Disusun Oleh :
ANITA INDRIATI (200105030047)
DWI OKTA KURNIAWAN (200105030063)
HERMANSYAH (200105030120)
Kerajaan merupakan kekuasaan tertinggi berada dibawah pimpinan seorang Sultan atau
Raja pada suatu wilayah. Dalam menjalankan pemerintahannya, sultan dibantu oleh seperangkat
pejabat pemerintahan yang tersusun secara hirarkis dan menduduki bagian birokrasi tertentu
pada pemerintahan kesultanan. Umumnya jabatan ini diduduki oleh orang – orang yang memiliki
Mengacu kepada beberapa buku tentang sejarah kerajaan di tanah Banjar, Diterangkan
bahwa sekitar 1400 Masehi seorang saudagar Hindu bernama Mpu Djatmika yang berasal dari
Keling (sekitar Kediri) bersama istri dan dua orang Anaknya telah tiba di tanah Banjar yang
disebut dengan Hujung Tanah. Hujung Tanah merupakan tanah yang subur untuk pertanian dan
memiliki prospek yang Bagus untuk mendirikan sebuah kerajaan.MpuDjatmika pun mendirikan
Kerajaan Negara Dipa dengan ibukotanya Di Kuripan (sekitar Candi Agung, Amuntai) dan
Mengingat Mpu Djatmika hanya berkasta Waisya (pedagang), bukan Ksatria, yang mana
dalam konsepsi Hindu ia tidak berhakmenjadi seorang raja, maka ia hanya menjadi raja
sementara saja. Jika ia menjadi raja secara permanen, maka ia akan mendapat kutukan dari
Dewata. Mpu Djatmika memerintahkan kepada kedua anaknya untuk bertapa di gunung, lautan,
hingga sungai untuk menemukan seorang putri yang kelak akan dikawinkan dengan pangeran
dari Kerajaan Majapahit. Akhirnya, anaknya yang bernama Lambung Mangkurat menemukan
seorang putri cantik jelita yang diberi nama Putri Junjung Buih, karena putri tersebut keluar dari
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
A. Kerajaan Kuripan
Kerajaan Kuripan, atau disebut pula Kahuripan, adalah kerajaan kuno yang beribu kota di
kecamatan Danau Panggang, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Kerajaan Kuripan
Sungai Utara dan Kabupaten Tabalong saat ini. Kabupaten Tabalong terletak di sebelah hulu dari
Kabupaten Hulu Sungai Utara, karena di kawasan Kabupaten Hulu Sungai Utara sungai
Bahan/sungai Negara bercabang ke arah hulunya menjadi dua yaitu daerah aliran sungai
kawasan yang ada di sebelah hulunya. Karena itu penamaan sungai Tabalong berdasarkan nama
daerah yang ada di sebelah hulu dari sungai tersebut, yang pada zaman Hindia Belanda disebut
Distrik Tabalong. Sungai Tabalong adalah anak sungai Bahan, sedangkan sungai Bahan adalah
Diduga nama Kerajaan Kuripan sebutan lain dari Kerajaan Tabalong yang disebutkan
dalam Kakawin Nagarakretagama yang ditulis pujangga Majapahit yakni Mpu Prapanca pada
tahun 1365. Sebutan Kerajaan Tabalong berdasarkan nama kawasan di mana kerajaan tersebut
berada. Sedangkan nama Kuripan mungkin nama ibu kotanya saat itu. Nama Kuripan diduga
adalah nama lama Amuntai (kota) di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang terletak di sekitar
sebelum Kerajaan Negara Dipa. Karena raja Kerajaan Kahuripan menyayangi Empu Jatmika
sebagai anaknya sendiri maka setelah dia tua dan mangkat kemudian seluruh wilayah
kerajaannya (Kahuripan) dinamakan sebagai Kerajaan Negara Dipa, yaitu nama daerah yang
didiami oleh Empu Jatmika. (FudiatSuryadikara, Geografi Dialek Bahasa Banjar Hulu,
Depdikbud, 1984).
Kerajaan Kuripan ini diduga adalah kerajaan yang sama dengan Kerajaan Tanjungpuri
atau Kerajaan Nan Sarunai atau mungkin pula Nan Sarunai adalah bawahan dari Kuripan.
Selanjutnya kekuasaan kerajaan orang pribumi kemudian digantikan penguasa baru daerah ini
Pemerintahan suku Maanyan di kerajaan Nan Sarunai mendapat serangan dari Jawa
(Majapahit) sebanyak dua kali yang disebut orang Maanyan dengan istilah Nansarunai Usak
Jawa, sehingga suku Maanyan menyingkir ke pedalaman pada daerah yang dihuni suku
Lawangan kecuali sebagian yang kemudian bergabung ke dalam pemerintahan orang Majapahit.
Diduga serangan yang kedua adalah serangan dari Pangeran Surya Nata I yang telah
mengokohkan kedudukannya sebagai Raja Negara Dipa setelah menikah dengan Putri Junjung
Buih.
Menurut orang Maanyan, kerajaan Nan Sarunai ini telah ada pengaruh Hindu, yaitu
adanya pembakaran tulang-tulang dalam upacara kematian suku Maanyan, yang merupakan
Kaharingan yang asli. Periode Kerajaan Kuripan/Nan Sarunai ini sezaman dengan Kerajaan
Kutai Martadipura, sedangkan Periode Negara Dipa sezaman dengan Kerajaan Kutai
Kartanegara yaitu pada masa kerajaan Majapahit. Negara Dipa merupakan kerajaan yang multi-
Kerajaan Negara Dipa adalah kerajaan yang berada di pedalaman Kalimantan Selatan.
Pusat kerajaan Negara Dipa terletak dekat Amuntai sekitar Tabasan sekarang. Ketika Ampu
Jatmaka mendirikan candi Agung dan Nagara Dipa di Amuntai, daerah tersebut adalah milik raja
Kuripan. Kalau nama Kuripan ini dipertentangkan dengan Negara-Daha kemudian, jelas keraton
di atas Amuntai ini adalah Tanjungpuri. Pada saat Tanjungpuri masih Jaya, rupanya daerah
Negara Dipa ini adalah bandar utamanya. Setelah Negara Dipa menjadi keraton dan pusat
Setelah Daha diubah menjadi keraton dan pusat pemerintahan baru, bandar dipindahkan
ke Muara Bahan (Marabahan). Lambung Mangkurat menggantikan Ampu Jatmaka sebagai raja
ke-2 Negara Dipa. Sejak masa pemerintahan Lambung Mangkurat, ia berhasil memperluas
wilayah Negara Dipa yang terbentang dari Tanjung Silat sampai Tanjung Puting.
Kerajaan Negara Dipa memiliki daerah-daerah bawahan yang disebut wilayah Sakai,
yang masing-masing dipimpin oleh seorang Mantri Sakai. Sebuah pemerintahan Sakai kira-kira
sama dengan pemerintahan lalawangan (distrik) pada masa Kesultanan Banjar. Keberadaan
wilayah Sakai (desa adat) yang sudah ditaklukan oleh Lambung Mangkurat meliputi wilayah dari
Tanjung Puting sampai Tanjung Silat, diceritakan dalam Hikayat Banjar, (Rass:314) sebagai
berikut:
Maka orang piadak ampat puluh hari ampat puluh malam, makan dan minum. Sagala
Sakai sama datang: orang batang Tabalong, orang batang Barito, orang Batang Alai, orang
batang Hamandit, orang batang Balangan dan batang Pitap, orang batang Biaju Kecil, orang
batang Biaju Besar dan orang Sabangau, orang Mandawaisarta orang Katingan, orang Sampit
sarta orang takluknya, orang Pambuangsarta orang takluknya, sakaliannya itu datang dangan
Pada mulanya negara Dipa merupakan bawahan kerajaan Kuripan yang merupakan
kerajaan pribumi. Menurut Hikayat Banjar, Negara Dipa merupakan sebuah negeri yang
didirikan Ampu Jatmika yang berasal dari Keling (Coromandel) yang berjarak dua bulan
perjalanan laut menuju pulau Hujung Tanah (Kalimantan). Menurut Veerbek (1889:10) Keling,
Menurut Paul Michel Munos dalam Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan
Senanjung Malaysia, hal 401 dan 435, Empu Jamatka (atau Empu Jatmika) mendirikan pada
tahun 1387, dia berasal dari Majapahit. Diduga Ampu Jatmika menjabat sebagai Sakai di Negara
Dipa (situs Candi Laras)(Margasari). Ampu Jatmika bukanlah keturunan bangsawan dan juga
bukan keturunan raja-raja Kuripan, tetapi kemudian dia berhasil menggantikan kedudukan raja
Kuripan sebagai penguasa Kerajaan Kuripan yang wilayahnya lebih luas tersebut, kemudian
Setelah perpindahan ibu kota kerajaan Negara Dipa dari Candi Laras (Margasari) ke
Candi Agung (Amuntai), penggantinya Lambung Mangkurat (Lembu Mangkurat) setelah bertapa
di sungai (Tabalong) berhasil memperoleh Puteri Junjung Buih yang kemudian dijadikan Raja
Putri di Negara Dipa. Raja Putri ini sengaja dipersiapkan sebagai jodoh bagi seorang Pangeran
yang sengaja dijemput dari Majapahit yaitu Raden Putra yang kelak bergelar Pangeran Suryanata
I. Keturunan Lambung Mangkurat dan keturunan mereka berdua inilah yang kelak sebagai raja-
Menurut Tutur Candi, Kerajaan Kahuripan adalah kerajaan yang lebih dulu berdiri
sebelum Kerajaan Negara Dipa. Karena raja Kerajaan Kahuripan menyayangi Empu Jatmika
sebagai anaknya sendiri maka setelah dia tua dan mangkat kemudian seluruh wilayah
kerajaannya (Kahuripan) dinamakan sebagai Kerajaan Negara Dipa, yaitu nama daerah yang
Menurut Tutur Candi, Kerajaan Negara Dipa semula beribu kota di negeri Candi Laras
(Distrik Margasari) dekat hilir sungai Bahan tepatnya pada suatu anak sungai Bahan, kemudian
ibu kotanya pindah ke hulu sungai Bahan yaitu negeri Candi Agung (Amuntai), kemudian Ampu
Jatmika menggantikan kedudukan Raja Kuripan (negeri yang lebih tua) yang mangkat tanpa
memiliki keturunan, sehingga nama Kerajaan Kuripan berubah menjadi Kerajaan Negara Dipa.
Ibu kota waktu itu berada di Candi Agung yang terletak di sekitar hulu sungai Bahan (= sungai
Negara) yang bercabang menjadi sungai Tabalong dan sungai Balangan dan sekitar sungai
Negara Dipa), putranya, Limbong Mengkoerat, berhasil membawa keajaiban yang muncul dari
aliran, Poetri DjoendjoengBoeih, seorang putri keluarganya, menikahi seorang Pangeran Jawa
dari Madjapahit, yang memerintah dengan nama Maharaja Soeria Nata dan dianggap sebagai
pendiri kekaisaran dan leluhur para pangeran Bandjermasin. Peristiwa itu dan seringnya sentuhan
yang ada di antara kedua wilayah itu mungkin merupakan alasan bahwa fondasi Bandjermasin
Agaknya Maharaja Soeria Nata tidak lain adalah Tjakra Nagara, putra pangeran
Madjapahit, yang, menurut Kronik Jawa Raffles, dikirim ke Bandjermasin dengan banyak kapal
dan pasukan sebagai penguasa sekitar tahun 1437, yang, kerajaan sebelumnya telah ditundukkan
oleh jenderal Ratu Pengging (Andayaningrat – kakek Hadiwijaya dari Pajang). Nama Putra
Kerajaan Negara Daha adalah salah satu kerajaan Hindu yang pernah berdiri di
Kalimantan Selatan. Ibukota Kerajaan Negara Daha berada di Nagara, Kecamatan Daha Selatan,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Kekuasaan di Wilayah Kerajaan Negara Daha kemudian
diambil alih oleh Kerajaan Banjar pada tanggal 24 September 1526. Pada masa pemerintahan
Kerajaan Negara Daha, semua keturunan rajanya bergelar Pangeran. Setelah wilayah kerajaan ini
menjadi kekuasaan dari Kerajaan Banjar, keturunan dari para penguasa Kerajaan Negara Daha
berkelompok berdasarkan wilayah aliran sungai. Setelah itu, terbentuk sebuah kesatuan politik
Negara Dipa. Kerajaan ini kemudian digantikan oleh Kerajaan Negara Daha.
Kalimantan Selatan terletak di muharahulak, Nagara. Kerajaaan Negara Daha juga memiliki
bandar perdagangan di Muara Bahan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Penduduk asli Kerajaan
Negara Daha berasal dari Suku Banjar Masih. Mereka menghuni wilayah hilir Sungai Barito dan
Batang Banyu dan berbahasa Banjar. Selain itu, terdapat pendudukan dari Suku Banjar Kuala,
Pendiri sekaligus raja pertama dari Kerajaan Negara Daha adalah Sekarsungsang. Ia
diberi gelar Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan. Pusat pemerintahannya di Muara Hulak dan
pelabuhannya di Muara Bahan. Wilayah kekuasaan Negara Daha adalah Sewa Agung, Bunyut,
Karasikan, Balitung, Lawai, dan Kotawaringin. Raja terakhir Kerajaan Negara Daha adalah
Raden Sukarama.
. Setelahnya Kerajaan Negara Daha oleh Raden Samudera. Anak Raden Sukarama yang
bernama Pangeran Tumenggung menentang keputusan ayahnya dan mengangkat dirinya sendiri
sebagai raja Kerajaan Negara Daha. Raden Samudera sebagai pewaris tahta akhirnya melarikan
diri dan mendirikan kerajaan di wilayah Banjarmasin. Setelah itu ia meminta bantuan Kerajaan
Demak untuk mengambil kembali kekuasaannya. Raden Samudera dapat mengambil kembali
kekuasaannya sebagai raja di Kerajaan Daha dan mendirikan Kerajaan Banjar yang bercorak
Islam.
kerajaan dan berkembangnya agama Islam mulai di wilayahnya. Kerajaan Negara Daha akhirnya
runtuh pada tahun 1526 dan menjadi bagian dari Kerajaan Banjar. Bekas wilayah Kerajaan
Negara Daha diberikan kepada Pangeran Tumenggung yang berpusat di wilayah di Batang Alai.
Setelah kerajaan Negara Daha runtuh, gelar kebangsawan dari keturunan raja diubah dari
bahan gerabah dan logam. Pusat kegiatan masyarakat berada di wilayah Tumbukan Banyu.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kerajaan kuripan berdiri belum diketahui tapi untuk akhir kerajaan kuripan sampai 1387
digantikan Kerajaan Negara Dipa, Ibukota Kuripan, Bahasa Banjar archais, agama Syiwa-
Kerajaan Negara Dipa berdiri sejak 1387 sampai 1495 didahului oleh Kerajaan Kuripan
dan digantikan oleh Kerajaan Negara Daha, untuk ibukota ada 2 yang pertama Negeri Candi
Laras dan kedua Negeri Candi Agung untuk Bandar perdagangan di Bandar Muara Rampiau.
Untuk bahasa Banjar Kuno, Agama Syiwa-Buddha Kaharingan. Raja pertama Ampu Djatmaka
sejak dari 1387 dan Raja yang terakhir Putri Kalungsu sampai 1495.
Kerajaan Negara Daha berdiri sejak 1437-1526 untuk ibukota Nagara, HSS, bahasa yang
Pemerintahan monarki, untuk Maharaja Sari Kaburangan dan terakhir Pangeran Tumenggung.
Mohamad Idwar Saleh; Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah,
1986.
Yusuf, Yumsari (1987). Unsur sejarah dalam naskah Melayu koleksi Museum Nasional.