Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

ENTOMOLOGI FORENSIK

Disusun oleh :

Fernando 0610075
Ellysia Budiman 0910191
Vellyana Lie 0610147
Mery Sihombing 0610161
Mila Gunawan 0510007

Pembimbing :
dr. Naomi

SMF Bagian Forensik


Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung
2010
BAB I
PENDAHULUAN

Entomologi adalah salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari serangga.
Istilah ini berasal dari dua perkataan Latin - entomon bermakna serangga dan
logos bermakna ilmu pengetahuan. Sesuai dengan perkembangan entomologi
dapat dibagi menjadi dua cabang ilmu yaitu Entomologi Dasar dan Entomologi
Terapan.

Entomologi dasar dapat dibagi menjadi :


1. Morfologi serangga adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur
tubuh serangga.
2. Anatomi dan fisiologi serangga adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan
struktur organ dalam serangga beserta fungsinya.
3. Perilaku (behavior) serangga adalah ilmu yang mempelajari apa yang
dilakukan serangga, bagaimana dan kenapa serangga melakukannya.
4. Ekologi serangga adalah ilmu yang mempelajari hubungan serangga
dengan lingkungannya baik lingkungan biotik (organisme lain) maupun
lingkungan abiotik (faktor fisik dan kimia).
5. Patologi serangga adalah ilmu yang mempelajari serangga sakit baik
tingkat individu (patobiologi) maupun pada tingkat populasi
(epizootiologi).
6. Taksonomi serangga adalah ilmu yang mempelajari tatanama dan
penggolongan serangga.

Entomologi terapan dapat dibagi menjadi :


1. Entomologi forensik memfokuskan kajian pada penyelidikan kematian
manusia dengan menggunakan serangga sebagai petunjuk. Jenis, fase
kehidupan serangga yang berasosiasi dengan mayat, misalnya berbagai
jenis lalat seperti Cochliomyia macellaria, Hydrotaea aenescens, dan
Sarcophaga haemorrhoidalis dan kumbang bangkai seperti Nicrophorus
orbicollis dan Necrophila americana dapat digunakan untuk memprediksi
saat dan lokasi kematian manusia yang bersangkutan.
2. Entomologi kedokteran (Medical entomology) memfokuskan kajian pada
golongan serangga pengganggu manusia, baik yang langsung maupun
yang tidak langsung.
3. Entomologi peternakan (veterinary entomology)
4. Entomologi perkotaan (urban entomology)
5. Entomologi kehutanan (forest entomology)
6. Entomologi pertanian (agricultural entomology)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Entomologi forensik atau medikolegal adalah ilmu yang mempelajari


serangga yang berhubungan dengan jasad tubuh. Pada lingkungan yang sesuai
serangga akan membentuk koloni pada jasad tubuh beberapa saat setelah
kematian. Perkembangan serangga seiring dengan waktu dapat digunakan untuk
menentukan waktu kematian dengan tepat.

2.1 Karakteristik serangga


Serangga adalah anggota dari kelas insekta hewan tidak bertulang
belakang filum artropoda. Dalam kelompok tersebut, serangga merupakan
makhluk yang paling banyak dan mendominasi di bumi. Lebih dari 900.000
spesies diketahui, dan spesies tersebut diperkirakan hanya sekitar 1/5 sampai 1/10
dari spesies serangga yang ada. Di daerah Nearctic (Negara bagian Amerika Utara
yang terletak di utara Meksiko), serangga terdapat sekitar 125.000-150.000
spesies, dibandingkan mamalia sekitar 3200 spesies yang dikenal di dunia.
Serangga adalah makhluk yang bisa beradaptasi dengan baik dan dapat
ditemukan hampir di setiap situasi dan habitat yang memungkinkan. Setiap
tahunnya, serangga merusak hasil panen pertanian berharga jutaan dolar. Mereka
merupakan vektor perantara dari berbagai penyakit epidemik berbahaya yang
menyerang manusia dan hewan domestik. Selain itu, gigitan serangga, sengatan,
dan serangan langsung terhadap manusia dan hewan menyebabkan iritasi ,
kehilangan darah, bahkan kematian.
Serangga juga memiliki keuntungan, mereka membantu penyerbukan hasil
panen pertanian, dan merupakan predator dan parasit pada hewan peliharaan, serta
membantu penguraian sisa binatang dan tanaman yang dibuang. Serangga juga
menyediakan produk produk bernilai seperti madu, sutra, dan komponen dasar
kosmetik. Selama bertahun-tahun, serangga telah digunakan secara besar-besaran
dalam laboratorium ilmu pengetahuan dan memiliki kemajuan yang cukup besar
dalam penelitian medis dan biologi. Kebanyakan pada beberapa daerah di dunia,
serangga dinilai sebagai sumber makanan kaya protein.
Serangga merupakan makhluk yang dikenal baik seperti lalat, nyamuk,
jengkrik, kecoa, rayap, kumbang, kupu-kupu, ngengat, semut, tawon dan lebah.
Serangga dewasa biasanya dapat dibedakan dari binatang lainnya dengan
beberapa ciri khas yang jelas. Hampir beberapa di antaranya ditutupi permukaan
luar yang keras disebut exoskeleton, yang terbagi atas kepala, dada, perut, 3
pasang kaki yang menempel pada dada, 1 pasang antena di kepala, mata yang
besar, dan 1 atau 2 pasang sayap.
Serangga dewasa akan menetaskan telur, dan serangga yang imatur akan
keluar dari telur dan beberapa kelompok terlihat sangat mirip dengan induknya,
kecuali bila berukuran lebih kecil dan tidak punya sayap. Serangga yang imatur
ini disebut nimfa, secara periodik melepaskan kulitnya dan bertambah besar.
Nimfa melewati fase pergantian kulit dan menunjukkan semua karakteristik
dewasa. Jengkrik, kecoa dan turunan dari beberapa serangga yang dikenal,
tumbuh perlahan-lahan seperti siklus di atas.
Tetapi, beberapa serangga melewati 3 stadium yang berbeda dalam
perkembangannya yaitu telur. larva, dan pupa. Tidak satupun dari stadium ini
yang menyerupai bentuk induknya. Larva yang menetas dari telurnya, umumnya
memiliki tubuh yang lunak dan menyerupai ulat bulu, belatung. Dalam
pertumbuhannya, larva melepaskan kulitnya dan bertambah besar. Pada dasarnya,
larva akan menyelubungi permukaan luar kulitnya menjadi kepompong, yang
akan menjalani stadium perkembangan sebelum dewasa. Stadium ini disebut
pupa. Serangga bentuk dewasa nantinya akan keluar dari pupa tersebut. Kupu-
kupu, rayap, lalat, kumbang, dan beberapa serangga lain berkembang dengan cara
ini. Banyak dari spesies serangga yang penting dalam forensik melewati tahap
perkembangan yang terakhir ini.
2.2 Memperkirakan waktu post mortem dengan teknik entomologi
Ahli patologi forensik menggunakan beberapa metode yang lazim
digunakan dalam membuat perkiraan saat kematian adalah pengukuran penurunan
suhu tubuh (algor mortis), interpretasi lebam (livor mortis) dan kaku mayat (rigor
mortis), interpretasi proses dekomposisi, pengukuran perubahan kimia pada
vitreous, interpretasi isi dan pengosongan lambung. Akan tetapi, parameter medis
tersebut sering dipengaruhi oleh banyak variabel lain, yang sampai sekarang
masih tidak diketahui dengan pasti, dan parameter medis tersebut dinilai sedikit
atau bahkan tidak dapat dipergunakan sama sekali bila lama kematian sudah lebih
dari 72 jam. (Henssge et al, 1995). Setelah melewati waktu lebih dari 72 jam,
bukti entomologis merupakan bukti yang paling akurat dan merupakan satu –
satunya metode yang tersedia untuk menentukan lama waktu kematian (Kashyap
and Pillai, 1989). Walaupun parameter medis sering digunakan untuk
memperkirakan lama kematian yang baru terjadi dalam beberapa jam, dalam
keadaan normal serangga selalu tertarik dengan jasad tubuh segera setelah
kematian, sehingga serangga juga dapat digunakan dalam memperkirakan waktu
awal setelah kematian. (Anderson and Cervenka, 2002).
Aplikasi yang paling sering dilakukan pada entomologi adalah
menentukan waktu kematian, petunjuk adanya manipulasi pergerakan terhadap
tubuh korban, letak luka, tanda-tanda penyiksaan, ciri-ciri kriminalitas, dan
apakah korban menggunakan obat –obatan atau diracun. Serangga juga dapat
digunakan untuk analisis toksikologi dan sumber materi DNA untuk analisa
beberapa kasus dari ektoparasit seperti nyamuk atau kutu.

2.3 Dasar penggunaan serangga sebagai indikator memperkirakan waktu


kematian
Tubuh yang membusuk merupakan mikrohabitat yang baik sebagai
sumber makanan bagi beberapa organisme seperti bakteri, jamur, hewan pemakan
bangkai. Dalam hal ini serangga merupakan yang paling dominan.
Serangga yang terdapat pada mayat biasanya menunjukkan spesies
tertentu yang hidup pada daerah tertentu. Sebagai contoh, di Hawaii, terdapat satu
spesies yang hanya ada di daerah tersebut, begitu juga di daerah tropis. Namun
dengan perkembangan zaman, perpindahan spesies dapat terjadi dengan mudah.
Sehingga spesies yang awalnya ditemukan di satu daerah, dapat ditemukan juga di
daerah lain. Serangga yang tertarik pada mayat, secara umum dapat dikategorikan
menjadi empat kelompok :
1.Spesies Necrofagus
Ini merupakan spesies yang biasanya memakan jaringan tubuh mayat.
Yang termasuk dalam spesies ini Diptera (Caliiphoridae dan Sarcophagidae) dan
Coleoptera (Silphidae dan Dermestidae). Spesies dalam kelompok ini adalah yang
paling signifikan untuk memperkirakan waktu kematian selama stadium awal
pembusukan.
2. Parasit dan predator yang memakan spesies necrofagus
Menurut Smith, kelompok ini adalah kelompok kedua terbanyak yang
ditemukan pada mayat. Yang termasuk kelompok ini adalah Coleoptera
(Silphidae, Staphylinidae, dan Histeridae), Diptera (Calliphoridae dan
Stratiomyidae), dan parasit Hymenoptera. Larva Diptera, yang merupakan
necrofagus pada awal perkembangannya akan menjadi predator pada akhir
perkembangannya.
3. Spesies Omnifora
Yang termasuk kategori ini adalah semut, tawon, dan beberapa kumbang
yang memakan jaringan tubuh mayat serta serangga tertentu. Dalam Jumlah besar
mereka dapat menurunkan waktu pembusukan, dengan memakan spesies
necrofag.
4. Spesies lainnya
Kategori ini termasuk spesies yang menggunakan mayat sebagai habitat
mereka, seperti pada kasus Collembola, laba-laba, dan kelabang. Kategori ini
meliputi Acari pada famili Acaridae, Lardoglyphidae, Winterschmidtiidae, yang
memakan jamur yang tumbuh pada mayat. Dan juga berhubungan dengan
Gamasida dan Actinedida, termasuk Macrochelidae, Parasitidae, Parholaspidae,
Cheyletidae dan Raphignathidae, yang memakan kelompok Acarine dan
Nematoda.
Kepentingan Menentukan Lama Kematian
Menentukan lama kematian adalah hal yang sangat penting, baik kriminal
ataupun tidak. Pada semua kasus kematian, merupakan hal yang penting bagi
keluarga korban untuk mengetahui kapan korban meninggal.
Menentukan waktu kematian juga diperlukan untuk mengetahui lama dari
suatu penipuan dilakukan. Sebagai contoh seseorang mengaku adalah satu –
satunya orang yang menjaga kedua kakaknya yang sudah berumur dan orang
tersebut menerima tunjangan pensiun untuk dirinya dan kedua kakaknya. Ketika
orang tersebut akhirnya meninggal, ditemukan bahwa sebenarnya kedua kakaknya
sudah lebih dahulu meninggal dan dimumifikasi. Dengan menentukan lama
kematian maka dapat dihitung besar dan lama penipuan yang dilakukan oleh
orang tersebut.

Menentukan Lama Kematian


Dalam ilmu kedokteran, memperkiraan saat kematian tidak dapat
dilakukan dengan 1 metode saja, gabungan dari 2 atau lebih metode akan
memberikan hasil perkiraan yang lebih akurat dengan rentang bias yang lebih
kecil.
Metode yang pertama dengan memperkirakan pertumbuhan dari larva
diptera yang merupakan awal dari lalat (blow flies). Tehnik ini dimulai sejak dari
ditaruhnya telur lalat hingga lalat yang pertama muncul dari pupa dan
meninggalkan jasad, sehingga sangat berguna dalam hitungan jam hingga
berminggu – minggu setelah kematian. Metode yang kedua adalah dengan
berdasarkan prediksi, yaitu banyaknya kolonisasi pada tubuh oleh serangga. Hal
ini dapat digunakan sejak beberapa minggu setelah kematian hingga yang tersisa
hanya tulang – tulang. Metode ini tergantung pada umur dari sisa jasad dan jenis
serangga yang ada.

2.4 Perkembangan Larva Diptera


Lalat akan tertarik pada jasad tubuh segera setelah kematian (Anderson
and VanLaerhoven, 1996; Erzinclioglu, 1983; Nuorteva, 1977). Lalat yang
pertama kali tertarik dengan jasad umumnya adalah blow flies (berukuran besar,
agak metalik, sering kali terlihat dekat makanan atau tempat sampah), akan tetapi
pada beberapa bagian dari dunia lalat flesh flies yang terlebih dahulu tertarik
dengan jasad. Blow flies tergolong pada family Calliphoridae, ordo Diptera.
Pada tahun 1958, ditemukan 13 spesies dari Calliphoridae dan
Sarcophagidae yang ditemukan pada mayat di Washington. Penelitian ini menjadi
dasar yang digunakan untuk memperkirakan usia belatung yang didapat pada
mayat. Belakangan ini, para peneliti mulai mengulang dan memperbaiki
penelitian tentang siklus perkembangan dan ukuran belatung yang dipengaruhi
oleh suhu. Data yang paling banyak ditemukan dalam forensik adalah spesies
diptera.
Serangga merupakan hewan berdarah dingin, sehingga temperatur
tubuhnya dipengaruhi oleh suhu sekitar lingkungan. Ketika suhu lingkungan
meningkat, laju pertumbuhan serangga lebih cepat, sedangkan ketika suhu
lingkungan menurun, laju pertumbuhan serangga menjadi lebih lambat.
Perkembangan dari serangga dapat diperkirakan, analisis dari serangga paling tua
yang terdapat pada jasad, disertai dengan pengetahuan mengenai kondisi
meteorologis dapat digunakan untuk menentukan berapa lama serangga berkoloni
di jasad, sehingga dapat menentukan lama kematian. (Anderson and Cervenka,
2002)
Pada penelitian tentang penguraian, aktivitas lalat biasanya dimulai 10
menit segera setelah kematian, tapi hal ini tidak selalu sama pada beberapa kasus
seperti pada kasus tenggelam dan mayat dibungkus, aktivitas lalat bisa lebih
lambat. Faktor iklim seperti cuaca yang berawan, turun hujan, dapat menghambat
atau menghentikan aktivitas lalat dewasa.
Lalat jantan dan betina memerlukan makanan protein sebelum ovari dan
testes berkembang; dan oogenesis dan spermatogenesis terjadi. Blow flies
berkembang dimulai dari telur melalui instar stages 1, instar stages 2, instar
stages 3, pupa, dan dewasa.
Lalat yang terbang akan hinggap pada mayat dan menetaskan sampai 300
telur dan sampai 3000 untuk sepanjang hidupnya. Stadium pertama larva akan
ditetaskan dari telur. Pada stadium ini larva sangat rentan dan mudah mengalami
kekeringan. Larva tidak dapat keluar dari kulit yang membungkusnya, sehingga
mereka bergantung pada cairan protein sebagai asupan makanan; karena itu lalat
betina akan menaruh telur pada tempat yang memudahkan akses makanan bagi
telur. Luka merupakan sumber protein yang sangat baik, terutama darah, sehingga
luka – luka merupakan tempat bertelur yang paling pertama. Apabila pada jasad
tidak ada luka, lalat betina akan menaruh telur di dekat orificium atau pada lapisan
mukosa dikarenakan jaringan tersebut lembab dan lebih mudah dipenetrasi bila
dibandingkan dengan epidermis normal. Daerah wajah umumnya dikolonisasi
lebih dahulu, kemudian daerah genital, hal ini disebabkan karena daerah genital
hampir selalu ditutupi oleh pakaian. Pada kasus – kasus pemerkosaan benda –
benda seperti darah dan semen akan menarik perhatian lalat dengan cepat.
Setelah melewati waktu – waktu tertentu, dipengaruhi oleh suhu dan jenis
spesies, larva stadium 1 akan melepas kutikula dan mulutnya, dan memasuki
instar stage 2 atau larva stadium 2. Larva stadium 2 berukuran lebih besar, lebih
bisa bertahan hidup, dan dapat mempenetrasi kulit dengan mengeluarkan enzim
proteolitik dan menggunakan mulutnya yang lebih kuat. Stadium ini adalah waktu
bagi larva untuk makan kemudian berkembang memasuki instar stages 3,
meninggalkan kutikula dan mulut yang dipakai selama stadium 2.
Larva stadium tiga memiliki siklus hidup yang lebih panjang dari larva
stadium satu dan dua, dan akan bertumbuh menjadi 7-8 kali ukuran awal. Pada
instar stage 3 larva menjadi banyak makan dan berkumpul sebagai satu masa
yang besar sehingga dapat menghasilkan panas yang signifikan. Kumpulan larva
ini dapat menghabiskan banyak jaringan dalam waktu yang singkat. Pada stadium
ini bagian penyimpanan makanan yang terletak di foregut dapat terlihat dengan
warna hitam dan bentuk oval pada jaringan translusent dari belatung.
Setelah periode makan yang intensif, instar stage 3 akan memasuki
stadium nonfeeding stage atau wandering stage. Pada stadium ini tidak ditemukan
perubahan fisik, walaupun terjadi perubahan fisiologis pada organ internal, tetapi
dapat ditemukan perubahan sikap yang signifikan. Ketika larva memasuki
nonfeeding stage, larva akan menjauh dari sumber makanan dan mencari tempat
yang sesuai untuk menjadi pupa. Tempat itu antara lain adalah tanah disekitar,
karpet, rambut, atau baju dari jasad. Larva mungkin akan mengubur diri beberapa
sentimeter didalam tanah atau merangkak bermeter – meter untuk mendapatkan
tempat yang cocok untuk menjadi pupa. Pada stadium ini disebut dengan
“prepupa”.
Pada akhir stadium ini larva akan memendek dan menjadi translusen.
Pupasi akan dimulai sejak belatung prepupa mulai berkontraksi. Belatung tidak
akan mengelupaskan kutikula yang tumbuh pada instar stage 3, akan tetapi
kutikula tersebut akan menghilang sedikit demi sedikit dan serangga akan
mensekresikan sejumlah substansi kedalam kutikula yang akan membuat warna
pupa menjadi keras dan berwarna hitam untuk membentuk puparium. Bagian
yang disebut dengan pupa adalah serangga yang hidup, dengan bagian kantung
pupa yang mengalami pengerasan atau puparium yang berguna sebagai struktur
nonvital yang membungkus serangga. (Erzinclioglu, 1996; Fraenkel and
Bhaskaran, 1973). Akan tetapi pada umumnya yang dianggap sebagai pupa adalah
bagian puparium dan serangga yang hidup dalamnya, sedangkan kantung pupa
yang ditinggalkan setelah lalat terbang disebut sebagai kantung pupa.
Didalam kantung pupa yang mengalami pengerasan, serangga
bermetamorfosis atau berubah menjadi lalat dewasa. Pada masa ini, jaringan –
jaringan imatur akan rusak dan akan digantikan dengan jaringan yang matur.
Setelah selesai lalat dewasa akan merobek ujung kantung pupa dengan
memperbesar dan mengkontraksikan ptilinum (kantung yang berisi darah yang
terdapat pada kepala). Bagian ujung dari kantung pupa atau operkulum akan robek
dan membelah menjadi dua bagian. Lalat dewasa yang baru akan meninggalkan
kantung pupa dan robekan operkulum sebagai bukti bahwa sudah melewati siklus
dengan sempurna.
Lalat yang baru keluar dari pupa tidak memiliki warna biru metalik atau
kehijauan seperti pada lalat dewasa. Sayap dari lalat baru keluar terlipat lipat,
dengan kaki yang tinggi, kurus, dan lemah; badan berwarna abu – abu; dan bagian
kepala belum terbentuk sempurna karena adanya ptilinum yang belum mengalami
retraksi. Pada stadium ini lalat sangat mudah dimangsa, dan walaupun tidak dapat
terbang lalat tersebut dapat berlari dengan cepat dan akan bersembunyi hingga
sayapnya kering dan dapat terbang. Setelah itu tubuh lalat akan terlihat berwarna
hijau metalik ( Erzinclioglu, 1996)

Lalat dewasa yang terbang merupakan tanda forensik yang signifikan


karena mengindikasikan bahwa siklus dari lalat blow flies telah lengkap terjadi
pada jasad. Lalat yang dapat terbang tidak dapat digunakan sebagai identifikasi
karena tidak bisa dibedakan antara lalat yang baru datang atau sudah berkembang,
tetapi lalat yang baru saja keluar dari pupa dan belum dapat terbang dapat
digunakan untuk memperkirakan waktu kematian. Ditemukannya pupa yang
kosong juga mengindikasikan bahwa siklus dari lalat pada jasad telah lengkap.
Seluruh siklus hidup dari lalat dapat diprediksi. Siklus tersebut sangat
dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, spesies, nutrisi, kelembapan, dan lain –
lain. Akan tetapi dari semua faktor diatas yang paling berpengaruh adalah
temperatur. Ketika menggunakan perkembangan lalat untuk menentukan waktu
kematian perlu mengetahui beberapa hal antara lain:
1. Stadium tertua dari blow flies yang berhubungan dengan jasad
Sangatlah penting untuk mengetahui sampai sejauh mana siklus hidup dari
lalat yang sudah terjadi. Seperti halnya temperatur yang mempengaruhi
perkembangan serangga, serangga yang mengalami perkembangan paling
depan adalah serangga yang pertama kali mencapai jasad. Tidak ada
gunanya menentukan larva yang berada pada instar stage 2 bila dapat
ditemukan pupa kosong. Pupa yang kosong mengindikasikan bahwa ada
serangga yang sudah menyelesaikan siklus hidupnya. Apabila pada
pemeriksaan didapatkan larva pada stadium instar stage 3 pemeriksa harus
memeriksa daerah baju, rambut, dan sekitarnya untuk menentukan apakah
sudah ada larva yang memasuki nonfeeding stage. Apabila ditemukan
larva pada nonfeeding stage pemeriksa harus mencari apakah ada pupa
atau tidak. Bila tidak ditemukan pupa maka pemeriksa dapat mengambil
kesimpulan bahwa stadium terdepan yang dialami lalat adalah nonfeeding
stage atau prepupal third instar stage.
2. Spesies serangga
Entomologis harus dapat mengidentifikasi spesies dari blow flies. Setiap
spesies memiliki perkembangan siklus yang berbeda – beda, akibatnya
setiap spesies harus dapat dikenali. Lalat dewasa memiliki kriteria
diagnostik yang lebih banyak untuk dibedakan dengan antara yang satu
dengan yang lain, sedangkan larva harus dibedakan dari bagian mulut dan
bentuk morfologis lainnya. Pemeriksaan DNA juga dapat digunakan untuk
menentukan spesies serangga terutama pada keadaan seperti larva pada
instar stage 1 yang sulit untuk dibedakan dan bila spesimen mengalami
kerusakan.
3. Data temperatur
Serangga sangat bergantung pada temperatur, karena itu sangat penting
untuk mengetahui temperatur dilokasi. Biasanya temperatur ditentukan
dengan mengambil data dari Badan Meteorologi Geofisika. Sering terjadi
kesalahan dalam menentukan temperatur di tempat kejadian karena data
temperatur yang digunakan terkadang diambil bukan dari lokasi jasad,
sehingga data temperatur yang diperkirakan tidak mencerminkan
temperatur yang dialami serangga. Untuk mengatasi hal ini biasanya
digunakan alat perekam temperatur di lokasi yang akan mencatat
temperatur selama 2 hingga 3 minggu.
4. Data perkembangan
Untuk dapat menentukan umur serangga yang paling tua, entomologi
harus mengetahui kecepatan perkembangan siklus dari spesies serangga
yang berkoloni. Informasi ini dapat diambil dari literatur yang
menerangkan perkembangan siklus setiap spesies disertai dengan
pengaruh temperatur pada perkembangan serangga.

Setelah mendapatkan ke 4 informasi diatas kita dapat menjawab


pertanyaan ”Dalam kondisi seperti ini, berapa lama waktu yang dibutuhkan
spesies ini untuk mencapai stadium ini.”
Waktu kematian merupakan salah satu hal yang menjadi pertanyaan yang
biasanya diajukan pada kasus pembunuhan, tetapi sangat sulit untuk dipecahkan.
Entomologi dapat memberikan titik terang untuk permasalahan ini.

2.5 Penguraian

Banyak penelitian tentang penguraian yang dilakukan di seluruh negara


dan kondisi lingkungan yang berbeda. Mayoritas dari penelitian dilakukan pada
daerah tropis dan subtropis.
Penelitian tersebut membagi proses penguraian ke dalam lima stadium. :
1. Fresh Stage (Stadium awal)

Stadium ini dimulai saat kematian dan berakhir dengan adanya


pembengkakan. Serangga yang pertama kali ditemukan adalah lalat dari
famili Calliphoridae dan Sarcophagidae. Betina dewasa akan mencari
mayat, kemudian memakan dan menetaskan telur di sekitar mayat,
umumnya dimulai dari bagian kepala dan anogenital. Luka merupakan
tempat kedua yang menarik bagi spesies daerah tropis di Hawaii, tetapi
juga dapat menjadi tempat utama.

2. Bloated Stage (Stadium Pembengkakan)

Pembusukan, merupakan komponen utama dari penguraian, dimulai dari


stadium ini. Gas diproduksi dari aktivitas metabolik oleh bakteri anaerobik
yang menyebabkan sedikit pengembangan dari abdomen dan pada
akhirnya mayat akan tampak seperti balon. Temperatur tubuh yang
meningkat selama stadium ini mengakibatkan proses pembusukan dan
aktivitas metabolik oleh larva Diptera yang memakannya. Calliphoridae
sangat menyukai mayat pada stadium ini. Saat mayat membengkak, cairan
dipaksa keluar dari rongga-rongga tubuh dan meresap ke dalam tanah.
Cairan ini berkombinasi dengan produksi amoniak yang berasal dari
aktivitas metabolik larva diptera, menyebabkan tanah di bawah mayat
tersebut menjadi alkalin, dan binatang yang tinggal pada tanah tersebut
menjauh.

3. Decay Stage (Stadium penghancuran)

Pada stadium ini dimulai dengan pengelupasan kulit, menyebabkan


keluarnya gas dan mayat mulai mengempis. Pada akhir dari stadium ini,
larva Diptera telah menghabiskan hampir seluruh daging mayat.
Sedangkan pada Calliphoridae dan Sarcophagidae pada akhir stadium
penghancuran, telah menyelesaikan stadium perkembangan mereka dan
telah meninggalkan mayat untuk kemudian masuk dalam stadium pupa.

4. Post Decay Stage (Stadium setelah penghancuran)

Adapun sisa yang tertinggal berupa kulit, kartilago dan tulang , Diptera
tidak lagi menjadi spesies yang dominan. Coleoptera mendominasi
stadium ini. Selain dari peningkatan spesies ini, juga terjadi peningkatan
parasit dan predator dari kumbang.
5. Skeletal Stage (Stadium skeletal)

Pada stadium ini hanya tertinggal tulang dan rambut , sudah tidak terdapat
daging bangkai, dan mulai kembalinya binatang yang tinggal pada tanah di
bawah mayat tersebut. Tidak ada ketentuan lamanya stadium ini, stadium
ini dapat ditentukan lamanya dari variasi binatang normal pada tanah serta
kondisi lokal di mana mayat ditemukan.

Pada dasarnya, perkiraan usia dari belatung yang ditemukan pada mayat
dapat menunjukan waktu minimal sejak kematian. Misalnya jika usia belatung
diperkirakan lima hari maka kesimpulannya kematian seharusnya telah terjadi
paling sedikit lima hari tetapi kematian juga dapat terjadi 6 hari, 7 hari atau lebih.

Dasar ilmu forensik entomologi adalah mengukur lama serangga berkoloni


pada jasad, bukan menentukan waktu terjadinya kematian. Telur lalat dapat
diletakkan pada jasad dalam hitungan menit atau 1 hari kemudian jika jasad dalam
keadaan terkubur, terbungkus, atau berada pada lokasi dengan temperatur yang
rendah sehingga menghambat kolonisasi serangga. Bila kondisi dilingkungan
memungkinkan untuk terjadinya kolonisasi segera setelah kematian, terdapat hal –
hal lain yang dapat mempengaruhi proses kolonisasi, contohnya pada satu kasus
dimana seseorang dibunuh dimusim panas, ketika siang hari, dan ditinggal dalam
keadaan berlumuran darah, maka dapat diperkirakan bahwa serangga akan segera
berkoloni dalam hitungan menit pada jasad. Akan tetapi hal itu belum tentu benar.
Pada kasus – kasus tertentu serangga memang menaruh telur pada jasad dalam
hitungan menit, tetapi mayoritas dari telur yang pertama kali diletakkan akan
dimakan oleh predator Vespa sp. Dalam jumlah yang besar Vespa sp. dapat
memakan semua telur yang diletakkan pada hari pertama, sehingga saat
pemeriksaan yang dilakukan pada beberapa hari kemudian hanya akan didapatkan
spesimen dalam usia yang muda. Selain itu terdapat kemungkinan penyimpangan
waktu sebesar 1 hari dalam menentukan waktu maksimum setelah kematian
ditentukan berdasarkan serangga yang ditemukan pada jasad. Hal ini dapat
menyebabkan kesalahan yang signifikan. Sebagai contoh pada satu kasus
seseorang ditemukan 3 hari kemudian dalam keadaan meninggal, artinya waktu
lama minimal kematian yang diperkirakan oleh entomologisnya adalah 2 hari, hal
itu adalah benar walaupun tidak benar – benar tepat. Karena itu menentukan
waktu minimal kematian lebih aman dan terjamin oleh entomologis.

Hal – hal yang biasa digunakan sebagai acuan oleh entomologis adalah
waktu minimal kematian dan perkembangan siklus serangga. Beberapa serangga
mungkin akan berkembang lebih lama dari perkiraan; karena itu menggunakan
waktu minimal kematian dapat meningkatkan keakuratan.
Perkiraan waktu kematian sangat penting untuk kepentingan investigasi
dalam mendukung atau menolak kesaksian. Sebagai contoh pada kasus
ditemukannya jasad yang sudah mengalami dekomposisi, kemudian seseorang
datang dengan kesaksian bahwa dia baru saja melihat kejadian pembunuhan yang
terjadi pada jasad tersebut; dapat dipastikan bahwa kesaksiannya tidak dapat
digunakan. Pada kasus lain dapat ditemukan dua kesaksian yang subjektif dan
sangat bertolak belakang, dengan menggunakan bukti – bukti entomologi yang
bersifat objektif maka akan dapat diketahui kesaksian mana yang benar.

Kolonisasi pada Jasad


Jasad dari suatu hewan atau manusia merupakan sumber nutrisi yang
memfasilitasi perubahan ekosistem yang cepat. Dalam hitungan menit atau
bahkan detik setelah kematian (dalam kondisi yang mendukung), serangga
(terutama blow flies) akan hinggap di jasad untuk membentuk koloni. Seiring
dengan proses dekomposisi, jasad semakin tidak menarik bagi koloni yang
pertama dan menarik serangga lainnya. Perubahan biologis, kimia, dan fisik akan
menarik serangga lain dan mengubah komposisi koloni yang akan terus terjadi
hingga tidak ada nutrisi yang dapat digunakan dari jasad.
Jenis serangga yang akan membentuk koloni pada jasad dipengaruhi oleh
keadaan nutrisi pada jasad, keadaan geografis, habitat, musim, kondisi
meteorologis.
Selain itu, juga dapat memperkirakan waktu kematian berdasarkan adanya
fakta bahwa serangga yang ditemukan pada tubuh akan berganti seiring
berjalannya waktu dan terjadinya proses pembusukan. Tidak hanya jenis serangga
pada tubuh mayat saja yang dapat digunakan untuk menentukan waktu kematian,
jika tubuh mayat terbaring pada tanah untuk beberapa periode waktu, serangga
dan hewan tidak bertulang belakang lainnya yang ada pada tanah di bawah mayat
tersebut juga akan berganti. Jumlah spesies akan berkurang setelah komunitas
baru dari spesies lain berkembang. Pengetahuan tentang kejadian ini dapat
memungkinkan para entomologis untuk memperkirakan seberapa lama tubuh
terbaring pada lokasi ditemukannya.
Benda – benda lain yang dapat digunakan untuk kepentingan entomologis
antara lain adalah kulit larva, feses, dan membrana peritropik yang berasal dari
Coleoptera : Dermestidae. Membran peritropik memberi garis pada bagian perut
dari serangga dan terbuang bersamaan ketika serangga tersebut defekasi; pada
kasus – kasus terkadang dapat ditemukan dilokasi sekitar jasad hingga bertahun –
tahun.

Menentukan Apakah Jasad di Pindahkan


Pada keadaan tertentu, serangga dapat digunakan untuk menentukan hal –
hal selain waktu kematian minimal. Salah satunya adalah untuk menentukan
apakah setelah kematian jasad dipindahkan atau tidak. Tempat dimana tubuh
korban ditemukan tidak selalu menunjukkan tempat dia mati, seringnya tubuh
dipindahkan dari tempat awal dari kejadian criminal. Sebagai contoh, seseorang
dibunuh suatu tempat, kemudian jasadnya dipindahkan ke tempat lain dengan
maksud untuk disembunyikan. Segera setelah kematian, serangga yang berada di
tempat itu akan hinggap di luka – luka atau di orifisium yang ada pada jasad dan
berkoloni. Ketika jasad tersebut dibawa ke tempat baru maka serangga serangga
dari tempat lokasi pembunuhan terbawa ke tempat baru.
Serangga dan spesies hewan tidak bertulang belakang yang memakan
tubuh korban yang berada di dalam tanah berbeda dengan yang di lingkungan
terbuka. Perbedaan binatang ini juga menjadi dasar untuk menentukkan apakah
korban telah dikuburkan sejak awal kematian atau berada di lingkungan terbuka
sebelum dikuburkan.

Posisi Luka
Cara kematian berbeda dengan penyebab kematian. Sebagai contoh cara
kematian dengan tikaman atau bacokan, sedangkan penyebab kematian karena
kehilangan darah. Penyebab kematian menjadi wewenang patologi forensik.
Sedangkan ahli entomologi kadang-kadang dipanggil untuk memberikan pendapat
tentang cara kematian, khususnya pada kasus-kasus dimana tubuh berada pada
stadium lanjut pembusukan. Sebagai contoh, pada tubuh yang dihinggapi belatung
luka mungkin akan dimakan belatung sehingga tidak mungkin mengetahui apa
yang menjadi penyebab luka. Dalam hal ini ahli entomologis dapat banyak
membantu.
Blow flies adalah serangga yang pertama kali hinggap ke jasad dan
menaruh telurnya didekat luka supaya larva pada instar stage 1 mendapatkan
nutrisi yang cukup. Sesudah tubuh mengalami dekomposisi lebih lanjut akan lebih
sulit untuk menentukan ada atau tidaknya luka. Jika luka tersebut tidak mengenai
jaringan keras seperti tulang dan kartilago akan sangat mudah tidak terdeteksi,
akan tetapi serangga dapat mendeteksi adanya luka yang sangat kecil. Lalat betina
dapat mendeteksi adanya luka dalam ukuran yang kecil untuk dapat menaruh telur
– telurnya, lalat bahkan dapat mendeteksi adanya bekas punksi vena yang
menggunakan jarum paling kecil dimana tidak dapat dilihat oleh ahli patologis.
Pada tahap dekomposisi lebih lanjut, kolonisasi dari serangga dapat
digunakan untuk memperkirakan posisi luka, akan tetapi yang berhak untuk
menyatakan posisi luka–luka adalah forensik patologis, sedangkan entomologis
berhak untuk menyatakan bahwa ada pola kolonisasi serangga yang tidak umum
yang mungkin mengindikasikan adanya luka. Sebagai contoh, pada suatu kasus
ditemukan adanya seorang wanita yang jasadnya ditemukan dalam tahap
dekomposisi yang lanjut. Didapatkan pola kolonisasi yang tidak umum berupa
lebih banyak kolonisasi pada daerah dada dan tangan dibandingkan dengan
kepala. Atas pernyataan itu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan akhirnya
ditemukan adanya tanda – tanda bekas luka tusukan benda tajam disekitar dada
dan tangan.
Pemeriksaan untuk memeriksa bekas luka berdasarkan kolonisasi serangga
harus dilakukan dengan hati – hati. Sebagai contoh, seringkali adanya belatung
pada daerah genital dianggap sebagai kasus pemerkosaan. Apabila pada
pemeriksaan lebih lanjut ditemukan bahwa serangga yang berkoloni di daerah
genitalia adalah yang paling tertua, hal ini mengindikasikan adanya pemerkosaan
(luka atau semen pada daerah genital mengakibatkan serangga tertarik), tetapi bila
pada pemeriksaan lebih lanjut ditemukan bahwa kolonisasi pada daerah genitalia
dan daerah lainnya sama atau bahkan lebih lambat hal itu menunjukan bahwa
kolonisasi yang terjadi adalah normal, tidak mengindikasikan pemerkosaan.

Menghubungkan Tersangka dengan Kejadian


Sebagai contoh, terjadi suatu pemerkosaan pada pertengahan musim
panas. Korban wanita mengaku bahwa pelaku menggunakan topeng ski. Seorang
suspek teridentifikasi dan dalam proses penggeledahan rumahnya didapatkan
topeng ski, suspek mengaku bahwa tidak menggunakannya sejak musim dingin
tahun lalu. Pada pemeriksaan lebih lanjut ditemukan pada topeng tersebut
didapatkan sedikit kecacatan berupa lekukan, dan didalam lekukan tersebut
didapatkan ulat. Setelah dilakukan analisis didapatkan bahwa topeng ski tersebut
dipastikan digunakan pada musim panas. Setelah menunjukan bukti tersebut
suspek mengakui pemerkosaan tersebut. (Lord, 1990)

Obat
Serangga yang berkolonisasi pada jasad memakan jaringan jasad sehingga
secara tidak langsung mengkonsumsi substansi yang terdapat pada jasad. Zat – zat
tersebut dapat berupa alkohol, racun, dan obat. Alkohol adalah produk normal
yang dihasilkan dari proses dekomposisi, sehingga serangga umumnya tidak
dipengaruhi oleh adanya substansi alkohol. Apabila kematian disebabkan oleh
racun atau obat, baik dalam maksud terapeutik atau pembunuhan, maka akan
mengakibatkan perkembangan dari serangga.
Pada kasus pembunuhan dan keracunan jaringan tubuh hampir seluruhnya
dimakan oleh belatung. Belatung mempunyai kemampuan untuk menyimpan
jaringan berupa cairan toksik sehingga dapat digunakan untuk analisa toksikologi.
Walaupun tidak seluruh mayat dimakan oleh belatung, tetapi masih lebih baik
melakukan tes pada belatung daripada pada sisa pembusukan manusia, karena
jaringan hidup akan lebih mudah untuk di analisa toksikologinya daripada tubuh
yang sudah membusuk.
Analisis serangga untuk menentukan racun atau obat dapat dilakukan pada
larva dan diptera dan coleoptera dewasa, dan coleoptera exuviae. (Miller et al,
1994)
Obat dapat mempengaruhi perkembangan dari serangga, yaitu
mempercepat atau memperlambat perkembangan; karena itu entomologis harus
memperhatikan pernyataan dari ahli toksikologi.

Kelalaian Manusia
Pada kasus – kasus ditemukan bahwa larva hanya memakan bagian
jaringan yang sudah nekrotik, ganggren, dan jaringan – jaringan yang rusak.
Sebagai contoh, pada pengadilan entomologis dapat memberi pernyataan bahwa
popok seorang bayi tidak diganti selama 5 hari karena dalam 4 – 5 hari pada
pemeriksaan didapatkan belatung yang memakan jaringan – jaringan yang sudah
rusak.

2.6 Pengumpulan Bukti Entomologis


Sebaiknya bukti – bukti entomologis dikumpulkan oleh seorang ahli
entomologis karena seorang entomologis sudah terlatih untuk mengidentifikasi,
mengumpulkan serangga, dan dapat mengetahui mana yang penting dan mana
yang tidak penting.

Pengumpulan bukti entomologis pada lokasi kejadian


Bukti – bukti entomologis yang diambil harus berasal dari lokasi kejadian.
Pada suatu kasus yang besar, setiap sentimeter dari lantai harus diperiksa dengan
teliti dan setiap bukti potensial harus difoto, dibuat sketsanya, dan dikumpulkan.
Sebelum bukti entomologis diambil dari lokasi, lingkungan di sekitar lokasi
harus diamati dan difoto terlebih dahulu.

Deskripsi hasil juga meliputi:


1. Daerah geografi: kota, desa, alamat jika ada, dsb
2. Tipe Habitat: gurun, hutan, di dalam apartmen, daerah kumuh, padang
rumput dsb.
3. Area : berbatu, pegunungan, atau dataran rendah
4. Tipe vegetasi: tanaman yang ada., jika spesifik dikirim ke botanist
5. Tipe tanah: berpasir, berkerikil, berlumpur, atau artificial (semen, batu-
batuan dsb)

Deskripsi tentang mayat termasuk:


1. Jenis kelamin, berat badan, tinggi badan

2. Ada atau tidaknya pakaian, dan deskripsi tentang pakaian.

3. Postur mayat: duduk, berbaring, tengkurap dsb

4. Benda benda di sekitar mayat: terbungkus, tertutup dengan tanaman.

5. Kerusakan fisik: luka terbuka, memar, dan daerah kerusakan.

6. Penyebab kematian

7. Stadium pembusukan

8. Serangga yang ditemukan,jika memungkinkan termasuk fotografi lengkap.


Dicatat juga data tentang iklim yang lengkap tiap jam. Perkembangan
serangga berupa aktivitas dewasa, termasuk penetasan telur, dan
perkembangan imatur. Juga dicatat hal-hal yang aneh ditemukan pada
TKP.

Jika terdapat konsentrasi belatung, temperatur pada setiap konsentrasi


harus dihitung dengan cara meletakkan termometer secara perlahan diatas
konsentrasi belatung, kemudian tekan dengan lembut pada permukaan. Hal ini
akan mengakibatkan belatung – belatung bergerak disekitar termometer sehingga
mengurangi kemungkinan kerusakan pada jasad.

Pengumpulan bukti blow flies


Perkembangan blow flies adalah bukti entomologis yang paling penting
untuk menentukan waktu kematian pada hari pertama dan seminggu setelah
kematian. Setiap stadium sangat penting. Berikut adalah ringkasan tehnik
mengumpulkan bukti entomologis blow flies.
Telur
Lokasi : Dekat luka dan orifisium
Koleksi hidup : Simpan setengah dari sampel untuk keperluan identifikasi
nanti; taruh dalam vial diatas potongan hati sapi, dan tutup
menggunakan 2 lapis handuk dan ikat menggunakan karet
pengikat. Tulis pada vial tempat dan waktu pengambilan
sampel.
Koleksi cadangan : Simpan setengah sampel pada vial dengan ethanol 75-90%
atau isopropil alkohol 50% dengan segera setelah
pengambilan sampel. Tulis pada vial tempat dan waktu
pengambilan sampel.
Catatan : Kumpulkan sampel secara terpisah dengan cara mengambil
dari beberapa area; observasi dan catat waktu menetasnya
telur. Telur menjadi bukti yang tidak penting jika sudah
didapatkan belatung.
Feeding larvae
Lokasi : Pada tubuh, luka, atau orifisium; dapat ditemukan pada
konsentrasi belatung; dapat ditemukan diseluruh tubuh.
Koleksi hidup : Sama seperti telur
Koleksi cadangan : Sama seperti telur, jika memungkinkan, taruh larva pada air
panas dengan cepat sebelum ditaruh pada alkohol.
Catatan : Ambil sampel sebanyak 100 – 200, ambil dari beberapa
tempat berbeda dan simpan terpisah, ambil menggunakan
forcep tumpul, kuas kecil, atau spatula. Jangan menaruh
larva berlebihan pada 1 vial.
Prepupal nonfeeding larvae
Lokasi : Pada tanah, rambut, baju, benda yang membungkus jasad.
Koleksi hidup : Sama seperti telur dan feeding larvae.
Koleksi cadangan : Sama seperti feeding larvae.
Catatan : Tidak memerlukan makanan.
Pupae
Lokasi : Sama seperti prepupal dan nonfeeding larvae.
Koleksi hidup : Simpan pada vial dengan sedikit potongan handuk yang
lembab untuk mencegah kerusakan; tutup menggunakan
handuk kering dan ikat dengan karet pengikat, tidak perlu
memberikan makanan.
Catatan : Pupae bewarna coklat gelap dan sering ditemukan jauh dari
jasad, seringkali terlihat seperti bagian dari tanaman. Dapat
berukuran sangat kecil dari milimeter hingga 1,5
sentimeter.
Puparia atau kantung pupa
Lokasi : Sama seperti pupae dan nonfeeding larvae.
Koleksi hidup : Tidak ada, kantung pupa tidak hidup
Koleksi cadangan : Simpan dalam keadaan kering pada vial; gunakan handuk
sebagai bantal untuk puparia dalam vial, tutup
menggunakan tutup vial.
Catatan : Kantung pupa menandakan bahwa siklus hidup sudah
lengkap.
Blow flies dewasa
Lokasi : Diseluruh bagian jasad. Ambil menggunakan kuas kecil
yang basah.
Koleksi hidup : Simpan pada vial; tidak memerlukan udara.
Koleksi cadangan : Jangan simpan jika sayap masih terlipat; taruh pada vial
kering dan biarkan mengering; beri tanda sebagai lalat yang
baru menetas.
Catatan : Berguna jika baru saja menetas.
Lalat jenis lain
Lokasi : Diseluruh bagian jasad; mungkin ditemukan pada baju dan
persendian. Gunakan jaring atau kuas kecil yang basah.
Koleksi dewasa : Dapat disimpan di dalam vial dan tetap hidup; tidak
memerlukan udara.
Koleksi imatur : Simpan dan jaga agar tetap hidup dalam vial dengan
potongan handuk basah. Simpan sebagian dalam alkohol.
Semua pupa sebaiknya disimpan dalam keadaan hidup.
Catatan : Serangga yang dewasa dan imatur sangat penting

Beetles
Lokasi : Dimana saja, dibawah jasad, disekitar jasad, atau di baju.
Ambil menggunakan jaring atau kuas kecil yang basah.
Koleksi dewasa : Dapat disimpan dalam keadaan hidup atau taruh dalam
alkohol.
Koleksi imatur : Simpan dalam keadaan hidup dengan handuk basah;
simpan per individu karena beetles punya sifat kanibalisme.
Simpan sebagian dalam alkohol. Setiap pupa sebaiknya
disimpan dalam keadaan hidup.
Catatan : Serangga dewasa dan imatur sangatlah penting, kedua –
duanya bergerak dengan cepat. Kulit larva dan kantung
pupa sebaiknya juga disimpan.
Sampel tanah
Serangga tanah dan hewan tidak bertulang belakang sebaiknya tidak usah
disingkirkan. Sample tanah dikumpulkan dan dibawa ke laboratotium.
Ambil sebanyak kurang lebih 4 gelas. Taruh pada kaleng yang ukurannya 2 kali
dari sampel. Sampel tanah biasanya diperiksa entomologis di laboratorium.

Protokol pengumpulan specimen entomologi :

Prosedur koleksi

1. Serangga yang terbang

Lebih kurang 10-15 menit daerah sekitar mayat harus dikosongkan,


agar dapat menangkap serangga menggunakan net. Serangga yang
sudah ditangkap dimasukkan ke dalam gelas yang berisi 70-80%
etil alkohol atau isopropyl alkohol. Perbandingan isopropyl alkohol
dan air adalah 1:1, Jika tidak serangga akan mengeras dan susah
diidentifikasi. Sebaiknya tidak menggunakan formalin, kecuali jika
terdesak. Perlu untuk diketahui tempat di mana lalat ditemukan,
diberi label, bagaimana cara mengumpulkan, siapa yang
mengumpulkan, dan waktu pengumpulan.

2. Serangga yang merayap


Serangga dikumpulkan harus dilabel berdasarkan tempat
ditemukannya. Serangga diambil menggunakan forcep atau tangan.
Harus menggunakan sarung tangan setiap waktu. Serangga yang
ditangkap ada 2 jenis: serangga dengan badan yang keras, seperti
kumbang dan serangga dengan badan lunak. Tindakan terhadap
serangga yang berbadan keras dilakukan sama halnya dengan
serangga yang terbang. Untuk yang berbadan lunak perlu
perlakuan khusus, karena lebih susah diidentifikasi. Mereka terdiri
dari dewasa dan belum matur. Serangga yang belum matur lebih
susah untuk diidentifikasi, sehingga biasanya mereka dibiarkan
terlebih dahulu. Serangga ini dibagi menjadi dua kelompok,
kelompok yang pertama akan dibunuh dan dianalisa entomologi,
sedangkan kelompok yang kedua dibiarkan hidup untuk
identifikasi spesies. Serangga yang belum matur umumnya berupa
belatung, dibunuh dan dimasukkan kedalam solusi KAA selama 5-
10 menit tergantung ukuran belatung kemudian dipindahkan ke etil
alkohol 70% atau isopropyl alkohol yang ditambah air dengan
perbandingan 1:1. Solusi KAA digunakan untuk melepaskan
bagian luar permukaan serangga atau kutikula. . Jika tidak
dilakukan, alkohol akan masuk ke dalam tubuh dan membuat
tubuh serangga menjadi hitam dan busuk. Solusi KAA terdiri atas
1 bagian asam asetat, 1 bagian minyak tanah, 30 bagian etil alkohol
95%. Jika KAA tidak ada, dapat digunakan air panas76,7 oC
selama 2-3 menit dan ditransfer ke etil alkohol 70% untuk
penyimpanan

3. Pemberian Label

1. Tanggal pengumpulan

2. Waktu pengumpulan
3. Lokasi ditemukan pada tubuh, sespesifik mungkin.

4. Tempat ditemukan tubuh: di dalam rumah, di semak-semak, di


pegunungan

5. Daerah tubuh dimana spesimen ditemukan, jangan bercampur


dengan specimen dari daerah tubuh lain.

6. Nama, alamat, dan nomor telepon dari kolektor.

Myasis

Myasis adalah suatu penyakit yang disebabkan masuknya belatung ke


jaringan hidup. Beberapa spesies lalat termasuk yang umum ditemukan pada
orang atau binatang hidup. Salah satu manifestasi yang ditemukan “sheep-strike”.
Dimana lalat meletakkan telurnya pada kulit yang tidak terluka, binatang menjadi
lemah, dan kematian pun mulai terjadi. Kemungkinan orang-orang yang
menderita myasis akan meninggal dengan cepat dengan tanda-tanda adanya larva
pada tubuh.

Halangan untuk Forensik Entomologi


Temperatur
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa temperatur sangat
mempengaruhi perkembangan, sedangkan pada kenyataannya temperatur dilokasi
sangat sulit untuk ditentukan dengan pasti. Data temperatur dapat diambil pada
stasiun cuaca, akan tetapi akan lebih baik jika dilakukan pencatatan data
temperatur pada lokasi secara langsung. Data statistik yang lengkap akan
mempermudah entomologis untuk memprediksi temperatur yang ada di lokasi
dengan memperbandingkan data dari stasiun cuaca dan data dari lokasi.
Musim
Perkembangan serangga dipengaruhi oleh musim. Pada musim – musim
tertentu dimana temperaturnya sangat rendah akan menghambat perkembangan.
Eksklusi Serangga
Serangga dapat pergi dari jasad dengan beberapa alasan. Jasad mungkin
mengalami pembekuan sehingga serangga yang sudah berkoloni akan pergi.
Pembekuan juga dapat mempengaruhi dekomposisi, sehingga akan mempengaruhi
kolonisasi serangga.
Penguburan juga mempengaruhi kolonisasi serangga; hal ini disebabkan
karena kedalaman dan jenis tanah sangat mempengaruhi. Pembungkus tubuh
dapat membatasi atau menghambat aktivitas serangga. Serangga mungkin akan
kesulitan untuk mencapai jasad yang dibungkus sehingga akan menambah
perkiraan waktu kematian, tetapi perkembangan pada jasad tetap sama sehingga
waktu kematian minimal tetap dapat diprediksi.

Pelaporan
Laporan entomologis akan sangat berguna untuk kepentingan penyelidikan
dan juga dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan. Laporan yang digunakan
untuk pengadilan harus dipisahkan dari laporan lainnya agar pembaca dapat
memahami dasar-dasar ilmu mengenai dari entomologi sehingga mereka dapat
mengambil kesimpulan tanpa perlu mencari literatur lebih lanjut.
Laporan sebaiknya dimulai dengan deskripsi singkat mengenai kejadian,
tempat kejadian, korban, dan kumpulan sampel yang ditemukan yang berkaitan
dengan entomologi. Pada laporan harus dijelaskan mengenai bagaimana, kapan,
dan siapa yang menghubungi ahli entomologi serta bagaimana bukti entomologi
tersebut diterima oleh ahli entomologi. Harus dijelaskan pula mengenai prosedur
yang digunakan, data yang digunakan, dan hasil identifikasi dari serangga. Selain
itu, di dalam laporan juga harus terdapat mengenai latar belakang ilmu forensik
ilmu entomologi dan harus dapat menyimpulkan mengenai spesies mana yang
terlibat dan bagaimana perkembangan spesies tersebut sesuai dengan literatur.

Hal Pemberian Kesaksian di Pengadilan


Saksi ahli yang dihadirkan di pengadilan adalah seseorang yang memiliki
pengetahuan yang relevan dengan kasus sehingga dapat membantu juri untuk
mengerti akan bukti-bukti yang dihadirkan. Saksi ahli diperbolehkan untuk
memiliki pendapat sendiri mengenai bukti yang terkait. Lain halnya dengan saksi
mata yang hanya dapat memberikan kesaksian mengenai apa yang dilihat dan
didengar saja. Walaupun seseorang memiliki pengetahuan yang lebih di suatu
bidang, orang tersebut tidak dapat dianggap sebagai saksi ahli hingga diputuskan
oleh pengadilan. Setelah diputuskan oleh pengadilan sebagai saksi ahli, barulah
orang tersebut dapat memberikan pendapatnya mengenai bukti-bukti yang ada
kemudian hasil pendapatnya tersebut akan diperiksa kembali. Ketika selesai
bersaksi, seorang saksi ahli akan secara otomatis diberhentikan oleh juri sebagai
saksi ahli pada kasus tersebut hingga ada pengangkatan lagi untuk kasus yang
baru. Saksi ahli memiliki tanggung jawab yang besar kepada pengadilan dan juga
kebenaran informasi yang diberikan. Saksi ahli harus berhati-hati dalam
memberikan kesaksian mengenai ekpertise atau pembacaan hasil pemeriksaan
entomologis serta dapat memberikan suatu kesaksian yang tidak dapat dibiaskan.
BAB III

KESIMPULAN

Forensik entomologi merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk


penyelidikan kematian. Metode utama yang digunakan bertujuan untuk
menentukan waktu kematian dalam jangka waktu 1 tahun atau lebih. Forensik
entomologis juga dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berkaitan
dengan kematian. Akan tetapi untuk melakukan semua hal tersebut dibutuhkan
bukti-bukti serangga serta teknik pengumpulannya yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Erzinclioglu, Z. 2003. Role of and Technique in Forensic Entomology. In : In :


Freedy Richard C. Handbook of Forensic Pathology second edition. Illionis :
College of American Pathology. p. 747 – 754.

James, Stuart H dan Hordby, Jon J. 2005. Forensic Entomology. In: Sorg,
Marcella K. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative
Technique second edition. US : CRC Prers. p. 135 – 164.

Lord, Wayne D , Goff M.Lee. 2003. Forensic Entomology : Application of


Entomological Method to the Investigation of Death. In : Freedy Richard C.
Handbook of Forensic Pathology second edition. Illionis : College of American
Pathology. p. 423 – 432.

Anda mungkin juga menyukai