, mudah dipegang dan mudah dibuat simpul. Kelemahannya,
kekuatan regangan dapat menyusut pada jaringan yang berbeda-beda,
umumnya timbul setelah 2 bulan pascapoperasi.

2. Poliester (dacron) merupakan serat poliester, berupa benang pilinan yang


mempunyai kekutan regangan yang sangat besar. Sangat dianjurkan
untuk penutupan fasia. Kerugiannya adalah tidak digunakan pada
jaringan yang terinfeksi atau terkontaminasi karena bentuknya yang
berpilin. Untuk kekuatan yang maksimal poliester disimpul minimal
sebanyak lima kali.
3.  Polipropilene (prolene) adalah material monofilamen yang sangat
halus sehingga tidak banyak menimbulkan kerusakan dan reaksi
jaringan. Biasanya berwarna biru. Pada beberapa merek prolene
langsung bersambung dengan jarum berukuran diameter sama sehingga
tidak menimbulkan trauma yang berlebihan. Merupakan pilihan utama
untuk menjahit daerah yang terinfeksi atau terkontaminasi. Ukuran
yang sangat kecil sering digunakan untuk bedah mikro. Kelemahannya
benang ini sulit disimpul dan sering terlepas sendiri.
4. Kawat baja dibuat dari baja yang mengandung karbon rendah
merupakan bahan inert (tidak bereaksi dengan jaringan). Menghasilkan
kekuatan regangan yang terbesar dan reaksi jaringan yang minimal.
Kesulitannya adalah dalam hal menjahit dan harus hati -hati untuk
mencegah supaya jaringan tidak terpotong atau terlipat (kinking).
Digunakan untuk menyambung ligamen, tendon dan tulang.

3. Teknik local anestesi

Kata anestesi berasal dari bahasa Yunani yang berarti keadaan tanpa rasa sakit.
Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang
meliputi pemberian anestesi maupun analgesi, pengawasan keselamatan pasien
dioperasi atau tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien
gawat, pemberian terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun.
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal dan anestesi umum. Pada
anestesi lokal hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran, sedangkan pada
anestesi umum hilangnya rasa sakit disertai hilang kesadaran.
I. DEFINISI
Anestesi regional atau anestesi lokal merupakan penggunaan obat analgetik lokal
untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian
tubuh diblokir untuk sementara (reversible). Fungsi motorik dapat terpengaruh
sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar.
Anestesi/analgesi lokal adalah tindakan menghilangkan nyeri/sakit secara lokal tanpa
disertai hilangnya kesadaran. Pemberian anestetik lokal dapat dilakukan dengan
teknik :
1. Anestesi permukaan, yaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokal di
atas selaput mukosa seperti mata, hidung, atau faring. Contohnya Chlorethyl.
2. Anestesi infiltrasi, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung
diarahkan di sekitar tempat lesi, luka atau insisi. Cara infiltrasi yang sering
digunakan adalah blokade lingkar dan obat disuntikkan intradermal atau
subkutan.
3. Anestesi blok, yaitu penyuntikan analgetika lokal langsung ke saraf utama
atau pleksus saraf. Hal ini bervariasi dari blokade pada saraf tunggal, misalnya
saraf oksipital dan pleksus brakialis, anestesi spinal, anestesi epidural, dan
anestesi kaudal. Pada anestesi spinal, analgetik lokal disuntikkan ke dalam
ruang subaraknoid di antara konus medularis dan bagian akhir ruang
subaraknoid. Anestesi epidural diperoleh dengan menyuntikkan zat anestetik
lokal ke dalam ruang epidural. Pada anestesi kaudal, zat analgetik lokal
disuntikkan melalui hiatus sakralis.
4. Anestesi regional intravena, yaitu penyuntikkan larutan analgetik lokal
intravena. Ekstremitas dieksanguinasi dan diisolasi bagian proksimalnya dari
sirkulasi sistemik dengan turniket pneumatik (Bier Block). Paling baik
digunakan untuk ekstremitas atas.
Atau dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu :
1. Neurological blockade perifer
 Topical
 Infiltration
 Nerve block
 IV regional anestesia
2. Neurological blockade sentral
 Anesthesia spinal
 Anesthesia epidural

II. STRUKTUR KIMIAWI


Anestesi regional/lokal terdiri dari 3 bagian, gugus amin hidrofilik yang dihubungkan
dengan gugus aromatik hidrofobik oleh gugus antara. Gugus antara dan gugus
aromatik dihubungkan oleh ikatan amida atau ikatan ester. Berdasarkan ikatan ini,
anestetika lokal digolongkan menjadi :
1. Golongan ester (-COOC-)
Kokain, benzokain, prokain (novocaine), tetrakain (pantocaine).
2. Golongan amida (-NHCO-)
Lidokain (xylocaine), mepivakaine (carbocaine), prilokain (citanest),
bupivacaine (marcaine), etidokain (duranest), dibukain (nupericaine),
ropivakain (naropin), levobupivacaine (chirocaine).
Perbedaan Ester dan Amide
Ester :
- Relatif tidak stabil dalam bentuk larutan
- Dimetabolisme dalam plasma oleh enzyme pseudocholinesterase
- Masa kerja pendek
- Relative tidak toksik
- Dapat bersifat allergen, karena strukturnya mirip PABA (para amino
benzoic acid).
Amide :
- Lebih stabil dalam bentuk larutan
- Dimetabolisme dalam hati
- Masa kerja lebih panjang
- Tidak bersifat alergen

III. OBAT-OBAT LOKAL/REGIONAL ANESTESI


Obat anestesi regional/lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila
dikenakan secara lokal. Anestesi lokal ideal adalah yang :
1. Tidak mengiritasi atau merusak jaringan secara permanen
2. Batas keamanan lebar
3. Mula kerja singkat
4. Masa kerja cukup lama
5. Larut dalam air
6. Stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan
7. Poten dan bersifat sementara (efeknya reversible)
8. Harganya murah
a. Lidokain
Lidokain (lignokain, xylocain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan
secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Efek anestesi terjadi lebih
cepat, kuat, lebih lama dan lebih ekstensif dibandingkan daripada yang
ditimbulkan oleh prokain pada konsentrasi yang sebanding. Larutan lidokain
0,25-0,5 % dengan atau tanpa adrenalin digunakan untuk anestesi infiltrasi,
sedangkan larutan 1-2 % untuk anestesi blok dan topikal. Untuk anestesi
permukaan/topikal tersedia lidokain gel 2 %. Sedangkan pada analgesi/anestesi
lumbal digunakan larutan lidokain 5 %.

Anestetik ini efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tapi kecepatan


absorpsi dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain
merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal
golongan ester. Lidokain dapat menimbulkan kantuk. Setelah disuntikkan, obat
dengan cepat akan dihidrolisis dalam jaringan tubuh pada pH 7,4-4,5.

Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade


saraf, anestesia spinal, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal, dan secara
setempat untuk anestesia selaput lendir. Pada anestesia infiltrasi biasanya
digunakan larutan 0,25-0,50 % dengan atau tanpa epinefrin. Tanpa epinefrin
dosis total todak boleh melebihi 200 mg dalam waktu 24 jam, dan dengan
epinefrin tidak boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. Dalam
bidang kedokteran gigi, biasanya digunakan larutan 1-2 % dengan epinefrin;
untuk anestesia infiltrasi dengan mulai kerja 5 menit dan masa kerja kira-kira 1
jam dibutuhkan dosis 0,5-1,- mL. Untuk blokade saraf digunakan 1-2 mL.

Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP,


misalnya mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gangguan mental, koma,
dan bangkitan. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat
fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung.
b. Bupivakain
Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan butyl
piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang
panjang, dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik.
Karena efek ini bupivakain lebih popular digunakan untuk memperpanjang
analgesia selama persalinan dan masa pascapembedahan. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa bupivakain dapat mengurangi dosis penggunaan morfin
dalam mengontrol nyeri pascapembedahan Caesar. Pada dosis efektif yang
sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain dan
bupivakain, keduanya menghambat saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels)
selama sistolik. Namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada
lidokain selama fase diastolik, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap
terhambat pada akhir diastolic. Manifestasi klinik berupa aritmia ventrikuler
yang berat dan depresi miokard. Keadaan ini dapat terjadi pada pemberian
bupivakain dosis besar. Toksisitas jantung yang disebabkan oleh bupivakain
sulit diatasi dan bertambah berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia, dan
hipoksemia. Ropivakain juga merupakan anestesik lokal yang mempunyai masa
kerja panjang, dengan toksisitas terhadap jantung lebih rendah daripada
bupivakain pada dosis efektif yang sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam
menimbulkan anestesia dibandingkan bupivakain. Larutan bupivakain
hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25-0,5% untuk anestesia infiltrasi dan
0,5% untuk suntikan paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk
anestesia infiltrasi adalah sekitar 2 mg/KgBB.
Indikasi
Bupivakain digunakan untuk anestesi lokal termasuk infiltrasi, block saraf,
epidural, dan anestesi intratekal. Bupivakain sering diberikan melalui injeksi
epidural sebelum melakukan arthroplasty panggul total. Juga sering diinjeksikan
ke luka pembedahan untuk mengurangi nyeri hingga 20 jam setelah operasi.
Terkadang, bupivakain dikombinasikan dengan epinephrine untuk memperlama
durasi, dengan fentanil untuk analgesia epidural atau glukosa.
Kontra indikasi
Kontraindikasi bupivakain untuk anestesi regional intravena karena resiko dari
kesalahan tourniquet dan absorpsi sistemik obat.
Efek Samping
Dibandingkan dengan obat anestesi lokal lainnya, bupivakain dapat
mengakibatkan kardiotoksik. Akan tetapi efek samping akan menjadi jarang bila
diberikan dengan benar. Kebanyakan efek samping berhubungan dengan cara
pemberian atau efek farmakologis dari anestesi. Tetapi reaksi alergi jarang
terjadi. Bupivakain dapat mengganggu konsentrasi plasma darah yang
diakibatkan karena efeknya yang mempengaruhi CNS dan kardiovaskuler.
Bupivakain dapat mengakibatkan beberapa kematian ketika pasien diberikan
anestesi epidural dengan mendadak.
Mekanisme Kerja
Bupivakain berikatan dengan bagian intraselular dari kanal sodium dan menutup
sodium influks ke dalam sel saraf.
c. Levobupivakain
Levobupivakain adalah obat anestesi lokal yang mengandung gugus asam
amino. Ini merupakan enantiomer-S dari bupivakain.
Penggunaan Klinis
Jika dibandingkan dengan bupivakain, levobupivakain menyebabkan lebih
sedikit vasodilatasi dan memiliki duration of action yang lebih panjang. Obat ini
memiliki sekitar 13 persen daya potensial (melalui molaritas) lebih daripada
golongan bupivakain.
Indikasi
Levobupivakain diindikasikan untuk lokal anestesi meliputi infiltrasi, blok
nervus oftalmik, anestesi epidural dan intratekal pada orang dewasa serta dapat
juga digunakan sebagai analgesia pada anak-anak.
Kontraindikasi
Levobupivakain dikontraindikasikan untuk regional anastesia IV (IVRA).
Efek Samping
Jarang terjadi reaksi efek samping jika pemberian obat ini benar. Beberapa efek
samping yang terjadi berhubungan dengan teknik pemberian (dihasilkan pada
systemic exposure) atau efek farmakologikal dari anestesi yang diberikan, tetapi
reaksi alergi jarang terjadi. Systemic exposure untuk jumlah yang berlebih dari
bupivakain terutama dihasilkan di sistem saraf pusat dan efek kardiovaskular.
Efek sistem saraf pusat biasanya terjadi pada konsentrasi pembuluh darah yang
lebih rendah, sementara efek kardiovaskuler tambahan terdapat pada konsentrasi
yang lebih tinggi, sebelumnya kolaps kardiovaskular dapat juga terjadi dengan
konsentrasi yang rendah. Efek sistem saraf pusat meliputi eksitasi sistem saraf
pusat (gelisah, gatal di sekitar mulut, tinnitus, tremor, pusing, penglihatan
kabur, seizure) dan diikuti oleh depresi (perasaan kantuk, kehilangan kesadaran,
penurunan pernafasan dan apnea). Efek kardiovaskular meliputi hipotensi,
bradikardi, aritmia, dan/atau henti jantung. Kadang-kadang dapat terjadi
hipoksemia sekunder pada saat penurunan sistem pernafasan.
d. Prokain
Prokain, obat anestesi sintetik yang pertama kali dibuat, merupakan derivate
benzoat yang disintesa pada tahun 1905 (Einhorn) dengan sifat yang tidak
begitu toksik dibandingkan kokain. Anestetik lokal dari kelompok ester ini
bekerja dengan durasi yang sangat singkat. Dalam tubuh zat ini dengan cepat
dan sempurna dihidrolisa oleh kolinesterase menjadi dietilaminoetanol dan
PABA (asam para-aminobenzoat), yang mengantagonir daya kerja sulfonamide,
sehingga toksisitasnya di dalam vascular (sistemik) dapat minimal. Akan tetapi,
resorpsi prokain di kulit buruk, karena itu, prokain hanya digunakan sebagai
injeksi dan sering kali bersamaan dengan adrenalin untuk memperpanjang daya
kerjanya. Sebagai anestetik lokal, prokain sudah banyak digantikan oleh
lidokain dengan efek samping yang lebih ringan.

Efek sampingnya yang serius adalah hipertensi, yang kadang-kadang pada dosis
rendah sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian. Efek samping yang
harus dipertimbangkan pula adalah reaksi alergi terhadap sediaan kombinasi
prokain-penisilin. Berlainan dengan kokain zat ini tidak memberikan adiksi.
Reaksi alergi ini dapat juga terjadi karena pemakaian secara berulang preparat
prokain bagi tubuh. Dosis : anestesi infiltrasi 0,25-0,5 %, blockade saraf 1-2 %.

e. Tetrakain
Tetrakain (pantokain) adalah obat anestesi lokal yang biasanya digunakan
sebagai obat untuk diagnosis atau terapi pembedahan. Akan tetapi, penelitian
pada hewan menunjukkan efek samping pada janin (teratogenik atau
embriosidal lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali pada wanita atau
penelitian pada wanita dan hewan belum tersedia. Obat seharusnya diberikan
bila hanya keuntungan potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial
pada janin. Selain itu, tetrakain yang potensiasinya lebih tinggi dibandingkan
dengan dua jenis obat anestesi lokal golongan ester lainnya ini memiliki efek
samping berupa rasa seperti tersengat. Namun efek ini tidak membuat tetrakain
jarang digunakan, hal ini karena salah satu kelebihannya adalah tidak
menyebabkan midriasis. Tetrakain biasanya digunakan untuk anestesi pada
pembedahan mata, telinga, hidung, tenggorok, rectum, dan kulit.
Salah satu anestesi lokal yang dapat digunakan secara topikal pada mata adalah
tetrakain hidroklorida. Untuk pemakaian topikal pada mata digunakan larutan
tetrakain hidroklorida 0,5%. Kecepatan anastetik tetrakain hidroklorida 25 detik
dengan durasi aksinya selama 15 menit atau lebih.

Obat Onset Durasi Dosis maksimum

(menit) (menit) (mg/kg)


Lidokain 5 30-60 4,5
Bupivakain 10-15 200 3
Prokain 15-20 40 7
Tetrakain 15 200 1,5

IV. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN ANESTESI LOKAL/REGIONAL


Keuntungan Anestesia Regional
 Alat minim dan teknik relatif sederhana sehingga biaya relatif lebih murah.
 Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung
penuh) karena penderita sadar sehingga resiko aspirasi berkurang
 Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
 Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
 Perawatan post operasi lebih ringan/murah
 Kehilangan darah sedikit.
 Respon autonomic dan endokrin sedikit.menurun.

Kerugian anestesia regional


 Tidak semua penderita mau
 Membutuhkan kerjasama penderita
 Sulit diterapkan pada anak-anak
 Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional
 Pasien lebih suka dalam keadaan tidak sadar
 Tidak praktis jika diperlukan beberapa suntikan
 Ketakutan bahwa efek obat menghilang ketika pembedahan belum selesai
 Efek samping sangat berat  kematian
Berdasarkan ikatan kimianya anestesikum local dibagi menjadi golongan

ester, amida, dan Quinolon.

Ester Amida Quinolin


Benzoic acid Para-

amobenzoic

acid
Butacaine Chloroprocai Articain centbrucidine

n
Cocaine Procaine Bupivacain
Benzocaine propoxycaine Dibucain
Hexylcaine Tidocain
Piperocaine Lidocain
Tetracaine Mepivacain
Prilocain

3. Soft tissue tumor

Soft tissue adalah jaringan lunak tubuh yang letaknya diantara kulit


atau organ tubuh bagian dalam, tumor adalah benjolan atau
pembengkakan tubuh yang sifatnya tidak normal tetapi belum tentu
sifatnya ganas. Soft tissue tumor sendiri berarti merupakan benjolan
abnormal pada jaringan lunak tubuh yang dapat timbul akibat
pertumbuhan sel baru pada beberapa jaringan tubuh seperti misalnya
pada anggota gerak seperti jaringan lemak, otot, tendon jaringan ikat,
dinding perut ataupun pada daerah lainnya. Kondisi ini dapat dipicu
oleh berbagai hal seperti misalnya faktor genetika, trauma, infeksi,
paparan zat karsinogenik, aktivitas fisik, pola hidup dan lainnya.
Dikatakan multiple sendiri jika jumlahnya lebih dari satu. Dapat
bergerombol ataupun letaknya yang terpisah-pisah tetapi masih dalam
satu area yang berdekatan. Penanganannya sendiri dapat dilakukan
beberapa upaya seperti salah satunya adalah operasi pengangkatan
selain untuk mengangkat benjolan juga untuk mengambil sampel
benjolan untuk menilai apakah sel abnormal mengandung sel yang
ganas atau tidak. Penanganan lanjutan sendiri biasanya tergantung
dari jenis tumor itu apakah memerlukan terapi tambahan seperti
misalnya terapi radiasi ataupun kemoterapi.

 Kista ganglion
Kista ganglion adalah benjolan atau tumor jinak yang tumbuh di area
sendi. Benjolan ini juga dapat tumbuh pada jaringan yang
menghubungkan otot dengan tulang (tendon). Benjolan yang berisi
cairan sendi ini paling sering tumbuh di tangan atau pergelangan
tangan. Kista ganglion dapat muncul, menghilang, atau berubah
ukuran dengan cepat. Ukuran kista akan membesar seiring dengan
meningkatnya aktivitas pada sendi tersebut. Kista ganglion dapat
terjadi pada segala usia. Namun, penyakit ini lebih sering dialami oleh
wanita berusia 20 hingga 40 tahun. Kista ganglion bisa
tidak menimbulkan gejala, namun bisa juga terasa sakit, terutama jika
lokasinya mengganggu pergerakan sendi.

Penyebab dan Faktor Risiko Kista Ganglion


Kista ganglion muncul saat cairan sendi menumpuk dan membentuk sebuah
kantong pada sendi atau tendon. Penyebab terbentuknya kista ganglion
masih belum diketahui secara pasti. Meski begitu, ada beberapa kondisi yang
diduga meningkatkan risiko terjadinya kista ganglion, yaitu osteoarthritis dan
cedera pada persendian.

Gejala Kista ganglion


Benjolan akibat kista ganglion dapat dikenali dari beberapa ciri di bawah ini:

 Berbentuk bulat atau oval, dan umumnya memiliki ukuran sebesar


buah duku.
 Paling sering muncul di sendi tangan dan pergelangan tangan. Bisa
juga muncul di lokasi lain, seperti di kaki atau pergelangan kaki.
 Ukuran dapat berubah-ubah. Saat sendi digerakkan secara berulang,
kista dapat membesar. Namun saat beristirahat, kista dapat mengecil.
 Biasanya tidak menimbulkan nyeri. Namun jika kista menekan saraf,
dapat muncul rasa nyeri, kaku, kesemutan, atau otot menjadi lemah.
Rasa nyeri juga bisa bertambah parah jika sendi digerakkan.

Diagnosis Kista ganglion


Benjolan di tangan bisa disebabkan oleh banyak hal. Untuk memastikan
benjolan pada sendi adalah kista ganglion, dokter akan memeriksa
dan menyinari benjolan tersebut dengan lampu guna mengetahui apakah
benjolan berisi benda padat atau cair.
Bila diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa:

 Ultrasonografi (USG), guna melihat apakah benjolan tersebut berisi


cairan atau jaringan padat.
 Aspirasi, yaitu penyedotan cairan dari kista menggunakan jarum,
untuk kemudian diperiksa di laboratorium.
 Magnetic Resonance Imaging (MRI), yaitu pemeriksaan paling detail
untuk mengetahui kista ganglion. Melalui pemindaian ini, dokter dapat
mengetahui kondisi kista yang tersembunyi atau adanya penyakit lain,
seperti artritis atau tumor  tertentu.
Pengobatan Kista ganglion
Sebagian besar kista ganglion tidak menimbulkan gejala, sehingga tidak
memerlukan penanganan dan dapat hilang dengan sendirinya. Namun jika
kista ganglion menimbulkan rasa nyeri dan mengganggu aktivitas, dokter
dapat melakukan penanganan dengan beberapa cara di bawah ini:

 Menahan gerakan sendi (immobilization). Pada prosedur ini, dokter


akan menahan gerakan sendi dengan menahan atau membatasi
pergerakan sendi yang bermasalah, diharapkan kista dapat mengecil,
sehingga saraf tidak lagi tertekan dan rasa nyeri juga dapat hilang.
 Aspirasi atau penyedotan cairan. Tindakan ini dilakukan dengan
menusukkan jarum pada benjolan untuk mengeluarkan cairan dari
dalam kista. Untuk memaksimalkan pengobatan, dokter akan
menyuntikkan obat kortikosteroid setelah tindakan aspirasi, untuk
mencegah kista ganglion muncul kembali.

Jika penanganan di atas tidak mampu mengatasi kista ganglion, maka akan
menyarankan operasi. Terdapat dua jenis operasi untuk mengangkat kista ganglion,
yakni:

 Artroskopi. Pada operasi ini, dokter ortopedi akan membuat sayatan sebesar


lubang kunci untuk memasukkan alat khusus yang dilengkapi dengan kamera
(artroskop).

 Pembedahan terbuka. Pada operasi ini, dokter akan melakukan sayatan


sepanjang tusuk gigi di lokasi sendi atau tendon yang mengalami kista
ganglion.

Komplikasi Kista Ganglion


Komplikasi kista ganglion muncul ketika kista menekan saraf pada persendian,
sehingga mengganggu gerakan sendi. Penekanan pada saraf juga dapat menimbulkan
nyeri, kesemutan, mati rasa, hingga melemahnya otot.
Selain itu, komplikasi juga dapat terjadi akibat penanganan yang dilakukan, baik
akibat tindakan aspirasi (penyedotan cairan) maupun operasi. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain:

 Infeksi pada luka operasi.


 Pertumbuhan jaringan parut pada bekas luka operasi,
 Gangguan saraf.
 Kerusakan pembuluh darah.

 Kista atheroma

Kista ateroma disebut juga kista sebasea karena disebabkan oleh tersumbatnya
kelenjar sebasea (kelenjar minyak). Kelenjar sebasea adalah kelenjar yang
mengeluarkan minyak (sebum) yang berfungsi melapisi kulit dan rambut. Sumbatan
dan kerusakan pada kelenjar sebasea ini disebabkan oleh riwayat cedera, seperti luka
bekas operasi, goresan, dan jerawat. Kista ateroma cenderung tumbuh dengan lamban.
Tumor jinak di kulit yang terbentuk sebagai akibat tersumbatnya muara kelenjar
sabasea/kelenjarminyak sehingga ditemukan puncta sebagai muara kelenjar di kulit
yang tersumbat.Sekret kelenjar sebacea yaitu sebum dan sel-sel mati tertimbun dan
berkumpul dalam kantung kelenjar.Lama kelamaan membesar dan terlihat sebagai
massa tumor yang berbentuk lonjong sampai bulat,lunak-kenyal, berbatas tegas,
berdinding tipis, tidak terfiksir ke dasar, umumnya tidak nyeri, tetapimelekat pada
dermis di atasnya. Daerah muara yang tersumbat merupakan tanda khas
yang disebutpuncta (titik kehitaman yang letaknya biasanya di permukaan kulit tepat
di tengah massa). Isi kistaadalah bubur eksudat berwarna putih abu-abu yang berbau
asam.Predileksi di bagian tubuh yang berambut (kepala, wajah, belakang telinga,
leher, punggung,ekstremitas, dan daerah genital).

Terapi 
Terapi antibiotik diberikan jika ada tanda infeksi yaitu kemerahan dan inflamasi, yang
tersering olehbakteri staphylococci. Tanpa keadaan terinfeksi kista dapat tetap sangat
berbau.Eksisi menyertakan kulit dan puncta untuk mengangkat seluruh bagian kista
hingga ke dindingnya secarautuh.Bila terjadi infeksi sekunder dan terbentuk abses,
dilakukan insisi, evakuasi dan drainase
 Lipoma
 FIBROMA DESMOPLASTIK
 LIPOSARKOMA
 FIBROSARKOMA
 Nevus

Nevus pigmentosus adalah lesi kulit melanositik jinak yang terjadi akibat
proliferasi melanosit pada jaringan kulit. Lesi pada nevus pigmentosus
memiliki diameter, warna, dan jumlah yang bervariasi antar individu.Terdapat
beberapa teori mengenai proliferasi melanosit pada nevus pigmentosus,
antara lain terjadi migrasi melanosit selama proses embriogenesis, sebagai
variasi morfologi dari melanosit, dan sebagai akibat proliferasi lentiginosa
pada epidermis. Etiologi nevus pigmentosus hingga saat ini masih belum
jelas. Beberapa faktor risiko, seperti faktor genetik dan paparan sinar
ultraviolet, diduga berhubungan dengan munculnya nevus pigmentosus.
Manifestasi klinis nevus pigmentosus berbeda-beda sesuai dengan jenis
nevus yang dimiliki. Nevus pigmentosus biasanya tidak disertai dengan rasa
gatal, nyeri, bengkak, atau peradangan. Pemeriksaan penunjang umumnya
tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis, kecuali terdapat kecurigaan ke
arah keganasan. Etiologi nevus pigmentosus sampai saat ini masih belum
jelas. Keterkaitan genetik masih belum dapat dipastikan. Namun, pada nevus
displastik multipel, sifat dominan autosomal diduga berkaitan dengan
munculnya nevus. Apabila di keluarga pasien terdapat riwayat sindrom nevus
displastik dan multipel nevus atipikal, maka risiko untuk terjadi melanoma di
kemudian hari akan meningkat.

Pada nevus pigmentosus yang didapat, iradiasi sinar ultraviolet diduga


memiliki peranan penting dalam pembentukkan nevus pigmentosus. Jumlah
nevus pigmentosus pada masa anak-anak berbanding terbalik dengan derajat
pigmentasi kulit yang dimiliki. Nevus pigmentosus meningkat jumlahnya pada
anak dengan toleransi sinar ultraviolet yang rendah. Selain itu, iradiasi sinar
ultraviolet intermiten dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya melanoma.
Luka bakar akibat sinar ultraviolet diduga akan menghambat imunitas tubuh
dan menghambat apoptosis normal pada sel neoplastic. Pada sebagian besar
nevus pigmentosus jinak, tidak diperlukan penatalaksanaan apapun. Opsi
pembedahan dapat dipertimbangkan dengan menilai berbagai aspek, seperti
faktor kosmetik dan diameter nevus.

Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan pada nevus pigmentosus dilakukan pada kasus-kasus
tertentu, seperti nevus pigmentosus yang mengganggu secara kosmetik dan
fungsional, serta nevus pigmentosus kongenital dengan diameter besar. Jenis
nevus ini memiliki risiko keganasan yang lebih tinggi dibandingkan nevus
dengan ukuran kecil atau sedang.

Prognosis nevus pigmentosus bergantung pada ada atau tidaknya evolusi


pada lesi. Pada kasus yang jarang, nevus pigmentosus bisa menimbulkan
komplikasi berupa melanoma atau melanosis neurokutaneus.

Komplikasi
Nevus pigmentosus jarang menimbulkan komplikasi. Namun, ada
kemungkinan nevus berevolusi menjadi melanoma atau menimbulkan
komplikasi melanosis neurokutaneus

Perbedaan insisi, eksisi, ekstirpasi


 Insisi
Luka yang dibuat pada pembedahan. Tanpa mengambil jaringan kulit.
Menurut bentuknya insisi terbagi atas – Insisi linear – Insisi elips atau
bundar – Inisis S/Z – Insisi tangensial / transversal
 Ekstiparsi
Ekstirpasi adalah tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta
kapsulnya
 Eksisi
Eksisi adalah salah satu tindakan bedah yaitu membuang jaringan
dengan cara memotong.

SIRKUMSISI

1. Introduksi

a. Definisi

Sirkumsisi atau yang dikenal oleh masyarakat sebagai khitan atau sunat, atau
dalam budaya jawa dikenal dengan istilah “sumpit” pada dasarnya adalah pemotongan
sebagian dari preputium penis hingga keseluruhan glans penis dan corona radiata
terlihat jelas.

b. Ruang lingkup

Semua anak laki-laki atau pria dewasa melakukan tindakan sirkumsisi karena
alasan agama, kesehatan atau terapi (pada tumor preputium ataau kondiloma
preputium)

c. Indikasi Sirkumsisi:

1. Phymosis : gangguan dimana preputium tidak dapat ditarik melewati glans penis,

dikarenakan congenital (bawaan) atau infeksi. Adanya fibrosis (pengerasan) pada

preputium, bisa mengakibatkan obstruksi (sumbatan) urin.

2. Paraphymosis : gangguan dimana preputium tidak dapat ditarik kembali ke posisi


normal. Paraphymosis dapat menyebabkan oedema bahkan gangren.
3. Condyloma Accuminata (veneral wart) : tumor jinak jaringan epiel, akibat infeksi
human papiloma virus (HPV) tipe tertentu
d. Kontra indikasi Sirkumsisi :

1. Epispadia : suatu kelainan bawaan dimana ostium urethra (lubang kencing)


terdapat pada bagian dorsal (punggung/ belakang) batang penis sehingga urin akan
terpancar ke atas.
2. Hypospadia :  kelainan bawaan dimana ostium urethra terdapat di bagian venral
(ventral/ depan).
3. Kelainan hemostasis : adanya gangguan pembekuan darah, dapat dikarenakan
hemofilia, trombositopenia, aplastik anemia, defisiensi Vit. K.
4. Infeksi pada penis
e. Diagnosis Banding (tidak ada)

f. Pemeriksaan Penunjang (tidak perlu)

2. Kompetensi terkait dengan modul/ List of skill

 Persiapan pra operasi:


 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
 Informed consent
 Melakukan Sirkumsisi
 Penanganan komplikasi
 Follow up dan rehabilitasi
4. Alat dan Bahan :

1. Sirkumsisi set

2. Spuit 3 cc

3. Jarum jahit jaringan

4. Duk steril

5. Obat anestesi local (lidokain, prokain, bupivakain) yang tidak dicampur


adrenalin

6. Povidon Iodine

7. Kasa steril
8. Catgut plain

9. Plester

10. Handscoen

5. Tehnik Operasi

Ada beberapa urutan dalam melakukan prinsip khitanan, yaitu:


1. Tindakan aseptis
a. bisa menggunakan : iodine (betadine), alkohol 60-90%, iodofor,atau
heksaklorofen 3%
b. cara : usapkan/ apuskan iodine di atas permukaan bagian yang akan diinsisi
(dipotong) atau dioperasi; lakukan dengan ggerakan melingkar ke arah
luar;dalam sekali gerakan, tidak diulang-ulang.
2. Anestesi (pembiusan)
a. bahan : lidocaine 2%
b. cara :
a) Teknik infiltratif
i. suntikan lidocaine 2% ke dalam laisan kulit subkutan di area
pangkal penis
(proksimal)
ii. suntikan pada arah jam 1, 5, 7, dan 11.
iii. Setiap posisi suntikan sebanyak 0,5 cc.
b) teknik blok
i. pada arah jam 12 tusukan jarum hingga fascia buck
ii. suntikan lidocaine sebanyak 0,5-1 cc.
iii. dengan teknik infiltratif, tambahkan anestesi pada arah jam 6.
iv. boleh ditambah pada arah jam 3 dan 9.
3. Diseksi (pembebasan perlengketan preputium pada glans penis)
Setelah kulup dibuka secara manual (menggunakan tangan), dapat dilakukan
dengan beberapa cara:
-          menggunakan kassa kering
-          menggunakan klem arteri
4. Pembersihan smegma
Smegma dibersihkan menggunakan kassa atau kalau sulit, dapat menggunakan
pinset.
5. Insisi (pemotongan)
Setelah membuka preputium perlahan-lahan dan bersihkan penis dari smegma
menggunakan kasa betadin sampai corona glandis terlihat, maka lakukan :
1. Kembalikan preputium pada posisi semula.
2. Klem preputium pada jam 11, 1 dan jam 6
3. Gunting preputium pada jam 12 sampai corona glandis
4. Lakukan jahit kendali mukosa – kulit pada jam 12
5. Gunting preputium secara melingkar kanan dan kiri dengan menyisakan
frenulum
pada klem jam 6
6. Observasi perdarahan (bila ada perdarahan, klem arteri/vena, ligasi dengan
jahitan
melingkar)
7. Jahit angka 8 pada frenulum
8. Dilanjutkan penjahitan antara mukosa dan kulit berturut turut pada posisi
jam 12,
3,dan jam 9.
9. Bila dirasa perlu dapat ditambahkan beberapa jahitan lagi
10.. Kontrol luka dan jahitan, oleskan salep antibiotik di sekeliling luka jahitan
11. Balut luka dengan kasa steril
12. Buka duk dan handscoen, cek alat dan rapikan kembali semua peralatan
13. Pemberian obat dan edukasi pasien
6. Komplikasi operasi

a. Penyulit dini:
1. Hematom adalah berkumpulnya darah di mukosa akibat rupturnya pembuluh darah
sehingga menimbulkan tonjolan. Manajemen : segera temukkan sumber
pendarahan,
hentikan pendarahan; bersihkan darah yang terakumulasi tadi.
2. Edema adalah berkumpulnya cairan di ekstra vaskular (di luar pembuluh darah).
Hal ini dapat diakubatkan pemberian anestesi yang berlebihan, sehingga cairan
anestesi tersebut berkumpul di sub-mukosa. Edema ini dapat hilang sendiri dalam 24
jam karena diserap pembuluh limph.
3. Glans penis terluka bisa karena tertusuk atau tersayat. Manajemen : gunakan balut
tekan, atau dikompres andrenalin.
4.Syok anafilaktik/ neurogenik yaitu kurangnya perfusi (suplay) darah ke organ-organ
vital (otak, jantung) sehingga mengakibatkan penurunan kondisi orang tersebut.
Manajemen : segera suntikan adreanlin.
5.Pendarahan pasca operasi yaitu keluarnya darah setelah operasi selesai, baik setelah
beberapa menit atau beberapa jam. Manajemen : segera henikan pendarahan mulai
dari mengunakan balurt tekan hingga kemabli di ligasi.
b. Komplikasi lanjut:
1. Infeksi; karena kontaminasi baik dari perlengkapan yang kurang steril atau dari
lingkungan yang kurang steril, ditandai dengan adanya edema, pus (nanah), dan
demam. Manajemen : berikan antibiotik, kompres cairan NaCl fisiologis, dan jaga
higienitas
2. Preputium tumbuh lagi; hal ini disebabkan pemotongan kulit dan mukosanya terlalu
pendek. Manajemen : dikhitan kembali.
3. Sukar kencing; hal ini dapat diakibatkan oleh adanya sumbatan pada muara saluran
kencing luar oleh bekuan darah. Manajemen : bersihkan sumbatan
4. Meatal stenosis yaitu adanya pengerutan pada saluran kencing. Manajemen : rujuk
kepada urolog untuk dialakuakn pembedahan lebih lanjut.
5. Peyronie disseases yaitu pembengkokan pada batang penis karena terbentuknya
jaringan parut akibat komplikasi infeksi pada bagian dalam batang penis.
7. Mortalitas (tidak ada)

8. Perawatan Pascabedah

-Pelepasan perban hari kedua. Atau bila terkena urine, segera diganti atau
dilepas

-Pemberian salap antibiotika.

-Memakai celana longgar setelah hari ke 3

9. Follow-up

-Sesuai indikasi

Anda mungkin juga menyukai