Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN THYPOID

DOSEN PENGAMPU: ELISA OKTAVIANA, S.Kep., Ners., M.Kep.


DISUSUN OLEH

KELOMPOK II KELAS A1

APRIANTI PURNAMASARI 004STYC18


ARFAH 005STYC18
DEDE WIDYA NINGSIH 007STYC18
HAIRUL AZMI 022 STYC18
IIN HUSNIA DEPI 029STYC18
IKA CANDRA ULA 030STYC18

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM


PROGRAM STUDI PENDIDIDKAN NERS TAHAP AKADEMIK
MATARAM

2021/2022

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya dan shalawat serta salam tak lupa pula kita hanturkan
kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad SAW, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan tugas makalah dengan judul “ASUHAN
KEPERAWATAN THYPOID”.
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penggunaan obat rasional
pada lansia serta dapat mengetahui terapi medik dan non medik yang lazim
diberikan pada lansia.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak dosen yang telah
mengarahkan dan membimbing kami dalam proses pembuatan makalah ini, serta
kepada rekan-rekan yang telah memberkan sumbang dan saranya untuk
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
sehingga makalah ini bisa lebih baik lagi. Harapan kami, semoga makalah ini
dapat memberi manfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua.
Mataram, 16Oktober 2021
Kelompok II
Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 LatarBelakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1 Konsep Dasar Penyakit Thypoid.......................................................... 3
2.1.1. Definisi..................................................................................... 3
2.1.2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan............................... 3
2.1.3. Etiologi..................................................................................... 8
2.1.4. Manifestasi Klinik.................................................................... 8
2.1.5. Patofisiologi.............................................................................. 9
2.1.6. Patway....................................................................................... 10
2.1.7. Komplikasi................................................................................ 11
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang............................................................ 11
2.1.9. Penatalaksanaan ....................................................................... 12
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Thypodi................................................ 14
2.2.1. Pengkajian ................................................................................ 14
2.2.2. Diagnosa Keperawatan............................................................. 19
2.2.3. Intervensi ................................................................................. 22
2.2.4. Implementasi............................................................................. 22
2.2.5. Evaluasi..................................................................................... 23
BAB III PENUTUP......................................................................................... 26
Kesimpulan.................................................................................................. 26
Saran............................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella
typhi C. Penyakit ini mempunyai tanda – tanda khas berupa perjalanan yang
cepat yang berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai gejala demam, nyeri
perut, dan erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis dan
penyakit ini sangat sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia. ( Widodo
Djoko, 2009 )
Demam Typhoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam
kehidupan masyarakat kita, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit
ini sangat erat kaitannya dengan kualitas kebersihan pribadi dan sanitasi
lingkungan seperti lingkungan kumuh, kebersihan tempat-tempat umun yang
kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Di
Indonesia penyakit ini bersifat endemik. Telaah kasus di rumah sakit besar di
Indonesia kasus Demam Typhoid menunjukan kecenderungan meningkat dari
tahun ke tahun. ( Sudoyo, 2006 )
Demam tifoid sendiri akan sangat berbahaya jika tidak segara di tangani
secara baik dan benar, bahkan menyebabkan kematian. Menurut data WHO
(World Health Organisation) memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia
sekitar 17 juta jiwa per tahun, angka kematian akibat demam tifoid mencapai
600.000 dan 70% nya terjadi di Asia. Di Indonesia sendiri, penyakit tifoid
bersifat endemik, menurut WHO angka penderita demam tifoid di Indonesia
mencapai 81% per 100.000 (Depkes RI, 2013).
Masalah yang timbul pada pasien demam typhoid yaitu kemungkinan pada
usus halus anatara lain, perdarahan usus, perforasi usus. Prioritas pada luar
usus antara lain, bronkopnemonia, typhoid ensefalopati, miningitis.
Komplikasi yang berat dapat menyebabkan kematian pada penderita demam
typhoid.

1
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana konsep dasar penyakit typoid?
1.2.2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus typoid?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai asuhan keperawatan
pada kasus thypoid.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui mengenai konsep dasar penyakit
thypoid mulai dari definisi, anatomi dan fisiologi sistem
pencernaan, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi,
pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada kasus
typoid mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar Penyakit Thypoid


2.1.1. Definisi
Thypoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh salomella
thypy atau salmonella paratipi A, B dan C (Ngastiyah,2012).
Thypoid adalah suatu penyakit infeksi pada usus yang
menimbulkan gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella
thyposa, salmonella parathyfy A, B dan C (Suparman, 2013).
Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi akut usus halus yang
menimbulkan gejala sistemik yang disebabkan oleh kuman salmonella
thyposa. Penularannya terjadi secara fekal oral melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi (Mansjoer, 2013).
Thypus abdominalis adalah infeksi berat pada usus, yang
menyebabkan tubuh kehilangan cairan dan bahan mineral dalam
jumlah banyak. Thypus abdominalis disebabkan oleh bakteri
salmonella thyposa atau sejenis bakteri lain yang hampir sejenis.
Penularannya bisa melalui kontak antara manusia atau melalui
makanan yang masuk ke dalam tubuh seperti susu, dan air minum yang
tidak bersih (Ngastiyah,2012)
2.1.2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
1. Anatomi Sistem Pencernaan
a. Anatomi Usus Halus
Usus halus (intestinum minor) merupakan bagian dari
sistem perncernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan
berakhir pada sekum, panjangnya ± 6 m, dan merupakan
saluran pencernaan yang paling panjang dari tempat proses
pencernaan dan absorbsi pencernaan. Bentuk dan susunannya
berupa lipatan-lipatan melingkar. Makanan dalam instetinum
minor dapat masuk karena adanya gerakan yang memberikan

3
permukaan yang lebihhalus, banyak jonjot-jonjot tempat
absorbsi dan memperluas permukaannya. Pada ujung dan
pangkalnya terdapat kutup. Intestenum minor terletak dalam
rongga abdomen dan dikelilingi oleh usus halus (Evelyn,
2011).

Gambar 1. Anatomi Sistem Pencernaan (Soegijanto, 2011).

1) Lapisan Usus Halus


a) Tunika Mukosa
Lapisan ini banyak memiliki lipatan yang
membentuk plika sirkulasi dan villi intestinal (jonjot-
jonjot) yang selalu bergerak karena pengaruh hormon
jaringan villi kinnin. Villi ini banyak mengandung
pembuluh darah dan limfe. Pada bagian ini terjadi
penyerapan lemak yang telah diemulsi (Soegijanto,
2011).
b) Tunika Propia
Pada bagian dalam dari tunika mukosa terdapat
jaringan limfoid nodula limpatis dalam bentuk sendiri-

4
sendiri dan berkelompok. Tiap ± 20 nodula limpatisi.
Kumpulan ini disebut pleque peyeri yang merupakan
tanda khas dari illium. Pada penyakit thypus
abdominalis, pleque peyeri ini sering meradang karena
infasi kuman salmonella thyposa (Soegijanto, 2011)
c) Tunika Submukosa
Pada saat ini terdapat anyaman pembuluh darah
yang meupakan anyaman syaraf simpatis (Soeginjanto,
2011).
d) Tunika Muskularis
Lapisan ini terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan
otot sirkuler dan otot longitudinal. Diantara keduanya
terdapat anyaman serabut yang disebut pleksus
mienterikus auerbachi (Soegijanto, 2011).
e) Tunika Serosa
Lapisan ini meliputi seluruh jejenum dan ileum
(Soegijanto, 2011).
2) Struktur Usus Halus
a) Duodenum
Bentuknya melengkung seperti kuku kuda. Pada
lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan
duedenum terdapat bagian yang membuka tempat
bermuaranya saluran empedu dan saluran pankreas
(duktus pankreatikus) yang dinamakan papila vateri.
Dinding duedenum mempunyai lapisan mukosa yang
banyak mengandung kelenjar Brunner memproduksi
getah intestine (Soegijanto, 2011).
b) Jejenum
Panjangnya 2-3 meter, berkelok-kelok, terdapat di
sebelah kiri atas intenium minor dengan perantaraan
lipatan peritonium yang membentuk kipas
(masentrium). Akar mesentrium memungkinkan keluar

5
masuknya arteri dan vena mesentrika superior dan
pembuluh limfe dan saraf keruang antara lapisan
peritonium yang membentuk mesentrium. Penampang
jejenum yang lebar, dindingnya lebih tebal dan banyak
mengandung pembuluh darah (Soegijanto, 2011).
c) Ileum
Ujung batas antara illeum dan jejenum tidak jelas,
panjangnya ± 4-5 meter. Ileum merupakan usus halus
yang terletak di sebelah kanan bawah yang
berhubungan dengan sekum perantaraan lubang yang
disebut orifisum ileosekalis yang diperkuat oleh sfingter
dan dilengkapi oleh sebuah katub valvula ceices
(valvula bauchini) yang berfungsi untuk mencegah
cairan dalam kolon asenden agar tidak masuk kembali
kedalam ileum (Soegijanto, 2011).
d) Mukosa Usus Halus
Mukosa usus halus merupakan permukaan yang
sangat halus. Lipatan mukosa dan mikrovili
memudahkan pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini
dibentuk oleh mukosa yang dapat memperbesar
permukaan usus halus. Membran mukosa berupa lipatan
sirkuler dan semi sirkuler (spiral) yang seluruh
permukannya terdapat berjuta-juta villi yang ditutupi
oleh selapis sel yang mengandung pembuluh darah,
yaitu pembuluh darah limfe dan saraf. Penampang
melintang villi dilapisi oleh epitel dan kripta yang
menghabiskan bermacam-macam hormon jaringan dan
enzim yang memegang peranan penting dalam proses
pencernaan (Soegijanto, 2011).
Pada mukosa usus halus terdapat sekresi kelenjar
Brunner dan kelenjar intestinal. Kelenjar Brunner
(dalam duodenum) menghasilkan mucus dan larutan

6
NaHCO3 dengan pH 7,5 mengandung enzim dan
melindungi mukosa duoedenum dari keaktifan asam
lambung dan pepsin. Sekresi kelenjar ini dirangsang
oleh saraf (nervus vagus). Kelenjar intestinal
menghasilkan sukus entrikus, enzim enteropeptidase,
disakarida, peptidase, fosfatase alaklis, mukus dan
cairan isotonik dengn pH (Evelyn, 2011).
b. Fisiologi Sistem Pencernaan
Usus halus dan kelenjarnya merupakan bagian yang sangat
penting dari saluran pencernaan karena disinilah terjadinya
proses pencernaan yang terbesar dan penyerapan ± 85% dari
seluruh absorbsi. Fungsi usus halus sebagai berikut:
1) Mensekresi cairan usus untuk menyempurnakan
pengolahan zat makanan di usus halus.
2) Menerima cairan empdeu dan pankreas melalui duktus
koledukus dan duktus pankreatikus.
3) Mencerna makanan. Getah usus dan pancreas mengandung
enzim yang mengubah protein menjadi asam amino,
kerbohidrat menjadi glukosa, lemak menjadi asam lemak
dan gliserol. Dengan bantuan garam empedu, getah usus
dan pankreas masuk ke duodenum. Makanan
disempurnakan oleh kontraksi kelenjar empedu pencernaan.
Zat makanan dipecah menjadi bentuk-bentuk yang lebih
sederhana yang dapat diserap melalui dinding usus halus
kedalam aliran darah dan limfe (Ngastiyah, 2012).
4) Mengabsorbsi air garam dan vitamin, protein dalam bentuk
asam amino dan karbohidrat dalam bentuk monoksida.
Makanan yang telah diserap akan terkumpul didalam vena-
vena halus kemudian berkumpul dalam vena yang besar,
bermuara ke dalam vena porta, dan langsung dibawa kehati.
Disamping itu, ada juga yang melalui sistem saluran limfe.

7
Dari saluran limfe yang besar (duktus torasikus) dan masuk
kedalam vena jugularis (Ngastiyah, 2012).
5) Menggerakkan kandungan usus sepanjang usus halus oleh
kontraksi segmental pendek dan gelombang cepat yang
menggerakkan kandungan usus sepanjang usus menjadi
lebih cepat (Ngastiyah, 2012).
2.1.3. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. salmonella para typhi A,
B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien
dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang
yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi
salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun
(Ngastiyah, 2012).
2.1.4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik demam typoid pada anak biasanya lebih ringan
daripada orang dewasa. Masa tunas: 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari
jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman
yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala
prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing
dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang. Menyusul manifestasi
klinik yang biasa ditemukan ialah :
1. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat
febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam
hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan
demam; pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan Pada Saluran Cerna
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah. Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue),

8
ujung dan tepinya kiemerahan, jarang disertai tremor. Pada
abdomen ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati
dan limpa membesar disertai nyeri perabaan. Biasanya sering
terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
3. Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa
dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma
atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat
gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan
roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam
kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam.
Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada
anak.
2.1.5. Patofisiologi
Kuman salmonella thyposa masuk bersama makanan dan minuman
yang terkontaminasi, makanan dan minuman yang terkontaminasi
tersebut selanjutnya masuk melalui mulut menuju lambung, setelah
makanan masuk kelambung sebagian kuman bisa mati karena asam
lambung dan sebagian kuman yang tidak mati karena asam lambung.
Kuman yang tidak mati atau tidak dapat dihancurkan sebagian masuk
ke usus halus sehingga menyebabkan peradangan pada usus halus dan
menyebabkan pasien mengalami anoreksia dan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peradangan pada usus juga dapat
menyebabkan kuman (bakterimia I) melalui pembuluh limfe masuk
kealiran darah dan kuman berkembang biak dihati dan limfe (masa
inkubasi 5-9 hari) sehingga terjadi pembengkakan hati dan limfe dan
menimbulkan nyeri akut, selanjutnya kuman masuk ke pembuluh
darah dan mengeluarkan endotoksin lalu menyebar keseluruh tubuh
(bakterimia II) dengan mempengaruhi pusat termogular dihipotalamus
yang mengakibatkan demam remiten sehingga muncul masalah
gangguan pengaturan suhu tubuh, disamping itu juga terjadi iritasi

9
pada mukosa usus yang menimbulkan nyeri pada usus dan
menyebabkan kelemahan serta aktifitas menjadi terganggu, kuman
yang mengeluarkan endotoksin tadi juga menyebabkan nafsu makan
terhadap pasien menurun dan keringat banyak, cepat haus sehingga
cairan tubuh banyak yang hilang dan tubuh mengalami gangguan
pemenuhan kebutuhan cairan
2.1.6. Patway

10
Sumber: Pathway Typus Abdominalis (Modifikasi Evelyn dan Nanda, 2013)
2.1.7. Komplikasi
Komplikasi demam Thypoid dapat dibagi dalam:
1. Komplikasi Intestinal

11
a. Perdarahan usus
b. Perdorasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi Ekstra Intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer
(ranjatan, sepsis), miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau
koagulasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia
hemolitik.
c. Komplikasi paru: pneumonia, empiema dan pleuritis
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolitiasis
e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan
perinefritis.
f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periotitis, spondilitis dan
arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningsimus,
meningitis, pelineuritis perifer, sindrom Guillain-Barre,
psikosis dan sindrom katatonia.
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk demam thypoid adalah laboratorium
yang terdiri dari :
1. Jumlah leuksit normal, leucopenia, leukositosis, anemia ringan,
LED meningkat, SGOT, SGPT, dan fosfatase alkali meningkat.
2. Biakan darah salmonella thypoid positif dalam minggu pertama
dan biakan tinja positif pada minggu kedua dan ketiga. Biakan
sumsum tulang sering kali positif, walaupun biakan darah negatif.
3. Pemeriksaan serologi yaitu pemeriksaan widal, test widal
merupakan reaksi aglutinin antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Dasar pemeriksaan adalah reaksi aglutinasi yang terjadi apabila
serum pasien thypoid dicampur dengan suspensi Salmonella
thyposa. Pemeriksaan yang positif adalah apabila terjadi reaksi
aglutinin. Untuk menentukan diagnosa, maka yang diperlukan

12
adalah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200
atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif,
digunakan untuk membuat diagnosa. Titer tersebut mencapai
puncaknya bersamaan dengan penyembuhan pasien. Titer terhadap
antigen H tidak diperlukan untuk diagnosis karena dapat tetap
tinggi setelah mendapat imunisasi atau apabila pasien telah lama
sembuh. Pemeriksaan widal tidak selalu positif walaupun pasien
benar-benar menderita thypoid abdominalis (disebut negatif semu).
Sebaliknya titer dapat positif semua karena keadaan sebagai
berikut:
a. Titer O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal
karena infeksi basil Coli patogen pada usus.
b. Pada neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui
tali pusat.
c. Terdapatnya infeksi silang dengan Ricketsia (Weil Felix).
d. Akibat imunisasi secara alamiah karena masuknya basil per
oral pada keadaan infeksi subklinis.
4. Pemeriksaan radiologi, pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat demam
thypoid.
2.1.9. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Pemberian antibiotik : untuk menghentikan dan memusnahkan
penyebaran kuman. Obat pilihan kloramfenikol, kecuali bila
penderita tidak serasi/tidak cocok dapat diberikan obat lain
misalnya : ampicillin, kotrimoksazol dan lain-lain. Dianjurkan
pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg
BB/hari diberikan selama empat kali sehari per oral atau
intramuskuler atau intravena bila diperlukan. Pemberian
kloramfenikol dosis tinggi tersebut memberikan manfaat seperti
waktu perawatan dipersingkat dan kolaps tidak terjadi. Akan tetapi

13
mungkin pembentukan zat anti kurang, oleh karena basil terlalu
cepat dimusnahkan (Sodikin, 2011).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Istirahat dan perawatan professional
Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau ± selama 14 hari. Mobilisasi
dilakukan bertahap, yaitu istirahat selama demam sampai
dengan dua minggu normal kembali yaitu istirahat mutlak,
berbaring terus di tempat tidur. Seminggu kemudian boleh
duduk dan selanjutnya boleh dijaga hygiene perseorangan,
kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai
oleh pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu
diubah-ubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia
hipostatik, defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan,
karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urine
(Suriadi, 2011).
b. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif)
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur
kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien.
Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian
makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah
selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan
dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral
yang cukup untuk mendukung keadaan pasien (Ngastiyah,
2012).
Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan homeostatis sistem
imun akan tetap berfungsi dengan optimal. Pada kasus perforasi
intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan
nutrisi parenteral oral. Spektrum antibiotik maupun kombinasi
beberapa obat yang bekerja secara sinergis maupun kombinasi
beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan.

14
Kortikostiroid selalu perlu diberikan pada renjatan septik
(Mansjoer, 2013).
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Thypoid
2.2.1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Smeltzer, 2013).
Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena
itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan,
kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa
keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan
respon individu, sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar
praktik keperawatan dari ANA (American Nursing Association)
(Nursalam, 2013).
Adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya sehingga dapat diketahui maslah dan kebutuhan
perawatan seorang klien (Effendy, 2013). Pengkajian kepada klien
demam thypoid dimulai dari pengumpulan data yang meliputi :
1. Biodata
Biodata meliputi identitas pasien yang terdiri dari nama,
umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa,
alamat, tanggal masuk, cara masuk, no. register, diagnosa medis.
Selain itu identitas penanggung jawab juga harus didata.
2. Riwayat Keperawatan Sekarang
a. Keluhan Utama
Keluhan utama ini sangat penting karena pada pasien thypoid
biasanya datang dengan keluhan demam. Biasanya suhu turun
pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari,
pusing, nyeri tekan pada daerah perut bagian atas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang

15
Mula-mula diawali dengan gejala panas naik turun, nyeri
kepala, mual, perut terasa sakit dan tidak mau makan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Apakah pernah mengalami penyakit Thypus Abdominalis,
terkadang penderita sudah pernah menderita sakit, saat ini
relaps/kambuh.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi kesehatan diri para anggota keluarga yang dapat
mempengaruhi kesehatan penderita dalam riwayat kesehatan
keluarga, Thypus Abdominalis bukan merupakan penyakit
herediter dan seandainya didalam satu keluarga yang ada
sedang atau pernah terkena hal ini dipengaruhi oleh sanitasi
atau personal hygiene.
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Lingkungan yang kurang sehat dan kurang bersih, adanya
genangan air atau pembangunan menyebabkan atau dapat
menjadi faktor pencetus penyakit demam thypoid, oleh karena
itu kesehatan lingkungan berpengaruh terhadap penyakit
demam thypoid.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum :
Pada anak dengan thypus abdominalis menunjukkan tingkat
kesadaran yang bisa menurun.
b. Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan thypus abdominalis menunjukkan
perubahan tanda-tanda vital, terjadinya peningkatan pada suhu
tubuh (hipertermi). Rentang suhu pada penderita thypus
abdominalis yaitu 38-40ºC.
c. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala
a) Inspeksi

16
Bagaimana bentuk kepala apakah simetris atau tidak,
ada atau tidak lesi pada kepala.

b) Palpasi
Raba ada tidaknya massa pada area kepala, kemudian
ada tidaknya nyeri tekan pada kepala.
2) Mata
a) Inspeksi
Konjungtiva anemis, palpebra apakah utuh atau tidak,
warna sklera, bentuk pupil apabila ada cahaya.
b) Palpasi
Ada tidak nyeri tekan pada sekitar palpebra, kemudian
ada atau tidak teraba massa di area sekitar mata.
3) Hidung
a) Inspeksi
Pada pasien dengan typus abdominalis tidak terdapat
tanda-tanda pernapasan cuping hidung.
b) Palpasi
Ada massa atau tidak dan ada nyeri tekan atau tidak.
4) Mulut
a) Inspeksi
Dari hasil inspeksi didapatkan mulut kering dan pecah-
pecah, nafas berbau tidak sedap dan lidah pada
tengahnya kotor (coated tounge) dan keputihan serta
hiperemi pada bagian tepi dan disertai tremor.
Perhatikan kebersihan dan adanya kelainan atau adanya
serumen pada telinga.
b) Palpasi
Pada pemeriksaan palpasi, pada klien dengan thypus
abdominalis, klien tidak mengalami gangguan
5) Leher
a) Inspeksi

17
Perhatikan kebersihannya. Ada tanda-tanda pembesaran
kelenjar tiroid atau tidak

b) Palpasi
Ada pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis
tidak.
6) Kulit
a) Inspeksi
Perhatikan warna kulit tubuh, tampak kotor atau tidak.
b) Palpasi
Pada klien thypus abdominalis mengalami turgor kulit
tidak elastis.
7) Thorax
a) Inspeksi
Bentuk simetris atau tidak, terdapat tarikan interkostal
atau terdapat tarikan interkosta.
b) Palpasi
Apakah ada massa tidak, ada pembesaran jantung tidak.
c) Auskultasi
Pada pasien dengan thypus abdominalis tidak
mengalami tanda-tanda suara wheezing dan ronchi.
d) Perkusi
Pada pasien dengan thypus abdominalis tidak terdengar
suara redup.
8) Abdomen
a) Inspeksi
Biasanya pada pasien thypus abdominalis perut terlihat
kembung.
b) Auskultasi
Pada pasien thypus abdominalis akan terdengar bunyi
yang supel akibat pembesaran hati, penderita sering

18
mengeluh sulit buang air besar (konstipasi) tetapi
kadang-kadang diselingi dengan diare.
c) Palpasi
Apakah ada massa atau tidak

d) Perkusi
Lakukan perkusi, apakah terdapat suara timpani di
daerah perut atau tidak.
9) Ekstermitas
a) Inspeksi
Yang perlu diperhatikan adalah warna ekstremitas,
apakah terjadi gerakan lemah atau kuat.
b) Palpasi
Apakah ada massa tidak, akral dingin.
4. Pemeriksaan Riwayat Biopsiko, Sosial Spiritual
Data biologi klien mengeluh panas, nyeri tekan pada perut bagian
atas, mual, muntah, pusing dan kepala. Data Psikologi klien sering
dijumpai gelisah. Data sosial mencakup antar dan inter klien,
hubungan dengan masyarakat dan lain-lain.
Pola pengkajian Bio, Psiko, Sosial dan Spritual Menurut Virginia
Henderson. Hal-hal yang perlu dikaji yakni:
a. Pola respirasi
Pada pola pernafasan yang perlu diperhatikan adalah frekwensi,
pernafasan, gerak dinding dada, pernafasan cuping hidung,
apakah pasien merasa sesak, pada pasien dengan thypus
abdominalis tidak mengalami gangguan pada sistem
pernafasan.
b. Pola nutrisi
Adanya anoreksia, mual dan muntah, penurunan berat badan,
intoleransi terhadap makanan atau minuman seperti buah atau
sayur segar, produk susu dan makanan berlemak.
c. Pola eliminasi

19
Pasien dengan demam thypoid pada permulaan penyakit, pada
umumnya terjadi diare kemudian konstipasi.
d. Pola aktivitas
Pada aktivitas dibatasi untuk bergerak dan harus tirah baring
untuk mengurangi nyeri, pasien dengan penyakit thypus akan
mengalami gangguan gerak atau aktifitasnya dapat diakibatkan
karena kelemahan atau akibat dari terjadinya gangguan
pencernaan.
e. Kebutuhan istirahat tidur
Pengkajian pada kebutuhan tidur ini yang ditanyakan adalah
jumlah jam tidur pada malam hari, pagi dan siang, merasa
tenang setelah tidur, masalah selama tidur. Pada pasien dengan
thypus abdominalis biasanya mengalami masalah dalam
istirahat tidurnya karena suhu badan klien tinggi.
f. Mempertahankan temperature tubuh
Pada pasien dengan thypus abdominalis mengalami gangguan
dalam pengaturan suhu tubuh, anak biasanya mengalami
hipertermia.
g. Kebutuhan personal hygiene
Mengenai keadaan personal hygiene kurang dikarenakan
mengalami perubahan yang mengakibatkan terjadinya
gangguan eliminasi.
h. Kebutuhan rasa aman nyaman
Pada pasien dengan thypus biasanya akan ditemukan gangguan
rasa aman dan nyaman, karena demam yang tinggi akan timbul
jika pasien melakukan aktivitas, dalam kebutuhan rasa aman ini
perlu ditanyakan apakah pasien tetap merasa aman dan
terlindungi oleh keluarganya.
2.2.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat

20
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan
merubah (Carpenito, 2013).

1. Analisis Data

No Data Etiologi Problem


1. Ds Kuman S. Thypi Hipertermi
1. Klien biasanya menyebar keseluruh
mengeluh badannya tubuh melalui pembuluh
panas dan berkeringat darah
banyak
2. Klien biasanya Kuman mengeluarkan
mengeluh lidahnya endotoksin
terasa pahit
DO Mempengaruhi sistem
1. Klien tampak lemah termoregulasi
2. Tanda-tanda vital : dihipotalamus
a. Suhu tubuh 38℃
N : 96x/ mnt, Demam

b. RR : 18x/ mnt
c. TD : 130/90 mmHg
3. Mukosa bibir kering,
bibir pecah-pecah,
lidah kotor di
tengahnya, tepi dan
ujung berwarna putih
4. Cek titer widal : 1/200
atau 1/320
2. DS Kuman S.Thypi Nyeri Akut
1. Klien biasanya

21
mengeluh nyeri pada Menimbulkanperadanga
daerah perut n pada usus halus
2. Klien biasanya
mengeluh pusing dan Infeksi pada usus halus
sakit kepala
3. Klien biasanya Nyeri
mengatakan kalau rasa
nyerinya datang ia
biasanya miring ke kiri
karena dengan posisi
itu nyerinya agak
berkurang
DO
1. Distensi abdomen
2. Meringis kesakitan
3. Hepatomegali
3. DS Kuman S. Thypi Defisit
1. Klien biasanya Nutrisi
mengeluh nafsu makan Mengeluarkan endotoxin
menurun
2. Lidah tampak kotor Lidah kotor, lidah terasa
3. Klien biasanya pahit
mengeluh badannya
lemah Intake kurang

4. Klien mengatakan
hanya menghabiskan
sepertiga dari porsi
yang disediakan
DO
1. Diit TKTP bubur
rendah serat
2. Klien tampak lemah
3. Bibir pecah-pecah

22
4. nafsu makan menurun
5. Penurunan BB

2. Rumusan Diagnosa
Adapun Diagnosa yang bisa muncul pada pasien dengan penyakit
thypus abdominalis adalah sebagai berikut:
a. Hipertermi berhubungan dengan adanya peradangan di usus
halus ditandai dengan klien mengeluh badan panas, suhu tubuh
38℃-40℃,bibir kering, lidah kotor di tengahnya, nadi cepat.
b. Nyeri akut berhubungan dengan adanya efek infeksi usus halus
ditandai dengan klien mengeluh nyeri tekan pada daerah perut
bagian atas dan sakit kepala, klien gelisah wajah klien
meringis/ kesakitan nyeri bila ditekan.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan klien mengeluh mual,
muntah, nafsu makan menurun. Lidah terasa pahit, keadaan
umum lemah, berat badan menurun, makanan yang disediakan
habis ¼ porsi (sedikit)
2.2.3. Intervensi

No Data DX/SDKI SLKI SIKI


Diagnose Luaran Intervensi
1. Ds Hipertermia Definisi Observasi
1. Klien biasanya Mengidentifikasi dan - Identifikasi penyebab
mengeluh badannya mengelola hipertermia (mis,
panas dan peningkatan suhu dehidrasi, terpapar
berkeringat banyak tubuh terkait lingkungan panas,
2. Klien biasanya disfungsi penggunaan inkubator)
mengeluh lidahnya termoregulasi - Monitor suhu tubuh
terasa pahit - Monitor kadar elektrolit
DO - Monitor keluaran urine
1. Klien tampak lemah - Monitor komplikasi akibat

23
2. Tanda-tanda vital : hipertermia
- Suhu tubuh 38℃ Terapeutik
- N : 96x/ mnt, - Sediakan lingkungan yang
- RR : 18x/ mnt dingin
- TD : 130/90 - Longgarkan atau lepaskan
mmHg pakaian
3. Mukosa bibir kering, - Basahi dan kipasi
bibir pecah-pecah, permukaan tubuh
lidah kotor di - Berikan cairan oral
tengahnya, tepi dan - Ganti linen setiap hari atau
ujung berwarna putih lebih sering jika
Cek titer widal : mengalami hiperhidrosis
1/200 atau 1/320 (keringat berlebihan)
- Lakukan pendinginan
eksternal (mis, selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
- Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

2 DS Nyeri akut Definisi Observasi


1. Klien biasanya Mengidentifikasi dan - Identifikasi lokasi,
mengeluh nyeri pada mengelola karaktersitik, durasi,
daerah perut pengalaman sensorik frekuensi, kualitas,

24
2. Klien biasanya atau emosional yang intensitas nyeri
mengeluh pusing dan berkaitan dengan - Identifikasi skala nyeri
sakit kepala kerusakan jaringan - Identifikasi faktor yang
3. Klien biasanya atau fungsional memperberat dan
mengatakan kalau dengan onset memperingan nyeri
rasa nyerinya datang mendadak atau - Identifikasi pengetahuan
ia biasanya miring ke lambat dan dan keyakinan tentang
kiri karena dengan berintensitas ringan nyeri
posisi itu nyerinya hingga berat dan - Identifikasi pengaruh
agak berkurang konstan. budaya terhadap respon
DO nyeri
1. Distensi abdomen - Identifikasi pengaruh
2. Meringis kesakitan nyeri terhadap kualitas
3. Hepatomegali hidup
- Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis, TENS hipnosis
akupres, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, tehnik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri

25
(mis, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategis
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategis
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Anjurkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3 DS Defisit nutrisi Definisi Observasi
1. Klien biasanya Mengidentifikasi dan - Identifikasi status nutrisi
mengeluh nafsu mengelola asupan - Identifikasi alergi dan
makan menurun nutrisi yang intoleransi makanan
2. Lidah tampak kotor seimbangan - Identifikasi makanan
3. Klien biasanya disukai
mengeluh badannya - Identifikasi kebutuhan
lemah kalori dan jenis nutrien
4. Klien mengatakan - Identifikasi perlunya
hanya menghabiskan penggunaan selang
sepertiga dari porsi nasogastrik

26
yang disediakan - Monitor berat badan
DO - Monitor hasil pemeriksaan
1. Diit TKTP bubur laboratorium
rendah serat Terapeutik
- Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menetukan
pedoman diet (mis,
piramida makanan)
- Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
- Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen
makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
- Anjurkan posisi duduk,
jika perlu
- Ajarkan diet yang
diprogramkan
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis, pereda nyeri,
antlemetik) jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli

27
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu.

2.2.4. Implementasi
3. Tindakan/pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik (Wartonah, 2013). Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing oders untuk membantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang
spesifik dilaksanakan untuk memodofikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien (Nursalam, 2013).
4. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan akan
dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan
untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
Selama tahap pelaksanaan, perawat harus melakukan pengumpulan
data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan
kebutuhan klien. Semua tindakan keperawatan dicatat ke dalam
format yang telah ditetapkan oleh institusi (Nursalam, 2013).
5. Pelaksanaan adalah proses untuk melakukan kegiatan yang telah
direncanakan untuk mencapai tujuan dan untuk menanggulangi
masalah yang dihadapi oleh klien (Doengoes, 2013).

5.2.3. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, dimana proses
evaluasi ini dilakukan terus menerus, diperlukan untuk menentukan
seberapa baik rencana keperawatan bekerja. Evaluasi merupakan
proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan
keperawatan yang dilakukan, respon klien dicatat dan di evaluasi

28
dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan. Kemudian,
berdasarkan pada respon klien tersebut dilakukan revisi intervensi
keperawatan dan atau revisi hasil, mungkin diperlukan (Nursalam,
2013).
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang
terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan
tindakan (Ignatavicius, 2010). Evaluasi diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang diberikan pada saat
intervensi dengan respons segera
2. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulassi dari hasil observasi dan
analisis status pasien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang
direncanakan pada tahap perencanaan (Wartonah, 2013).

Tujuan evaluasi adalah :

1. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai


atau tidak
2. Untuk melakukan pengkajian ulang , untuk dapat menilai apakah
tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan prilaku klien
3. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai
dengan pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah
ditentukan
4. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan
perilaku, tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan
yang telah ditentukan
5. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama
sekali menunjukkan prilaku yang telah ditentukan.

Menurut Hidayat (2011), catatan perkembangan merupakan catatan


tentang perkembangan keadaan klien yang didasarkan pada setiap

29
masalah yang ditemui pada klien. Modifikasi rencana dan tindakan
mengikuti perubahan keadaan klien.

Adapun metode yang digunakan dalam catatan perkembangan


adalah sebagai berikut :

1. S : Data subjektif
Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan,
dikeluhkan, dan dikemukakan klien.
2. O : Data objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim
kesehatan lain.
3. A : Analisis
Kedua jenis data tersebut, baik subjektif maupun objektif dinilai
dan dianalisis, apakah perkembangan kearah perbaikan atau
kemunduran. Hasil analisis dapat menguraikan sampai dimana
masalah yang ada dapat diatasi atau adakah perkembangan masalah
baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan baru.
4. P : Perencanaan
Rencana penanganan klien dalam hal ini didasarkan pada hasil
analisa di atas yang berisi malanjutkan rencana sebelumnya apabila
keadaan atau masalah belum teratasi dan membuat rencana baru
bila rencana awal tidak efektif.
5. I : Implementasi
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
6. E : Evaluasi
Evaluasi berisi tentang sejauh mana rencana tindakan dan evaluasi
telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah pasien teratasi.
7. R : Reassesment
Bila berhasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi,
pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses
pengumpulan data subjektif, data objektif, dan proses analisisnya.

30
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Thypoid adalah suatu penyakit infeksi pada usus yang menimbulkan gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella thyposa, salmonella parathyfy A, B
dan C. Tanda dan gejala yang biasanya terjadi pada pasien thypoid yakni
demam, mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah, lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kiemerahan. Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung. Komplikasi
yang biasanya sering terjadi pada pasien thypoid yakni, perdarahan usus,
perdorasi usus, ilius paralitik. Pemeriksaan penunjang untuk demam thypoid
yang paling sering dilakukan yakni pemeriksaan widal.
Asuhan keperawatan pada kasus thypoid yakni meliputi pengkjian yang
berisikan biodata pasien dan penanggung jawab, riwayat kesehatan sekarang

31
mengenai keluhan, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan
dahulu,riwayat kesehatan keluarga, riwayat kesehatan lingkungan, kemudian
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan riwayat biopsiko, sosial spiritual. Pada
tahap diagnosa keperawatan masalah keperawatan yang biasanya sering
muncul pada psaien thypoid yakni, nyeri akut dan defisit nutrisi yang
disebabkan karena menurunnya nafsu makan, mual muntah dan berat badan
menurun. Pada tahap implementasi adalah merupakan tahap pelaksanaan
untuk melakukan kegiatan keperawatan yang telah direncanakan untuk
mencapai tujuan dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh klien. Pada
tahap evalusai ini merupakan tahap terakhir dari proses asuhan keperawatan
dimana proses evaluasi ini dilakukan terus menurus, diperlukan untuk
menentukan seberapa baik recana keperwatan berhasil dan recana manakan
yang perlu untuk di lanjutkan atau diganti.
3.2. Saran
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca dan isi dari
makalah ini dapat dengan mudah dipahami oleh para pembaca sehingga
pembaca dapat mengetahui informasi yang disampaikan dari penulisan
makalah ini.
DAFTARPUSTAKA

Doenges, Marilyn E. (2013). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi III. Jakarta:
EGC.
Evelyn C, Perace. (2011). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia.
Gordon, M. (2010). Nursing Diagnosis: Process and Application (3rd ed.), St.
Louis, MO: Mosby.
Griffith, H. Winter. (2010). Buku Pintar Kesehatan. Jakarta: Arean.
Ignativicius. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid II. Jakarta: Gaya Baru.
Junaidi, Purnawan. (2011). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
Mansjoer, Arief. (2013). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius.
Nanda. (2013). Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika.

32
Ngastiyah. (2012). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Rampengan. (2011). Penyakit Infeksi Tropic Pada Anak. Jakarta : EGC.
Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika.
Soegijanto. (2011). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuhu
Medika.
Soeparman. (2013). Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Balai Pustaka, FKUI, Edisi ke-
2.
Suriadi, Yuliani. R. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Anak. PT Percetakan
Penebar Swadaya : Jakarta.
Susilaningrum R., Nursalam dan Utami S. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi
Dan Anak : Untuk Perawat Dan Bidan, Jakarta : Salemba Medika.
Tarwoto dan Wartonah. (2013). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan, Edisi: 3. Jakarta: Salemba Medika

33
34
35

Anda mungkin juga menyukai