Anda di halaman 1dari 7

Nama: Riris Udaeni Ramdoanah

Kelas: Tk2A Keperawatan


NIM: 142019026
Mata Kuliah: Keperawatan Jiwa

RESUME KEPERAWATAN JIWA

1. A. Searah Keperawatan Jiwa di Indonesia


Diperkirakan bahwa 2-3% dari jumlah penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa
berat. Bila separuh dari mereak memerlukan perawatan di rumah sakit dan jika penduduk
Indonesia berjumlah 120 juta orang maka ini berarti bahwa 120 ribu orang dengan gangguan
jiwa berat memerlukan perawatan di rumah sakit. Padahal yang tersedia sekarang hanya kira-
kira 10.000 tempat tidur.
Di Indonesia sejak dulu sudah dikenal adanya gangguan jiea, misalnya dalam cerita
Mahabrata dan Ramayana dikenal adanya “Srikandi Edan”, Gatot Gaca Gandrung”.
Bagaimana para penderita gangguan jiwa diperalakukan pada zaman dahulu kala di Indonesia
tidak diketahui dengan jelas. Bila beberapa tindakan terhadap penderita gangguan jiwa
sekarang dianggap sebagai warisan dari nenek moyang kita, maka kita dapat membayangkan
sedikit bagaimanakah kiranya paling sedikit sebagian dari jumlah penderita gangguan jiwa itu
ditangani pada jaman dulu. Adapun tindakan yang dimaksud adalah dipasung, dirantai atau
diikat lalu ditempatkan tersendiri di rumah atau di hutan (bila sifat gangguan jiwanya berat
dan membahayakan). Bila tidak berbahaya, dibiarkan berkeliaran di desa, sambil mencari
makanan dan menjadi tontonan masyarakat malahan ada kalanya diperlakukan sebagai orang
sakti, Mbah Wali atau medium (perantara antara roh dan manusia).
a. Zaman Kolonial
Sebelum ada Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, para ganggguan jiwa ditampung di RS
sipil atau RS militer di Jakarta, Semarang dan Surabaya. Yang ditampung pada
umumnya penderita gangguan jiwa berat. Ternyata tempat RS yang disediakan tidak
cukup. Tahun 1862 pemerintah Hindia Belanda mengadakan sensus terhadap
penderita gangguan jiwa di Pulau Jawa dan Madura, hasilnya ada kira-kira 600 orang
penderita gangguan jiwa di Pulau Jawa dan Madura, 200 orang lagi di daerah-daerah
lain. Keadaan demikian untuk penguasa pada waktu itu sudah cukup alasan untuk

1
membangun RS Jiwa. Maka pada tanggal 1 Juli 1882, dibangun Rumah Sakit Jiwa
pertama di Bogor, kemudian berturut-turut RSJ Lawang pada 23 Juni 1902), RSJ
Magelang pada tahun 1923 dan RSJ Sabang pada tahun 1927. RSJ ini tergolong RS
besar dan menampung penderita gangguan jiwa menahun yang memerlukan
perawatan lama.
Pemerintah Hindia Belanda mengenal 4 macaam tempat perawatan penderita
psikistrik, yaitu:
1) RS Jiwa (Kranzinnigengestichten)
Di Bogor, Magelang, Lawang, dan Sabang, RSJ terus penuh, sehingga terjadi
penumpukan pasien sementara, tempat tahanan sementara kepolisian dan
penjara-penjara. Maka dibangunlah “annexinrichtingen” pada RS ysng sudah
ada seperti di Semplak (Bogor) tahun 1931 dan Pasuruan (dekat Lawang)
tahun 1932
2) RS Sementara (Doorgangshuizen)
Tempat penampungan sementara bagi pasien psikotik yang dipulangkan
setelah sembuh, yang perlu perawatan lebih lama dikirim ke RS Jiwa yang
didirikan di Jakarta, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang, Palemnbang, Bali
Banjarmasin,Manado dan Medan.
3) Rumah Perawatan (Veerplegtehuiizen)
Berfungsi sebagai RS Jiwa tetap dikepalai seorang perawat berijazah dan
dibawah pengawasan dokter umum.
4) Koloni
Tempat penampungan pasien psikiatrik yang sudah tenang, pasien dapt bekerja
dalam bidang pertanian serta tinggal dirumah penduduk, tuan rumah diberi
uang kos, dan masih berada dibawah pengawasan.
Rumah-rumah semacam ini dibangun jauh dari kota dan masyarakat umum.
Perawatan bersifat isoslasi dan penjagaan (custodial care). Teori dasar yang sekarang tidak
dianut lagi:
1) Pasien harus keluar dari rumah dan lingkungan yang menyebabkan ia sakit, oleh
sebab itu harus dirawat disuatu tempat yang tenang, sehingga terbiasa dengan
suasana rumah sakit.
2) Menghidari stigma (cap yang tidak baik)

2
 Dewasa ini pemerintah hanya memiliki satu jenis rumah sakit jiwa yaitu RSJ
pemerintah, untuk menyederhanakan dan memperkuat struktur organisasi
serta sekligus menghapus kecendrungan kepada diskriminasi pelayanan.
 Terdapat pula kecendrungan membangun rumah sakit yang tidak besar lagi,
tetapi berkapasitas 250-300 tempat tidur, karena lebih efektif dan efisien. RS
juga sebaiknya tidak terpencil tetapi berada ditengah-tengah masyarakat
agar kegiatan dan hubungan akan lebih terjamin.
 Cara pengobatan yang dahulu sering dipakai di RSJ adalah isolasi dan
penjagaan (custodiall care), sejak tahun 1910 telah dicoba untuk
meninggalkan penjagaan yang terlalu ketat terhadap pasien dengan
memberikan kebebasan yang lebih besar (no restrin). Kemudian pada tahun
1930 dicoba terapi kerja.
 Semua RSJ dan fasilitasnya dibiayai oleh pemerintah Hindia Belanda, yang
akhirnya membentuk Dienstvan het krankzinnigenwezen untuk mengurus
hal ini. Dari pihak swasta atas prakarsa Van Wullffen Palthe didirikan
koloni di Lenteng Agung yang mendapat subsidi dari pemerintah. Witte
Kruis Kolonie suatu usaha swasta untuk menampung pengemis didaerah
Jawa Tengah tetapi juga bersedia menerima orang bekas pasien gangguan
jiwa yang sudah tenang, dirawat cuma-Cuma.
b. Zaman Setelah Kemerdekaan
Membawa babak baru bagi perkembangan usaha kesahatan jiwa, Oktober 1947
Pemerintah RI membentuk Jawatan Urusan Penyakit Jiwa, karena masih terjadi revolusi fisik
maka belum dapat bekerja dengan baik. Pada tahun 1950 pemerintah RI menugaskan untuk
melaksanakan hal-hal yang dianggap penting bagi penyelenggaraan dan pembinaan kesehatan
jiwa di Indonesia. Jawatan ini bernaung di bawah Departemen Kesehatan; tahun 1985 diubah
menjadi Urusan Penyakit Jiwa; 1960 menjadi Bagian Kesehatan Jiwa; dan tahun 1966
menjadi Direktorat Kesehatan Jiwa yang sampai sekarang dipimpin oleh Direktur Kesehtan
Jiwa atau Kepala Direktorat Kesehatan Jiwa.
Direktorat Kesehatan Jiwa menyempurnakan struktur organisasinya menjadi Dinas,
yang diubah menjadi Subdirektorat Peningkatan (Promosi), Subdirektorat Pelayanan dan
Pemulihan, Subdirektorat Rehabilitasi dan Subdirektorat Pengembangan Program.
Dengan ditetapkannya UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966 oleh pemerintah, maka
lebih terbuka untuk menghimpun semua potensi guna secara bertahap melaksanakan

3
modernisasi semua sistem rumah sakit serta fasilitas kesehatan jiwa di Indonesia. Direktorat
kesehatan jiwa mengadakan kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah dan dengan
fakultas kedokteran, badan internasional, seminar nasional dan regional Asia serta rapat kerja
nasional serta daerah. Adanya pembinaan sistem pelaporan, tersusun PPDGJ I tahun 1973
dan diterbitkan tahun 1975 serta integrasi dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Pihak swasta pun lebih memikirkan masalah kesehatan jiwa, terutama di kota-kota
besar. Di jakarta, kemudian di Yogyakartadan Surabaya serta beberapa kota lainnya didirikan
sanatorium kesehatan jiwa. RSU pemerintah dan RS ABRI menyediakan tempat tidur untuk
pasien gangguan jiwa dan mendirikan bagian psikiatri, demikia pula RS swasta seperti RS St.
Carolus di Jakarta, RS Maria (Minahasa). Di Jakarta dan Surabaya telah didirikan Pusat
Kesehatan Jiwa Masyarakat.

B. Konsep Model Keperawatan Kesehatan Jiwa

Berdasarkan konseptual model keperawatan diatas, maka dapat dikelompokkan ke


dalam 6 model yaitu:

1. Psycoanalytical (Freud, Erickson)

Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapt terjadi pada seseorang apabila
ego(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting).
Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib,
peraturan, norma, agama(super ego/das uber ich), akan mendorong terjadinya penyimpangan
perilaku (deviation of Behavioral).

Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik intrapsikis
terutama pada masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa oral dimana anak tidak
mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar berkata- kata,
dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya pada fase oral dan
sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang membekas pada masa dewasa.

Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa
mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatic masa lalu. Misalnya klien dibuat dalam
keadaan ngantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya pengalaman alam bawah
sadarnya digali dengan pertanyaan-pertanyaan untuk menggali traumatic masa lalu. Hal ini
lebih dikenal dengan metode hypnotic yang memerlukan keahlian dan latihan yang khusus.

4
Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya,
sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien.

Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian mengenai


keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu misalnya
( pernah disiksa orang tua, pernah disodomi, diperlakukan secar kasar, diterlantarkan, diasuh
dengan kekerasan, diperkosa pada masa anak), dengan menggunakan pendekatan komunikasi
terapeutik setelah terjalin trust (saling percaya).

2. Interpersonal ( Sullivan, peplau)

Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bias muncul akibat adanya
ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety). Ansietas timbul dan alami
seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang lain (interpersonal).
Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak
diterima oleh orang sekitarnya.

Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security (berupaya membangun
rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal Satisfaction (menjalin
hubungan yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang lain
sehingga klien merasa berharga dan dihormati.

Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya melakukan sharing
mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat
berhubungan dengan orang lain), therapist use empathy and relationship ( perawat berupaya
bersikap empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat
memberiakan respon verbal yang mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan
orang lain.

3. Social ( Caplan, Szasz)

Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau penyimpangan
perilaku apabila banyaknya factor social dan factor lingkungan yang akan memicu
munculnya stress pada seseorang ( social and environmental factors create stress, which
cause anxiety and symptom).

5
Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini adalah environment
manipulation and social support ( pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya dukungan
sosial)

Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah pasien harus
menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat melibatkan teman
sejawat, atasan, keluarga atau suami-istri. Sedangkan therapist berupaya : menggali system
sosial klien seperti suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.

4. Existensial ( Ellis, Rogers)

Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau gangguan jiwa terjadi bila
individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu tidak memiliki
kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan dalam Bodi-image-
nya.

Prinsip dalam proses terapinya adalah : mengupayakan individu agar berpengalaman


bergaul dengan orang lain, memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau
dapat dianggap sebagai panutan(experience in relationship), memperluas kesadaran diri
dengan cara introspeksi (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan
(conducted in group), mendorong untuk menerima jatidirinya sendiri dan menerima kritik
atau feedback tentang perilakunya dari orang lain (encouraged to accept self and control
behavior).

Prinsip keperawatannya adalah : klien dianjurkan untuk berperan serta dalam


memperoleh pengalaman yang berarti untuk memperlajari dirinya dan mendapatkan feed
back dari orang lain, misalnya melalui terapi aktivitas kelompok. Terapist berupaya untuk
memperluas kesadaran diri klien melalui feed back, kritik, saran atau reward & punishment.

5. Supportive Therapy ( Wermon, Rockland)

Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor biopsikososial dan respo
maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah seperti: sering sakit maag,
migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti : mudah
cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki
masalah seperti : susah bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu
mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab
gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi pada
masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa lalu.

6
Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon copinh adaptif, individu diupayakan
mengenal telebih dahulu kekuatan-kekuatan apa yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang
dapat dipakai alternative pemecahan masalahnya.

Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi coping yang dimiliki
dan yang biasa digunakan klien. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan
empatik dengan klien untuk menyiapkan coping klien yang adaptif.

6. Medica ( Meyer, Kraeplin)

Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifactor yang
kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor sosial. Sehingga focus
penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostic, terapi somatic,
farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim
medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan
dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan
menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai