Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn.

DENGAN MASALAH UTAMA RESIKO


PERLAKU KEKERASAN

DISUSUN OLEH:
1. WELLA OKTARAMA 22221112
2. WENI DWI CAHYANI 22221113
3. WENY KUSUMA 22221114
4. WIDYA 22221115
5. WINDA CLAUDYA NOVAYANTI 22221116
6. WINDAH ANISYAH 22221117
7. WINDY PUSPITA UTAMI 22221118
8. WISMA WARDANI 22221119
9. YENI SEPTIANI 22221120
10. YOSA NANDA FERMATA 22221121
11. YULI NOPITA SARI 22221122

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, Oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku kekerasan dapat menimbulkan kerugian pada diri sendiri, orang
terdekat, orang lain, dan juga lingkungan. Seseorang yang mengalami perilaku
kekerasan sering menunjukkan perubahan perilaku seperti mengancam, gaduh, tidak
bisa diam, mondar mandir, gelisah, intonasi suara keras, dan ekspresi tegang dengan
tanda gejala mata merah, tangan mengepal, suara keras, danberbicara kasar. Seseorang
yang mengalami perilaku kekerasan mengalami perubahan adanya penurunan
kemampuan dalam memecahkan masalah (American Journal of Sociology, 2019).
Prevalensi gangguan jiwa di seluruh dunia menurut data WHO (World health
Organization) pada tahun 2019, terdapat 264 juta orang mengalami Depresi, 45 juta
orang menderita gangguan Bipolar, 50 juta orang mengalami Demensia, dan 20 juta
mengalami Skizofrenia. Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia dari Riset Data
Kesehatan Dasar Riskesdas (2018) mengalami peningkatan jumlah gangguan jiwa pada
penduduk Indonesia dari 1,7% menjadi 7% dan gangguan mental emosional pada
penduduk Indonesia daro 6% menjadi 9%. Gangguan jiwa terbanyak di Indonesia
adalah Provisi Bali dengan presentase 10,5% (Hasannah, 2019).
Prevalensi gangguan jiwa di Jember berdasarkandata Dinas Kesehatan Jember
Bulan Juni 2021, jumlah ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) di Kabupaten Jember
terdapat 2.467 pasien. Jumlah penderita ODGJ tertinggi berada di Kecamatan
Umbulsari dengan jumlah 44 pasien ODGJ dengan kasus gangguan Skizofrenia dan
gangguan pikotik lain. Prevalensi gangguan jiwa berdasarkan data Dinas Kesehatan
Jember (2021) di Kecamatan Gumukmas terdapat 44 pasien dengan kasus gangguan
depresi ringan sebanyak 11 pasien, gangguan psikotik akut sebanyak 13 pasien, dan
gangguan skizofrenia serta gangguan psikotik lain sebanyak 20 pasien. Data tersebut
dimungkinkan akan terus mengalami peningkatan jika tidak ada penanganan lebih
lanjut.
National Institute of Mental Health (NIMH) mengatakan bahwa diagnosa
skizofrenia merupakan salah satu dari 15 penyebab terbesar kecatatan di seluruh dunia
(Pujiwidodo, 2016). Data prevalensi diatas diketahui bahwa diagnosa skizofrenia dan
gangguan psikotik lain menduduki angka paling tinggi dibandingkan jumlah pasien
dengan diagnosa lain.gejala skizofrenia terbagi kedalam 2 kategori yaitu positif dan
negatif. (Rizki & Wardani, 2020)mengatakan bahwa gejala positif yang ditemukan pada
klien skizofrena salah satunya adalah perilaku kekerasan, yang dapat mengakibatkan
hilangnya kendali terhadap perilaku individu.
Rizki & Wardani (2020) mengatakan bahwa skizofrenia adalah suatu kelainan
neurobiologis otak yang menyebabkan gangguan dalam berfikir, merasakan, dan
berinteraksi. Skizofrenia banyak dialami usia produktif, biasanya pria pada usia 15
sampai 25 tahun, sedangkan wanita pada usia 25 sampai 35 tahun. Salah satu gejala
skizofrenia yaitu perubahan perilaku yang berlebihan seperti tiba-tiba marah, berteriak,
sehingga melakukan kekerasandikarnakan klien dengan sulitmengatur mood, labil,
frustasi, kurang montivasi dalam melaksanakan kegiatan, dan perubahan perilaku yang
cenderung berlebihan.
Kusumaningtyas (2018) mengatakan bahwa perilaku kekerasan merupakan
perilaku seseorang yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain atau lingkungan
baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal. Risko perilaku kekerasan dimulai dari
adanya gangguan pada lobus frontalis. Lobus frontalis merupakan bagian otak yang
mengatur proses berfikir dan emosi. Lobus frontalis memainkan peran yang penting
bagi seseorang untuk memilih perilaklu atau berfikir rasional.Kerusakan pada lobus
frontalis mengakibatkan gangguan untuk membuat keputusan, perubahan personalitas,
masalah dalam membuat keputusan dan perilaku agresif.
Stuart dan laraia menggambarkan terdapat dua dimensi yang dapat menjelaskan
proses terjadinya gangguan jiwa yaitu meliputi faktor prediposisi dan presipitasi. Faktor
predisposisi pada pasien dengan perilaku kekerasan yaitu faktor biologis, psikologi, dan
social budaya.Faktor biologis yaitufaktor yang berpengaruh pada system limbic (area
otak yang menjadi pusat emori), faktor psikologi yang mempengaruhi perilaku
kekerasan adalah riwayat perilaku kekerasan (mengalami, melihat perilaku kekerasan
secara fisik atau verbal), kegagalan, dan kehilangan.Sosoal budaya yaitu budaya yang
berkaitan dengan perilaku kekerasan termasuk didalamnya hubungan interpersonal dan
peran budaya. Factor presipitasi yaitu faktor putus obat sebagai pencetus pasien
mengalami resikoperilaku kekerasan (Zaini, 2019). Hasil studi pendahuluan didapatkan
bahwa faktor predisposisi pada pasien yaitu faktor biologis dikarnakan salah satu
keluarga pasien mengalami gangguan jiwa, sedangkan faktor presipitasi pasien adalah
kecelakaan dan berhenti meminum obat.
Gangguan mental membutuhkan perawatan khusus teruatama dalam
memberikan support secara mental. Peran perawat untuk membantu proses perawatan
pasien dimulai dari proses pengkajian, diagnosa, penetapan rencana tindakan, proses
implementasi, dan evaluasi. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien
dengan perilaku kekerasan adalah membina hubungan salingpercaya, mengidentifikasi
penyebab perilaku kekerasan, latihan cara mengontrol perilaku kekerasan. Latar
belakang tersebut membuat penulis tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan jiwa
Tn.F Resiko perilaku kekerasan.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mendapatkan gambaran, mengambil keputusan untuk menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien gangguan jiwa sesuai dengan masalah utama gangguan
perilaku kekerasan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan Pengkajian pada klien dengan gangguan jiwa perilaku kekerasan
b. Merumuskan dan menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan
gangguan kekerasan.
c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa
perilaku kekerasan.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa.

C. Proses Pembuatan Makalah


Dari hasil observasi dan pengkajian, masalah keperawatan yang diambil adalah
RPK dengan pasien Tn.... di ruangan Bangau RS Dr. ERNALDI BAHAR dengan studi
literatur bersumber dari jurnal. Setelah didapatkan masalah keperawatan, kami mulai
melakukan pengkajian pada Tn..... Diawali dengan membina hubungan saling percaya.
Sebelumnya, seminar ini telah dikonsultasikan pada pembimbing akademik dan CI
lapangan. Setelah semuanya selesai, maka seminar akan dipersiapkan dan sesuai..

BAB II
GAMBARAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama :Tn F
Jenis kelamin : Laki-Laki
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Tanggal pengkajian : 6 Oktober 2021
Informant : Pasien

2. Alasan masuk rumah sakit


Marah-marah, memaki-maki keluarganya dengan kata-kata kasar dan kotor

3. Faktor predisposisi
Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu

4. Fisik
Klien tidak memeiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan TTV didapatkan
hasil TD: 140/78 Nadi: 90 Suhu 36,6 pernapasan: 20.

5. Pisikososial
a. Genogram

b. Konsep diri
1) Gambaran diri : Tidak ada kecacatan
2) Identitas : Klien anak ke 2 dari 3 bersaudara,
3) Peran : sebagai anak
4) Ideal diri : klien merasa tidak berguna karena belum menikah
5) Harga diri : Klien merasa malu

c. Hubungan social
Klien mengatakan keluarga adalah orang yang sangat berarti.

d. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan tuhan itu ada
2) Kegiatan ibadah
Sejak sakit tidak sholat

e. Status mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan klien kotor.
2) Pembicaraan
Biasanya pada klien prilaku kekerasan pada saat dilakukan pengkajian bicara
cepat,keras, kasar, nada tinggi dan mudah tersinggung
3) Aktivitas motoric
4) Biasanya aktivitas motoric klien dengan prilaku kekerasan akan terliha ttegang,
gelisah, gerakan otot muka berubah-ubah, gemetar, tangan mengepal, dan
rahang dengan kuat.
5) Suasana perasaan Penjelasan : Klien sedih jika melihat pasangan suami-istri
lewat depan rumah
6) Afek Penjelasan : Afek klien labil, mudah emosi, mudah marah.
7) Interaksi selama wawancara Penjelasan : Klien kooperatif, ada kontak mata
pada lawan bicara mudah tersinggung dalam setiap interaksi
8) Persepsi Penjelasan :tidak mendengar suara-suara aneh
9) Proses Pikir Penjelasan : Klien mampu menjawab apa yang ditanya dengan
baik
10) Isi pikir Penjelasan :Klien dapat mengontrol isi pikirnya,klien tidak
mengalami gangguan isi pikir dan tidak ada waham. Klien tidak mengalami
fobia, obsesi ataupun depersonalisasi.
11) Tingkat kesadaran Penjelasan :Klien tidak mengalami gangguan orientasi,
klien mengenali waktu, orang dan tempat.
12) Memori Penjelasan :Klien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan
yang baru terjadi.
13) Tingkat konsentrasi berhitung Penjelasan :Klien mampu berkonsentrasi
dalam perhitungan
14) Kemampuan penilaian Penjelasan : Klien dapat membedakan hal yang baik
dan yang buruk.
15) Daya tilik diri Penjelasan : Klien tidak mengingkari penyakit yang diderita,
klien mengetahui bahwa dia sering marah

6. Mekanisme koping
Klien mengalami mekanisme koping adaptif yaitu klien dapat berbicara baik
dengan orang lain dan berkooperatif

7. Masalah pisikososial dan lingkungan


Klien tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang di alaminya dan obat yang
dikonsumsinya.

B. Masalah Keperawatan

C. Masalah Keperawatan Data Objektif Data Subjektif


Pohon
Resiko perilaku kekerasan 1. Klien tampak kesal 1. Keluarga mengatakan
2. Aktivitas motorik
klien suka marah-
tegang
3. Tatapan mata klien marah
tajam
2. Keluarga mengatakan
4. Klien mudah
tersinggung klien sering berkata
5. Klien berbicara tidak
kasar kotor
sesuai

Masalah Dan Diagnosis Keperawatan


Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : HDR

Diagnosa Keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan

BAB III
LANDASAN TEORI

A. Proses Terjadinya Masalah


a. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi prilaku kekerasan jika faktor
berikut dialami oleh individu:
1. Psikologis : kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditilak, dihina, dianiaya.
2. Prilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobsevasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi prilaku kekerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap prilaku kekerasan yang diterima
(permissive).
4. Bioneurologis banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya prilaku kekerasan.

b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab prilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut,
padat, keritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai
atau perkejaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain interaksi yang
profokatif dan konflik dapat pula memicu prilaku kekerasan.

B. Tindakan Keperawatan
1. Prinsip Tindakan Secara Garis Besar UNtuk Tiap Masalah
Menurut Sutejo (2017) mengatakan bahwa tindakan asertif adalah tindakan
yang dilakukan untuk mengekspresikan marah, meminta, dan menolak dengan baik dan
sopan tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis. Sedangkan menurut
Yosep (2009) asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau
diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada individu dan
tidak akan menimbulkan masalah. Menurut Stuart (2016) menyatakan bahwa sikap
asertif adalah sikap yang berada tepat di titik tengah pada rentang antara perilaku pasif
dan perilaku agresif. Perilaku asertif merupakan sikap yang menunjukan rasa yakin
tentang diri sendiri, mampu berkomunikasi dengan secara hormat pada orang lain.
Seseorang dengan perilaku asertif mampu berbicara dengan orang lain dengan cara
yang jelas dan langsung. Mereka juga mampu menunjukan sikap yang memperhatikan
norma-norma ruang pribadi orang lain sesuai dengan situasinya. Seseorang dengan
perilaku asertif merasa bebas untuk menolak permintaan yang tidak masuk akal. Namun
mereka dapat menjelaskan alasannya pada orang lain tanpa membuat orang tersebut
menjadi marah dan umumnya dapat menerima alasannya. Di sisi lain perilaku asertif
juga ditunjukan dengan sikap tidak ragu untuk menyampaikan permintaan pada orang
lain, dengan asumsi bahwa orang lain akan menerima permintaannya yang masuk akal.
Jika orang lain tidak dapat menolak permintaannya, seseorang dengan perilaku asertif
tidak akan merasa bersalah saat melakukan permintaan pada orang lain.
Perilaku asertif merupakan kemampuan mengkomunikasikan perasaan secara
langsung kepada orang lain. Untuk itu, sikap marah tidak boleh ditunjukan, dan
ekspresi perasaan cenderung diupayakan seimbang dengan situasi yang ada. Seseorang
yang berperilaku asertif dapat mengungkapkan rasa sayang dan perhatian pada orang-
orang yang dirasakan dekat dengannya. Pujian diberikan saat yang tepat. Sikap asertif
juga ditunjukan dengan sikap mampu menerima masukan positif dari orang lain.
Menurut Townsend (2009) menyatakan bahwa perilaku asertif membantu individu
merasa lebih baik terhadap diri sendiri dengan mendorong mereka untuk membela hak
asasi mereka. Hak ini memiliki representasi yang setara pada semua individu. Akan
tetapi seiring hak, muncul juga tanggung jawab dalam jumlah yang seimbang. Bagian
dari menjadi asertif terdiri dari menjalankan tanggung jawab ini.
Perilaku asertif meningkatkan harga diri dan kemampuan untuk membentuk
hubungan interpersonal yang memuaskan. Ini dicapai melalui kejujuran, keterbukaan,
ketepatan, dan penghargaan hak pribadi serta hak orang lain. Individu membentuk pola
respon dalam beragam cara, seperti melalui model peran, dengan menerima penguatan
positif atau negatif, atau dengan pilihan secara sadar. individu asertif menegakan hak
diri mereka sendiri dan melindungi hak orang lain. beberapa perilaku penting yang
terdapat dalam perilaku asertif terdiri dari kontak mata, postur tubuh, jarak personal,
kontak fisik, sikap tubuh, ekspresi wajah, suara, kefasihan, pemilihan waktu,
mendengarkan, berpikir, dan isi pikir. Berikut adalah standar operasional pelaksanaan
penerapan tindakan asertif pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan (cara verbal)
(RSJ Ghrasia, 2015)

1. Pengertian
Manajemen marah : cara sosial/verbal adalah suatu strategi untuk
menghilangkan / mengurangi perasaan jengkel / marah yang dialami oleh pasien
sehingga mencegah pasien tersebut untuk melakukan perilaku yang destruktif
dengan metode menghilangkan rasa marah secara konstruktif dengan cara
sosial/verbal.
2. Tujuan
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk agar pasien mampu mencegah /
mereda marahnya ketika muncul tanda-tanda marah sehingga tidak sampai
melakukan perilaku kekerasan
3. Kebijakan
a. Keputusan Direktur Rumah Sakit
Dilakukan pada pasien dengan marah / perilaku kekerasan dan dengan riwayat
perilaku kekerasan dilakukan di ruangan yang tenang.
b. Petugas yang menangani manajemen marah : cara sosial/verbal adalah perawat
dengan pendidikan minimal DIII Keperawatan yang memiliki kewenangan
klinis yang terkait.
4. Prosedur
a. Persiapan
1) Tentukan pasien
2) Identifikasi pasien
3) Buat kontrak dengan pasien
b. Orientasi
1) Beri salam terapeutik
2) Tanyakan perasaan pasien saat ini
3) Jelaskan tujuan dan kontrak waktu
c. Tahap Kerja
1) Ajarkan pasien metode menyalurkan marah dengan cara verbal yaitu ketika
marah minta pasien untuk mengatakan :
“aku sedang marah”
“aku jengkel karena tidak diberi makan (misalnya) dsb”.
2) Minta pasien untuk mendemonstrasikan
3) Diskusikan bersama pasien tentang bagaimana cara marah yang sehat
4) Berikan pujian kepada pasien
5) Jaga privasi klien
6) Perhatikan keamanan & kenyaman pasien
d. Terminasi
1) Evaluasi
a) Tanyakan perasaan pasien setelah kontak
b) Tanyakan kembali tentang cara sosial/verbal yang dapat dilakukan untuk
menghilangkan marah
2) Rencana Tindak Lanjut
3) Anjurkan pasien untuk menyalurkan marahnya agar tidak menimbulkan
akibat yang buruk akan datang
a) Sepakati untuk melakukan cara menghilangkan marah metode spiritual
4) Waktu : 20-30 menit

5. Unit Terkait
a. Instalasi Rawat Jalan
b. Instalasi Rawat Inap
c. Instalasi Gawat Darurat
d. Instalasi Rawat Intensif
e. Instalasi Penanganan Korban Napza
f. Instalasi Farmasi
g. Instalasi Rekam Medis
h. Bidang Keperawatan
i. Bidang Penunjang & Sarana

2. Tujuan khusus tiap masalah keperawatan disertai tindakan keperawatan untuk


tiap tujuan khusus
1. Tujuan Khusus I : Klien dapat membina saling percaya.

Kriteria hasil : klien dapat menunjukan tanda-tanda percaya kepada


perawat:
a. Wajah cerah.
b. Tersenyum.
c. Mau berkenalan.
d. Ada kontak mata.
e. Mau menceritakan perasaan yang dirasakan.
f. Mau mengungapkan masalahnya.

Intervensi :

a. Beri salam setiap interaksi.


b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan tujuan perawat
berkenalan.
c. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien.
d. Tunjukan tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali
berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.

2. Tujuan Khusus II : Klien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku


kekerasan.
Kriteria Hasil :

a. Klien dapat mengungkapkan perasaannya.


b. Klien dapat menceritakan penyebab perasaan marah baik dari diri
sendiri maupun orang lain.

Intervensi :

a. Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya.


b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan marahnya.
c. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau
kesal.
d. Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa marahnya.
e. Dengarkan tanpa menyela atau menberikan penilaian setiap ungkapan
perasaan.

3. Tujuan Khusus III : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku


kekerasan.

Kriteria Hasil : Klien mampu menceritakan tanda-tanda perilaku kekerasan:

a. Tanda fisik : mata merah.


b. Tanda emosional : perasaan marah, jengkel, bicara kasar.
c. Tanda sosial : bermusuhan yang dialami saat terjadi perilaku
kekerasan.

Intervensi :

a. Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang


dialaminya.
b. Motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat
perilaku kekerasan terjadi.
c. Motivasi klien menceritakan kondisi emosionalnya (tanda-tanda
emosional) saat terjadi perilaku kekerasan.
d. Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain saat
terjadi perilaku kekerasan.

4. Tujuan Khusus IV : Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan.


Kriteria Hasil : Klien mampu menjelaskan :

a. Jelas ekspresi kemarahan yang selama ini telah dilakukan.


b. Perasaannya saat melakukan perilaku kekerasan.
c. Efektifitas cara yang di pakai dalam menyelesaikan masalah.

Intervensi :

a. Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama


ini.
b. Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindakan kekerasan tersebut
terjadi.
c. Diskusikan apakah dengan tindakan kekerasan masalah yang di
alami teratasi.

5. Tujuan Khusus V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Kriteria Hasil : Klien dapat menjelaskan akibat tindakan kekerasan yang


dilakukannya :

a. Diri sendiri : luka, dijahui teman, dan lain-lain.


b. Orang lain atau keluarga : luka, tersinggung, ketakutan, dan lain- lain.
c. Lingkungan : batang atau benda rusak.

Intervensi :

a. Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.


b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan klien.
c. Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara yang sehat.

6. Tujuan Khusus VI : klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk


mencegah perilaku kekerasan.

Kriteria Hasil :

a. Klien menyebutkan contoh mencegah perilaku kekerasan secara fisik.


b. Tarik napas dalam.
c. Pukul bantal dan kasur.
d. Kegiatan fisik yang lain.

e. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku


kekerasan.
Intervensi :

a. Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.


b. Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa di lakukan.
c. Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah di lakukan untuk mencegah
perilaku kekerasan : tarik nafas dalam, pukul bantal dan kasur.
d. Diskusikan cara melakukan tarik nafas dalam dengan klien.
e. Beri contoh kepada klien tentang cara menarik nafas dalam.
f. Minta klien mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5 kali.
g. Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara
menarik nafas dalam.

7. Tujuan Khusus VII : Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk


mencegah perilaku kekerasan.

Kriteria Hasil :

a. Klien mampu memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan.


b. Fisik : tarik nafas, pukul bantal dan kasur.
c. Verbal : mengungkapkan perasaan kesal dan jengkel pada orang lain
tanpa menyakiti.
d. Spiritual : zikir, medikasi dan lain-lain.

Intervensi :

a. Diskusikan cara yang mungkin dipilih dan di anjurkan klien memilih


cara yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan :

a. Peragakan cara yang mungkin dipilih dan di anjurkan klien memilih cara
yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan.
b. Peragakan cara melaksanakan cara yang di pilih.
c. Anjurkan klien menirukan perasaan yang sudah dilakukan.
d. Beri penguatan pada klien, perbaik cara yang masih belum
sempurna.
e. Anjurkan klien mengungkapkan cara yang sudah dilatih saat marah.

8. Tujuan Khusus VIII : klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual


untuk mencegah perilaku kekerasan.

Kriteria Hasil :

a. Klien dapat menyebutkan nama ibadah yang biasa dilakukan.


b. Klien dapat mendemostrasikan cara ibadah yang di pilih.
c. Klien mempunyai jadwal untuk melatih kegiatan ibadah.
d. Klien dapat mengevaluasi terhadap kemampuan melakukan
kegiatan.

Intervensi :

a. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah di lakukan.


b. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat di lakukan.
c. Bantu klien memilih kegiatan yang akan dilakukan.
d. Minta klien mendemomstrasikan kegiatan ibadah yang di pilih

e. Beri pujian atas keberasilan klien.

9. Tujuan Khusus IX : Klien menggunakan obat sesuai program yang telah


di tetapkan.

Kriteria Hasil : Klien mampu menjelaskan :

a. Manfaat minum obat.


b. Kerugian tidak minum obat.
c. Nama obat.
d. Bentuk dan warna obat.
e. Dosis yang diberikan kepadanya, waktu, cara, dan efek.
f. Klien mampu menggunakan obat sesuai program.

Intervensi :

a. Jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika


tidak mengguanakan obat.
b. Jelaskan kepada klien :
1. Jenis obat (nama, warna dan bentuk).
2. Dosis, waktu, cara dan efek.
c. Anjurkan klien :
1. Minta mengunakan obat tepat waktu.
2. Laporan jika mengalami efek yang tidak biasa.
3. Beri pujian kedisiplinan klien menggunakan obat.
BAB IV
PELAKSANAAN TINDAKAN

A. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian dan analisa data selanjutnya
adalah penegakan diagnosa keperawatan dan pembuatan pohon
masalah. Diagnosis keperawatan risiko perilaku kekerasan
dirumuskan jika klien saat ini tidak melakukan perilaku kekerasan,
tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan dan belum mampu
mengendalikan perilaku kekerasan tersebut. Berikut adalah diagnosa
keperawatan dan pohon masalah pada klien dengan risiko perilaku
kekerasan :

Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Risiko perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan

B. Rencana Keperawatan
Keliat (2019) Tindakan keperawatan dilakukan untuk
mengatasi perilaku klien. tindakan dilakukan pada pasien dan
keluarga. Berikut adalah rencana tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan.
Tujuan :
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan.
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan.
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya.
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan
yang dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol
perilaku kekerasannya.
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya secara fisik, verbal, spiritual, dan dengan
terapi psikofarmaka.
g. Keluarga dapat berperan serta secara aktif sebagai
pendukung klien (suport system) dalam mengatasi risiko
perilaku kekerasan
Tindakan Keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya, dalam membina
hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi.
Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka
membina hubungan saling percaya adalah :
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap
kali bertemu pasien.
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku
kekerasan saat ini dan yang lalu.
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab
perilaku kekerasan
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
secara fisik.
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
secara psikologis.
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
secara sosial.
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
secara spiritual.
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
secara intelektual.
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan pada saat marah, yaitu secara verbal
terhadap :
1) Orang lain.
2) Diri sendiri.
3) Lingkungan.
4) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
e. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku
kekerasan secara
1) Fisik : pukul bantal, kasur, tarik nafas dalam.
2) Obat
3) Verbal : menyatakan secara asertif rasa
marahnya.
4) Spiritual : kegiatan ibadah sesuai keyakinan
pasien
f. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara
fisik :
1) Latihan nafas dalam dan pukul kasur-bantal.
2) Susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul
kasur-bantal.
g. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh
minum obat :
1) Latih pasien minum obat secara teratur disertai
penjelasan kegunaan obat dan akibat berhenti
minum obat.
2) Susun jadwal minum obat secara teratur.
h. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara
verbal :
1) Latih mengungkap rasa marah secara verbal :
menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik.
2) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah
secara verbal.
i. Latih mengontrol perilaku kekerasan secara
spiritual :
1) Diskusikan kegiatan ibadah yang pernah
dilakukan pasien.
2) Latih mengontrol marah dengan melakukan
kegiatan ibadah yang biasa dilakukan pasien.
3) Buat jadwal latihan kegiatan ibadah.
j. Diskusikan bersama keluarga pasien pentingnya
peran serta keluarga sebagai pendukung
1) klien dalam mengatasi risiko perilaku kekerasan
Jelaskan pengertian, penyebab, akibat, cara
merawat klien.
2) Peragakan cara merawat klien
3) Beri kesempatan keluarga untuk memperagakan
ulang cara perawatan terhadap klien.
C. Implementasi
Setelah dibuat rencana tindakan keperawatan yang akan
dilakukan kepada pasien dengan risiko perilaku kekerasan,
selanjutnya adalah menerapkan rencana tersebut kepada pasien dan
dilakukan evaluasi setiap selesai pemberian implementasi.
D. Evaluasi keperawatan
Evaluasi kemampuan pasien mengatasi risiko perilaku kekerasan
berhasil apabila pasien dapat :
a. Menyebutkan penyebab, tanda, dan gejala perilaku kekerasan
dan akibat dari perilaku kekerasan
b. Mengontrol perilaku kekerasan :
1) Fisik : tarik nafas dalam, memukul bantal/kasur
2) Obat
3) Sosial/verbal : meminta, menolak, mengungkapkan perasaan
secara sopan dan baik
4) Spiritual : dzikir/berdoa, meditasi berdasarkan agama yang
dianut
Evaluasi kemampuan keluarga (pelaku rawat) risiko perilaku
kekerasan berhasil apabila keluarga dapat :
1) Mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
(pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya risiko
perilaku kekerasan)
2) Mencegah terjadinya perilaku kekerasan
3) Menunjukan sikap yang mendukung dan menghargai pasien
4) Memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol perasaan
marah
5) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung
pasien mengontrol perasaan marah
6) Mengevaluasi manfaat asuhan keperawatan dalam mencegah
perilaku kekerasan pasien

Anda mungkin juga menyukai