Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan masyarakat


beberbagai bidang ilmu dan teknologi pun meningkat dengan pesat. Hukum pajak
yang belum lama menjelma menjadi suatu cabang ilmu pengetahuan tersendiri
juga dilatar belakangi urgensi eksistensi pajak yang juga merupakan sumber daya
keuangan/ pemasukan kas negara. Diberbagai negara, hukum pajak ini menjadi
hal yang penting untuk dipelajari. Tidak hanya dipelajari oleh mahasiswa
melainkan setiap orang yang hidup dalam suatu negara harus berurusan dengan
pajak yang wajib diketahui oleh warga negara.

Undang-undang pajak, sebagai bagian dari hukum yang mengikat warga


negara merupakan elemen penting dalam menunjang pembangunan ekonomi. Saat
ini, pajak merupakan kontributor tersebesar dari APBN kita yang berarti
peranannya sangat besar bagi kelangsungan pembangunan bangsa ini. Untuk
meningkatkan penerimaan pajak, diperlukan perangkat hukum yang mengatur
“pemajakan” terhadap rakyat. Prinsip yang utama adalah adanya keadilan
pengenaan pajak. Keadilan akan tercapai jika adanya kepastian undang-undang
pajak.
Salah satu ciri khas hukum pajak sebagai hukum publik adalah sifatnya
yang sangat dinamis mengikuti perkembagnan lingkungannya, seperti politik,
ekonomi, praktik bisnis, dan lain sebagainya. Sebagai antisipasi atas
perkembangan-perkembangan tersebut telah banyak dikeluarkan peraturan
pelaksanaan undang-undang perpajakan mulai dari peraturan pemerintah sampai
dengan surat edaran direktur jenderal pajak.
Mengingat pentingnya eksistensi pajak dalam pembangun ekonomi negara
dan juga merupakan sumber pemasukan utama kas negara dari sebuah negara
terutama di negara Indonesia. Maka dari itu negara perlu melakukan berbagai

1
upaya dalam menangani berbagai permasalahan dalam pajak, terutama dalam
upaya pencegahan terjadi suatu tindak pidana dalam bidang perpajakan.
Tindak Pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana perpajakan adalah
informasi yang tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan
pemungutan pajak dengan menyampaikan surat pemberitahuan (SPT), tetapi yang
isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak
benar sehingga dapat menimbulkan kerugian negara dan kejahatan lain yang
diatur dalam undang-undang perpajakan.
Melihat betapa pentingnya hukum perpajakan dalam suatu negara, tim
penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut terhadap Tindak Pidana Perpajakan
yang ada di negara Indonesia. Agar dapat menambah wawasan tentang hukum
pajak dan pajak yang ditentukan pemerintah dapat terealisasi sesuai target yang
telah ditetapkan.

B. RUMUSAN MASALAH
1) Apa Yang Dimaksud Tindak Pidana Perpajakan Di Indonesia?
2) Bagaimana Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Perpajakan Di Indonesia?
3) Bagaimana Analisis Sosiologis Terhadap Tindak Pidana Perpajakan Di
Indonesia?
4) Bagaimana Analisis Ekonomi Terhadap Tindak Pidana Perpajakan Di
Indonesia?
5) Bagaimana Bentuk Upaya Preventif dan Upaya Represif dalam Menghadapi
Tindak Pidana Perpajakan Di Indonesia?
6) Bagaimana Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perpajakan Di
Indonesia?

2
BAB 2

PEMBAHASAN

1. TINDAK PIDANA PERPAJAKAN DI INDONESIA


a. Pengertian Hukum Pajak

Sebelum membicarakan mengenai apa yang dimaksud dengan tindak


pidana perpajakan di Indonesia, tentunya terlebih dahulu harus membahas
mengenai hukum pajak itu sendiri.

Menurut Rochmat Soemitro, menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat


kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor
pemerintah) berdasarkan Undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tiada
mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk
membiayai keperluan umum [CITATION Roc89 \l 1057 ].

Hukum pajak dalam arti luas adalah hukum yang berkaitan dengan pajak.
Hukum pajak dalam arti sempit adalah seperangkat kaidah hukum tertulis yang
memuat sanksi hukum. Hukum pajak sebagai bagian ilmu hukum tidak lepas dari
sanksi hukum sebagai substansi di dalamnya agar Pejabat Pajak maupun Wajib
Pajak menaati kaidah hukum.

Hukum pajak diatur dalam beberapa peraturan, antara lain :

1) Undang-Undang No.6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan
2) Undang-Undang No.7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan
3) Undang-Undang No.7 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang-
barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah
4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga Atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan.

3
Timbulnya kewajiban pajak (kapan seseorang dapat dikenakan pajak)
dapat dilihat pada undang-undang dari masing-masing pajak; akan tetapi secara
umum ialah jika dipenuhi 2 syarat yaitu :

a) Kewajiban pajak subjektif


Kewajiban pajak subjektifIalah kewajiban yang melihat pada orangnya.
Pada umumnya semua orang baik manusia maupun badan-badan seperti PT,
CV, Fa, dan yayasan yang berdomisili indonesia memenuhi kewajiban pajak
subjektif
b) Kewajiban pajak objektif

Kewajiban pajak objektif ialah kewajiban pajak yang melihat pad hal-hal
yang dapat dikenakan pajak (objektif). Seseorang manusia atau badan hukum
memenuhi kewajiban pajak objektif ini jika mendapat penghasilan,
mempunyai kekayaan atau memperoleh laba yang melebihi batas minimun
kena pajak yang disebut dalam undang-undang yang bersangkutan.

b. Tindak Pidana Perpajakan

Tindak Pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana perpajakan adalah


informasi yang tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan
pemungutan pajak dengan menyampaikan surat pemberitahuan (SPT), tetapi yang
isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak
benar sehingga dapat menimbulkan kerugian negara dan kejahatan lain yang
diatur dalam undang-undang perpajakan sebagaimana diatur dalam UU No. 28
Tahun 2007 Tentang KUP.

Untuk mengetahui telah terjadinya suatu tindak pidana perpajakan, perlu


dilakukan pemeriksaan pajak, yaitu untuk mencari, mengumpulkan, mengolah
data atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan pajak dilakukan oleh PNS di
lingkungan Dirjen Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak yang
diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan di

4
bidang perpajakan. Tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum,
keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak. Tujuan lainnya adalah dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dalam pemeriksaan tindak pidana perpajakan terdapat pemeriksaan bukti


permulaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya
dugaan telah terjadi tindak pidana perpajakan. Bukti Permulaan adalah keadaan,
perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat
memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu
tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Pemeriksaan bukti permulaan
dapat dilaksanakan berdasarkan hasil analisis data, informasi, laporan, pengaduan,
laporan kegiatan intelijen, pengembangan pemeriksaan bukti permulaan, atau
pengembangan penyidikan, yang dapat dilaksanakan baik untuk seluruh jenis
pajak maupun satu jenis pajak.

Pemeriksaan bukti permulaan dilakukan oleh Kanwil Ditjen


Pajak atau Direktorat Intelijen dan Penyidikan Dirjen Pajak. Berdasarkan hasil
pemeriksaan bukti permulaan dapat diketahui tindak lanjut yang harus dilakukan.

Tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan adalah yaitu diusulkan


dilakukannya penyidikan, atau tindakan lain berupa: penerbitan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKP), pembuatan laporan tindak pidana selain tindak pidana
perpajakan yang akan diteruskan kepada pihak yang berwenang, pembuatan
laporan sumir apabila wajib pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya,
pembuatan laporan sumir apabila tidak ditemukan adanya indikasi tindak pidana
perpajakan.

Dalam hal ini tim penulis melakukan analisa terhadap suatu perkara tindak
pidana perpajakan no perkara 204/Pid.Sus/2015/PN-Mbo yaitu dengan sengaja
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap sebagaimana tercantum melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf d

5
dan i Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi
Undang-Undang jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

2. ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PERPAJAKAN

Tindak pidana dalam bidang perpajakan merupakan salah satu bentuk


tindak pidana yang menjadi prioritas yang perlu penindakan secepatnya di negara
Indonesia. Eksistensi dari pajak yang merupakan sumber utama
pendapatan/pemasukan kas negara menjadi latar belakang para penyelenggara
negara memberi perhatian lebih dengan membuat hukum pajak sebagai bidang
ilmu tersendiri.

Dalam kajian yuridis terhadap suatu tindak pidana maka yang akan dikaji
tentu saja segala peraturan yang mengatur mengenai perpajakan. Dimana kita
akan berpatokan kepada peraturan yamg telah ditetapkan oleh pemerintah. Sebut
saja salah satunya ialah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum Dan Tata Cara Perpajakan dan beberapa Peraturan Pelaksana lainnya.

Didalam peraturan-peraturan yang membahas pajak terdapat beberapa


pasal yang mengatur perbuatan melawan hukum yang mana terhadap pelakunya
dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana yang telah diatur dalam undang-
undang. Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya tindak pidana di bidang
perpajakan atau tindak pidana perpajakan adalah informasi yang tidak benar
mengenai laporan yang terkait dengan pemungutan pajak dengan
menyampaikan surat pemberitahuan (SPT), tetapi yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian negara dan kejahatan lain yang diatur dalam undang-
undang perpajakan.

6
Dalam perkara No. 204/Pid.Sus/2015/PN-Mbo, dengan terdakwa Mulyadi
Adli Bin M. Adli Hasyim yang merupakan direktur utama dari PT. Geuruete
Meugah Perkasa bertempat di Jalan T. Umar Km. 135 No. 4 Sentaosa Krueng
Sabee Aceh Jaya Nanggroe Aceh Darussalam. Mulyadi terbukti melakukan
perbuatan melawan hukum yakni dengan sengaja menyampaikan Surat
Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap
melanggar ketentuan perundang-undang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 39
ayat (1) huruf d dan i Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat
atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang

Setelah dilakukan penelitian terhadap SPT Masa PPN Masa Pajak Januari
2011 s/d Desember 2014 oleh Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan
Penyidikan Kanwil DJP Aceh kemudian ditemukan Mulyadi (wajib pajak)
menyampaikan SPT yang isinya NIHIL. Padahal dalam masa pajak nya setelah
melakukan penyelidikan lanjut didapati bahwasanya PT. Geuruete Meugah
Perkasa memungut PPN dari beberapa kontrak kerjasama nya dengan PT. Agro
Sinergi Nusantara dan PT. Potensi Bumi Sakti seluruhnya sebesar Rp
1.076.257.029,00 namun PT. Geuruete Meugah Perkasa tidak melaporkan SPT
sebagaimana mestinya.

Perbuatan dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau


keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sebagaimana yang
dilakukan oleh Mulyadi berdasarkan pasal 39 ayat (1) dapat dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.

7
3. ANALISIS SOSIOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA
PERPAJAKAN

Penelitian mengenai praktik tindak pidana perpajakan dilakukan oleh


Sandmo. Sandmo mengungkapkan bahwa pandangan teman, keluarga, atau rekan
kerja dari wajib pajak cenderung mempengaruhi seorang wajib pajak untuk
menggelapkan atau tidak menggelapkan pajak. Secara umum Sandmo melaporkan
bahwa semakin banyak orang yang menggelapkan pajak, maka tindakan
pengelapan pajak semakin dinilai wajar. Meskipun Sandmo melakukan penelitan
tersebut di Eropa, namun faktor tersebut akan sangat relevan untuk diteliti di
Indonesia. Salah satu alasannya adalah rakyat Indonesia merupakan tipe penduduk
yang sangat sosial, dimana norma dan anggapan sosial sering kali menetukan
keputusan yang akan diambil oleh individu. Selain itu, tindakan penggelapan
pajak semakin dianggap hal yang biasa, khususnya di antara wajib pajak pribadi.
Mereka akan menganggap “normal” jika ada teman yang tidak membayar pajak
[ CITATION Mar14 \l 1057 ].

Parameter lain yang menarik untuk diteliti adalah kepercayaan masyarakat


terhadap pemerintah. Seperti yang dilaporkan Lewis, Webley & Furnham. Mereka
menemukan bahwa jika pemerintah menggunakan pajak yang dibayarkan untuk
memperkaya diri sendiri, maka akan muncul keenganan yang besar dari wajib
pajak untuk membayar pajak. Mereka beranggapan lebih baik pajak digelapkan
daripada dibuang percuma (dikorupsi oleh pemerintah). Di Indonesia sendiri
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah cenderung menurun akhir-akhir ini.
Sekjen TII, Dadang Trisasongko men yatakan bahwa 65% dari masyrakat
Indonesia menilai bahwa pemerintah belum serius dalam memberantas korupsi.
Angka ini menurut Dadang mengalami peningkatan dari survey sebelumnya
(Tempo, 11 Juli 2013). Oleh karena itu, menarik untuk diteliti apakah
kepercayaan masyarakat yang cenderung negatif akan mempengaruhi praktik
penggelapan pajak di Indonesia.

8
Dalam perkara No. 204/Pid.Sus/2015/PN-Mbo dengan terdakwa Mulyadi.
Dengan penjabaran mengenai pandangan masyarakat terhadap pembayaran pajak
bisa saja menjadi salah satu faktor yang melatar belakangi Mulyadi sebagai wajib
pajak tidak melaporkan SPT sesuai dengan semestinya. Namun hal demikian tidak
lah membuat perbuatan yang dilakukan oleh Mulyadi selaku direktur utama dari
PT. Geuruete Meugah Perkasa menjadi benar atau sebagai alasan pemaaf dari
perbuatan yang dilakukannya.

Dengan kata lain dalam pandangan sosiologis, masyarakat dan pemerintah


saat ini belum mampu saling bersinergi dalam melaksanakan amanat Perundang-
Undangan. Dimana seharusnya harus ada checks and balances antara masyarakat
dan pemerintah dalam mewujudkan Welfare State.

4. ANALISIS EKONOMI TERHADAP TINDAK PIDANA


PERPAJAKAN

Penggelapan pajak merupakan tindakan yang dapat mempengaruhi jumlah


penerimaan negara. Praktik penggelapan pajak di Indonesia diyakini menjadi
salah satu faktor yang membuat tidak tercapainya target pendapatan negara di
sektor pajak beberapa tahun terakhir ini. Tahun 2013 penerimaan negara dari
sektor pajak meleset 1.071 triliun rupiah atau hanya mencapai 93.41% dari target [
CITATION Mar14 \l 1057 ]

Praktik penggelapan pajak di Indonesia diyakini menjadi salah satu faktor


yang membuat tidak tercapainya target pendapatan negara di sektor pajak
beberapa tahun terakhir ini. Tahun 2013 penerimaan negara dari sektor pajak
meleset 1.071 triliun rupiah atau hanya mencapai 93.41% dari target
(www.liputan6.com). Andin Hadiyanto, Kepala Badan Kebijakan Fiskal
Kementerian Keuangan juga menambahkan bahwa Ditjen Pajak akan mengalami
kesulitan menutupi deviasi sekitar lima persen atau sebesar 1.110,2 triliun rupiah
dari target pajak tahun 2014 (Tempo 2014).

9
Pajak yang merupakan sumber utama pendapatan serta pemasukan kas
negara dalam membiayai berbagai sektor sebut saja sektor pendidikan, kesehatan,
bahkan pembangunan ekonomi. Mengingat semua itu membuat eksistensi pajak
semakin menjadi prioritas. Dari beberapa literatur menyebutkan, apabila ekonomi
suatu negara berkembang pesat maka dengan begitu negara tersebut akan semakin
maju. Hal ini menurut pandangan beberapa ahli kriminologi yang menyatakan
bahwasanya sumber atau yang menjadi faktor utama lahirnya sebuah kejahatan
adalah dikarenakan masyarakat yang kesulitan dalam memenuhi kehidupan
sehari-harinya hingga pada akhirnya memilih melakukan perbuatan yang menurut
undang-undang dilarang untuk bisa memenuhi kehidupannya.

Dengan kata lain dengan adanya tindak pidana dalam bidang perpajakan
akan menyebabkan terhambatnya pembangunan ekonomi sebuah negara.
Menyebabkan negara tidak bisa melaksanakan amanat konstitusi yakni
mensejahterakan seluruh rakyat, termasuk kedalamnya dalam membiayai
pendidikan dan kesehatan masyarakat. Dan karena keadaan tersebut negara
mencari sumber pemasukan lain seperti pinjaman dari luar negeri. Padahal kita tau
sendiri pinjaman dari luar negeri tentunya mempunyai syarat yang akan lebih
memberatkan negara dikemudian hari.

Jadi dapat dikatakan bahwa perkara No. 204/Pid.Sus/2015/PN-Mbo


dengan terdakwa Mulyadi mempunyai dampak buruk bagi pembangunan ekonomi
di negara Indonesia.

5. UPAYA PREVENTIF DAN UPAYA REPRESIF DALAM


MENGHADAPI TINDAK PIDANA PERPAJAKAN

Pengaturan di bidang perpajakan merupakan salah satu peraturan


pelaksanaan dari norma yang ada dalam Pasal 23A UUD 1945. Tujuannya
sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum UU No.28 Tahun 2007
bertujuan untuk lebih memberikan keadilan, meningkatkan pelayanan kepada
Wajib Pajak, meningkatkan kepastian dan penegakan hukum, serta mengantisipasi

10
kemajuan di bidang teknologi informasi dan perubahan ketentuan material di
bidang perpajakan. Selain itu, perubahan tersebut juga dimaksudkan untuk
meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan, meningkatkan keterbukaan
administrasi perpajakan, dan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
Berbicara mengenai upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam
menghadapi permasalahan tindak pidana dalam bidang perpajakan, tentunya kita
akan berbicara menganai hukum pidana. Hukum pidana merupakan sarana yang
penting dalam upaya penganggulangan kejahatan. Dimana penganggulangan
tersebut dilakukan dalam 2 cara yakni secara preventif dan represif.

Upaya Preventif adalah suatu tindakan pengendalian sosial yang


dilakukan untuk dapat mencegah atau juga mengurangi kemungkinan terjadinya
hal-hal yang tidak diinginkan di masa mendatang seperti halnya tindak pidana.
upaya preventif (pencegahan) ini dilakukan manusia, baik itu secara pribadi atau
juga berkelompok untuk dapat melindungi diri mereka dari hal buruk yang
mungkin dapat terjadi.

Dalam melaksanakan upaya preventif menghadapi tindak pidana dibidang


perpajakan, biasanya pemerintah atau instansi terkait akan menggunakan berbagai
upaya contohnya dengan mengadakan sosialisasi, penyuluhkan hukum, serta
memberi edukasi terkait seputar perpajakan kepada masyarakat. Bahkan
pemberian edukasi sejak dini dengan memperkenalkan apa itu pajak kepada anak-
anak yang masih duduk dibangku sekolahan. Upaya ini dilakukan dengan menitik
beratkan pada penanaman nilai moral.

Karena tujuannya itu mencegah serta mengurangi kemungkinan terjadinya


hal yang tak diinginkan, maka umumnya suatu tindakan preventif ini biayanya
lebih murah dari pada biaya penanggulangan atau juga mengurangi dampak dari
suatu peristiwa buruk yang sudah atau telah terjadi.

Pengertian represif merupakan suatu tindakan pengendalian sosial yang


dilakukan setelah terjadinya suatu pelanggaran atau juga peristiwa buruk. Dengan
kata lain, tindakan yang dilakukan setelah atau sesudah peristiwa terjadi.

11
Tindakan represif itu dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan melalui cara:

1. Persuasif
Tindakan Persuasif ini merupakan suatu bentuk pengendalian sosial yang
dilakukan dengan cara membujuk atau juga mengarahkan individu atau juga
masyarakat supaya mau mematuhi nilai-nilai serta juga norma yang berlaku.
Hal tersebut dilakukan dengan cara sosialisasi dan juga pengarahan.
2. koersif
Koersif merupakan suatu bentuk pengendalian sosial yang bersifat keras
serta tegas. Dengan kata lain, tindakan yang dilakukan dalam
mengendalikan sosial ini ialah dengan cara kekerasan serta juga
memberikan sanksi tegas

Berbeda dengan preventif yang merupakan upaya pencegahan sebelum


terjadinya sebuah perbuatan pidana atau perbuatan melawan hukum. Maka upaya
represif merupakan upaya yang dilakukan setelah terjadinya perbuatan melawan
hukum.

6. PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA


PERPAJAKAN

Dalam hukum pidana, penegakan hukum sebagaimana dikemukakan oleh


Kadir Husin adalah suatu sistem pengendalian kejahatan yang dilakukan oleh
lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.

Penegakan hukum dibidang perpajakan adalah tindakan yang dilakukan


oleh pejabat terkait untuk menjamin supaya wajib pajak dan calon wajib pajak
memenuhi ketentuan undang-undang perpajakan. Seperti dalam hal
menyampaikan SPT, pembukuan, dan informasi lain yang relevan, serta
membayar pajak pada waktunya. Sarana melakukan penegakan hukum dapat
meliputi sanksi atas kelalaian menyampaikan SPT, bunga yang dikenakan atas
keterlambatan pembayaran, dan dakwaan pidana dalam hal terjadi penyelundupan
pajak.

12
Tindak pidana pajak sudah jelas dilarang oleh undang-undang. Setiap
perbuatan yang dianggap sebagai tindak pidana perpajakan dirumuskan dalam
undang-undang. Perumusan tindak pidana perpajakan ini secara jelas terdapat
dalam undang-undang yang mengatur hukum pajak formal yaitu Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada
Pasal 38, 39, 39A, 41, 41A, 41B, 41C,43A, 44 dan 44B.

Ruang lingkup pemeriksaan pajak meliputi pemeriksaan lapangan terhadap


suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan atau tahun-tahun
sebelumnya yang dilakukan di tempat wajib pajak, dan pemeriksaan kantor
terhadap suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan atau tahun-tahun
sebelumnya yang dilakukan di kantor Ditjen Pajak.

Laporan terhutang hasil pemeriksaan disusun dalam suatu laporan


pemeriksaan pajak oleh pemeriksa pajak secara ringkas, dan jelas serta sesuai
dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan.

Dalam pemeriksaan tindak pidana perpajakan terdapat pemeriksaan bukti


permulaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya
dugaan telah terjadi tindak pidana perpajakan.

Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa


keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan
kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan
yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara. Pemeriksaan bukti permulaan dapat dilaksanakan berdasarkan
hasil analisis data, informasi, laporan, pengaduan, laporan kegiatan intelijen,
pengembangan pemeriksaan bukti permulaan, atau pengembangan penyidikan,
yang dapat dilaksanakan baik untuk seluruh jenis pajak maupun satu jenis pajak.

Pemeriksaan bukti permulaan dilakukan oleh Kanwil Ditjen


Pajak atau Direktorat Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak. Berdasarkan hasil
pemeriksaan bukti permulaan dapat diketahui tindak lanjut yang harus dilakukan.

13
Tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan adalah yaitu diusulkan
dilakukannya penyidikan, atau tindakan lain berupa: penerbitan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKP), pembuatan laporan tindak pidana selain tindak pidana
perpajakan yang akan diteruskan kepada pihak yang berwenang, pembuatan
laporan sumir apabila wajib pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya,
pembuatan laporan sumir apabila tidak ditemukan adanya indikasi tindak pidana
perpajakan.

Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian


tindakan yang dilakukan penyidik pajak untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang
terjadi serta menemukan tersangkanya.

Penyidikan pajak hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri


Sipil tertentu di lingkungan Ditjen Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai
penyidik pajak. Penyidikan pajak dilaksanakan berdasarkan surat perintah
penyidikan yang ditandatangani oleh Dirjen Pajak atau Kepala Kanwil Ditjen
Pajak. Tetapi jika diperlukan,polisi dapat mendampingi atau membantu penyidik
pajak, terutama dalam masalah pemberkasan.

Penyidik pajak harus memberitahukan kepada jaksa penuntut umum bila


memulai penyidikan dan wajib pula menyampaikan hasil/laporan penyidikannya
kepada jaksa penuntut umum. Selanjutnya jaksa penuntut umum yang akan
menentukan apakah masalahnya sudah matang untuk diajukan ke pengadilan.
Proses penyidikan mengandung dua klausul, yakni: Penyidikan yang berakhir
dengan diserahkannya hasil penyidikan ke pengadilan atau untuk kepentingan
penerimaan negara atas permintaan Menteri Keuangan, hasil penyidikan tidak
diproses di pengadilan/dihentikan, dengan catatan wajib pajak yang disidik telah
melunasi utang pajaknya dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda
sebesar empat kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak
seharusnya dikembalikan.

14
Dalam perkara No. 204/Pid.Sus/2015/PN-Mbo, dengan terdakwa Mulyadi
Adli Bin M. Adli Hasyim yang merupakan direktur utama dari PT. Geuruete
Meugah Perkasa bertempat di Jalan T. Umar Km. 135 No. 4 Sentaosa Krueng
Sabee Aceh Jaya Nanggroe Aceh Darussalam. Mulyadi terbukti melakukan
perbuatan melawan hukum yakni dengan sengaja menyampaikan Surat
Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap
melanggar ketentuan perundang-undang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 39
ayat (1) huruf d dan i Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat
atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang.

Awal mula dari proses penegakan hukum terhadap terdakwa Mulyadi


dimulai dari adanya laporan dari Krisnawiryawan Wisnu Hananto selaku Kepala
Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyidikan Kanwil DJP Aceh. Yang telah
melalukan pemeriksaan terhadap SPT dari PT. Geuruete Meugah Perkasa. Dengan
melaporkan bukti permulaan sebagaimana prosedur yang ditetapkan oleh
perundang-undangan.

Perbuatan dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau


keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sebagaimana yang
dilakukan oleh Mulyadi berdasarkan pasal 39 ayat (1) dapat dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.

Setelah berbagai proses penegakan hukum dilaksanakan mulai dari


penyidikan hingga tahap putusan akhirnya MULYADI ADLI Bin M. ADLI
HASYIM terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“Perpajakan”, dan menjatuhkan putusan terhadap terdakwa dengan pidana

15
penjara selama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dikurangi masa tahanan yang telah
dijalani oleh terdakwa dengan perintah tetap ditahan ditambah dengan denda Rp.
3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah) Subsidair 1 (satu) tahun kurungan, sesuai
dengan tuntutan pidana dari kami Jaksa Penuntut Umum No. Reg. PDS – 01/
MBO/12/2015 tanggal 19 Februari 2016 yang bersama ini copynya kami
lampirkan dan dibebankan biaya perkara sebesar Rp.2.000.- (dua ribu rupiah).

BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN

pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan


dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan Undang-undang
yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung
dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai keperluan umum
[CITATION Roc89 \l 1057 ].

Hukum pajak dalam arti luas adalah hukum yang berkaitan dengan
pajak. Hukum pajak dalam arti sempit adalah seperangkat kaidah hukum
tertulis yang memuat sanksi hukum. Hukum pajak sebagai bagian ilmu
hukum tidak lepas dari sanksi hukum sebagai substansi di dalamnya agar
Pejabat Pajak maupun Wajib Pajak menaati kaidah hukum.

Pajak sebagai sumber utama pendapatan kas negara membuat


eksistensinya menjadikan sebagai salah satu prioritas yang membutuhkan
perlindungan hukum. Hal ini tentunya dilakukan demi mencegah
perbuatan pidana dibidang perpajakan yang apabila dibiarkan akan
menyebabkan terhambatnya pembangunan ekonomi suatu negara juga
menyebakan turunnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

16
Jadi dapat dikatakan dalam menyelesaikan permasalahan
menghadapi tindak pidana perpajakan dibutuhkan kerjasama antara
pemerintah dan masyarakat.

B. SARAN

Penegakan hukum di Indonesia dalam menangani tindak pidana


perpajakan dinilai masih jauh dari kata baik, dimana sistem yang ada tak
dikuti oleh sarana dan prasarana yang mendukung. Dalam mengani satu
perkara saja dapat memakan biaya serta waktu yang lama. Tentunya di era
globalisasi yang membutuhkan efisien waktu hal ini tidak efektif. Oleh
karenanya tim penulis menyarankan agar pemerintah lebih mengupayakan
upaya preventif yang dirasa lebih memakan cost lebih sedikit. Serta
memperhatikan keselarasan sistem dengan kebijakan di lapangan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Maria Angelina Sutiono, Yenni Mangoting. “Pengaruh Pandangan Sosial, Usia,


dan Kepercayaan Kepada Pemerintah Terhadap Praktik Penggelapan Pajak di
Surabaya.” TAX & ACCOUNTING REVIEW, 2014.

Sumitro, Rocmat. Asas dan Dasar Perpajakan. Jakarta: Balai Pustaka, 1989.

http://www.wikiapbn.org/tindak-pidana-di-bidang-perpajakan/

https://www.pajak.go.id/id/undang-undang-nomor-28-tahun-2007

18

Anda mungkin juga menyukai