Makalah III
Makalah III
Evaluasi Kasus
Oleh
dr.Glendy
Pembimbing
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
i
EVALUASI KASUS LUKA BAKAR DI UNIT LUKA BAKAR RS.DR
WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR : PROGNOSIS,
MORTALITAS, PARAMETER SIRS, BASE EXCESS ANALISA GAS
DARAH, KULTUR BAKTERI DAN SENSIVITAS ANTIBIOTIK TAHUN
2016 - 2018
Abstrak
Hasil : Dari hasil studi retrospektif penderita luka bakar yang dirawat di Unit
Luka Bakar RS Dr Wahidin sudirohusodo Makassar dari tahun 2016-2018
diperoleh data bahwa Jumlah penderita luka bakar 184 orang,berdasarkan Jenis
kelamin; pria 125 (73,4%) dan wanita 49 (26,6%),Usia terbanyak pada golongan
umur dewasa 13-25 tahun (30%),Mekanisme terjadi luka bakar paling banyak
akibat api 91 kasus (49,4%),Luas Luka bakar terbanyak dalam rentang 10-20% 52
kasus (28,2%),kedalaman luka bakar terbanyak mid deep dermal sebanyak 71
kasus (38,5%) ,Tindakan pembedahan dilakukan pada 184 pasien dimana pada 1
pasien bisa dilakukan beberapa tindakan pembedahan sehingga didapatkan total
229 pembedahan yaitu debridement pada 153 kasus (83,1%).Angka mortalitas
sebanyak 33 kasus ( 17,9%).Dari 33 kasus mortalitas yang diperiksa leukosit
terdapat 27 kasus mortalitas mengalami leukositosis (81,9%) sementara angka
mortalitas pada leucopenia terdapat 4 kasus(12,1%),Ada 13 kasus mortalitas yang
ii
diperiksa prokalsitonin hasilnya semua(100%) menunjukkan peningkatan
prokalsitonin. Terdapat 15 kasus mortalitas yang diperiksa BE Analisa Gas Darah
dengan angka mortalitas Base Excess negatif sebanyak 7 kasus(46,6%) sementara
pada nilai normal terdapat 3 kasus(20%) dan pada BE positif terdapat 5
kasus(33,3%).pada kultur bakteri 59 pasien ditemukan kuman yang terbanyak
yang ditemukan pada biakan pus pasien adalah Acinetobacter baumanii sebanyak
22 kasus (37,3%),Antibiotik paling sensitive adalah Meropenem yang sensitive
pada 23 kasus (39%)
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR GAMBAR
13. Tabel 3. 13. Distribusi kasus luka bakar berdasarkan Prokalsitonin terhadap
Mortalitas ……………………………………………………………………48
14. Tabel 3. 14. Distribusi kasus luka bakar berdasarkan Base Excess Analisa Gas
Darah………………………………………………………………………... 51
15. Tabel 3. 15. Distribusi kasus luka bakar berdasarkan Base Excess Analisa Gas
Darah ……………………………………………………………………….. 51
16. Tabel 3. 16. Distribusi kasus luka bakar berdasarkan Kultur Bakteri ……….54
17. Tabel 3. 17. Distribusi kasus luka bakar berdasarkan Kultur Bakteri terhadap
mortalitas …………………………………………………………………… 55
v
18. Tabel 3. 18. Distribusi kasus luka bakar berdasarkan Kultur Sensivitas
Antibiotik ……………………………………………………………………57
19. Tabel 3.19. Distribusi kasus luka bakar berdasarkan Kultur Sensivitas
Antibiotik terhadap ………………………………………………………….58
vi
DAFTAR ISI
Cover .................................................................................................................................................. i
Abstrak............................................................................................................................................... ii
Daftar Gambar................................................................................................................................... iv
Daftar Tabel........................................................................................................................................ v
vii
BAB IV PENUTUP .........................................................................................................................67
viii
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Luka bakar masih menjadi masalah bagi masyarakat karena dapat
menimbulkan penderitaan, kecacatan , kehilangan financial dan kematian.
Penanganan dan perawatan luka bakar (khususnya luka bakar berat) memerlukan
perawatan yang kompleks dan masih merupakan tantangan tersendiri karena
angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi 1
Beberapa merupakan kecelakaan yang tidak terprediksi, tetapi
kebanyakan merupakan hasil ketidakhati-hatian atau perhatian yang
kurang.Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya ( dapat tampak dalam bentuk
pingsan ),penyalahgunaan alcohol dan obat juga berkontribusi dengan derajat
yang lebih rendah 20
Kira-kira 1 persen populasi Australia dan Selandia Baru (286.00)
mengalami luka bakar yang membutuhkan penanganan medis setiap tahun. Dari
populasi tersebut. 10% nya membutuhkan perawatan di rumah sakit,dan 10% dari
yang dirawat di rumah sakit menderita luka bakar hingga dapat mengancam hidup
mereka. 50% dari pasien yang terbakar tadi akan mengalami restriksi aktivitas
sehari-hari 20
Pada orang dewasa maupun pada anak-anak, lokasi terjadinya cedera luka
bakar yang paling umum adalah di rumah, pada anak- anak, lebih dari 80%
kecelakaan terjadi di rumah. Dengan ruangan yang paling berbahaya adalah dapur
dan kamar mandi.Kebanyakan cedera akibat air panas pada anak-anak maupun
pada lansia terjadi di kedua ruangan tersebut. 20
Penyebab luka bakar di orang dewasa dan anak-anak berbeda, dimana api
merupakan penyebab paling sering pada orang dewasa, dan luka bakar akibat air
panas (atau cairan panas) merupakan penyebab tersering pada anak-anak. Seiring
bertambhanya usia anak-anak. Pola penyebab luka bakarnya semakin mirip
dengan orang dewasa20 .
1
Data luka bakar di Indonesia sendiri secara umum di dapatkan melalui
survey RISKESDAS tahun 2013 dimana prevelensi luka bakar sebagai penyebab
cedera di seluruh Indonesia adalah 0,7 %.4
Sementara data dari beberapa Center Luka Bakar di Indonesia,untuk unit
luka bakar RSCM oleh Nungki Ratna Martina dan Aditya Wardana dari januari
2011-Desember 2012 terdapat 275 pasien luka bakar dan 203 diantaranya adalah
dewasa. Dari studi tersebut jumlah kematian akibat luka bakar yaitu 76 pasien
(27,6%) .Diantara pasien yang meninggal 78% disebabkan oleh api, luka bakar
(14%), air panas (4%),kimia (3%) dan metal (1%)10
Sementara itu penelitian Adi Madheten dan Leonardo Rieuwpassa pada
penderita Luka bakar yang dirawat di Unit Luka bakar RS Dr Wahidin
Sudirohusodo Makassar selama periode 2008-2010 terdapat 202 penderita dengan
rata-rata 67 kasus dalam setahun18.
Alasan kenapa penulis membuat tulisan ini agar dapat mengetahui insiden,
prognosis dan mortalitas disertai dengan penanda SIRS dan kultur sensivitas
bakteri dari luka bakar di RS Wahidin Sudirohusodo.
RS Wahidin Sudirohusodo adalah RS Tipe A di Indonesia bagian timur
yang menjadi pusat rujukan seluruh kasus luka bakar tingkat lanjut untuk
Indonesia timur.pemahaman yang mendalam tentang mortalitas ,prognosis dan
penanda SIRS serta kultur sensivitas bakteri sangat diperlukan dalam penanganan
kasuus luka bakar,sehingga kita dapat lebih cepat mendeteksi lebih cepat tanda
tanda SIRS dan Sepsis,serta pemberian antibiotic yang tepat diharapkan hal
tersebut dapat menurunkan angka mortalitas,prognosis yang baik dan angka rawat
inap yang rendah pada pasien yang dirawat.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Berapakah insiden kasus luka bakar di Unit Luka Bakar RS Dr Wahidin
Sudirohusodo Makassar?
2. Bagaimana distribusi kasus luka bakar berdasarkan jenis kelamin, usia
,etiologi,derajat luka bakar,luas luka bakar,tindakan pembedahan, mortalitas,
lama perawatan .parameter SIRS .kultur bakteri dan sensivitas antibiotic
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran klinik-
epidemiologik pada kasus luka bakar di Unit luka bakar RS Dr Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
1.4 Metode
Studi retrospektif deskriptif ini , dilakukan di rekam medik Unit luka bakar
RS Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar terhadap semua pasien yang dirawat di
Unit luka bakar dari tahun 2016-2018. Data yang dikumpulkan kemudian diolah
dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit merupakan ‘organ’ terluas pada tubuh manusia dengan luas 0,25 m 2
pada anak dan 1,8 m2 pada dewasa , melindungi seluruh permukaan luar tubuh
manusia dan merupakan tempat tubuh mengalami kontak dengan dunia luar. Kulit
sebagai pertahanan yang mencegah jaringan terkena paparan trauma, radiasi
ultraviolet , suhu ekstrim, toxin dan bakteri 1.
Embriologi Kulit
Epidermis
4
dari keratinosit . Epidermis tersusun dari 5 lapisan yaitu : stratum corneum,
stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum
germinativum. Keratinosit sebagai sel yang utama pada epidermis paling banyak
pada stratum germinativum atau basale, keratinosit membelah dan berdiferensiasi
dan bergerak ke lapisan yang lebih superficial.Ketika mencapai stratum korneum ,
keratinosit sudah matang, anuclei dan dan akhirnya terlepas dari kulit 1,2.
Dermis
5
Struktur tambahan pada kulit merupakan struktur epitelial intradermal
dengan sel epitel yang membelah dan berdiferensiasi. Hal ini penting sebagai
sumber sel epitel saat re-epitelisasi pada kasus luka bakar, abrasi atau skin graft
split thicknes. Struktur tambahan yang dimaksu seperti : Glandula sebasea,
glandula ecrin,glandula apocrin,folikel rambut.
Gambar 2.1 Lapisan Kulit (dikutip dari Grabb and smith’s plastic surgeon)
2.2 Patofisiologi
Proses patologik yang terjadi pada trauma luka bakar dapat terjadi lokal
dan reaksi inflamasi sistemik yang menimbulkan terjadinya perpindahan cairan
6
dari intravaskuler ke rongga interstitial. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi
perubahan permiabilitas vaskuler ketika barier kapiler berubah akibat mediator
kimia termasuk histamine, serotonin, prostaglandin, trombosit, komponen
complement .
Ketika luas luka bakar mencapai 15-20% , syok dapat terjadi jika tidak
dilakukan resusitasi cairan. Proses extravasasi cairan dari intravaskuler ke
interstitial ini terjadi sampai 6-12 jam setelah luka bakar terjadi dimana
permeabilitas kapiler mulai membaik 3,4.
7
2.3 Klasifikasi Luka bakar
8
waktu singkat (dalam 7 hari) tanpa parut maupun perubahan warna..
Kadang diperlukan perawatan di rumah askit untuk manajemen nyeri
.Eritema (luka bakar epidermal) tidak diperhitungkan pada kalkulasi luas
luka bakar Memang untuk membedakan eritema (luka bakar epidermal)
dengan luka bakar superficial (dermal) adalah sulit dalam beberapa jam
pertama pasca luka bakar.18
9
(folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat) dan menutupi
dermis (proses epitelialisasi). Proses tersebut berlangsung dalam waktu
maksimal 14 hari dengan bekas luka yang menunjukkan perbedaan
warna. Tidak ada skar yang dibentuk pada luka bakar dermal–superfisial
ini. Bila proses epitelialisasi mengalami keterlambatan, hal ini
menunjukkan bahwa kedalaman luka lebih dalam dibandingkan saat
diagnosis ditegakkan18.
10
2.Seluruh ketebalan kulit (Full Thickness Burns)
Full thickness burns menyebabkan kerusakan lapis epidermis dan
dermis dan dapat menyebabkan kerusakan struktur jaringan yang lebih
dalam . Pada penampilan klinik dijumpai kulit bewarna putih (dense
white, waxy, dancharredappearance). Ujung saraf sensorik di dermis
rusak sehingga hilang sensasi.. Kulit yang mengalami koagulasi
menunjukkan konsistensi seperti kulit ini disebut eskar.18
Rule of nine dapat digunakan sebagai teknik praktis untuk menilai luas
dari permukaan luka bakar. Teknik ini membagi bagian besar tubuh kedalam
persentase . Untuk dewasa luas 9% pada kepala leher dan setiap ekstrimitas atas,
luas 18% pada setiap sisi anterior dan posterior trunkus, 18% untuk setiap
ekstrimitas bawah dan 1% pada perineum dan genital. Telapak tangan penderita
menggambarkan luas 1% dan sangat membantu pada luka bakar yang tersebar 7.
11
pada kepala dan 14,5%(14+1/2) pada masing masing ekstremitas
bawah,sedangkan pada anak usia 4 tahun mempunyai luas permukaaan tubuh
14%(18-4) pada kepala dan 16 % (14+4/2) pada masing-masing ekstremitas
bawah. Mulai Usia 9 tahun,perhitungan dewasa mulai diterapkan,termasuk luas
1% untuk perineum.7
12
Gambar 2.3 Rule of nine pada dewasa dan anak (dikutip dari Buku Pedoman
Kursus EMSB)
13
Pada anamnesis, petugas medik harus mendapatkan informasi
mengenai kemungkinan adanya cedera lain pada beberapa kondisi di bawah
ini
14
Survei Primer
Nilai patensi jalan napas, cara termudah adalah berbicara dengan pasien.
Jika tidak paten, bersihkan jalan napas dari benda asing dan membuka
jalan napas dengan manuver chin lift/jaw thrust. Jaga gerakan tulang
servikal seminim mungkin dan jangan melakukan fleksidan ekstensi
kepala dan leher
15
Manajemen tulang belakang servikal (terbaik dengan rigid collar).
Adanya cedera di atas klavikula seperti trauma muka atau tidak sadarkan
diri kerap disertai patah tulang belakang servikal.
Cari bukti adanya pendarahan secara spesifik( adanya darah di lantai dan 4
tempat lainnya )
16
- Perdarahan Pelvis perlunya pelvic binder untuk dapat menyelamatkan
nyawa
- Tulang panjang reduksi dan splint
- Periksa pulsasi sentral – apakah kuat atau lemah?
- Periksa tekanan darah
- Periksa capillary refill (sentral dan perifer) – normal bila ≤2 detik. Bila >2
detik menunjukkan hipovolemia atau kebutuhan untuk eskarotomi pada
tungkai bersangkutan, periksa tungkai lainnya.
- Masukkan 2 buah kateter IV berdiameter besar, sebaiknya daerah yang
tidak terbakar
- (normal)
- Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap / ureum kreatinin / fungsi
hari / koagulasi / β– hCG / Cross Match / carboxyhaemoglobin [2, 9].
- Bila pasien syok lakukan resusitasi cairan bolus dengan metode Hartmann
untuk
- memperbaiki pulsasi radialis.
- Pertanda klinis–awal syok biasanya ditimbulkan penyebab lain. Carilah
dan atasi
17
E. Paparan dan Pengendalian Lingkungan
Lepaskan semua pakaian dan perhiasan termasuk anting dan jam tangan
Miringkan pasien untuk visualisasi sisi posterior
Jaga agar pasien tetap hangat
Area luka bakar dihitung menggunakan metode Rule of Nines atau
palmaris (Rule
of One).
Resusitasi Cairan
18
angiotensin. Pada luka bakar luas (>20––30% luas permukaan tubuh), jumlah
mediator yang diproduksi demikian banyak diikuti peningkatan permeabilitas
yang berlangsung luas hingga dijumpai pembentukan edema yang masif dan
sistemik [18]. Hal ini menyebabkan terjadinya syok hipovolemia dalam waktu
singkat. Hal ini ditunjang adanya kerusakan anatomik endothelial lining
sistem mikrovaskulatur yang terdeteksi pada pemeriksaan mikroskop elektron.
Dijumpai berbagai metode resusitasi cairan yang masing–masing
menunjukkan hasil berbeda. Secara praktis, bagaimanapun, larutan kristaloid
misalnya larutan Hartmann (Lactated Ringers) atau Plasmalyte diakui secara
luas untuk digunakan sebagai inisiasi prosedur resusitasi
Pada kasus anak, dijumpai keterbatasan sistem cadangan fisiologik
dan besarnya rasio luas permukaan tubuh terhadap massa tubuh dibandingkan
dengan dewasa. Dengan demikian, ambang cairan resusitasi yang perlu
diberikan pada anak lebih rendah dibandingkan dewasa (kurang lebih 10%)
dan cenderung memerlukan volume yang lebih tinggi untuk tiap kilogram.
Karenanya, diperlukan cairan lebih banyak untuk menyeimbangkan kebutuhan
cairan yang diperoleh melalui perhitungan formula resusitasi. Pada cedera
inhalasi dibutuhkan lebih banyak cairan. Pembentukan edema semakin
berkurang dalam 18–30 jam pasca luka bakar. Dengan demikian, durasi
resusitasi merupakan suatu variabel dan jumlah cairan yang dibutuhkan untuk
maintenance dapat diketahui dari mengetahui jumlah cairan yang diperlukan
untuk mempertahankan jumlah produksi urin adekuat.
19
Timbang berat badan pasien bila mungkin, atau peroleh informasi data
tersebut pada anamnesis. Data ini diperlukan dalam memperhitungkan
formula resusitasi
Catatan: Kalkulasi kebutuhan cairan dimulai sejak saat terjadi cedera, bukan
terhitung sejak masuk rumah sakit.
Kalkulasi volume yang diestimasi dalam 24 jam pertama [12] saat edema
terbentuk beberapa saat pasca luka bakar Separuh kebutuhan berdasarkan
kalkulasi volume diberikan dalam 8 hours dan separuh sisanya diberikan
dalam16 jam berikutnya.Penurunan kecepatan resusitasi menjadi separuhnya
setelah 8 jam berhubungan dengan terjadinya perbaikan permeabilitas
vaskuler sekitar 8-10 jam setelah trauma luka bakar. Tujuan dari pemberian
resusitasi cairan adalah untuk member kebutuhan cairan minimal untuk
mempertahankan perfusi jaringan di samping memprrtahankan fungsi
fisiologis vital.
Pada kenyataannnya ,cairan resusitasi lebih ditentukan oleh urine output
optimal dan status hemodinamik dibandingkan menerapkan secara ketat
perhitungan formula parkland
Cairan maintenance bagi anak–anak dibagi dalam 24 jam secara
merata.menggunakan :
“4:2:1” Rule
4 ml/kg/jam sampai10 kg
2 ml/kg/jam dari 11-20 kg
1 ml/kg/jam untuk setiap kg lebih dari 20 kg
20
iatrogenic karena pemberian cairan hypotonic dengan air bebas yang
berlebihan
Pemantauan kecukupan resusitasi cairan
Metode terbaik dan termudah adalah melakukan pemantauan jumlah produksi
urine
Dewasa : 0. 5mL/kg/jam = 30–50mL/jam
Anak (< 30kg): 1. 0mL/kg/jam (rentang 0. 5–2mL/kg/jam)
Bila jumlah produksi urine berkisar pada nilai ini, maka kecukupan
perfusi ke organ akanterpelihara. Produksi urine yang berlebih menunjukkan
pemberian cairan berlebihan dan akan menyebabkan terbentuknya edema
masif; produksi urine yang rendah menunjukkan perfusi ke jaringan yang
buruk yang diikuti kerusakan sel Terlihat bahwa pemasangan kateter urine
menjadi sangat penting pada pemantauan dan menjadi suatu keharusan
dilakukan pada:
o Luka bakar >10% pada anak–anak dan
o Luka bakar >20% pada dewasa.
Pemantauan hemodinamik invasif sentral diperlukan pada luka
bakar dengan kondisi pre– morbid seperti adanya penyakit jantung atau cedera
penyerta yang disertai kehilangan darah seperti adanya fraktur multipel.
Asidosis yang nyata (pH<7. 35) pada analisis gas darahu
menunjukkan perfusi jaringan yang tidak tercukupi dan menyebabkan asidosis
laktat. Pada konsisi demikian, penambahan cairan resusitasi merupakan
indikasi. Bila tindakan koreksi mengalami kegagalan dan dijumpai adanya
hemochromogen di urine, pertimbangkan pemberian bikarbonat setelah
melakukan diskusi dengan intensivis. Asidosis juga menunjukkan kebutuhan,
atau ketidakcukupan (inadekuasi) prosedur eskarotomi.
Pada luka bakar luas, tekanan darah yang diukur menggunakan
sphygmomanometer kerap tidak akurat karena edema; pengukuran akurat
hanya didapatkan pada pemeriksaan melalui jalur arterial. Laju jantung kerap
mengalami peningkatan karena nyeri dan faktor emosional; merupakan
indikator yang buruk untuk digunakan pada pemantauan kecukupan resusitasi
21
cairan. Elektrolit serum harus diukur pada kesempatan awal dan selanjutnya
secara regular dalam interval waktu tertentu. Adanya hiponatremia ringan
merupakan hal yang umum akibat dilusi karena pemberian cairan infus dan
sangat tergantung pada konsentrasi natrium pada larutan kristaloid yang
diberikan (larutan NaCl Hartmann hanya mengandung natrium 130 mEq/L).
Hiperkalemia merupakan hal umum dijumpai; terjadi karena kerusakan
jaringan pada luka bakar. Bikarbonat dan glukosa ditambah insulin mungkin
diperlukan untuk melakukan koreksi. Gelisah, perubahan mental dan ansietas
sering dijumpai dan merupakan indicator hipovolemia; dan harus diamati
sebagai respon pertama dalam menilai kecukupan resusitasi cairan.
Hemoglobinuri
Kerusakan jaringan khususnya jaringan otot akibat cedera termal, trauma
tumpul atau iskemia (eskarotomi!) menyebabkan dilepaskannya mioglobin
dan hemoglobin. Pertimbangan kuat untuk melakukan fasiotomi (eskarotomi
tidak membebaskan fasia otot). Urine yang mengandung hemochromogen ini
menunjukkan warna merah gelap. Gagal gnjal akut (GGA, Acute kidney
injury, AKI) merupakan suatu kondisi yang sangat mungkin dijumpai karena
penimbunan deposit haemochromogen di tubulus proksimal dan memerlukan
terapi yang sesuai
Pemberian cairan hingga produksi urine mencapai 2 mL / kg / jam
Pertimbangkan pemberian Mannitol 12.5g dosis tunggal selama 1 jam / L
dalam pola resusitasi cairan dan Observasi respon yang terjadi
22
unit luka bakar. Diuretikum diberikan hanya pada penderita dengan
haemochromogen di urine dan kadang pada penderita luka bakar luas.
Penderita–penderita di bawah ini termasuk kelompok yang kerap memerlukan
ekstra cairan resusitasi
Anak–anak
Penderita dengan cedera inhalasi
Luka bakar listrik
Keterlambatan resusitasi
Dehidrasi – petugas pemadam kebakaran, penderita intoksikasi Neonatus dan
usia lanjut dengan kelainan jantung harus dipantau ketat karena kelebihan
cairan sangat mudah terjadi. Untungnya, edema paru merupakan hal yang
jarang dijumpai karena peningkatan resistensi vakcular di pulmoner jauh lebih
tinggi secara disproporsional dibandingkan resistensi sistemik. Hal ini terjadi
karena terjadinya hipokinesia miokardial dan kerap memerlukan pemantauan
invasif, topangan inotropik, ventilasi dan manajemen cairan secara khusus.
Anak–anak
Anak–anak sangat rentan terhadap hipoglikemia, kelebihan cairan dan
hiponatremia karena keterbatasan simpanan glikogen, rasio luas permukaan
tubuh yang lebih besar dibandingkan berat badan dan volume cairan
intravaskular. Kadar glukosa darah dan elektrolit harus dipantau secara
reguler. Pemberian air harus dibatasi dan pemberian glukosa dilakukan sejak
awal. Hal ini dapat dilakukan melalui pemberian enteral maupun penambahan
dekstrosa ke dalam larutan elektrolit. Sindroma kompertemen abdominal
(Abdominal Compartment Syndrome, ACS) Keadaan ini jarang dijumpai
namun merupakan suatu kondisi serius; merupakan komplikasi yang timbul
pada luka bakar luas baik pada kasus dewasa maupun anak–anak, terutama
bila kebutuhan cairan demikian besar untuk mencapai produksi urine yang
cukup.Adanya ACS dapat diketahui dengan melakukan pengukuran tekanan
intra vesika (urinaria).
23
Analgesia
Nyeri: berikan morfin iv 0. 05–0.1 mg/kg
Titrasi untuk memperoleh efek (pemberian dosis lebih kecil secara frekuen
akan lebih aman).
Test
Radiologi
Tulang belakang servikal
Toraks
Panggul
Sonografi
Fast scan( Focused assessment with sonografi for trauma) untuk
memeriksa abdomen dan cardiac window
Imaging lain sesuai klinis
Tube
Pemasangan NGT Insersi NGT pada luka bakar luas (> 10% pada anak–
anak,> 20% pada dewasa) bila dijumpai cedera penyerta, atau untuk
melakukan dekompresi saluran cerna. Gastroparesis merupakan hal yang
umum terjadi
Kateter Urin penting dipasang untuk mengawasi produksi urin dan
memungkinkan titrasi resusitasi cairan yang akurat
24
Survei Sekunder
A – Alergy
Mekanisme trauma
Luka bakar
Durasi paparan
Jenis pakaian yang dikenakan
Suhu dan kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air panas
Kecukupan tindakan pertolongan pertama.
Komposisi dan konsentrasi kimia pada luka bakar kimia
Voltase dan arus listrik (AC dan DC ) pada luka bakar listrik
Penilaian adekuat tidaknya pada pertolongan pertama
Trauma tajam
Kecepatan proyektil
Jarak
Arah gerakan pasien saat terjadi trauma
25
Panjang pisau, jarak dimasukkan, arah
Trauma tumpul
Pemeriksaan
Kepala
Dada
26
- Luka bakar melingkar mungkin perlu eskarotomibila menyebabkan
restriksi ventilasi
- Batuk yang produktif
- Perubahan suara, parau
Abdomen
Perineum
Jejas,
hematoma,
darah keluar melalui meatus uretra eksterna
Rektum
Darah,
laserasi,
tonus sfingter,
prostat mengambang
Vagina
Tungkai
27
- Pada luka bakar melingkar diikuti perkembangan edema, awalnya eskar
mengnyebabkan terhambatnya aliran balik vena diikuti terhambatnya
aliran arteri yang mengakibatkan iskemia jaringan. Hal ini mengakibatkan
penurunan perfusi ekstremitas diikuti nyeri, parestesia, tidak ada denyut
dan paralisis. Eskarotomi merupakan indikasi saat aliran balik vena
ekstremitas terhambat oleh edema; untuk mengembalikan kecukupan
sirkulasi
Pelvis
Pemeriksaan Neurologik
Catatan:
1) Pada pasien luka bakar, paresis tungkai mungkin disebabkan oleh insufisiensi
vaskular
akibat eskar yang kaku. Pada kondisi ini, eskarotomi merupakan indikasi.
28
Dokumentasi
Buat catatan
Mintakan persetujuan untuk dokumentasi fotografi dan persetujuan
prosedur
Profilaksis Tetanus
Re–evaluasi
Gangguan pernapasan
Gangguan neurologis
Ada tiga masalah utama pada sirs untuk pasien luka bakar antara lain :
1) Vasodilatasi merupakan suatu respon vaskular utama pada proses inflamasi dan
menyebabkan:
a. Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler
b. Terbukanya semua pembuluh kapiler; tidak hanya sebagian.
c. Meregangnya dinding kapiler yang meningkatkan area permukaan
membran kapiler
29
d. dan terbentuknya celah di antara sel–sel endotel.Berkumpulnya darah di
pembuluh vena kecil.
2) Terjadi peningkatan permeabilitas membran kapiler yang nyata . Hal ini
menyebabkan peningkatan transpor zat melalui ketiga mekanisme, yaitu difusi,
filtrasti dan transpor molekul. Namun, mekanisme ketiga yang tampaknya paling
dipengaruhi,kemudian diikuti oleh meningkatnya perpindahan albumin melintas
membran kapiler (kebocoran). Perpindahan cairan disertai albumin ke ruang
interstisium mengalami akumulasi menyebabkan edema.
3) Kerusakan jaringan akibat paparan terhadap sumber termal menyebabkan
terurainya substansi dasar intersel. Hal ini mempercepat peningkatan tekanan
osmotik koloid di ruang interstisium; yang dapat diamati secara eksperimental.
Efek lainnya dari luka bakar substansi dasar intersel adalah terurainya molekul
yang diduga berperan menyebabkan ekspansi ruang diikuti penurunan tekanan
hidrostatik.
Heggers mengajukan kriteria untuk menegakkan sepsis luka bakar bila ditemukan
lebih dari 5 gejala dari beberapa gejala dibawah ini :
2.Ileus berkepanjangan
Tidak lama setelah itu, kriteria klinik yang digunakan mengikuti hasil
consensus American College Of Chest Physicians and the Society of Critical Care
Medicine tahun 1992 , diagnosis SIRS ditegakkan bila dijumpai dua atau lebih
manifestasi berikut selama beberapa hari berturut-turut
30
2. Takikardia ( Frekuensi nadi > 90 kali per menit.
3.Takipnu ( Frekuensi nafas > 20 kali per menit ) atau tekanan parsial CO 2 rendah
(PaCO2 <32 mmHg)
4.Leukositosis (jumlah leukosit > 12000 sel per mm3 ).leukopenia (<4000 sel per
mm3 ) atau dijumpai > 10 % neutrofil dalam bentuk imatur (band)
Kriteria klinik bersifat sangat subyektif dan tidak jelas karena banyak
factor yang dapat menimbulkan gejala dan tanda serupa. Beberapa peneliti
mencoba mencari beberapa penanda SIRS (dan atau sepsis). Sebagaiman
diuraikan berikut.
31
67% dan efisiensi 57 %. Meskipun banyak peneliti lain tidak sependapat untuk
mencantumkan PCT sebagai penanda sepsis.
Variabel Umum:
4. Takipnu
6. Edema yang sangat bermakna atau balans cairan positif (>20 ml/kgBB dalam
24 jam)
Variabel Inflammasi
32
Variabel hemodinamik
1. Hipotensi arterial( TD Sistolik < 90 mmHg. MAP <70 mmHg atau TD sistolik
turun >40 mmHg pada pasien dewasa
2. SVO2 > 70 %
5. Ileus
6. Trombositopenia ( <100.000/uL)
1. Hiperlaktatemia
33
BAB III
3.1 HASIL
Jenis Kelamin
Tahun Total Kasus
Wanita % Pria %
34
2016 13 7.1% 40 21,8% 53
2017 18 9,8% 52 28,3% 70
2018 18 9,7% 43 23,3% 61
Jumlah 49 26,6% 135 73,4% 184
Dari 184 kasus luka bakar didapatkan paling banyak pada pria sebanyak
125 kasus(73,4%) dan pada wanita 49 kasus(26,6%) dengan perbandingan 3:1
35
Usia penderita mulai dari 1 bulan sampai 76 tahun, kebanyakan
penderita yaitu 56 kasus (30%) berada pada kelompok 13-25 tahun diikuti
oleh kelompok umur 40-60 tahun sebanyak 42 kasus (22,8%), Penderita
anak dibawah umur 13 tahun didapatkan jumlah 32 kasus(17,3%) dari
seluruh penderita luka bakar yang dirawat.
Total
No Etiologi Tahun No (%)
2016 2017 2018
1 Api 20 36 34 91(49,4%)
2 Air Panas 7 5 8 20(10,8%)
3 Kimia 2 4 1 7(3,8%)
4 Listrik/Petir 24 24 18 66(35,8%)
Total 53 69 61 184
Tabel 3.4. Distribusi kasus luka bakar menurut luas luka bakar
36
)
Distribusi kasus luka bakar menurut luas luka bakar di Unit Luka
Bakar RS Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar selama periode 2016-2018
didapatkan kasus terbanyak pada luas luka 10-20% sebanyak 52 kasus
(28,2%) diikuti luas luka bakar 31-50% dan 21-30% sebanyak 32 kasus
(17,3%) sedangkan paling sedikit pada luas luka bakar 76-100% terdapat 8
kasus (4,4%).
Tabel 3.5. Distribusi kasus luka bakar menurut kedalaman luka bakar
37
Tabel 3.6. Distribusi Kasus Luka bakar Berdasarkan Tindakan
Pembedahan
38
Tabel 3.8.Distribusi Mortalitas kasus luka bakar
39
Count 9 5 3 17
% within JENIS 52.9% 29.4% 17.6% 100.0%
KELAMIN
Pria
% within 75.0% 38.5% 37.5% 51.5%
MORTALITAS
JENIS % of Total 27.3% 15.2% 9.1% 51.5%
KELAMIN Count 3 8 5 16
MORTALITAS
% of Total 36.4% 39.4% 24.2% 100.0%
Chi-Square Tes
Value Df Asymp.Sig
(2-sided)
a
Pearson Chi- 4.166 2 .125
Square
Likelihood Ratio
4.313 2 .116
Linear-by-Linear
3.087 1 079
Association
40
N of Valid Cases 33
Tabel 3.9. Distribusi kasus luka bakar menurut luas luka bakar terhadap
mortalitas.
41
Kemudian dengan uji korelasi pearson dan dilanjutkan uji chi
square untuk melihat hubungan kedua variabel apakah ada hubungan
antara total luas luka bakar dan mortalitas maka didapatkan.
42
Count 12 13 8 33
% within TBSA 36.4% 39.4% 24.2% 100.0%
Total % within 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
MORTALITAS
% of Total 36.4% 39.4% 24.2% 100.0%
Chi-Square Tes
Value Df Asymp.Sig
(2-sided)
a
Pearson Chi- 1.825 6 .935
Square
N of Valid Cases
33
43
pasien (39,4%),kemudian disusul TBSA 31-50% sebanyak 9 pasien
(27,2%) dan luas TBSA 76-100% sebanyak 8 pasien (24,2%), berarti luas
luka bakar bukanlah faktor utama sebagai pencetus mortalitas pasien luka
bakar melainkan masih ada faktor lain yang juga berpengaruh.
Tahun Total
Leukosit
2016 2017 2018 N0 (%)
< 4000( Leukopenia) 2 2 - 4(2,1%)
4000 sd 12.000
(Normal) 10 11 9 30(16,3%)
> 12.000 150(81,5%
(Leukositosis) 41 56 53 )
Total 53 69 62 184(100%)
Pada pemeriksaan pasien dengan luka bakar tahun 2016 sampai dengan
tahun 2018 yang dilakukan pemeriksaan leukosit maka didapatkan 150 pasien
(81,5%) yang mengalami leukositosis sedangkan yang mengalami leucopenia ada
4 kasus (2,1%).
44
(Leukositosis)
Total 12 13 8 33(100%)
Cases
Valid Missing Total
MORTALITAS
45
% within 100,0% 0,0% 0,0% 100,0%
LEUKOSIT
4000-12.000 % within 16,7% 0,0% 0,0% 6,1%
(Normal) MORTALITA
S
% of Total 6,1% 0,0% 0,0% 6,1%
Count 8 11 8 27
I
% within 29,6% 40,7% 29,6% 100,0%
T
LEUKOSIT
>12.000
% within 66,7% 84,6% 100,0 81,8%
(Leukositosis)
MORTALITA %
S
% of Total 24,2% 33,3% 24,2% 81,8%
Count 12 13 8 33
% within 36,4% 39,4% 24,2% 100,0%
LEUKOSIT
Total % within 100,0% 100,0% 100,0 100,0%
MORTALITA %
S
% of Total 36,4% 39,4% 24,2% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
a
Pearson Chi- 5,461 4 ,243
Square
Likelihood Ratio 6,947 4 ,139
Linear-by-Linear 2,511 1 ,113
Association
N of Valid Cases 33
46
Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi
( Asymp.Sig).Jika Nilai Asymp.Sig (2-sided) < 0,05 maka didapatkan ada
hubungan antara kedua variabel,sedangkan sebaliknya apabila Nilai
Asymp.Sig (2-sided) >0,05 maka tidak ada hubungan antara kedua
variabel. Karena Nilai Asymp sig(2-sided) untuk tabel 11 adalah “0.243”
berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara hitung sel
darah putih dengan angka mortalitas pada pasien luka bakar yang
dirawat. Sehingga hitung sel darah putih tidak spesifik dalam
memprediksi mortalitas pasien luka bakar yang dirawat di RS wahidin
Sudirohusodo.
Total
Prokalsitonin Tahun N0 (%)
2016 2017 2018
< 0,05 (Normal) - 1 - 1(3,2%)
0,05 sd 0,5
(Intermediet) - - 3 3(9,7%)
28(90,1%
> 0.5 (Meningkat) 8 8 12 )
Total 8 9 15 31(100%)
47
Tahun
Total
Prokalsitonin Mortalitas Mortalitas Mortalitas
N0 (%)
(2016) (2017) (2018)
< 0,05 (Normal) - - - -
0,05 sd 0,5
(Intermediet) - - - -
> 0.5 (Meningkat) 5 4 4 13(100%)
Total 5 4 4 13(100%)
Kemudian dengan uji korelasi pearson dan dilanjutkan uji chi square untuk
melihat hubungan ketiga variabel sehingga bisa ditentukan apakah ada hubungan
antara prokalsitonin dan mortalitas maka didapatkan
Cases
Valid Missing Total
MORTALITAS
48
Count 5 4 4 13
% within 38,5% 30,8% 30,8% 100,0%
>0,5 PROKALSITON
PROKALSIT
(Meningka IN
NIN 100,0% 100,0% 100,0 100,0%
t) % within
MORTALITAS %
Count 5 4 4 13
% within 38,5% 30,8% 30,8% 100,0%
PROKALSITON
Total IN
% within 100,0% 100,0% 100,0 100,0%
MORTALITAS %
% of Total 38,5% 30,8% 30,8% 100,0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square .a
N of Valid Cases 13
a. No statistics are computed
because PROKALSITONIN is a
constant.
Dengan uji korelasi pearson dan dilanjutkan uji chi square untuk melihat
hubungan ketiga variabel apakah ada hubungan antara prokalsitonin dan
mortalitas didapatkan nilai dari peningkatan prokalsitonin adalah constant.
Dikarenakan 2 variabel lain yang digunakan sebagai pembanding yaitu nilai
prokalsitonin normal dan nilai prokalsitonin intermediet hanya memiliki nilai
0.sehingga tidak ada yang bisa diperbandingkan dan dinilai analisis uji statisistik,
namun dikarenakan dari 13 kasus pasien luka bakar yang meninggal dan sempat
dilakukan tes prokalsitonin dimana kesemuanya menunujukkan peningkatan
prokalsitonin.Sehingga kita hanya bisa menilai secara narasi deskriptif bahwa
49
pada distribusi kasus luka bakar yang membandingkan nilai prokalsitonin
terhadap Mortalitas didapatkan peningkatan prokalsitonin pada 13 kasus
mortalitas (100%) sementara pada nilai normal dan intermediet tidak ada angka
mortalitas. dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara peningkatan
prokalsitonin dengan angka mortalitas pada pasien luka bakar yang dirawat.
Sehingga prokalsitonin dapat dipertimbangkan sebagai satu pemeriksaan wajib
dalam memprediksi mortalitas pasien luka bakar yang dirawat di RS wahidin
Sudirohusodo
Tabel 314. Distribusi kasus luka bakar berdasarkan Base Excess Analisa
Gas Darah
Tabel 15. Distribusi kasus luka bakar berdasarkan Base Excess Analisa
Gas Darah
terhadap Mortalitas
Tahun
Base Excess Analisa Total
Mortalitas Mortalitas Mortalitas
Gas Darah N0 (%)
(2016) (2017) (2018)
< -2 sd+2 (Negatif) - 4 3 7(46,6%)
-2 sd +2 (Normal) - 2 1 3(20%)
> -2 sd +2 (Positif) 4 1 - 5(33,3%)
Total 4 7 4 15(100%)
50
Berdasarkan distribusi kasus luka bakar berdasarkan Base Excess Analisa
gas darah terhadap Mortalitas didapatkan ada 15 angka kematian pasien dengan
angka tertinggi mortalitas yaitu pada Analisa Gas Darah Base Excess negatif
sebanyak 7 kasus(46,6%) sementara pada nilai normal terdapat 3 kasus(20%) dan
pada BE positif terdapat 5 kasus(33,3%).
Kemudian dengan uji korelasi pearson dan dilanjutkan uji chi square untuk
melihat hubungan kedua variabel apakah ada hubungan antara Base Excess
Analisa Gas Darah dan mortalitas maka didapatkan.
51
% of Total 0,0% 13,3% 6,7% 20,0%
Count 4 1 0 5
% within BASE 80,0% 20,0% 0,0% 100,0%
>-2 sd +2 EXCESS
(Positif) % within 100,0% 14,3% 0,0% 33,3%
MORTALITAS
% of Total 26,7% 6,7% 0,0% 33,3%
Count 4 7 4 15
% within BASE 26,7% 46,7% 26,7% 100,0%
EXCESS
Total
% within 100,0% 100,0 100,0 100,0%
MORTALITAS % %
% of Total 26,7% 46,7% 26,7% 100,0%
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig.
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 11,255 4 ,024
Likelihood Ratio 13,434 4 ,009
Linear-by-Linear 7,308 1 ,007
Association
N of Valid Cases 15
a. 9 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,80.
52
memprediksi mortalitas pasien luka bakar yang dirawat di RS wahidin
Sudirohusodo
Tahun
Kultur bakteri Total N0 (%)
2016 2017 2018
Pseudomonas
mendocina 1 - - 1(1,7%)
Acinetobacter
baumanii 6 3 13 22(37,3%)
Pseudomonas
aeruginosa 1 9 5 15(25,4%)
Tahun
Kultur bakteri Total N0 (%)
2016 2017 2018
53
Total 13 21 25 59(100%)
Tabel 17. Distribusi kasus luka bakar berdasarkan Kultur Bakteri terhadap
mortalitas
Tahun Total
Kultur bakteri Mortalitas Mortalitas Mortalitas
N0 (%)
(2016) (2017) (2018)
Pseudomonas
mendocina - - - -
Acinetobacter
baumanii - 1 1 2(50%)
Pseudomonas
aeruginosa - - 2 2(50%)
Klebsiella pneumonie - - - -
Tahun Total
Kultur bakteri Mortalitas Mortalitas Mortalitas
N0 (%)
(2016) (2017) (2018)
Proteus mirabillis - - - -
Enterobacter cloacae - - - -
Staphylococcus
aureus - - - -
54
Morganella morganii - - - -
Alkaligenes faecalis - - - -
Escheria colii - - - -
Providencia stuartii - - - -
Burkholderia cefacia - - - -
Serratia fonticola - - - -
Enterobacter
aerogenosa - - - -
Total 1 3 4(100%)
Levofloxacin 3 - - 3(5%)
55
Ceftazidin 1 1 1 3(5%)
Polimixin-B 1 3 - 4(6,7%)
Gentamicin - 2 2 4(6,7%)
Ceftriaxone - - 2 2(3,4%)
Cefotaxim 1 2 - 3(5%)
Ampicilin-
Sulbactam - 1 - 1(1,7%)
Cefoperazone 1 1 - 2(3,4%)
Doksisiklin - - 1 1(1,7%)
Total 13 21 25 59(100%)
56
Meropenem
1 1(25%)
Levofloxacin
Amikacin 1 1 2(50%)
Ceftazidin
Polimixin-B
Gentamicin
Ceftriaxone
Cefotaxim
Ampicilin-
Sulbactam
Cefoperazone
Doksisiklin
Total 1 3 4
3. 2. Pembahasan
Insiden
57
pasien dengan rata-rata penderita yang dirawat setiap tahunnya sebanyak
61 penderita.
Angka kejadian luka bakar secara nasional masih berupa data lama
disebabkan belum banyak data dari center luka bakar di Indonesia yang di
publikasikan. Menurut Riskesdas 2013 prevelensi luka bakar di Indonesia
sebesar 0,7%.Di unit luka bakar RSCM Jakarta, pada tahun 1998
dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat.Yang terbaru unit
luka bakar di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mencatat 275 pasien
luka bakar dalam kurun waktu 2011-2012.10 Pada data sebelumnya
penderita Luka bakar yang dirawat di Unit Luka bakar RS Dr Wahidin
Sudirohusodo Makassar selama periode 2008-2010 sebanyak 202
penderita dengan rata-rata 67 kasus dalam setahun18.
58
Mekanisme luka bakar
Dalam studi ini, luka bakar paling banyak disebabkan oleh api
(49,4%) dan listrik (35,8%). Luka bakar akibat api ini paling sering dari
ledakan kompor gas dan pada listrik akibat tegangan tinggi.
Bila dilihat dari luas luka bakar pada penderita yang dirawat
bervariasi dari rentan 1-100%, kasus terbanyak didapatkan luas luka 10-
20% yakni 85 penderita ( 28,2%) .
59
dengan angka kematian 17,2% ,derajat luka bakar terbanyak adalah derajat
IIA-B atau 46,7% dari seluruh kasus luka bakar.16
Tindakan Pembedahan
Mortalitas
Lama Perawatan
60
Lama perawatan konsisten dengan luas luka bakar yang dialami.
Pada studi ini lama perawatan rerata 15 hari dengan kasus luas luka bakar
terbanyak 10-20%. Gupta (2010) melaporkan rerata perawatan 22 hari
pada luas luka bakar <15% , rerata perawatan 57 hari untuk luas luka
bakar 15-45 %15.
61
memprediksi mortalitas pasien luka bakar yang dirawat di RS wahidin
Sudirohusodo
4. Leukositosis (jumlah leukosit > 12000 sel per mm3 ).leukopenia (<4000
sel per mm3 ) atau dijumpai > 10 % neutrofil dalam bentuk imatur (band)
Kemudian uji korelasi pearson dan dilanjutkan uji chi square untuk
melihat hubungan ketiga variabel apakah ada hubungan antara
prokalsitonin dan mortalitas didapatkan nilai dari peningkatan
prokalsitonin adalah constant. Dikarenakan 2 variabel lain yang digunakan
sebagai pembanding yaitu nilai prokalsitonin normal dan nilai
prokalsitonin intermediet hanya memiliki nilai 0.sehingga tidak ada yang
62
bisa diperbandingkan dan dinilai analisis uji statisistik, namun dikarenakan
dari 13 kasus pasien luka bakar yang meninggal dan sempat dilakukan tes
prokalsitonin dimana kesemuanya menunujukkan peningkatan
prokalsitonin.Sehingga kita hanya bisa menilai secara narasi deskriptif
bahwa pada distribusi kasus luka bakar yang membandingkan nilai
prokalsitonin terhadap Mortalitas didapatkan peningkatan prokalsitonin
pada 13 kasus mortalitas (100%) sementara pada nilai normal dan
intermediet tidak ada angka mortalitas. dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara peningkatan prokalsitonin dengan angka mortalitas pada
pasien luka bakar yang dirawat.
63
sebanyak 7 kasus(46,6%) sementara pada nilai normal terdapat 3
kasus(20%) dan pada BE positif terdapat 5 kasus(33,3%).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
64
golongan umur dewasa 13-25 tahun (30%),Mekanisme terjadi luka bakar
paling banyak akibat api 91 kasus (49,4%),Luas Luka bakar terbanyak
dalam rentang 10-20% 52 kasus (28,2%) sedangkan kedalaman luka bakar
terbanyak mid deep dermal sebanyak 71 kasus (38,5%) ,Tindakan
pembedahan dilakukan pada 184 pasien dimana pada 1 pasien bisa
dilakukan beberapa tindakan pembedahan sehingga didapatkan total 229
pembedahan yaitu debridement pada 153 kasus (83,1%) dan skin grafting
29 kasus ( 12,6%). Angka mortalitas sebanyak 33 kasus ( 17,9%).
4.2 Hipotesis
65
memberikan terapi secara lebih agresif dan monitoring pasien lebih
ketat. Penanganan SIRS dan sepsis yang lebih dini dapat mengurangi
angka kematian akibat luka bakar secara signifikan.Pemeriksaan
prokasitonin sejak dini dapat direkomendasikan untuk setiap pasien
luka bakar dengan kecurigaan sepsis
4.4 Saran
DAFTAR PUSTAKA
66
4. Litbang Kemenkes. Riset Kesehatan Dasar 2013 .Available at
http:www.litbang.depkes.go.id update on Nov 6 2013.Acessed on january
2019.
10. Martina NR, Wardhana A, Burn : Mortality analysis of adult burn patients.
Jurnal Plastik Rekonstruksi ; 2013 (2) :96-100
13. Kagan Richard . Surgical management of the burn wound and Use of skin
Subtitutes. American Burn Association .2009.16-29.
67
15. .Sarimin.S(2009).Evaluasi Kasus Luka Bakar di RSUP Wahidin
Sudirohusodo Periode Januari 2006-Maret 2009 ,Bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,1-47
16. Moenadjat Y. Luka Bakar Masalah dan Tata Laksana .FK Universitas
Indonesia .2003.12-13,220
68