Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit periodontal, pulpa, dan periapikal, peradangan pada jaringan


penyangga gigi, adalah gangguan gigi yang umum terjadi pada anak-anak.
Jaringan periodontal, pulpa, dan periapikal memiliki hubungan erat dengan
perkembangan dari anatomi dan fungsi dari jaringan tersebut. Penyakit pulpa dan
periapikal dapat mempengaruhi inisiasi dan perkembangan penyakit
periodontal.Terjadinya peradangan pada jaringan tersebut melibatkan peran sistem
imun dan mediator inflamasi melalui sistem vaskular ynag berada di foramen
apikal.1

Penyakit periodontal merupakan sebuah penyakit yang kompleks dimana


melibatkan interaksi antara patogen dan sistem imun dalam tubuh manusia. Proses
terbentuknya interaksi kompleks antigen dengan imun ini bertahan di dalam
kantong periodontal dan menghasilkan respon imun yang bertahan melawan
mikroorganisme dan patogen tersebut.1 Proses inflamasi yang terjadi di rongga
mulut tersebut dapat mengaktivasi “Atopic Pathway” yang mengeluarkan sel-sel
berkaitan dengan reaksi alergi.2

Reaksi alergi yang ditimbulkan dapat menyebabkan terjadinya beberapa


penyakit alergi antara lain seperti asma bronkial, eksema, maupun rhinitis alergi.
Penyebab reaksi alergi ini dapat dipicu oleh infeksi atau kurang terjaganya
kebersihan lingkungan dari penderita yang menyebabkan mudah terpapar oleh
patogen. 2

Salah satu hal yang perlu dijaga adalah kebersihan dari rongga mulut.
Rongga mulut adalah rumah bagi banyak mikroorganisme yang berinteraksi
dengan respon imun tubuh. Salah satu contoh mikroorganismenya adalah
Porpyhromonas gingivalis yang berinteraksi dengan sistem imun sehingga
merangsang sitem imun mengeluarkan agen-agen inflamasi dan menimbulkan
inflamasi lokal didaerah tersebut.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Penyakit periodontal adalah suatu penyakit peradangan atau


inflamasi pada jaringan periodontal ynag disebabkan oleh infeksi
patogen atau mikroorganisme yang berada dirongga mulut.Proses
inflamasi ini menyebabkan hilanggnya jaringan periodontal. Hal ini
dapat diketahui dengan melihat hilangnya perlekatan pada derah
jaringan penyangga gigi dan juga dari gigi yang mengalami erupsi.3

Alergi adalah suatu reaksi yang ditimbulkan oleh kompleks


antigen dari mikroorganisme yang menginfeksi dan reaksi sistem imun
yang dibentuk oleh tubuh sehingga mengeluarkan agen-agen inflamasi
yang menimbulkan suatu reaksi alergi.2

B. ETIOLOGI
a. Etiologi Penyakit Periodontal

Dalam sebuah jurnal ilmiah, salah satu mikroorganisme yang erat


kaitannya antara penyakit periodontal dengan terjadinya reaksi alergi
atau atopi adalah Porphyromonas gingivalis. Mikroorganisme patogen
tersebut umumnya ditemukan pada rongga mulut yang bisa
mempengaruhi perkembangan atopi pada anak.-anak yang memiliki
kebersihan mulut yang buruk. Bakteri ini merupakan bakteri gram
negatif yang bersifat anaerob.2

b. Etiologi Alergi

Orang-orang mendapat alergi karena kontak dengan


alergen. Alergen bisa dihirup, dimakan, atau disuntikkan (dari
sengatan atau obat) atau mereka dapat melakukan kontak
dengan kulitnya.
Beberapa contoh alergen yang menjadi faktor risiko
bagi penderita alergi antara lain : 5

- Serbuk sari dari pohon, rerumputan dan ilalang


- Cetakan, baik di dalam maupun di luar ruangan
- Tungau debu yang hidup di tempat tidur, karpet dan
barang-barang lainnya yang menahan kelembaban
- Bulu binatang dari binatang berbulu seperti seperti
kucing, anjing, kuda, dan kelinci
- Beberapa makanan dan obat-obatan
- Bisa dari sengatan serangga

C. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi Periodontitis yaiatu melalui jalur molekuler dimana


reaksi yang ditimbulkan oleh patogen akan mengaktivasi proreinase
yang di keluarkan oleh sel inang, sehingga menyebabkan hilangnya
serat ligamen periodontal pada bagain marginal, proses ini dapat
menyebar pada bagian apikal hingga permukaan akar. Proses ini akan
menginisiasi terjadinya peradangan pada gingiva. Kehilangan tulang
alveolar pada sisi marginal, dan menurunnya fungsi jaringan
penyangga merupakan suatu proses yang disebabkan inflamasi
periodontal. Tingkat keparahan dan manistasi klinis yang muncul
tergantung usia pasien, jumlah lesi, distribusi, keparahan dan tingkat
konsentrasi dari mikroorganisme patogen tersebut.3
Reaksi alergi atau atopi yang ditimbulkan oleh penyakit
periodontal ini disebabkan oleh komplek antibodi dan antigen yang
terbentuk. Mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya penyakit
periodontal akan menghasilkan antibogi Ig-E sebagai respon terhadap
lipopolisakarida, oligosakarida dan komponen lipid sel dinding bakteri.
Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya perkembangan alergi pada
masa kanak-kanak.2

D. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan CDC, Beberapa manifestasi klinis yang ditimbulkan
oleh penyakit periodontal :
- Bau mulut atau rasa tidak enak yang tidak kunjung hilang
- Gusi merah atau bengkak
- Gusi lunak atau berdarah
- Mengunyah yang menyakitkan
- Gigi goyang
- gigi sensitive
- Gusi yang telah ditarik dari gigi
- Perubahan apa pun dalam cara gigi menyatu saat Anda menggigit
- Setiap perubahan dalam kecocokan gigi tiruan sebagian

Manifestasi Klinis yang ditimbulkan pada penderita asma antara


lain : 5

- Mata: Mata merah, berair, atau gatal - Bengkak di sekitar mata


- Hidung: Hidung meler – Bersin – Gatal hidung, menggosok hidung
- Postnasal drip - Hidung bengkak dan tersumbat
- Telinga: Saluran telinga gatal
- Mulut: Gatal pada mulut dan tenggorokan
- Paru-paru: Meredakan batuk kering atau batuk yang menghasilkan
lendir bening – Mengi (nafas berisik) - Perasaan sesak di dada -
Toleransi olahraga rendah - Napas cepat; sesak napas
- Kulit: Eksim (bercak-bercak gatal, merah) ruam kulit) - Gatal-gatal
- Usus: Kram dan rasa tidak nyaman – Diare – Mual atau muntah
- Lain-lain: Sakit kepala – Perasaan kegelisahan, kelelahan
E. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan periodontal lengkap melibatkan pemetaan resesi,
kedalaman probing, perdarahan saat probingdan mobilitas untuk setiap
gigi dan dicatat dalam catatan klinis pasien. Informasi ini dapat
digunakan untuk edukasi pasien, menginformasikan pilihan
pengobatan, memantau hasil pengobatan dan, dari sudut pandang
medico-legal, tunjukkan bahwa telah mendiagnosis dan merawat
kondisi tersebut dengan tepat.4
1. Resesi Gingiva
Posisi normal dari margin gingiva adalah pada
cementoenamel junction (CEJ) tetapi dalam keadaan
sehatpasien muda atau dalam kasus di mana pembengkakan
margin gingiva mungkin terjadi pergeseran koronal ke CEJ
(lihat gambar 2.1). Dimana margin gingiva apikal ke CEJ itu
digambarkan sebagai resesi gingiva.. Permukaan akar juga
terbuka mungkin menjadi sensitif. Ini bisa menjadi dorongan
besar bagi mereka untuk mencari pengobatan.4

Gambar 2.1 Resesi Gingiva4

2. Probing Depth
Kedalaman probing adalah jarak dari margin gingiva ke
dasar poket (lihat gambar 2.2). Posisi margin gingiva dapat
berubah karena pembengkakan atau resesi oleh karena itu
pengukuran ini tidak direkomendasikan untuk penilaian
perubahan dukungan periodontal yang tersisa dari waktu ke
waktu. Namun, Perubahan kedalaman probing memberikan
indikasi respon yang baik terhadap perawatan periodontal
dalam waktu singkat ketentuan. Probe harus dimasukkan
sejajar dengan permukaan akar dan 'berjalan' di sekitar margin
gingiva (lihat gambar 2.3). Kedalaman probing harus diukur di
enam lokasi per gigi.4

Gambar 2.2 Mengukur kedalam Probing4

Gambar 2.3
Teknik Probing4
3. Perdarahan dari margin/dasar poket gingiva
Pendarahan dari margin gingiva menunjukkan adanya
gingivitis. Perdarahan dari dasar saku mungkin menunjukkan
bahwa penyakit aktif hadir meskipun tidak jelas apakah ini
dapat digunakan untuk memprediksi peningkatan berikutnya
dalam kedalaman probing atau kehilangan perlekatan.
4. Radiografi
Tujuan utama pemeriksaan radiografi dalam periodontologi
adalah untuk memberikan informasi bagi diagnosis dan
perencanaan pengobatan. Radiografi memungkinkan praktisi
untuk menilai tingkat alveolar tulang, untuk melihat ruang
ligamen periodontal dan daerah periapikal dan untuk
mengidentifikasi sub-gingiva kalkulus dan restorasi yang rusak.
Radiografi juga berguna dalam menilai panjang akar dan
morfologi dan dukungan tulang yang tersisa dari gigi yang
terlibat secara periodontal, termasuk penilaian keterlibatan
furkasi gigi molar (lihat gambar 2.4 dan 2.5).

Gambar 2.4 Menggunakan radiografi periapikal 4


Gambar 2.5 Menggunakan radiografi paranomik 4

F. DIAGNOSA BANDING4
1. Gingivitis
Peradangan gingiva yang diinduksi plak ditandai dengan
kemerahan, bengkak jaringan yang berdarah saat disikat atau
diperiksa.
2. Periodontitis Kronik
Ditandai dengan penghancuran epitel junctional dan jaringan ikat
perlekatan jaringan gigi, bersama dengan destruksi tulang dan
pembentukan poket periodontal. Penyakit ini berkembang perlahan
dan jumlah keropos tulang cenderung mencerminkan usia pasien
dari waktu ke waktu.
3. Ulseratif Gingivitis Nekrotikans
laserasi disertai rasa sakit pada ujung papila interdental. Jaringan
nekrotik abu-abu terlihat dan ada halitosis terkait. Kondisi disebut
periodontitis ulseratif nekrotikans (NUP) dengan adanya
kehilangan perlekatan jaringan ikat dan destruksi tulang.
4. Abses Periodontal
Infeksi pada poket periodontal yang dapat bersifat akut atau kronis
dan asimtomatik jika mengalir dengan bebas.
G. PROGNOSIS
Dubia ad Bonam

BAB III
LAPORAN KASUS

Kasus 1
Seorang wanita berusia yang baru saja menikah berusia 37 tahun datang ke
Departemen Ilmu Penyakit Mulut dan Radiologi dengan keluhan utama gigi
sensitif, dan ulserasi pada gusi gigi posterior kanan atas dan gigi posterior
kanan bawah dan kiri bawah selama 3 minggu. Lesi bertambah besar secara
progresif tanpa riwayat bula/vesikel. Sebulan sebelumnya pasien ini meminum
obat profilaksis karena mengalami hipersensitivitas, pasien ini telah
mengganti pasta giginya dan mengoleskan pasta gigi tersebut didaerah yang
sama untuk melakukan desentisasi selama 10 menit sebelum melanjutkan
dengan menyikat gigi. Tidak ada riwayat penyakit sistemik sebelumnya.6
Berdasarkan gambaran klinis yang ditemukan, diagnosis sementara
mengarah ke stomatitis kontak alergi terhadap pasta gigi dengan diagnosis
banding stomatitis aptosa rekuren dan eritema multiforme. Stomatitis kontak
adalah diagnosis pertama karena dapat terjadi dibagian manapun dari mukosa
mulut terlepas dari keratin atau non-keratin , dan juga manifestasinya
bervariasi dengan riwayat kontak positif alergen.

Gambar 3.1 Lesi pada gingiva

Gambar 3.2 Resesi pada Lesi pada gingiva


Gambar 3.3 Pigmen post inflamasi pada sisi bucal dan lingual

Diskusi : Pada kasus ini ditemukan adanya suatu reaksi hipersensitivitas


yang ditimbulkan oleh pemakaian pasta gigi. Dimana sebelumnya pasien juga
memiliki riwayat mengonsumsi obat profilaksis untuk mengatasi reaksi
hipersensitivitas yang dialami olehnya. Stomatitis kontak alergi dan/atau
reaksi lichenoid oral mungkin menyerupai lichen planus oral secara klinis
yang bisa akut atau bersifat kronis. Tes eliminasi dan provokasi dari agen
yang dicurigai menghasilkan resolusi lesi dalam 1 minggu disarankan. Uji
tempel adalah standar emas untuk mengidentifikasi alergen. Oleh karena itu,
ketika seorang pasien datang dengan gejala akut dan riwayat positif, perlu
ditelusuri lebih lanjut mengenai faktor alergen yang mencetus terjadinya alergi
atau hipersensitivitas tersebut. Obat-obatan tertentu, bahan tambahan pada
makanan, obat kumur, bahan gigi tiruan, permen karet merupakan sumber lain
yang dapat menyebabkan meluasnya lesi tersebut. Fiksasi antigen di
keratinosit adalah penyebab jaringan perubahan yang dikenali dan
dihancurkan oleh sel-sel sistem imun, terutama limfosit T. Pencatatan riwayat
yang menyeluruh adalah wajib untuk menegakkan diagnosis stomatitis kontak
alergi. Pasien mungkin hadir dengan area merah cerah dari eritema dan edema
melibatkan gingiva, lidah, bibir, hingga bercak putih atau plak klinis seperti
lichen planus, dan erosi dan ulserasi dengan batas tidak teratur dengan
lingkaran merah. Desquamation atau mengupas dan pembentukan vesikel juga
dicatat dalam beberapa kasus. Pengobatan stomatitis kontak alergi yaitu
dengan menghilangkan agen alergen. Ini dapat dikonfirmasi oleh munculnya
kembali lesi inflamasi pada saat pemaparan kembali alergen tersebut.
Hilangnya total lesi dapat memakan waktu hingga 2 minggu.6
Kesimpulan : Ulserasi oral ditemui dalam praktek klinis sehari-hari.
Pentingnya penelusuran riwayat pasien ditekankan dalam kasus ini. Setiap lesi
tidak memerlukan terapi aktif dalam pengelolaannya. Dalam hal ini, riwayat
pasien membantu dalam menegakkan diagnosis dan memberikan manajemen
dengan penarikan pasta gigi yang menyebabkan reaksi alergi atau
hipersentivitas dan menghindari intervensi terapeutik.6

Kasus 2 :
Seorang wanita 33 tahun datang dengan keluhan permasalahan pada
giginya dan menunjukkan beberapa lesi unilateral yang tersebar di seluruh
mukosa mulut, regio retro commissural, tepi lateral gingiva yang disisipkan
lidah di sisi kanan dan gingivitis deskuamatif yang terletak pada gingiva yang
disisipkan. Lesi asimtomatik menunjukkan leukoeritroblastik atrofi. Aspek
etikuler, dengan permukaan ulserasi. Gigi 17, 15, 14 dan 48 memiliki restorasi
yang ekstensif dua tahun sebelumnya, dalam kontak dekat dengan daerah yang
terluka. Selama anamnesa, pasien telah melakukan terapi periodontal
sebelumnya. Keluhan utama yang menggaggu saat ini adalah halitosis yang
berhubungan dengan perdarahan gingiva spontan 7
Gambar 3.4 Gambaran Klinis. A) Lesi pada mukosa bukal, lesi retikuler
multipel dan leukoplas, sedikit eritematosa dengan daerah atrofi dan
permukaan ulserasi. B) Penampilan deskuamasi dan eritematosa dari gingiva,
dan daerah ulserasi di mukosa bukal. C) Area eritematosa dengan ulkus di
tengah dan variasi normalitas, D) Tidak adanya lesi kontralateral.7

Diskusi : Lesi Lichenoid yang terkait dengan Dental Amalgam (OLL-


DA) mewakili respons hipersensitivitas yang lambat terhadap beberapa
komponen logam, khususnya merkuri. Secara klinis dan histologis, OLL
mungkin tidak dapat dibedakan dari Lichen Planus Oral (OLP) dan gingivitis
deskuamatif yang mendasarinya. OLL yang disebabkan oleh hipersensitivitas
terhadap amalgam biasanya memiliki hubungan anatomis yang jelas dengan
restorasi gigi, dan biasanya unilateral dan tidak simetris. OLL terdeteksi di
mukosa bukal dan bagian lateral lidah dan, lebih jarang, pada gingiva. Ada
kesulitan dalam menetapkan diagnosis banding antara OLP dan OLL-DA
karena kesamaan antara mereka, yang sering membuat mereka tidak dapat
dibedakan secara klinis dan histologis. Hipotesis diagnostik klinis awal adalah
OLL-DA, dalam pandangan lokasi lesi dan aspek retikuler, atrofi dan sedikit
eritematosa dari mukosa bukal dan lidah. Pada dasarnya, OLL-DA memiliki
kesapaan dengan dermatitis kontak alergi. Dalam kebanyakan kasus,
alergennya adalah merkuri, tetapi terkadang beberapa komponen paduan
lainnya dapat memicu reaksi alergi tersebut. Pada laporan kasus ini, hasil dari
uji tempel (Patch test) yang dilakukan oleh pasien menunjukkan hasil pasien
alergi terhadap thimerosal (senyawa organik) merkuri dan thiosalicylate),
terlibat sebagai penginduksi paling umum dari reaksi kulit yang dialami
pasien. Meskipun penggunaan umum dari amalgam gigi sebagai bahan gigi,
laporan kasus hipersensitivitas terhadap amalgam, atau Lesi Lichenoid yang
terkait dengan Dental Amalgam (OLL-DA), jarang terjadi. Namun, penelitian
telah mengungkapkan reaksi hipersensitivitas karena kontak dengan bahan
gigi, seperti amalgam, menyajikan aspek lesi lichenoid oral. Tiga bulan setelah
penggantian restorasi, ada peningkatan aspek klinis mukosa bukal dan lidah.
Namun, masih ada persistensi plak leukoplas di retro area komisura dan area
eritematosa residual yang berhubungan dengan gigi 15, yang tambalan
sementaranya telah gagal.7

Gambar 3.5 Aspek klinis setelah pencabutan restorasi amalgam. A) Setelah


tiga bulan, mukosa bukal: ada pengurangan area eritroplasia dan persistensi
plak leukoplas yang terkait dengan elemen 15, yang menunjukkan kegagalan
sementara restorasi. B) Setelah enam bulan: Detail tepi lateral lidah, hilangnya
daerah ulserasi dan eritematosa; Pengamatan daerah leukoplas residual di
mukosa bukal, dan daerah retro commissural. C) Detail sisa eritematosa
daerah. D) Setelah enam bulan, ada peningkatan penampilan leuko-
eritroblastik. Namun, pengembangan lebih guratan leukoplas yang intens di
sekitar elemen 48 dan perkembangan area eritematosa yang berdekatan
dengan plak leukoplas di daerah komisura retro, dengan ulserasi di tengah
diamati. E) Setelah sembilan bulan: Remisi deskuamasi gingivitis diamati. F)
Lesi retikuler leukoplas yang lebih terkonsentrasi di regio komisura retro.7
Kesimpulan :.Pada kasus ini diperlukan tindakan restorasi amalgam yang
digunakan dikarenakan menimbulkan reaksi hipersensitivitas pada rongga
mulutnya. Pada pasien ini ditemukan reaksi hipersensitivitas pada bahan-
bahan yang mengandung merkuri melalui pemeriksaan uji tempel atau patch
test. Menghilangkan atau menghindari faktor alergen tersebut dapat membuat
gejala yang dialami pasien berkurang.7
Kasus 3
Seorang pasien wanita berusia 32 tahun dilaporkan ke Departemen
Periodontologi, Bhojia Dental Perguruan Tinggi dan Rumah Sakit, Baddi
Himachal Pradesh dengan keluhan utama nyeri, luka, dan bengkak pada bibir.
Dia lebih lanjut mengeluh sakit dan rasa sensitif pada gusi. Tidak ada alergi
obat dilaporkan, dan riwayat medis terperinci mengungkapkan tidak ada
penyakit sistemik. Dia melaporkan riwayat trauma 1 bulan yang lalu karena
dimana dia menerima luka di bibirnya dan jahitan diberikan untuk hal yang
sama di atas dan mukosa labial bawah oleh dokter swasta dan obat yang
diberikan untuk hal yang sama telah berhenti setelah 1-minggu kecelakaan.
Setelah pengangkatan jahitan dia diresepkan gel oral berbasis kurkumin untuk
diaplikasikan pada daerah lokal bibirnya untuk penggunaan di rumah. Setelah
penggunaan kurkumin gel; setelah 1-hari, dia mengalami eritematosa ruam di
seluruh mukosa yang kemudian berkembang menjadi beberapa ulkus dalam 1-
3 hari. Pada pemeriksaan, erosi tidak teratur sebagian ditutupi dengan
pseudomembran yang terlibat baik bibir dan mukosa mulut diamati dengan
pembengkakan pada bibir. Erosi muncul berbentuk garis, keputihan, area
kasar. Ulserasi sebagian besar ditutupi oleh eksudat kuning-putih dan nampak
disertai dengan halo eritematosa. Tampak gingivitis deskuamatif, seperti
eritematosa, gingiva dan erosi diskrit hadir melibatkan kedua lengkungan.
Erupsi lesi tidak disertai gejala sistemik, dan tidak ada bagian tubuh lainnya
yang terlibat. Lesi mulai berkembang setelah dua untuk tiga aplikasi salep
kurkumin. Kondisi pasien cukup lemas karena dia tidak bisa makan dan
menelan. Dia mengalami kesulitan berbicara juga.8
Gambar 3.6 Ulkus pada bibir bawah dengan gingivitis deskuamatif

Gambar 3.7 Ulkus pada bibir atas dengan gingivitis deskuamatif

Gambar 3.8 Ulkus pada regio bukal

Diskusi : Diagnosis banding ulkus mulut multipel mungkin termasuk:


ulkus aphthous mayor, lichen planus erosif, mukosa pemfigoid membran, dan
pemfigus vulgaris. Beberapa ulkus mulut dapat diklasifikasikan sebagai akut,
berulang dan / atau kronis. Penyebab paling umum dari ulkus mulut dengan
onset cepat meliputi: gingivitis ulseratif nekrotikans akut, alergi, herpes akut
gingivostomatitis, dan eritema multiforme. Kriteria klinis yang paling berguna
dalam mengidentifikasi penyebab sariawan adalah vesikel atau bula, yang
mungkin tidak terlihat karena pecah dengan cepat di lingkungan mulut.
Sejarah lengkap penting untuk mendapatkan diagnosis yang akurat. Dalam
beberapa kasus, Diagnosis tergantung pada kultur atau biopsi, terutama
dengan penerapan imunofluoresensi pada spesimen bedah. Stomatitis kontak
adalah peradangan pada mukosa mulut disebabkan oleh zat luar. Hal ini dapat
disebabkan oleh berbagai zat, yang dapat bertindak sebagai agen alergi. Zat-
zat ini termasuk bahan gigi, pengawet dan penyedap dan pewarna dalam
makanan atau produk kebersihan mulut. Dental agen terapeutik misalnya,
alkohol, antibiotik, kloroform, yodium, fenol, prokain, dan minyak atsiri
adalah beberapa agen yang dapat menyebabkan stomatitis kontak. Minyak
kayu manis digunakan dalam berbagai sediaan seperti permen karet, obat
kumur, dan obat kumur penyegar juga telah dilaporkan menyebabkan reaksi
alergi. Mukosa mulut kurang rentan terhadap alergi kontak reaksi, jika
dibandingkan dengan kulit, meskipun yang terakhir terkena untuk berbagai
macam rangsangan antigenik. Manfaat terapeutik kurkumin sangat populer di
masyarakat, obat untuk pengobatan berbagai kondisi mulut dan kulit. Padahal,
alergi terhadap kurkumin tidak mungkin masih dicurigai sebagai alergen yang
mungkin karena merupakan bahan utama dalam salep. Sensitivitas terhadap
produk tertentu dapat luput dari perhatian selama bertahun-tahun. Zat pewarna
yang digunakan dalam sediaan obat-obatan dapat menjadi alergen yang
mungkin. Erythrosine, garam dinatrium; digunakan ekstensif sebagai aditif
warna dalam makanan, obat-obatan, dan kosmetik. Erythrosine mampu
memprovokasi alergi yodium eksperimental pada kelinci percobaanDalam
sebuah penelitian yang dilakukan pada tikus hamil, penulis mengamati bahwa
eritrosin meningkatkan jumlah sel mast dan merangsang degranulasi sel-sel
ini, menunjukkan bahwa eritrosin mungkin memainkan peran induktif dalam
penyakit atopik. studi kasus telah dilaporkan, di mana seorang pasien
menderita hipersensitivitas terhadap bahan gigi tiruan. Penulis melaporkan
bahwa ini dapat disebabkan oleh penggunaan Erythrosine dalam bahan gigi
tiruan. Saat ini laporan kasus menekankan potensi antigenik zat pewarna
digunakan dalam berbagai persiapan dan menyarankan bahwa ini harus
digunakan dengan hati-hati sebagai agen topikal dalam pengobatan penyakit
mulut. Selain itu, ini menyoroti fakta bahwa stomatitis kontak harus
dipertimbangkan dalam diagnosis banding oral lesi. 8

Gambar 3.9 . Proses Penyembuhan selama 15 hari

Gambar 3.10 . Proses Penyembuhan gingiva dan mucosa labial selama 15 hari

Gambar 3.11. Proses Penyembuhan gingiva dan mucosa labial selama 15 hari
Kesimpulan : Reaksi alergi yang ditimbulkan berasal dari pemakaian obat
yang dikonsumsi oleh pasien setelah proses pelepasan jahitan di daerah
bibirnya. Adanya riwayat penggunaan obat dan ditemukanya hasil uji tempel
yang semakin mendukung adanya reaksi alergi akibat penggunaan obat pada
kasus ini. Pentingnya menulusuri riwayat penyakit pasien terutama riwayat
alergi yang dimiliki untuk menentukan penatalaksanaan kedepannya. Selain
itu, penanganan utama pada reaksi alergi yaitu dengan menghindari agen
pencetus alergi tersebut.

Kasus 4
Seorang perempuan berusia 35 tahun datang ke Klinik Penyakit Mulut,
Rumah Sakit Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahidol dengan
keluhan utama gusi bengkak dan rasa terbakar. Masalah tersebut dimulai sejak
2-3 bulan yang lalu, setelah dia melaporkan tentang penggunaan kuncup
bunga kering cengkeh sebagai permen oral herbal dengan keyakinan dapat
membantu memperbaiki bau mulut. Dia telah memasang kuncup ke mukosa
mulut di sekitar 3 kali sehari, setiap hari selama sebulan. Selama waktu itu,
pasien melihat kemerahan pada bibir dan rasa pedas pada mukosa mulut.
Akibatnya, dia kemudian berhenti menggunakan ramuan itu. Namun,
reaksinya semakin berkembang dan gusinya lebih bengkak, lebih kemerahan
dan rasa terbakar yang parah terutama saat bersentuhan dengan makanan
panas, pedas atau asam, serta rasa tegang di bibir. Sekitar 2 minggu sebelum
datang ke Klinik Oral Medicine, ia diberi resep obat anti inflamasi dan anti
alergi selama 10 hari dengan pengurangan edema yang minimal. Pada saat
yang sama, pasien juga menerima scaling mulut penuh. Selain riwayat kontak
lama dengan kuncup bunga kering cengkeh, ia juga rutin menggunakan pasta
gigi herbal yang mengandung cengkeh. Untuk riwayat penyakit, pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan terakhir sekitar 2 tahun yang lalu dan
menyangkal adanya masalah medis, kecuali kadang-kadang mengalami nyeri
perut seperti rasa terbakar ringan. Dia juga menyangkal alergi obat, tetapi
memiliki riwayat reaksi alergi seperti gatal dan ruam saat mengenakan
aksesori yang mengandung Silver. Pemeriksaan ekstra-oral dalam batas
normal kecuali bibir bawah yang tampak sedikit bengkak. Pemeriksaan intra-
oral mengungkapkan pembengkakan umum edema pada gingiva atas dan
bawah dengan warna merah menyala dan permukaan berkilau. Margin lesi
pada aspek labial dan bukal gingiva meluas hingga mucogingival junction dan
gingiva yang meradang terlihat mudah berdarah pada provokasi lembut. Baik
mukosa labial atas dan bawah menunjukkan eritema sedang dengan
permukaan yang sedikit erosif. Radiografi panoramik menunjukkan tidak ada
destruksi tulang, kecuali insisivus lateral kanan bawah (gigi 42) memiliki
radiolusensi periapikal. Gigi 42 menunjukkan perubahan warna, negatif
terhadap perkusi dan tidak ada respon terhadap electric pulp tester,
mengkonfirmasikan diagnosis nekrosis pulpa dengan periodontitis apikal
asimtomatik, dan dirujuk ke ahli endodontik untuk perawatan saluran akar.9

Gambar 3.12 (A) Gingiva yang bengkak dan merah menyala meluas ke
mucogingival junction. (B dan C) Eritema sedang dengan permukaan yang sedikit
erosif pada mukosa labial atas dan bawah.
Gambar 3.13 Radiografi panoramik menunjukkan tidak ada kerusakan tulang,
kecuali gigi 42 yang menunjukkan radiolusensi periapikal

Gambar 3.14 Kuncup bunga kering cengkeh.

Diskusi : Dalam laporan kasus ini ditemukan adanya reaksi alergi yang
timbul setelah pasien mengonsumsi obat-obatan herbal.

PCG (plasma cell Gingivitis) adalah lesi oral yang khas yang
diyakini berhubungan dengan reaksi alergi, meskipun penyebab pasti dan
mekanisme penyakit masih belum diketahui. Alergen yand didapat oleh
pasien kemungkinan diperoleh dari produk herbal yang dikonsumsinya.
Herbal yang disebutkan dalam literatur adalah lada hitam, garam hitam,
tawas, kayu manis, mint, cengkeh, dan akasia. Diagnosis PCG tergantung
pada riwayat kontak dengan penyebab alergi dan infiltrasi sel plasma berat
di lapisan submukosa. Manajemen penting dari PCG adalah untuk benar-
benar menghindari alergen yang teridentifikasi atau produk yang relevan.
Banyak penelitian menunjukkan peningkatan dramatis hanya dengan
menahan diri dari agen penyebab dan perawatan kebersihan mulut yang
intensif.9

Pengobatan dimulai dengan kortikosteroid sistemik prednisolon 25


mg/hari (sekitar 0,5 mg/kg). Resep omeprazole 20 mg/hari juga
ditambahkan untuk mencegah efek samping kortikosteroid karena pasien
melaporkan mengalami nyeri perut yang sangat ringan jika tidak dapat
makan tepat waktu. Saran yang kuat untuk menahan diri dari herbal apa
pun yang terkandung produk seperti pasta gigi atau makanan dan bahan
makanan diinformasikan. Setelah 6 hari, lesi mengalami regresi yang
dramatis dengan mengurangi kemerahan dan pembengkakan pada gingiva
dan mukosa labial. Setelah itu, dimulai langkah pengurangan dosis
prednisolon. Selain itu, kortikosteroid topikal seperti fluocinolone
acetonide 0,1% dalam pasta oral diresepkan untuk diterapkan pada lesi 3
kali/hari. Kemudian dosis yang disesuaikan dilakukan ketika lesi
diperbaiki. Selama kunjungan tindak lanjut selama 2 bulan, lesi terus
ditingkatkan. Stimulasi perawatan kebersihan mulut dan perawatan
periodontal berkala juga terus dilakukan. Namun, tanda-tanda eksaserbasi
kadang-kadang termasuk eritema ringan dan sedikit pembengkakan
gingiva dengan sedikit rasa terbakar ketika pasien mencoba beberapa
makanan yang mengandung bumbu dan rempah-rempah terlihat.

Gambar 3.15 Gingiva dan mukosa labial tampak normal setelah 8 bulan
pengobatan.

Kesimpulan : PCG (plasma cell Gingivitis) adalah lesi oral yang khas
yang diyakini berhubungan dengan reaksi alergi, meskipun penyebab pasti
dan mekanisme penyakit masih belum diketahui. Dalam kasus ini,
penyebab terjadinya reaksi alergi dikarenakan penggunaan obat-obatan
herbal yang bertujuan untuk membersihkan rongga mulut. Dimana setelah
pemakaian obat-obatan herbal tersebut, pasien mengalami reaksi
hipersensitivitas pada rongga mulutnya. Penanganan utama pada kasus ini
dengan menghindari alergen sesuai dengan uji tempel (patch test) yang
sudah dilakukan. Pemberian kortikosteroid pada kasus ini berupa
perdnisolon bertujuan untuk menekan hipersentivitas yang terjadi pada
pasien.9
Kasus 5

Seorang pasien wanita berusia 28 tahun dirujuk ke Departemen


Periodontologi untuk evaluasi peradangan jaringan gingiva di daerah gigi
anterior rahang atas di sekitar mahkota logam yang menyatu dengan
porselen. Pemeriksaan klinis menunjukkan jaringan hiperplastik yang
meradang parah di sekitar gigi insisivus dan kaninus rahang atas. Pasien
telah menyadari kondisi gingiva selama tiga bulan terakhir dan tampaknya
semakin memburuk. Kedalaman probing pada regio berkisar antara 3-5
mm dengan perdarahan saat probing di semua area. Evaluasi yang cermat
dari margin mahkota mengungkapkan bahwa mereka diadopsi dengan cara
yang dapat diterima secara klinis untuk gigi dan bahwa ada zona fisiologis
yang memadai untuk epitel junctional dan perlekatan jaringan ikat.
Riwayat medis pasien pada dasarnya negatif kecuali untuk riwayat alergi,
saat ini pasien menggunakan anti histamin (Cetrizine dihydrochloride)
riwayat giginya mengungkapkan penempatan mahkota veneer porselen
yang menyatu dengan logam pada enam gigi anterior rahang atas dalam
enam tahun terakhir. bulan. Karena cepatnya onset dan keparahan tampilan
klinis, evaluasi hematologi lengkap berada dalam batas normal. 10

Gambar 3.16 Jaringan hiperplastik yang meradang parah di sekitar gigi


seri dan kaninus rahang atas
Gambar 3.17 Dua bulan tindak lanjut, mahkota sementara dilengkapi
dengan semen polikarboksil

Gambar 3.18 Satu bulan setelah pelepasan mahkota logam dasar

Gambar 3.19 Setelah tiga bulan jaringan gingiva menjadi lebih kencang
dan merah muda

Diskusi : Reaksi gingiva yang ditunjukkan oleh pasien tampaknya


merupakan hasil dari sensitivitas terhadap mahkota porselen yang menyatu
dengan logam. Meskipun konfirmasi spesifik alergen tidak dapat dibuat,
beberapa bahan berpotensi berfungsi sebagai agen sensitisasi, termasuk
logam di dalam mahkota, komponen porselen, dan media luting. Nikel,
karena laporan kasus masa lalu dan investigasi penelitian yang
berkolaborasi, tampaknya menjadi penyebab paling mungkin dari reaksi
gingiva. Untuk mendukung reaksi ini telah diungkapkan oleh American
Dental Association dalam menyatakan catatan medis pasien gigi dan
riwayat kesehatan harus diperluas untuk mencakup kepekaan terhadap
logam atau perhiasan dan pernyataan berikut harus menyertai paduan
pengecoran yang mengandung nikel, tidak boleh digunakan untuk individu
dengan alergi mahkota nikel.10

Kesimpulan : Nikel, reaksi alergi yang diinduksi harus diingat dalam


setiap kasus hiperplasia mukosa mulut muncul setelah prosedur gigi,
terutama di hadapan alergi sebelumnya dan risiko sensitisasi seperti tindik
telinga, tindik hidung. Penghentian paparan nikel dengan melepas alat gigi
yang dicurigai merupakan satu-satunya cara pengobatan. Mungkin
disarankan untuk memasukkan varian hiperplastik dalam bentuk klinis
reaksi alergi setelah prosedur gigi.10
DAFTAR PUSTAKA

1. Lai Wan-Yu,et all.2021. Allergic Rhinits and Dental-Suppoting Tissue


Diseases in Children. Clinical Trial Center and Department of Chinese
Medicine and Pharmacy, Ministry of Health and Welfare. Taiwan. Cina
Medical University Hospital. Medicine
2. Nelwan Sindy Cornelia, et all. 2018. Cytokine : Converging Findings
From Linkage Between Periodontal Pathogen with Atopic and Allergic
Immune Response. Department of Pediatric Dentistry, Faculty of
Denstistry Airlangga University, Surabaya, Indonesia. Elsavier
3. Tonetti Maurizi S, et all. 2018. Staging and Grading of Periodentitis :
Framework and Proposal of a New Classification dan Case Definition.
Journal Of Periondotology. American Academy Of Periodontology
4. Scottish Dental. 2014. Prevention and Treatment of Periodontal Disease in
Primary Care : Dental Clinical Guidance. SDCEP
5. Adeli Mehdi Sr, Dr. 2016. Allergies types, symptoms and Testing. Hamad
Medical Corporation. Research Gate
6. Ramachandran Anu, et All. 2018. Allergic Contac Stomatitis (Stomatitis
Venenata) : A Case Report of Oral Hipersensitivity Reaction to
Toothpaste. Amrita School Of Dentistry , Kerala. India
7. Oliveira Livia Maria Lopes, et all. 2018. Oral Lichenoid Lesion
Manifesting As Desauamative Gingivitis : Case Reports. The Opne
Dentistry Journal Brazil
8. Singh Baljeet, et all. 2021. Case Report : Herbal Oral Gel Induced Contact
Stomatitis Along With Desquamative gingivitis due to a Coloring Agent.
Department of Periodontology, Bhoija Dental College and Hospital, Bhud
(Baddi) Distt-Solan, Himachal Pradesh, India.
9. Panpradit Naruemon, et all. 2017. Plasma Cell Gingivitis Associated with
Dry Flower Buds of Clove : a Case Report. Department of Oral Medicine
and Periodontology, Faculty of Dentistry, Mahidol University.
10. Das Ramesh Chandra, et all. 2015. Esthetic Crowns Produce Allergic
Gingival Reaction : A Case Report. Department of Conservative and
Endodontics, Kalinga Institu of Dental Sciences, Bhubaneswar, Odisha,
India. Research Gate.

Anda mungkin juga menyukai