Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG FRAKTUR TERHADAP Tn.

A
DI RUANG TRAUMA CENTER DI RSUP Dr.MDJAMIL PADANG

DISUSUN OLEH

MEISYARAH
21131162

KELOMPOK E1

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya miliki Allah Swt, shalawat dalam salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah, berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas
keperawatan dasar profesi.

Penulisan tugas ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah keperawatan dasar profesi di STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG.

Dalam penulisan tugas ini saya merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan tugas ini.

Tugas ini disusun agar pembaca dapat memahami tentang asuhan keperawatan saya
sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Tugas ini
disusun oleh saya dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri kami maupun yang
datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya
tugas ini dapat terselesaikan.

Semoga tugas ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya mahasiswa STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang. saya
sadar bahwa tugas ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada
dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan tugas saya dimasa
yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Padang, 22 Desember 2021

penulis
DAFTAR ISI
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP PENYAKIT FRAKTUR

1. Defenisi fraktur

Trauma merupakan penyebab utama kematian di Amerika Serikat pada rentang

usia antara 1 dan 37 tahun, serta merupakan penyebab kematian nomor empat pada

semua kelompok usia. Fraktur merupakan cedera traumatic dengan presentase

kejadian yang tinggi. Cedera tersebut dapat menimbulkan perubahan yang signifikan

pada kualitas hidup seseorang sebagai akibat dari pembatasan aktivitas, kecacatan dan

kehilangan pekerjaan (M.Black, 2014).

Fraktur adalah gangguan kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi

fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering terganggu. Radiografi (sinar-x)

dapat menunjukan keberadaan cidera tulang, tetapi tidak mampu menunjukan otot

atau ligamen yang robek, saraf yang putus atau pembuluh darah yang pecah yang

menjadi komplikasi pemulihan klien. Untuk menentukan perawatan yang sesuai,

seorang perawat akan memulai dengan deskripsi cidera yang ringkas dan tepat

(M.Black, 2014).

2. Etiologi dan faktor risiko

Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, saat tekanan

yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang mampu ditanggungnya.

Jumlah gaya pasti yang diperlukan untuk menimbulkan suatu fraktur dapat bervariasi,

Sebagian tergantung pada karakteristik tulang itu sendiri. Seorang klien dengan

gangguan metabolic tulang, seperti osteoporosis dapat mengalami fraktur dari trauma

minor karena kerapuhan tulang akibat gangguan yang telah ada sebelumnya. Fraktur
dapat terjadi karena gaya secara langsung seperti saat sebuah benda bergerak

menghantam sesuatu area tubuh diatas tulang. Gaya dapat terjadi secara tidak

langsung seperti ketika sesuatu kontraksi kuat dari otot menekan tulang. Selain itu,

tekanan dan kelelahan dapat menyebabkan fraktur karena penurunan kemampuan

tulang menahan gaya mekanikal (M.Black, 2014).

Dua tipe tulang merespons beban dengan cara berbeda tulang kortikal, lapisan

luar yang ringkas dan mampu menoleransi beban disepanjang sumbunya

(longitudinal) lebih kuat dibandingkan jika beban menembus tulang. Tulang kanselus

atau spons ( cancellous, spongy) merupakan materi tulang bagian dalam yang rongga

seperti sarang laba-laba yang terisi oleh sumsum merah yang membuatnya mampu

menyerap gaya lebih baik dibandingkan tulang kortikal. Penonjolan tulang, disebut

trabekula, memisahkan ruangan. Ruangan dan tersusun di sepanjang garis tekanan,

sehingga membuat tulang kanselus lebih kuat (M.Black, 2014).

Predisposisi fraktur antara lain berasal dari kondisi biologis seperti osteopenia

(misalnya karena penggunaan steroid atau sindrom) atau osteogenesis imperfekta

( penyakit kongenital tulang yang diartikan oleh gangguan produksi kolagen oleh

osteoblast). Tulang menjadi rapu dan mudah patah, neoplasma juga dapat melelahkan

tulang dan berperan pada fraktur. Kehilangan esterogen pasca monopouse dan

malnutrisi protein juga menyebabkan penurunan massa tulang serta meningkatkan

resiko fraktur. Bagi orang dengan tulang yang sehat, fraktur dapat terjadi akibat

aktivitas hobi resiko tinggi atau aktivitas terkait pekerjaan (misalnya bermain papan

seluncur, panjat tebing dan lain-lain). Korban-korban kekerasan dalam rumah tangga

juga sering dirawat karena cidera traumatik (M.Black, 2014).


3. Anatomi dan fisiologi

a. Anatomi sistem otot (muskolus) menurut Anarkardian Kris Buana Devi (2017)

Otot merupakan organ tubuh yang mengubah energi kimia menjadi energi

mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi untuk menggerakan rangka, sebagai

respons tubuh terhadap perubahan lingkungan. Otot disebut alat gerak aktif

karena mampu berkontraksi.

Otot membentuk 40-50% berat badan kira-kira sepertiganya merupakan

protein tubuh dan setengahnya tempat terjadinya aktivitas metabolic saat tubuh

istirahat. Terdapat lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar

otot-otot tersebut diletakkan pada tulang-tulang kerangka tubuh dan Sebagian

kecil ada yang melekat dibawah permukaan kulit.

Gabungan otot terbentuk kumparan dan terdiri dari :

1) Fascia yaitu jaringan yang membungkus dan mengikat jaringan lunak. Fungsi

fasia yang mengelilingi otot, menyediakan tempat tambahan otot,

memungkinkan struktur bergerak satu sama lain dan menyediakan tempat

peredaran darah dan saraf.


2) Ventrikel (empal) merupakan bagian tengah yang mengembung.

3) Tendon (urat otot) yaitu kedua ujung yang mengecil, tersusun dari jaringan

ikat dan bersifat liat. Berdasarkan cara melekatnya pada tulang, tendon

dibedakan menjadi dua yaitu origo, tendon yang melekat pada tulang yang

tidak berubah kedudukannya ketika otot berkontraksi dan inersio, tendon yang

melekat pada tulang yang bergerak ketika otot berkontraksi.

a) Fungsi sistem otot

 Menghasilkan Gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat

dan bergerak dalam bagian organ internal tubuh.

 Menopang rangka dan mempertahankan tubuh saat berada dalam

posisi berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi.

 Menghasilkan panas untuk mempertahankan suhu tubuh normal.

b) Ciri-ciri sistem otot

Otot memendek jika sedang berkontraksi dan memanjang jika

sedang berelaksasi. Kontraksi otot terjadi jika otot sedang melakukan

kegiatan. Relaksasi otot terjadi Ketika otot sedang beristirahat. Jadi, otot

memiliki 3 karakteristik yaitu kontraktilitas, ekstensibilitas dan hasititas.

c) Jenis-jenis otot

Berdasarkan letak dan struktur selnya, otot dibedakan menjadi :

 Otot rangka

Otot rangka merupakan otot lurik volunteer (secara sadar atas

perintah dari otak) dan melekat pada rangka, misalnya yang


terdapat pada otot paha, otot betis, otot dada kontraksinya sangat

cepat dan kuat.

 Otot polos

Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter (bekerja

secara tidak sadar). Jenis otot ini, dapat ditemukan pada dinding

tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi,

urinaris dan sistem sirkulasi darah. Kontraksinya kuat dan lamban.

 Otot jantung

Otot jantung juga otot serat lintang involunter, mempunyai struktur

yang sama dengan otot lurik. Otot ini hanya terdapat pada jantung.

Bekerja terus meneruss setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung

juga mempunyai masa istirahat yaitu setiap kali berdenyut.

Memiliki banyak inti sel yang terletak ditepi agak ke tengah

Panjang sel antara 85-100 mikro dan diameternya.

Berdasarkan gerakannya, otot dibedakan menjadi ; otot antagonis dan otot

sinergis

d) Mekanisme kontraksi otot

Dalam otot terdapat zat yang sangat peka terhadap rangsang

disebut asetilkolin. Otot yang terangsang menyebabkan asetikolin terurai

membentuk miogen yang merangsang pembentukan aktomiosion. Hal ini

menyebabkan otot berkontraksi sehingga otot yang melekat pada tulang

bergerak.
Saat berkontraksi, otot membutuhkan energi dan oksigen. Oksigen

diberikan oleh darah, sedangkan energi diperoleh dari pengurangan ATP

(adenosin trifosfat) dan kreatinfosfat. ATP terurai menjadi ADP (adenosin

disfosfat) + energi. Selanjutnya, ADP terurai menjadi AMP (adenosin

monosfat) + energi. Kreatinfosfat terurai menjadi kreatinin+fosfat+energi.

Energinergi ini semua digunakan untuk kontraksi otot.

b. Anatomi sistem rangka (skeletal)

Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi dan tulang

rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh

untuk mempertahankan sikap dan posisi. Tulang merupakan alat gerak pasif

karena hanya mengikuti kendali otot (Devi, 2017).

1) Fungsi rangka

a) Penyangga, berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligament-ligamen, otot,

jaringan lunak dan organ.

b) Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow masrow)

c) Produksi sel darah (red masrow)


d) Pelindung membentuk rongga melindungi organ yang halus dan lunak.

e) Penggerak dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat bergerak

karena adanya persendian

2) Jenis tulang

a) Berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya terdiri dari :

 Tulang rawan (kartilago)

 Tulang sejati

b) Berdasarkan matriksnya

 Tulang kompak

 Tulang spons

c) Berdasarkan bentuknya

 Ossa longa (tulang pipa/Panjang)

 Ossa brevia (tulang pendek)

 Ossa plana (tulang pipih)

 Ossa ireguler (tulang tak beraturan)

 Ossa pneumatica (tulang berongga udara)

3) Sel-sel penyusun tulang

a) Osteoblast merupakan tulang muda yang menghasilkan jaringan

osteorosit.

b) Osteosit merupakan sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan

c) Osteoclast merupakan sel-sel yang mengabsorbsi mineral dan matriks

tulang

4) Organisasi sistem rangka


Sistem skeletal dibentuk oleh 206 buah tulang yang membentuk suatu

kerangka tubuh. Rangka digolongkan ke dalam 3 bagian yaitu :

a) Rangka aksial

Rangka aksial terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis panjang tubuh

untuk melindungi organ-organ pada kepala, leher dan dada.

 Tengkorak (cranium)

 Tulang pendengaran (auditory)

 Tulang hyoid

 Tulang belakang (vertebra)

 Tulang iga/rusuk (costae)

 Tulang dada (sternum)

b) Rangka apendikuler

Rangka apendikular merupakan rangka yang tersusun dari tulang-

tulang bahu, tulang panggul dan tulang anggota gerak atas atau bawah

terdiri atas 126 tulang. Secara umum, rangka apendikuler Menyusun alat

gerak, tangan dan kaki. Tulang apendikuler terbagi atas 2 yaitu ekstremitas

atas dan ekstremitas bawah.

5) Pembentukan tulang

Proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur embrio 6-7 minggu

dan berlangsung sampai dewasa. Pada rangka manusia rangka yang pertama

kali berbentuk adalah tulang rawan (kartilago) yang berasal dari jaringan

mesenkim. Kemudian, akan terbentuk osteoblast atau sel-sel pembentuk

tulang. Osteoblast ini akan mengisi rongga-rongga tulang rawan.


Sel-sel tulang dibentuk terutama dari arah dalam keluar atau proses

pembentukan konsentris. Setiap satuan-satuan sel tulang mengelilingi suatu

pembuluh darah dan saraf membentuk suatu sistem yang disebut sistem

havers.

6) Hubungan antar tulang

Hubungan antar tulang disebut artikulasi. Agar artikulasi dapat bergerak,

diperlukan struktur khusus yang disebut sendi. Sendi yang Menyusun

kerangka manusia terdapat dibeberapa tempat.

c. Kelainan pada sistem muskulosletal

Beberapa gangguan kesehatan dan kelainan yang terjadi sistem muskulosletall

adalah sebagai berikut :

a) Fraktura/ patah tulang

b) Fisura/retak tulang

c) Gangguan tulang belakang

d) Osteoporosis

e) Rachitis

f) Kram

g) Hipertropi

h) Atrofi

4. Patofisilogi

Keparahan dari fraktur tergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika ambang

fraktur suatu tulang hanya retak saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem seperti

tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot
yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan

menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan

spasme yang kuat dan bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur.

Walaupun bagian proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian

distal dapat bergeser karena gaya penyebab patah maupun spasme pada otot-otot

sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada suatu sudut (membentuk

sudut) atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah

(M.Black, 2014).

a. Penyembuhan tulang

Hanya ada beberapa jaringan dalam tubuh manusia yang dapat sembuh

memulai regenerasi dan bukan pembentukan jaringan parut. Tulang adalah salah

satunya. Perbaikan fraktur terjadi melalui proses yang sama dengan pembentukan

tulang saat fase pertumbuhan normal dengan mineralisasi dari matriks tulang baru

yang kemudian diikuti oleh remodelisasi menuju tulang matur.

Penyembuhan fraktur terjadi dalam 5 tahap yaitu :

1) Tahap I : stadium hematoma atau stadium inflamatoris waktu 1-3 hari

2) Tahap II : pembentukan fibro kartilago waktu 3 hari sampai 2 minggu

3) Tahap III : pembentukan kalus waktu 2-6 minggu.

4) Tahap IV : penulangan waktu 3 minggu sampai 6 bulan

5) Tahap V : konsolidasi dan remodeling waktu 6 minggu sampai 1 tahun

Tahap-tahap tersebut tidak terjadi sendiri-sendiri, tapi cenderung tumpeng

tindih sering penyembuhan tulang. Jika ada gangguan diantara 5 tahap tersebut,

maka sering terjadi permasalahan dengan penyatuan tulang.


b. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan tulang

Faktor seperti adanya penyakit tulang atau sistemik usia dan kesehatan umum

klien, jenis fraktur, serta tetapi juga akan mempengaruhi kecepatan dan

kesuksesan penyembuhan.

5. Tanda dan gejala

a. Perubahan bentuk

b. Luka

c. Nyeri

d. Bengkak

6. Manifestasi klinis

Mendiagnosis fraktur berdasarkan manifestasi klinis klien, Riwayat, pemeriksaan

fisik dan temuan radiologis. Beberapa fraktur sering langsung dampak jelas, beberapa

lainnya terdektesi hanya dengan rontgen (sinar-x). Pengkajian fisik dapat menemukan

beberapa hal berikut yaitu deformitas, pembengkakan, memar (ekmosis), spasme otot,

nyeri, ketegangan, kehilangan fungsi, Gerakan abnormal dan kapitasi, perubahan

neurovascular, syok.

7. Klasifikasi fraktur

Keparahan dari fraktur biasanya bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur

tersebut. Jika ambang fraktur tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang hanya retak

dan bukan patah. Jika gayanya ekstrem, seperti tabrakan mobil atau luka tembak,

tulang dapat hancur yang menembus keluar kulit atau ada luka luar yang mementrasi

hingga tulang yang patah, fraktur ini disebut fraktur terbuka. Tipe fraktur ini
umumnya serius, karena begitu kulit telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi diluka

dan tulang.

Fraktur yang dapat dijelaskan dengan banyak cara bahkan ada lebih dari 150 tipe

fraktur yang telah dinamai bergantung pada berbagai metode klasifikasi misalnya

fraktur compound, transversal dari femur distal, fraktur femur, fraktur dislokasi,

fraktur distal. Metode klasifikasi paling sederhana adalah fraktur terbuka dan tertutup.

Fraktur terbuka diartikan oleh robekanya kulit diatas cidera tulang dan fraktur

tertutup diartikan oleh kulit yang masih utuh diatas lokasi cidera.

Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka yang dibagi

berdasarkan keparahanya yaitu :

a. Derajat 1 : luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal

b. Derajat 2 : luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang

c. Derajat 3 : luka melebihi 6 hingga 8 cm ada kerusakan luka pada jaringan

lunak, saraf dan tendon dan kontaminasi banyak.

(M.Black, 2014)

8. Pemeriksaan diagnostik

Radiografi merupakan metode umum mengkaji fraktur. Penggunaan posisi

radiologis yang tepat sangat penting untuk mengkaji kecurigaan fraktur dengan tepat.

Dua posisi (yaitu anterosposterior dan lateral) yang diambil pada sudut yang tepat

merupakan jumlah minimal yang diperlukan untuk pengkajian fraktur dan gambar

tersebut harus mencangkup sendi diatas dan dibawah lokasi fraktur untuk

mengidentifikasi adanya dislokasi atau sublokasi.


Temuan rontgen yang tidak normal antara licin edema jaringan lunak atau

pergeseran udara karena pergeseran tulang setelag cedera. Radiografi dari tulang yang

patah akan menunjukan perubahan pada kontur normalnya dan disrupsi dari

hubungan sendi yang normal. Garis fraktur akan tampak radiolusens. Radiografi

biasanya dilakukan sebelum reduksi fraktur, setelah reduksi dan kemudian secara

periodik saat penyembuhan tulang (M.Black, 2014).

Tomografi komputer computed tomography (CT) dapat digunakan untuk

mengetahui adanya fraktur. Keuntungan dari CT adalah bisa melihat gangguan

(hematoma) pada fraktur lain (pembuluh darah) (M.Black, 2014).

9. Penatalaksanaan

a. Reduksi fraktur

Reduksi adalah amnipulasi tulang untuk mengembalikan kelurusan posisi dan

panjang dengan mengembalikan fragmen tulang sedekat mungkin.

b. Reduksi tertutup

Reduksi tertutup harus dilakukan segera setelah cidera untuk meminimalkan

risiko kehilangan fungsi untuk mencegah atau menghambat terjadinya atritis

traumatic dan minimalkan efek defornitas.

c. Reduksi terbuka dan fiksasi internal

Reduksi terbuka merupakan prosedur bedah dimana fragmen fraktur terbuka

sering kali dikombinasikan dengan fiksasi internal untuk fraktur femur dan sendi.

d. Fiksasi eksternal
Jika kerusakan jaringan lunak menghalangi penggunaan gips fiksasi eksternal

dapat diindikasikan untuk imobilitas fraktur. Alat fiksasi eksternal menjaga posisi

untuk fraktur-fraktur yang tidak stabil dan untuk otot-otot yang melemah.

e. Traksi

Traksi adalah pemberian gaya tarik terhadap bagian tubuh yang cidera atau

kepada tungkai. Sementara, kontraksi akan menarik ke arah berlawanan. Gaya

Tarik ini dapat dicapai dengan menggunakan tangan (traksi manual).

f. Traksi kulit

Traksi kulit adalah pemberian gaya tarik secara langsung ke kulit dengan

menggunakan skin gips, sepatu bots dan bidai busa. Untuk traksi kulit ini

umumnya digunakan traksi buck.

g. Traksi skeletal

Traksi skeletal menggunakan pin untuk memberikan gaya pada tulang. Lokasi

yang paling umum adalah di femur distal, tibia dan proksimal. Terapi skeletal

dapat di toleransi untuk waktu yang lama dibandingkan traksi kulit. Biasanya

digunakan berat lebih dari 10 pon.

(M.Black,

2014)

10. Komplikasi

a. Cidera saraf

Fragmen tulang dan edema tulang yang berkaitan dengan cidera dapat

menyebabkan cidera saraf. Hati-hati jika ada pucat dan tungkai klien yang sakit
teraba dingin, perubahan kemampuan klien untuk menggerakan jari, parestesia,

adanya keluhan nyeri yang meningkat.

b. Sindroma kompartemen

Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi gangguan sirkulasi yang

berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif pada

ruang terbatas.

c. Kontraktur volkman

Kontraktur volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma

kompartemen yang tak tertangani.

d. Sindroma emboli lemak

Sindrom ini terjadi setelah fraktur dari tulang panjang seperti femur, tibia, tulang

rusuk, fibula dan panggul.

e. Thrombosis vena dan emboli paru

Klien dengan cidera tulang memiliki resiko tinggi terjadi kondisi ini. Peningkatan

risiko terjadi karena stasis dari aliran darah vena, peningkatan koagulabilitas dan

cedera pada pembuluh darah

f. Sindroma gips

Terjadi pada gips spika badan. Sindrom gips ini dapat terjadi beberapa hari hingga

minggu setelah imobilitas terutama jika klien mengalami penurunan berat badan

dan hilangnya lemak retroperitoneal.

g. Kaku sendi atau atritis traumatic

Kelakuan sendi dapat terjadi dan dapat menyebabkan kontraktur sendi,

pengerasan ligament atau atrofi otot.


h. Nekrosis avascular

Hal ini terjadi karena gangguan sirkulasi lokal. Hal terbaik yang dapat dilakukan

untuk menghindari terjadinya nekrosis avascular adalah pembedahan secepatnya.

i. Penyatuan nonfungsional

Penyatuan yang tidak terjadi sesuai yang diharapkan

j. Malunion

Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi kelurusan tulang

yang tidak tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak tepat sebagai akibat

dari tarikan otot yang tidak seimbang serta gravitasi.

k. Penyatuan terhambat

Terjadi ketika penyembuhan melambat tapi tidak benar berhenti hal ini

disebabkan karena distraksi pada fragmen fraktur atau adanya penyebab sistemik

seperti infeksi.

l. Non union

Ketika penyembuhan fraktur tidak terjadi 406 bulan setelah penyembuhan

spontan

m. Penyatuan fibrosa

Jaringan fibrosa terletak diantara fragmen-fragmen fraktur. Kehilangan tulang

karena pembedahan atau cidera meningkatkan risiko klien terhadap jenis

penyatuan fraktur ini.

n. Sindroma nyeri regional kompleks (crps)

Suatu sindrom disfungsi dan penggunaan yang salah disertai nyeri yang diberikan

oleh nyeri abnormal dan pembengkakan pada tungkai yang sakit


(M.Black, 2014)

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

 PENGKAJIAN

1. Identitas

a. Identitas pasien

Biasanya meliputi nama, agama, jenis kelamin biasanya terjadi pada laki-laki

dibandingkan dengan perempuan, umur biasanya fraktur terjadi pada usia

remaja dan dewasa awal, pekerjaan biasanya fraktur terjadi pada seseorang

yang mempunyai pekerjaan yang keras atau bisa disebabkan oleh


berkendaraan, status perkawinan, alamat, tanggal masuk, yang mengirim, cara

masuk rs, diagnose medis.

b. Identitas penanggung jawab

Biasanya berisikan nama, umur, hubungan dengan pasien , pekerjaan, alamat.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Biasanya pada pasien fraktur adanya rasa nyeri, nyeri tersebut bisa akut atau

kronis tergantung lama serangan. Biasanya nyeri yang dirasakan bisa lebih

hebat dan berlangsung lama.

b. Riwayat kesehatan Sekarang

Biasanya pada pasien fraktur merasakan nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau

kronis tergantung dan lamanya serangan. Nyeri yang dirasakan bisa lebih

hebat dan berlangsung lama. Biasanya fraktur bisa disebabkan oleh trauma

langsung maupun trauma tidak langsung. Biasanya nyeri dirasakan seperti

menusuk-nusuk dan terus menerus, biasanya nyeri yang dirasakan pada area

fraktur.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya pada pasien fraktur memiliki penyakit – penyakit tertentu seperti

kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang

sulit untuk menyambungnya. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka dikaki

sangat beresiko terjadinya osteomilitis akut maupun kronik dan juga penyakit

diabetes menghambat penyembuhan tulang. Biasanya pasien memiliki

Riwayat osteoporosis dan cidera atau fraktur sebelumnya.


d. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya pada pasien fraktur penyakit turunan yang berhubungan dengan

fraktur merupakan salah satu faktor perdisposisi terjadi fraktur seperti

diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker

tulang yang cenderung diturunkan secara genetik

3. Pola persepsi sehat dan penanganan kesehatan

Biasanya pada pasien fraktur akan terjadi kecacatan pada dirinya dan harus

menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya,

selain itu, juga dilakukan pengkajian terhadap kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolism kalsium,

pengonsumsian alkohol juga dapat mengganggu keseimbangan serta aktivitas

olahraga juga dapat berhubungan dengan fraktur.

4. Pola nutrisi/metabolisme

Biasanya pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan

sehari-hari seperti kalsium, zat besi, protein, vit c, dan lainnya. Untuk membantu

penyembuhan tulang evaluasi terhadap pola nutrisi pasien bisa membantu

penyebab masalah muskulosletal dan mengintispasi komplikasi dan nutrisi yang

tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang

kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskulosletal terutama pada

lansia. Selain itu, juga obesitas menghambat degenerasi dan mobilitas pasien.

5. Pola eliminasi
Biasanya pada pasien fraktur tidak ada gangguan eliminasi namun tetap dikaji ada

frekuensi, warna, bau, dan jumlah. Pada pola tersebut juga dikaji ada kesulitan

atau tidak. Biasanya pada pasien fraktur tidak ada masalah pada BAK dan BAB.

6. Pola aktivitas/Latihan

Biasanya pasien dengan fraktur mengalami nyeri keterbatasan gerak maka semua

bentuk kegiatan pasien menjadi berkurang dan kebutuhan pasien perlu banyak

dibantu oleh orang lain dan biasanya pasien juga tidak melakukan pekerjaan

seperti biasa.

7. Pola istirahat tidur

Biasanya pada pasien fraktur dikarenakan timbulnya rasa nyeri, keterbatasan

gerak sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur pasien.

8. Pola kognitif dan persepsi

Biasanya pada pasien fraktur status mental klien sadar dan bicara normal, Bahasa

yang digunakan biasanya Bahasa daerah

9. Pola peran hubungan

Biasanya pada pasien dengan fraktur akan kehilangan peran dalam keluarga dan

masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap

10. Pola seksualitas/reproduksi

Biasanya pada pasien dengan fraktur, pasien tidak bisa melakukan hubungan

seksual karena menjalani rawat inap dan mengalami keterbatasan gerak serta rasa

nyeri.

11. Pola persepsi – konsep diri


Biasanya pasien dengan fraktur akan timbulnya rasa cemas dan rasa

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan

terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

12. Pola koping-toleransi stress

Biasanya pada pasien fraktur timbul rasa cemas mengenai keadaan dirinya yaitu

dikarenakan ketidakadekuatan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.

Untuk mekanisme koping pasien akan tidak efektif

13. Pola keyakinan nilai

Biasanya pada pasien fraktur tidak dapat melaksanakan keburukan, beribadah

dengan baik. Hal ini dikarenakan rasa nyeri dan keterbatasan gerak pada pasien.

14. Pemeriksaan fisik

Gambaran
Tanda-tanda vital Suhu : biasanya meningkat

Nadi : biasanya meningkat

TD : biasanya meningkat

RR : biasanya meningkat
Tinggi badan Biasanya normal
Berat badan Biasanya normal
LILA Biasanya normal
Kepala :

Rambut Biasanya normal dan tidak ada udem

Mata Biasanya konjungtiva anemis

Hidung Biasanya septum simetris dan tidak ada polip

Mulut Biasanya tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak berdarah

Telinga Biasanya simetris dan tidak ada serumen


Leher :
Trakea Biasanya normal, tidak ada udem

JVP Biasanya normal

Tiroid Biasanya normal tidak ada udem

Nodus limfe Biasanya tidak ada pembesaran limfe


Dada dan paru I : biasanya simetris dan tidak ada retraksi dada

P : biasanya fremitus kiri dan kanan sama

P : biasanya tidak ada nyeri tekan

A : biasanya suara vasikuler


Jantung I : biasanya tidak tampak ictus cordis

P : biasanya ictus cordis tidak teraba

P : biasanya tidak ada nyeri tekan

A : biasanya suara lup dup


Abdomen I : biasanya simetris

A : biasanya peristaltrik usus normal

P : biasanya tidak ada defans muskuler, hepar tidak teraba

P : biasanya suara tympani


Ekstremitas/ Kekuatan otot <5 derajat

muskulosletal Inspeksi : biasanya area sekitar kemerahan

sendi Palpasi : biasanya akral teraba dingin

Vaskuler : CRT< 2 detik


Integument Inspeksi : biasanya eritema atau kulit kemerahan

Palpasi : biasanya suhu sekitar meningkat, bengkak atau

udem dan nyeri tekan


Neurologi

Status mental/ Biasanya sadar, gcs 15

GCS Biasanya 12 nervus normal


Saraf cranial Biasanya (+) positif

Reflek fisiologis Biasanya (+) positif

Reflek patologis
Payudara Normal
Genitalia Normal
Rectal Normal

15. Pemeriksaan penunjang

a. Diagnostic

- Pemeriksaan rongten : biasanya untuk mengetahui/menentukan lokasi

luasnya fraktur atau trauma dan jenis fraktur

- Scan tulang : biasanya untuk memperlihatkan tingkat keparahan fraktur

juga dapat mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

- Aterogram : biasanya memastikan ada atau tidaknya kerusakan vaskuler

pada bagian fraktur

b. Laboratorium

- Hitung darah lengkap : hemokonsentrasi mungkin meningkat atau

menurun pada perdarahan, meningkatkan leukosit sebagai respon terhadap

peradangan

- Keratinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin

- Profil koagulasi : biasanya untuk mengetahui perubahan terjadinya

kehilangan darah, transfuse atau cidera.

16. Terapi
a. Obat antiinflamasi non steoid contohnya NSAID obat lain seperti aspirin, ibu

profen dan naproksen. Obat- obat ini biasanya diberikan kepada pasien yang

mengalami nyeri

b. Analgesic apiodnaskotik contohnya yang paling sering digunakan adalah

morfin biasanya digunakan untuk mengatasi nyeri pada pasien yang

mengalami nyeri.

 DIAGNOSA KEPERAWATAN POST OP

1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (trauma)

2) Gangguan integritas kulit b.d faktor mekanis (penekanan pada tonjolan tulang)

3) Resiko infeksi b.d peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan

 INTERVENSI KEPERAWATAN

N SDKI SLKI SIKI

O
1 Nyeri akut b.d Tingkat nyeri Manajemen nyeri

agen cidera fisik Kriteria hasil Tindakan

(trauma)  Kemampuan Observasi

menuntaskan 1. Identifikasi lokasi,

aktivitas, karakteristik, durasi,

sedang (3/5) frekuensi, kualitas,

 Keluhan nyeri, intensitas nyeri.

sedang (3/5) 2. Identifikasi skala

 Meringis, nyeri

sedang (3/5) 3. Monitor

 Gelisah, cukup keberhasilan terapi


menurun (4/5) komplementer yang

 Frekuensi sudah diberikan

nadi, cukup 4. Monitor efek

membaik (4/5) samping penggunaan

 Pola napas, analgetic

membaik (5/5) Terapeutik

 Tekanan 5. Berikan Teknik

darah, sedang nonfarmakologis

(3/5) untuk mengurangi

rasa nyeri

6. kontrol lingkungan

yang memperberat

rasa nyeri

edukasi

7. jelaskan penyebab,

periode dan pemicu

nyeri

8. ajarkan Teknik non

farmakologis untuk

mengurangi rasa

nyeri

kolaborasi

9. kolaborasi
pemberian analgesic,

jika perlu
2 Gangguan Integritas kulit dan Perawatan integritas kulit

integritas kulit b.d jaringan Tindakan

faktor mekanis Kriteria hasil Observasi

(penekanan pada  hidrasi, cukup 1. identifikasi

tonjolan tulang) menurun (2/5) penyebab gangguan

 kerusakan integritas kulit

jaringan, terapeutik

sedang (3/5) 2. ubah posisi tiap 2

 kerusakan jam jika tirah baring

lapisan kulit, 3. lakukan pemijitan

sedang (3/5) pada area penonjolan

 nyeri, sedang tulang, jika perlu.

(3/5) Edukasi

4. anjurkan

menggunakan

pelembab

5. anjurkan minum air

yang cukup

6. anjurkan

menghindari

terpapar suhu

ekstrem
3 Resiko infeksi b.d Tingkat infeksi Pencegahan infeksi

peningkatan Kriteria hasil Tindakan

paparan  kebersihan Observasi

organisme tangan, 1. monitor tanda dan

pathogen meningkat gejala infeksi lokal

lingkungan (5/5) dan sistematik

 kebersihan terapeutik

badan, sedang 2. batasi jumlah

(3/5) pengunjung

 nafsu makan, 3. berikan perawatan

sedang (3/5) kulit pada area

 demam, cukup edema

meningkat 4. cuci tangan sebelum

(2/5) dan sesudah kontak

 kemerahan, dengan pasien dan

cukup lingkungan pasien

meningkat 5. pertahankan Teknik

(2/5) aseptic pada pasien

 nyeri, beresiko tinggi

meningkat edukasi

(1/5) 6. jelaskan tanda dan

gejala infeksi

7. ajarkan cara mencuci


tangan dengan benar

kolaborasi

8. kolaborasi

pemberian imuniasi,

jika perlu.
Sumber : (SDKI, 2017; SIKI, 2018; SLKI, 2019)
C. ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

Laporan Kasus Kelolaan


Berdasarkan Format Gordon
Nama Mahasiswa : Meisyarah
NIM : 21131162
Tanggal Pengkajian : 16 september 2021

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Identitas Pasien
Nama : Tn. A No.Rek.Medis : 01.11.12.34
Umur : 48 Tahun
Agama : islam
Jenis Kelamin : laki -laki
Pekerjaan : wiraswasta
Agama : islam
Status perkawinan : kawin
Alamat : jorong batu, dharmasraya
Tanggal masuk : 16 september 2021
Yang mengirim : datang sendiri
Cara masuk RS : poliklinik
Diagnosa medis : femur dextra
Identitas Penanggung Jawab
Nama : herlina
Umur : 45 tahun
Hub dengan pasien : istri
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : damasraya
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama (saat masuk rumah sakit dan saat ini)
Pasien mengeluh nyeri kaki kanan, pasien saat masuk sangat nyeri, pasien
mengatakan setelah operasi merasakan nyeri hebat dengan skala 7 sampai 8. Pasien
terpasang batu dengan berat beban atau traksi 15 kg, pasien tampak gelisah, pasien
mengatakan sulit BAK/BAB, pasien mengatakan semua aktivitas terhambat, pasien
mengatakan cemas, pasien mengatakan ingin segera sembuh, pasien mengatakan sulit
tidur karena cemas, pasien mengatakan saat ini merasakan skala nyeri 6, pasien
mengatakan nyeri rasa tertusuk-tusuk, pasien mengatakan takut terinfeksi saat
pemeriksaan TD 122/70 mmHg, suhu 36,2 c, N 80 X/I, RR 20x/i.
Alasan masuk rumah sakit
Pasien mengatakan nyeri dan bengkak pada paha rawan
Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Atur posisi, identifikasi skala nyeri, identifikasi respon non nyeri
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan dulu sering sakit kepala
c. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak memiliki Riwayat penyakit turunan.
3. POLA PERSEPSI DAN PENANGANAN KESEHATAN
Persepsi terhadap penyakit : pasien mengatakan ingin segera sembuh dan merasa menyesal
bahwa penyakit ini teguran dari Allah SWT agar dapat bertaubat.
PENGGUNAAN :
Tembakau: ( √ ) Tidak ( ) Berhenti...............(tgl) ( ) Pipa ( ) Cerutu
( ) <1 bks/hari ( ) 1-2 bks/hari ( ) >2 bks/hari
Alkohol : ( √ )Tidak ( ) Ya, Jenis/Jumlah, _______/Hari _______/minggu_______/bulan
Obat lain : ( √ ) Tidak ( ) Ya, Jenis _________________ Penggunaan_____________
Alergi (obat-obatan, makanan, plester, zat warna): _____tidak ada___Reaksi _______
Obat-obatan warung/tanpa resep dokter : ___paramex, bodrex, amoxilin_________
Kepatuhan terhadap terapi pengobatan : ___________tidak ada_________________
Upaya adaptasi terhadap perubahan status kesehatan : ___tidak ada_____________
Penyesuaian gaya hidup terhadap perubahan status kesehatan :___tidak ada_____________
4. POLA NUTRISI/METABOLISME
BB : 52 kg
TB : 165 cm
IMT : 52 = 19
1,65x1,65
Penurunan BB dalam 6 bulan terakhir :
Pola Makan
Di rumah
Frekuensi : 2x sehari
Makan Pagi : nasi atau lontong
Makan Siang : Nasi
Makan Malam : -
Pantangan/Alergi : tidak ada
Makanan yang disukai : semua disukai
Di rumah sakit
Jenis diet dan jumlah kalori :
Nafsu Makan: ( √ ) Normal ( ) Meningkat ( ) Menurun ( ) Penurunan Sensasi Kecap
Jumlah diet yang dihabiskan :
Keluhan mual / muntah :
Penggunaan NGT : ( √ ) Tidak ( ) Ya
Kesulitan Menelan (Disfagia): ( √ ) Tidak ( )Makanan Padat ( ) Cair
Skrining Nutrisi
Indikator Penilaian Malnutrisi Skor
0 1 2 Nilai
1. Nilai IMT 18,5-22,9 17-18,4 / 23- <17 / 0
24,9 >23
2. Apakah pasien kehilangan BB dalam <5% 5-10% >10% 0
waktu 3 bulan terakhir?
3. Apakah pasien dengan asupan baik kurang Sangat 0
makanan kurang lebih dari 5 hari? kurang
4. Adanya kondisi penyakit pasien tidak Ya 0
yang mempunyai resiko masalah
nutrisi
5. Pasien sedang mendapat diet tidak Ya 2
makanan tertentu
TOTAL SKOR 2

Jika total skor :


0 = risiko rendah
1 = risiko sedang
>2 = risiko tinggi

Pola Minum
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi :______5 kali________ Frekuensi :______3-4 kali______
Jenis : ____air putih_______ Jenis : ____air putih______
Jumlah : ____1500 ml________ Jumlah : _____1500ml_______
Pantangan :____tidak ada________ Pembatasan cairan : _________-_________
Minuman : ___semua disukai_____
disukai

Intake cairan 24 jam (uraikan apa saja intake pasien): minum 1500ml
IWL : 15x52/24 jam : 780
Ouput Cairan 24 jam (uraikan apa saja ouput pasien) : urin pasien 500cc
Perhitungan Balance Cairan :
Intake-output : 1500 ml – (500+780)
: 1500-1280
: 220
Perubahan pada kulit
Keluhan pasien terkait masalah kulit (misalnya kering, gatal, adanya lesi) : adanya lesi
Faktor resiko luka tekan :
Instrumen Penilaian Resiko Luka Tekan Norton
Yang dinilai 4 3 2 1
Kondisi fisik Baik Sedang √ Buruk Sangat buruk
Status mental Sadar √ Apatis Bingung Stupor
Aktivitas Jalan sendiri Jalan dengan Kursi roda Di tempat
bantuan tidur √
Mobilitas Bebas Gerak terbatas Sangat Tidak
bergerak √ terbatas bergerak
Inkontinensia Kontinen √ Kadang Selalu Inkontinen
inkontinen kontinen urin dan alvi
Total skor 15

Kriteria penilaian :
16 – 20 = tidak beresiko
12 – 15 = rentan resiko
< 12 = resiko tinggi
Pengkajian adanya luka/ulcer
Ukuran luka : 5 cm
Kondisi luka : merah pink
Gambar luka :

5. POLA ELIMINASI
a. BAB
Di rumah Di rumah
sakit
Frekuensi :______1x/hari________ Frekuensi :______2x/hari_______
Konsistensi : ______padat_________ Konsistensi : ______padat________
Warna : __kuning kecoklatan__ Warna : ( √ ) kuning ( ) ada
darah
( ) lainnya, .............
Tgl defekasi terakhir_______
Masalah di rumah sakit : ( ) konstipasi ( ) diare ( ) inkontinensia, lama masalah
dialami : _____
Kolostomi : ( ) tidak ( ) ya, jika ya, posisi kolostomi di :_____________
Output kolostomi berupa :
Keluhan pasien terkait kolostomi :
6. PEMERIKSAAN FISIK

Gambaran
Tanda Vital Suhu : ......36,2.......... Lokasi : ................
Nadi : ......80X/I.... Irama : .................Pulsasi................
TD : ........122/70........... Lokasi : ................................
RR : ...........20.......... Irama : ....................................
Tinggi badan 165 CM
Berat badan sebelum masuk RS : ....52..........., rumah sakit :.............
LILA
Kepala :
Rambut Rambut tampak bersih, tidak ada udem
Mata Konjungtiva anemis, pupil isokor
Hidung Tidak ada pernafasan cuping hidung
Mulut Tidak ada pembesaran tonsil
Telinga Tidak ada lesi atau serumen

Leher
Trakea Tidak ada benjolan, adanya reflek menelan
JVP 5cmH2O
Tiroid Tidak ada benjolan
Nodus Limfe Tidak ada kelenjar getah bening
Dada I : tidak ada lesi, luka atau udem
Paru P : pergerakan sama atau simetris, fremitus kiri dan kanan
sama
P : tidak redup ataupun tidak ada suara tambahan
A : vasikuler
Jantung I : tidak tampak ictus cordis
P : tidak teraba pembesaran jantung
P : tidak ada nyeri tekan
A : lup dup
Abdomen I : perut tampak simetris, sedikit buncit
A : peristaltic usus normal
P : hepar tidak teraba
P : suara tympani
Ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas bawah kanan 1
Muskuloskeletal/Sendi Inspeksi : ada lesi dibagian ekstremitas bawah kanan
Palpasi : akral teraba dingin
Vaskular Perifer : CRT <2 detik
Integumen Inspeksi : kulit berwarna hitam sawo
Palpasi : nyeri tekan dan tidak ada udem
Neurologi
Status mental/GCS Sadar, gcs 15
Saraf cranial 12 saraf cranial normal
Reflek fisiologi Sulit untuk melakukan refleks bisep pada kaki kanan
Reflek patologis Sedikit refleks ibu jari pada kaki kanan
Payudara -

Genitalia Normal

Rectal Normal

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnostik

Laboratorium

- Hb : 16,2
- Haematokrit : 47
- Leukosit : 720
- Trombosit : 248.000
- SGOT : 23
- SGPT : 19
- Albumin/globulin : 4,3/2,7
- Na : 137
- K : 4,5
- CI : 109
- GD/GDS : 93/109

8. TERAPI
- Fotofabia 3x
- Ceftriaxone 2x
- Ranitidine 2x
- Reforaksa 3x
PERENCANAAN PEMULANGAN
Rencana Tindak Lanjut:

B. ANALISA DATA

No Data Penunjang Masalah Etiologi WOC


Keperawatan
1 Ds : Nyeri akut Agen pencedera fisik
- pasien mengatakan nyeri (trauma)
- pasien mengatakan skala
nyeri 6
- pasien mengatakan nyeri
rasa ditusuk tusuk
- pasien mengatakan nyeri
kaki sebelah kanan

Do :
-pasien tampak gelisah
- N 80x/i
- pasien tampak bersikap
waspada

2 Ds : Gangguan
-pasien mengatakan luka integritas kulit Faktor mekanis
takut infeksi
- pasien mengatakan sulit
untuk perawatan luka
mandiri

Do :
-kedalaman luka pasien
3cm
- kerusakan pada lapisan
kulit

3 Ds : Ansietas Ancaman terhadap


-pasien mengatakan cemas konsep diri
-pasien mengatakan sulit
beraktivitas
- pasien mengatakan tidur
sering terbangun

Do :
-pasien tampak gelisah
-pasien tampak tegang
C. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
(sesuai dengan prioritas)

No Diagnosa keperawatan Tgl Tanda Tgl teratasi Tanda


ditegakkan tangan tangan
1 Nyeri akut b.d agen 16
pencedera fisik (trauma) september
2021

2 Gangguan integritas kulit 16


b.d faktor mekanis september
2021

16
september
3 Ansietas b.d ancaman 2021
terhadap konsep diri

D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Kep SLKI SIKI


1 Nyeri akut b.d agen Tingkat nyeri Manajemen nyeri
pencedera fisik
(trauma) Kriteria hasil Tindakan

 Kemampuan Observasi

menuntaskan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,

aktivitas, durasi, frekuensi, kualitas,

sedang (3/5) intensitas nyeri.

 Keluhan nyeri, 2. Identifikasi skala nyeri

sedang (3/5) 3. Monitor keberhasilan terapi

 Meringis, komplementer yang sudah

sedang (3/5) diberikan

 Gelisah, cukup 4. Monitor efek samping penggunaan


menurun (4/5) analgetic

 Frekuensi nadi, Terapeutik

cukup 5. Berikan Teknik nonfarmakologis

membaik (4/5) untuk mengurangi rasa nyeri

 Pola napas, 6. kontrol lingkungan yang

membaik (5/5) memperberat rasa nyeri

 Tekanan darah, edukasi

sedang (3/5) 7. jelaskan penyebab, periode dan

pemicu nyeri

8. ajarkan Teknik non

farmakologis untuk mengurangi

rasa nyeri

kolaborasi

9. kolaborasi pemberian analgesic,


Integritas kulit dan jika perlu

jaringan

Kriteria hasil perawatan luka


2 Gangguan integritas  hidrasi, cukup Tindakan
kulit b.d faktor
Observasi
mekanis menurun (2/5)
1. monitor karakteristik luka
 kerusakan 2. monitor tanda-tanda infeksi
terapeutik
jaringan,
3. pertahankan Teknik steril saat
sedang (3/5) melakukan perawatan luka
4. jadwalkan perubahan posisi
 kerusakan setiap 2 jam atau sesuai kondisi
pasien
lapisan kulit,
sedang (3/5) edukasi
5. jelaskan tanda dan gejala
 nyeri, sedang
infeksi
6. anjurkan mengkonsumsi
(3/5)
makanan tinggi kalori dan
protein
7. ajarkan prosedur perawatan
tingkat ansietas
luka secara mandiri
kriteria hasil
 vertibilasi khawatir kolaborasi
akibat kondisi
yang dihadapi, 8. kolaborasi pemberian
cukup meningkat antibiotic, jika perlu
(2/5)
 perilaku gelisah,
sedang (3/5)
 perilaku kejang,
sedang (3/5)
Reduksi ansietas
 pola tidur, sedang
3 Ansietas b.d (3/5) Tindakan
ancaman terhadap
konsep diri Observasi
1. identifikasi saat tingkat
ansietas
2. identifikasi saat mengambil
keputusan
3. monitor tanda-tanda ansietas
terapeutik
4. pahami situasinyang membuat
ansietas
5. dengarkan dengan penuh
perhatian
6. gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
edukasi
7. anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
8. latih Teknik relaksasi
9. kolaborasi pemberian obat
antiansietas
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/tgl No. Dx Implementasi Evaluasi TTD
/ Kep
Jam
Kamis, 1 1.Mengidentifikasi lokasi, S:
16/9-21 karakteristik, durasi, frekuensi, - pasien mengatakan
kualitas, intensitas nyeri. masih nyeri pada kaki
2. mengidentifikasi skala nyeri kanan
3. memonitor keberhasilan terapi - pasien mengatakan
komplementer yang sudah skala nyeri 6
diberikan - pasien mengatakan
4. memonitor efek samping nyeri hilang timbul
penggunaan analgetic O:
5. memberikan Teknik - pasien sudah mulai
nonfarmakologis untuk tenang
mengurangi rasa nyeri - N : 80X/i
6. mengontrol lingkungan yang - Pasien masih bersikap
memperberat rasa nyeri waspada
7. menjelaskan penyebab, periode A : nyeri akut belum
dan pemicu nyeri teratasi
8. mengajarkan Teknik non P : intervensi dilanjutkan
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
9. mengkolaborasi pemberian
analgesic, jika perlu

2 1. memonitor karakteristik luka S:


2. memonitor tanda-tanda - Pasien mengatakan
infeksi masih takut luka
3. mempertahankan Teknik terinfeksi
steril saat melakukan - Pasien mengatakan
perawatan luka masih sulit untuk
4. menjadwalkan perubahan perawatan luka
posisi setiap 2 jam atau mandiri
sesuai kondisi pasien O:
5. menjelaskan tanda dan gejala - Kedalaman luka
infeksi pasien 3 cm
6. menganjurkan - Luka tampak pada
mengkonsumsi makanan lapisan kulit
tinggi kalori dan protein A : gangguan integritas
7. mengajarkan prosedur kulit belum teratasi
perawatan luka secara P : intervensi dilanjutkan
mandiri
8. mengkolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu

3. 1.mengidentifikasi saat S:
tingkat ansietas - Pasien mengatakan
2. mengidentifikasi saat tidak terlalu cemas
mengambil keputusan - Pasien mengatakan
3.memonitor tanda-tanda sulit beraktivitas
ansietas - Pasien mengatakan
4.memahami situasinyang tidur masih sering
membuat ansietas terbangun
5.mendengarkan dengan O:
penuh perhatian - Pasien sudah tidak
6.menggunakan pendekatan gelisah
yang tenang dan - Pasien masih
meyakinkan keadaan tegang
7.menganjurkan A : ansietes belum teratasi
mengungkapkan perasaan P : intervensi dilanjutkan
dan persepsi
8.melatih Teknik relaksasi
kolaborasi pemberian obat
antiansietas
DAFTAR PUSTAKA

Devi, anarkardian kris buana. (2017). Anatomu fisiologi & biokimia KEPERAWATAN.

M.Black, J. (2014). keperawatan medikal bedah.

SDKI. (2017). standar diagnosis keperawatan Indonesia.

SIKI. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia.

SLKI. (2019). standar luaran keperawatan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai