Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KERAJAAN- KERAJAAN di KALIMANTAN SELATAN


SEBELUM ISLAM
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ahmad Hafiz Anshary, MA

Disusun Oleh :
ANITA INDRIATI (200105030047)
DWI OKTA KURNIAWAN (200105030063)
HERMANSYAH (200105030120)

UNIVERSITAS NEGERI ANTASARI BANJARMASIN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN ASURANSI SYARIAH
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kerajaan merupakan kekuasaan tertinggi berada dibawah pimpinan seorang Sultan atau

Raja pada suatu wilayah. Dalam menjalankan pemerintahannya, sultan dibantu oleh seperangkat

pejabat pemerintahan yang tersusun secara hirarkis dan menduduki bagian birokrasi tertentu

pada pemerintahan kesultanan. Umumnya jabatan ini diduduki oleh orang – orang yang memiliki

hubungan darah dengan sultan ataupun kerabat kesultanan.

Mengacu kepada beberapa buku tentang sejarah kerajaan di tanah Banjar, Diterangkan

bahwa sekitar 1400 Masehi seorang saudagar Hindu bernama Mpu Djatmika yang berasal dari

Keling (sekitar Kediri) bersama istri dan dua orang Anaknya telah tiba di tanah Banjar yang

disebut dengan Hujung Tanah. Hujung Tanah merupakan tanah yang subur untuk pertanian dan

memiliki prospek yang Bagus untuk mendirikan sebuah kerajaan.MpuDjatmika pun mendirikan

Kerajaan Negara Dipa dengan ibukotanya Di Kuripan (sekitar Candi Agung, Amuntai) dan

mengangkat dirinya sebagai raja Dengan gelar Maharaja.

Mengingat Mpu Djatmika hanya berkasta Waisya (pedagang), bukan Ksatria, yang mana

dalam konsepsi Hindu ia tidak berhakmenjadi seorang raja, maka ia hanya menjadi raja

sementara saja. Jika ia menjadi raja secara permanen, maka ia akan mendapat kutukan dari

Dewata. Mpu Djatmika memerintahkan kepada kedua anaknya untuk bertapa di gunung, lautan,

hingga sungai untuk menemukan seorang putri yang kelak akan dikawinkan dengan pangeran

dari Kerajaan Majapahit. Akhirnya, anaknya yang bernama Lambung Mangkurat menemukan

seorang putri cantik jelita yang diberi nama Putri Junjung Buih, karena putri tersebut keluar dari

pusaran air di sungai.


B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana awal mula sampai berakhirnya kerajaan Kuripan?


2. Bagaimana awal mula sampai berakhirnya kerajaan Negara Dipa?
3. Bagaimana awal mula sampai berakhirnya kerajaan Negara Daha?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana awal mula sampai berakhirnya kerajaan Kuripan


2. Untuk mengetahui bagaimana awal mula sampai berakhirnya kerajaan Negara Dipa
3. Untuk mengetahui bagaimana awal mula sampai berakhirnya kerajaan Negara Daha
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kerajaan Kuripan

Kerajaan Kuripan, atau disebut pula Kahuripan, adalah kerajaan kuno yang beribu kota di

kecamatan Danau Panggang, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Kerajaan Kuripan

berlokasi di sebelah hilir dari negeri Candi Agung (Amuntai Tengah).

Diduga pusat pemerintahan kerajaan ini berpindah-pindah di sekitar Kabupaten Hulu

Sungai Utara dan Kabupaten Tabalong saat ini. Kabupaten Tabalong terletak di sebelah hulu dari

Kabupaten Hulu Sungai Utara, karena di kawasan Kabupaten Hulu Sungai Utara sungai

Bahan/sungai Negara bercabang ke arah hulunya menjadi dua yaitu daerah aliran sungai

Tabalong dan daerah aliran sungai Balangan.

Menurut kebiasaan di Kalimantan, penamaan sebuah sungai biasanya berdasarkan nama

kawasan yang ada di sebelah hulunya. Karena itu penamaan sungai Tabalong berdasarkan nama

daerah yang ada di sebelah hulu dari sungai tersebut, yang pada zaman Hindia Belanda disebut

Distrik Tabalong. Sungai Tabalong adalah anak sungai Bahan, sedangkan sungai Bahan adalah

anak sungai Barito yang bermuara ke laut Jawa.

Diduga nama Kerajaan Kuripan sebutan lain dari Kerajaan Tabalong yang disebutkan

dalam Kakawin Nagarakretagama yang ditulis pujangga Majapahit yakni Mpu Prapanca pada

tahun 1365. Sebutan Kerajaan Tabalong berdasarkan nama kawasan di mana kerajaan tersebut

berada. Sedangkan nama Kuripan mungkin nama ibu kotanya saat itu. Nama Kuripan diduga

adalah nama lama Amuntai (kota) di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang terletak di sekitar

muara sungai Tabalong.


Menurut Tutur Candi, Kerajaan Kahuripan adalah kerajaan yang lebih dulu berdiri

sebelum Kerajaan Negara Dipa. Karena raja Kerajaan Kahuripan menyayangi Empu Jatmika

sebagai anaknya sendiri maka setelah dia tua dan mangkat kemudian seluruh wilayah

kerajaannya (Kahuripan) dinamakan sebagai Kerajaan Negara Dipa, yaitu nama daerah yang

didiami oleh Empu Jatmika. (FudiatSuryadikara, Geografi Dialek Bahasa Banjar Hulu,

Depdikbud, 1984).

Kerajaan Kuripan ini diduga adalah kerajaan yang sama dengan Kerajaan Tanjungpuri

atau Kerajaan Nan Sarunai atau mungkin pula Nan Sarunai adalah bawahan dari Kuripan.

Selanjutnya kekuasaan kerajaan orang pribumi kemudian digantikan penguasa baru daerah ini

yaitu Dinasti Negara Dipa yang berdarah Majapahit.

Pemerintahan suku Maanyan di kerajaan Nan Sarunai mendapat serangan dari Jawa

(Majapahit) sebanyak dua kali yang disebut orang Maanyan dengan istilah Nansarunai Usak

Jawa, sehingga suku Maanyan menyingkir ke pedalaman pada daerah yang dihuni suku

Lawangan kecuali sebagian yang kemudian bergabung ke dalam pemerintahan orang Majapahit.

Diduga serangan yang kedua adalah serangan dari Pangeran Surya Nata I yang telah

mengokohkan kedudukannya sebagai Raja Negara Dipa setelah menikah dengan Putri Junjung

Buih.

Menurut orang Maanyan, kerajaan Nan Sarunai ini telah ada pengaruh Hindu, yaitu

adanya pembakaran tulang-tulang dalam upacara kematian suku Maanyan, yang merupakan

aliran Hindu-Kaharingan, sebelumnya tidak dikenal pembakaran tulang-tulang dalam agama

Kaharingan yang asli. Periode Kerajaan Kuripan/Nan Sarunai ini sezaman dengan Kerajaan

Kutai Martadipura, sedangkan Periode Negara Dipa sezaman dengan Kerajaan Kutai
Kartanegara yaitu pada masa kerajaan Majapahit. Negara Dipa merupakan kerajaan yang multi-

etnik yang pertama di Kalimantan Selatan.

B. Kerajaan Negara Dipa

Kerajaan Negara Dipa adalah kerajaan yang berada di pedalaman Kalimantan Selatan.

Pusat kerajaan Negara Dipa terletak dekat Amuntai sekitar Tabasan sekarang. Ketika Ampu

Jatmaka mendirikan candi Agung dan Nagara Dipa di Amuntai, daerah tersebut adalah milik raja

Kuripan. Kalau nama Kuripan ini dipertentangkan dengan Negara-Daha kemudian, jelas keraton

di atas Amuntai ini adalah Tanjungpuri. Pada saat Tanjungpuri masih Jaya, rupanya daerah

Negara Dipa ini adalah bandar utamanya. Setelah Negara Dipa menjadi keraton dan pusat

pemerintahan baru, bandar dipindahkan ke Daha.

Setelah Daha diubah menjadi keraton dan pusat pemerintahan baru, bandar dipindahkan

ke Muara Bahan (Marabahan). Lambung Mangkurat menggantikan Ampu Jatmaka sebagai raja

ke-2 Negara Dipa. Sejak masa pemerintahan Lambung Mangkurat, ia berhasil memperluas

wilayah Negara Dipa yang terbentang dari Tanjung Silat sampai Tanjung Puting.

Kerajaan Negara Dipa memiliki daerah-daerah bawahan yang disebut wilayah Sakai,

yang masing-masing dipimpin oleh seorang Mantri Sakai. Sebuah pemerintahan Sakai kira-kira

sama dengan pemerintahan lalawangan (distrik) pada masa Kesultanan Banjar. Keberadaan

wilayah Sakai (desa adat) yang sudah ditaklukan oleh Lambung Mangkurat meliputi wilayah dari

Tanjung Puting sampai Tanjung Silat, diceritakan dalam Hikayat Banjar, (Rass:314) sebagai

berikut:
Maka orang piadak ampat puluh hari ampat puluh malam, makan dan minum. Sagala

Sakai sama datang: orang batang Tabalong, orang batang Barito, orang Batang Alai, orang

batang Hamandit, orang batang Balangan dan batang Pitap, orang batang Biaju Kecil, orang

batang Biaju Besar dan orang Sabangau, orang Mandawaisarta orang Katingan, orang Sampit

sarta orang takluknya, orang Pambuangsarta orang takluknya, sakaliannya itu datang dangan

parsambahannya. Sukaramailah piadak itu, ada barwayang di Dalam, di Pagongan orang

barwayang wong, di Paseban orang manopeng, di Sitilohor orang marakit.

Pada mulanya negara Dipa merupakan bawahan kerajaan Kuripan yang merupakan

kerajaan pribumi. Menurut Hikayat Banjar, Negara Dipa merupakan sebuah negeri yang

didirikan Ampu Jatmika yang berasal dari Keling (Coromandel) yang berjarak dua bulan

perjalanan laut menuju pulau Hujung Tanah (Kalimantan). Menurut Veerbek (1889:10) Keling,

provinsi Majapahit di barat daya Kediri.

Menurut Paul Michel Munos dalam Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan

Senanjung Malaysia, hal 401 dan 435, Empu Jamatka (atau Empu Jatmika) mendirikan pada

tahun 1387, dia berasal dari Majapahit. Diduga Ampu Jatmika menjabat sebagai Sakai di Negara

Dipa (situs Candi Laras)(Margasari). Ampu Jatmika bukanlah keturunan bangsawan dan juga

bukan keturunan raja-raja Kuripan, tetapi kemudian dia berhasil menggantikan kedudukan raja

Kuripan sebagai penguasa Kerajaan Kuripan yang wilayahnya lebih luas tersebut, kemudian

Ampu Jatmaka menyebut dirinya sebagai Mahraja di Candi.

Setelah perpindahan ibu kota kerajaan Negara Dipa dari Candi Laras (Margasari) ke

Candi Agung (Amuntai), penggantinya Lambung Mangkurat (Lembu Mangkurat) setelah bertapa

di sungai (Tabalong) berhasil memperoleh Puteri Junjung Buih yang kemudian dijadikan Raja
Putri di Negara Dipa. Raja Putri ini sengaja dipersiapkan sebagai jodoh bagi seorang Pangeran

yang sengaja dijemput dari Majapahit yaitu Raden Putra yang kelak bergelar Pangeran Suryanata

I. Keturunan Lambung Mangkurat dan keturunan mereka berdua inilah yang kelak sebagai raja-

raja di Negara Dipa.

Menurut Tutur Candi, Kerajaan Kahuripan adalah kerajaan yang lebih dulu berdiri

sebelum Kerajaan Negara Dipa. Karena raja Kerajaan Kahuripan menyayangi Empu Jatmika

sebagai anaknya sendiri maka setelah dia tua dan mangkat kemudian seluruh wilayah

kerajaannya (Kahuripan) dinamakan sebagai Kerajaan Negara Dipa, yaitu nama daerah yang

didiami oleh Empu Jatmika.

Menurut Tutur Candi, Kerajaan Negara Dipa semula beribu kota di negeri Candi Laras

(Distrik Margasari) dekat hilir sungai Bahan tepatnya pada suatu anak sungai Bahan, kemudian

ibu kotanya pindah ke hulu sungai Bahan yaitu negeri Candi Agung (Amuntai), kemudian Ampu

Jatmika menggantikan kedudukan Raja Kuripan (negeri yang lebih tua) yang mangkat tanpa

memiliki keturunan, sehingga nama Kerajaan Kuripan berubah menjadi Kerajaan Negara Dipa.

Ibu kota waktu itu berada di Candi Agung yang terletak di sekitar hulu sungai Bahan (= sungai

Negara) yang bercabang menjadi sungai Tabalong dan sungai Balangan dan sekitar sungai

Pamintangan (sungai kecil anak sungai Negara).

Tradisi lebih lanjut menyatakan bahwa setelah kematian AmpoeDjatmaka (pendiri

Negara Dipa), putranya, Limbong Mengkoerat, berhasil membawa keajaiban yang muncul dari

aliran, Poetri DjoendjoengBoeih, seorang putri keluarganya, menikahi seorang Pangeran Jawa

dari Madjapahit, yang memerintah dengan nama Maharaja Soeria Nata dan dianggap sebagai

pendiri kekaisaran dan leluhur para pangeran Bandjermasin. Peristiwa itu dan seringnya sentuhan
yang ada di antara kedua wilayah itu mungkin merupakan alasan bahwa fondasi Bandjermasin

dikaitkan dengan sebuah koloni Jawa.

Agaknya Maharaja Soeria Nata tidak lain adalah Tjakra Nagara, putra pangeran

Madjapahit, yang, menurut Kronik Jawa Raffles, dikirim ke Bandjermasin dengan banyak kapal

dan pasukan sebagai penguasa sekitar tahun 1437, yang, kerajaan sebelumnya telah ditundukkan

oleh jenderal Ratu Pengging (Andayaningrat – kakek Hadiwijaya dari Pajang). Nama Putra

Brawijaya yang dijadikan raja di Banjar adalah Panji Suranata.

C. Kerajaan Negara Daha

Kerajaan Negara Daha adalah salah satu kerajaan Hindu yang pernah berdiri di

Kalimantan Selatan. Ibukota Kerajaan Negara Daha berada di Nagara, Kecamatan Daha Selatan,

Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Kekuasaan di Wilayah Kerajaan Negara Daha kemudian

diambil alih oleh Kerajaan Banjar pada tanggal 24 September 1526. Pada masa pemerintahan

Kerajaan Negara Daha, semua keturunan rajanya bergelar Pangeran. Setelah wilayah kerajaan ini

menjadi kekuasaan dari Kerajaan Banjar, keturunan dari para penguasa Kerajaan Negara Daha

memakai gelar Andin.

Sebelum terbentuknya kerajaan-kerajaan di Kalimantan Selatan, masyarakat masih

berkelompok berdasarkan wilayah aliran sungai. Setelah itu, terbentuk sebuah kesatuan politik

yang menggabungkan kelompok-kelompok tersebut menjadi sebuah kerajaan, yaitu Kerajaan

Negara Dipa. Kerajaan ini kemudian digantikan oleh Kerajaan Negara Daha.

Pada masa pemerintahan Kerajaan Negara Daha, pusat pemerintahan di daerah

Kalimantan Selatan terletak di muharahulak, Nagara. Kerajaaan Negara Daha juga memiliki
bandar perdagangan di Muara Bahan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Penduduk asli Kerajaan

Negara Daha berasal dari Suku Banjar Masih. Mereka menghuni wilayah hilir Sungai Barito dan

Batang Banyu dan berbahasa Banjar. Selain itu, terdapat pendudukan dari Suku Banjar Kuala,

Suku Banjar Pahuluan, dan Suku Dayak.

Pendiri sekaligus raja pertama dari Kerajaan Negara Daha adalah Sekarsungsang. Ia

diberi gelar Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan. Pusat pemerintahannya di Muara Hulak dan

pelabuhannya di Muara Bahan. Wilayah kekuasaan Negara Daha adalah Sewa Agung, Bunyut,

Karasikan, Balitung, Lawai, dan Kotawaringin. Raja terakhir Kerajaan Negara Daha adalah

Raden Sukarama.

. Setelahnya Kerajaan Negara Daha oleh Raden Samudera. Anak Raden Sukarama yang

bernama Pangeran Tumenggung menentang keputusan ayahnya dan mengangkat dirinya sendiri

sebagai raja Kerajaan Negara Daha. Raden Samudera sebagai pewaris tahta akhirnya melarikan

diri dan mendirikan kerajaan di wilayah Banjarmasin. Setelah itu ia meminta bantuan Kerajaan

Demak untuk mengambil kembali kekuasaannya. Raden Samudera dapat mengambil kembali

kekuasaannya sebagai raja di Kerajaan Daha dan mendirikan Kerajaan Banjar yang bercorak

Islam.

Runtuhnya Kerajaan Negara Daha disebabkan terjadinya perselisihan di antara pewaris

kerajaan dan berkembangnya agama Islam mulai di wilayahnya. Kerajaan Negara Daha akhirnya

runtuh pada tahun 1526 dan menjadi bagian dari Kerajaan Banjar. Bekas wilayah Kerajaan

Negara Daha diberikan kepada Pangeran Tumenggung yang berpusat di wilayah di Batang Alai.

Setelah kerajaan Negara Daha runtuh, gelar kebangsawan dari keturunan raja diubah dari

Pangeran menjadi Andin.


Kegiatan utama masyarakat Kerajaan Negara Daha adalah membuat kerajinan tangan dari

bahan gerabah dan logam. Pusat kegiatan masyarakat berada di wilayah Tumbukan Banyu.

Produk utama yang dibuat adalah genteng dan batu bata.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kerajaan kuripan berdiri belum diketahui tapi untuk akhir kerajaan kuripan sampai 1387

digantikan Kerajaan Negara Dipa, Ibukota Kuripan, Bahasa Banjar archais, agama Syiwa-

Buddha Kaharingan, pemerintahan monarki.

Kerajaan Negara Dipa berdiri sejak 1387 sampai 1495 didahului oleh Kerajaan Kuripan

dan digantikan oleh Kerajaan Negara Daha, untuk ibukota ada 2 yang pertama Negeri Candi

Laras dan kedua Negeri Candi Agung untuk Bandar perdagangan di Bandar Muara Rampiau.

Untuk bahasa Banjar Kuno, Agama Syiwa-Buddha Kaharingan. Raja pertama Ampu Djatmaka

sejak dari 1387 dan Raja yang terakhir Putri Kalungsu sampai 1495.

Kerajaan Negara Daha berdiri sejak 1437-1526 untuk ibukota Nagara, HSS, bahasa yang

digunakan Banjar kuno, untuk agama Syiwa-Buddha Kaharingan, Islam (minoritas).

Pemerintahan monarki, untuk Maharaja Sari Kaburangan dan terakhir Pangeran Tumenggung.

Didahului Kerajaan Negara Dipa dan digantikan oleh Kesultanan Banjar.


DAFTAR PUSTAKA

Fudiat Suryadikara, Geografi Dialek Bahasa Banjar Hulu, Depdikbud, 1984

Marko Mahin, Urang Banjar Etnisitas di Kalimantan Selatan

Mohamad Idwar Saleh; Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah,

1986.

Sahriansyah (2015). Sejarah Kesultanan dan Budaya Banjar. Banjarmasin: IAIN

Antasari Press. Hlm. 3.

Sahriansyah (2015). Sejarah Kesultanan dan Budaya Banjar. Banjarmasin: IAIN

Antasari Press. Hlm. 20.

Sunarningsih (2013). “Kerajaan Negara Daha di Tepian Sungai Negara, Kalimantan

Selatan” Naditirawidya. 7 (2): 88.

Sunarningsih (2013). “Kerajaan Negara Daha di Tepian Sungai Negara, Kalimantan

Selatan” Naditirawidya. 7 (2): 93.

Yusuf, Yumsari (1987). Unsur sejarah dalam naskah Melayu koleksi Museum Nasional.

Museum Nasional. Hlm. 24.

Anda mungkin juga menyukai