Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit saluran pernafasan merupakan penyakit yang sering kali diderita


anak-anak. Penyakit ini rutin ditemui di dokter anak dan umumnya mengalami
ketidaknyamanan yang berulang, sehingga aktivitas anak terbatas serta
mengganggu jam belajar anak.5
Infeksi saluran pernafasan seringkali ditemui pada pasien gigi. Penelitian
terbaru melaporkan bakteri mulut sebagai patogen penyebab dari penyakit saluran
pernafasan dan kondisinya berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas.2
Masalah pernafasan dapat muncul dapat tanpa ada gangguan pada paru-paru,
serta memiliki gambaran radiografik dan intraoral yang normal pada pemeriksaan
gigi. Gigi supranumerary khususnya pada daerah midline dapat terlibat dalam
penghambatan fungsi sinus atau produksi sinusitis. Septum nasal yang
menyimpang dapat diamati pada gambaran panoramik dan sehingga menyebabkan
adanya sumbatan yang persisten pada salah satu hidung atau keduanya. Semua
pasien yang memiliki penyakit rhinitis dengan atau tanpa asma harus dievaluasi
pada pemeriksaan klinis adanya polip pada hidung. Hal itu dapat dengan mudah
diketahui dengan menegakkkan kepala pasien, memfokuskan cahaya dental unit
pada intranasal dan memeriksa daerah tersebut.2,3
Evaluasi adanya tonsilar dan hipertropi adenoid merupakan topik yang
menjadi kontroversi dokter gigi dan dokter umum. Meskipun banyak penelitian
yang melaporkan keberhasilan dari tonsilektomi dan adenoidektomi dalam
mengurangi resistensi saluran nafas, direkomendasikan latihan untuk perawatan
obtruksi nasal dan kebiasaan bernafas melalui mulut. Secara garis besar pola
wajah, ukuran nasopharing yang berhubungan dengan tonsilar dan jaringan
adenoid, pada obtruksi kronis yang meluas, posisi antero posterior dan kompleks
midfacial, kedalaman serta panjang dari palatum lunak selalu harus dievaluasi
menimbang keterlibatan jaringan lymfoid dari resistensi udara. Rickets
menyatakan bahwa jaringan lymfoid tidak dapat diisolasi sebagai agen etiologi
sejak ukuran nasofaring dan posisi palatum berkaitan dengan efisiensi bernafas

1
2

dan posisi lidah. Dia menemukan bahwa pasien dengan nasofaring yang dangkal
serta posisi lidah pada palatum lunak. Hal ini berkorelasi dengan menegakkan
kepala anak ke belakang dengan masalah aliran udara untuk meningkatkan
kapasitas pernafasan. Bushey menemukan kasus-kasus parah mengenai obstruksi
aliran udara karena adenoid yang menyatu, prosedur pembedahan secara
signifikan dapat meningkatkan pernafasan hidung. Evaluasi diagnostik sangat
penting, sejak banyak pasien dengan tampilan wajah yang baik memiliki
peningkatan aktivitas bernafas melalui hidung dengan reduksi normal pada ukuran
jaringan limfoid selama masa pertumbuhan. Juga pada pasien dengan palatum
yang pendek harus dipertimbangkan untuk prosedur T dan A untuk memudahkan
kemungkinan hipernasal speech setelah pembedahan. Laki-laki biasanya memiliki
kecenderungan 3 kali lebih sering terlibat hipertropik adenoid dan jaringan
limfoid dibandingkan perempuan.2,3,5
BAB II
ANATOMI SALURAN PERNAFASAN

Sistem respirasi berfungsi sebagai berikut: menyediakan permukaan untuk


pertukaran gas antara udara dan sistem aliran darah, sebagai jalur untuk keluar
masuknya udara dari luar ke paru-paru, melindungi permukaan respirasi dari
dehidrasi, perubahan temperatur, dan berbagai keadaan lingkungan yang
merugikan atau melindungi sistem respirasi itu sendiri dan jaringan lain dari
pathogen, sumber produksi suara termasuk untuk berbicara, menyanyi, dan bentuk
komunikasi lainnya, memfasilitasi deteksi stimulus olfactory dengan adanya
reseptor olfactory di superior portion pada rongga hidung.1

Peta Konsep Sistem Respirasi8

Saluran pernafasan terbagi dua yaitu saluran pernafasan atas yang terdiri
dari :hidung, faring dan laring serta saluran pernafasan bawah yaitu trakea,
bronkus, dan paru-paru.

2.1. Organ – organ Sistem Respirasi

3
4

Adapun organ – organ yang berperan dalam sistem respirasi adalah :1


1. Hidung
Rongga hidung dibagi oleh sekat rongga hidung (septum nasi), rambut-rambut
dan lendir. Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak
(kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir
berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain
itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel
kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak
kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.

2. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2
saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran
pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring
(posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis).
Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan
terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan
masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang
terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan,
bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan
gangguan kesehatan.

3. Laring
Pangkal tenggorokan, suatu saluran yang dikelilingi oleh cincin tulang rawan
dan memiliki 2 pasang lipatan: lipatan bawah (pita suara sejati) dan lipatan atas
(pita suara palsu). Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah
yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Udara dari rongga hidung
masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran
pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings)
pada bagian belakang.
5

Gambaran sederhana posisi laring8


Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat
terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.1
Laring merupakan tabung ireguler yang menghubungkan faring dengan trakea.
Dalam lamina propia terdapat sejumlah rawan laring, struktur yang paling rumit
pada jalan pernapasan. Rawan-rawan yang lebih besar (tiroid, krikoid, dan
sebagian besar aritenoid) adalah rawan hialin, dan pada orang tua sebagian dapat
mengalami kalsifikasi. Rawan yang lebih kecil (epiglottis, cuneiformis,
kornikulatum, dan ujung aritenoid) adalah rawan elastin. Ligamentum-
ligamentum menghubungkan rawan-rawan tersebut satu sama lain, dan sebagian
besar bersambung dengan otot-otot intrinsik laring, di mana mereka sendiri tidak
bersambungan karena mereka adalah otot lurik. Selain berperan sebagai
penyokong (mempertahankan agar jalan udara tetap terbuka) rawan-rawan ini
berperan sebagai katup untuk mencegah makanan atau cairan yang ditelan masuk
trakea. Mereka juga berperanan dalam pembentukan irama fonasi.1
Epiglotis, yang menonjol dari pinggir laring, meluas ke faring dan karena itu
mempunyai permukaan yang menghadap ke lidah dan laring. Seluruh permukaan
yang menghadap ke lidah dan bagian permukaan apikal yang menghadap ke laring
diliputi oleh epitel berlapis gepeng. Ke arah basis epiglotis pada permukaan yang
menghadap laring, epitel mengalami perubahan menjadi epitel bertingkat toraks
bersilia. Di bawah epiglotis, mukosa membentuk dua pasang lipatan yang meluas
ke dalam lumen laring. Pasangan yang di atas merupakan pita suara palsu (atau
lipatan vestibular), dan mereka mempunyai epitel respirasi yang di bawahnya
6

terletak sejumlah kelenjar seromukosa dalam lamina proprianya. Pasangan yang


bawah merupakan lipatan yang merupakan pita suara asli. Di dalam pita suara,
yang diliputi oleh epitel berlapis gepeng, terdapat berkas-berkas besar sejajar dari
selaput elastin yang merupakan ligamentum vocale. Sejajar dengan ligamentum
terdpat berkas-berkas otot lurik, m.vocalis, yang mengatur regangan pita dan
ligamentum dan akibatnya, waktu udara didorong melalui pita-pita menimbulkan
suatu suara dengan tonus yang tidak sama.1

Anatomi Laring8

4. Batang tenggorokan (trachea)


Dindingnya dibentuk oleh cincin tulang rawan, tipis dan kaku, dan pada
bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda
asing yang masuk ke saluran pernapasan. Bercabang 2 ke paru-paru kiri & kanan
(bronchus) dimana bronchus bercabang menjadi bronchiolus. Bronkiolus tidak
mempunyai tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian
ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Di ujung batang tenggorok
ini terdapat gelembung paru (alveolus). Dinding alveolus mengandung banyak
kapiler darah. melalui kapiler darah oksigen yang berada dalam alveolus berdifusi
masuk ke dalam darah. Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm,
terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak).1
7

Bronchus, Bronchiolus, Trachea8

Gambar Alveolus8

5. Paru-paru (kanan dan kiri)


Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh
darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan
dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.
Pada paru-paru kiri, tdd: 3 lobus ( superior, medius, inferior), sedangkan pada
paru-paru kanan, tdd 2 lobus ( superior, inferior ). Paru-paru terletak di dalam
rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di
bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru dibungkus
oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung
menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang
8

menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura
luar (pleura parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga
berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura
berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura
bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.

Gambar Struktur Paru-paru8


BAB III
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS

Beberapa masalah oral yang harus diperhatikan pada pasien dengan infeksi
saluran pernafasan atas. Cara penularan infeksi saluran pernafasan atas seperti
kemungkinan penularan secara patogen dari pasien ke petugas kesehatan dan
adanya infeksi berulang karena patogen penyebab yang melekat pada sikat gigi
atau gigi tiruan akrilik. Resistensi antibiotik dapat terjadi karena terapi obat yang
hampir sama pada infeksi saluran nafas atas dan infeksi odontogenik. Perubahan
mukosa oral (seperti mulut kering karena dekongestan dan kebiasaan bernafas
melalui mulut) dan meningkatnya kandidiasis oral pada pasien yang
menggunakan inhaler glukokortikosteroid jangka lama. 2,7

3.1 Infeksi Virus Pada Saluran Pernafasan Atas


Penyebab terbanyak penyakit saluran pernafasan akut adalah infeksi virus
pada anak daripada dewasa. Rhinovirus merupakan penyebab paling banyak pada
infeksi saluran pernafasan atas. Rhinovirus adalah virus Ribonukleus acid (RNA)
yang dapat menginfeksi batang saluran pernafasan. Transmisi rhinovirus melalui
kontak dan droplets. Selain rhinovirus ada beberapa virus lain seperti
coronavirus, influenza virus, parainfluenza virus, adenovirus, enterovirus,
coxsackievirus, dan respiratory syncytial virus yang merupakan agen penyebab
penyakit. Umumnya virus-virus ini banyak menginfeksi di musim dingin.2
Patofisiologi
Partikel virus dapat berada pada saluran nafas atas maupun bawah. Partikel ini
menginvasi epitelium saluran pernafasan dan setelah itu virus bereplikasi. Masa
inkubasi rhinovirus 2-5 hari. Selama masa inkubasi itu, memicu respon imun aktif
dan spsefik serta mekanisme pembersihan virus yang berkurang. Pada masa ini
akan timbul gejala klinis.2
Manifestasi Klinis dan Laboratorium
Tanda dan gejala dari infeksi saluran pernafasan atas bergantung pada lokasi
inokulasi. Gejala paling umum seperti rhinorea, hidung tersumbat, dan iritasi

9
10

orofaring. Sekresi hidung dapat serous atau purulen. Gejala lain yang dapat
muncul seperti batuk, demam, malaise, fatigue, sakit kepala dan myalgia. Hasil
pemeriksaan hitung darah lengkap menunjukkan peningkatan sel mononuklear,
limfosit, dan monosit.2
Pemeriksaan laboratorium tidak selalu diperlukan dalam mendiagnosis infeksi
salauran pernafasan atas. Virus dapat diisolasi dalam kultur atau dengan
pengukuran rapid diagnostic. Meskipun begitu test jarang dilakukan.2
Diagnosis
Penegakan diagnosis didapat dari riwayat medis serta pemeriksaan fisik.
Diagnosis dapat termasuk rhinosinusitis bakterial akut, allergic rhintiis, dan
kelompok A. Streptococcal pharyngitis.2
Penatalaksanaan
Pengobatan infeksi saluran pernafasan atas biasanya simptomatik, karena
biasanya self limiting. Analgesik dapat digunakan sakit tenggorokan, dan myalgia.
Antipiretik digunakan untuk demam dan antikolinergik dapat digunakan untuk
mengurangi rhinnorhea. Oral dan topikal dekongestan seperti simtomimetik
amines, efektif untuk mengurangi hidung tersumbat. Minum cukup sangat penting
untuk menjaga homeostatis khususnya selama demam.2
Penggunaan antimikrobial tidak ada dalam aturan pengobatan infeksi saluran
pernafasan atas akut. Antibiotik tidak disarankan untuk mencegah superinfeksi
dari bakteri. Penggunaan antibiotik berlebih dapat menyebabkan resistensi obat
terhadap bakteri.2,5
Prognosis
Umumnya pasien mengalami penyembuhan selama 5-10 hari, prognosis
sangat baik. Meskipun begitu infeksi saluran pernafasan atas beresiko terhadap
asma eksaserbasi, sinusitis bakterial akut, dan otitis media, khususnya pada pasien
anak dan pasien yang memiliki sistem imun yang inkompeten.2
Manifestasi Oral
Manifestasi oral yang paling sering terjadi pada infeksi saluran pernafasan
atas adalah adanya lesi kecil bundar dengan makular eritematous pada palatum
lunak. Lesi ini disebabkan oleh infeksi virus atau merupakan respon dari jaringan
11

limfoid. Pada individu yang mengalami jaringan lingual tonsilar berlebih yang
merupakan pembesaran dari jaringan limfoid, biasanya berlokasi pada batas
lateral dari lidah.2,6
Terapi dari infeksi saluran pernafasan atas dengan dekongestan dapat
menyebabkan penurunan aliran saliva, dan pasien dapat mengalami mulut kering.
Penanganan dengan menganjurkan pasien banyak meminum air putih seta
menjaga oral hygiene..2

3.2 Rhinitis dan Conjungtivitis Alergi


Rhinitis alergi adalah inflamasi kronis yang rekuren dimana terdapat kerusakan
pada mukosa nasal. Hampir sama dengan konjungtivitis alergi yang merupakan
inflamasi akibat kerusakan yang melibatkan konjungtiva. Ketika keduanya terjadi
namanya menjadi rhinoconjunctivitis alergi. Pada dasarnya inflamasi ini
merupakan hipersensitif alergi (tipe 1 hipersensitif) yang memiliki pemicu dengan
lingkungan. Rhinoconjuntivitis alergi dapat musiman maupun seumur hidup. Tipe
musiman pemicunya meliputi rumput, pohon dan serbuk sari. Pada jenis yang
seumur hidup pemicunya termasuk debu, bulu binatang, dan spora jamur.2
Patofisiologi
Pasien yang mengalami rhinoconjuctivitis biasanya genetik merupakan
hipersensitivitas terhadap reaksi alergi (atopi). Paparan alergen spesifik dan daya
tahan dari sistem imun mengalami fase sensitisasi yang kemudian berikatan
dengan IgE, sel mast dan basofil kemudian terjadi degranulasi sel mast serta
lepasnya mediator inflamasi (histamin) sehingga timbul gejala klinis.2
Manifestasi Oral
Penggunaan decongestan dan antihistamin menyebabkan terjadinya
penurunnya sekresi saliva sehingga terjadi xerostomia. Kortikosteroid inhalasi
menyebabkan meningkatnya insidensi kandidiasis oral.2
12

Candidiasis yang terjadi pada pasien yang menerima terapi kortikosteroid


inhalasi2
Terapi paliatif yang dapat dilakukan untuk pasien tersebut antara lain pasien
dinstruksikan untuk sering minum air putih untuk menjaga kondisi rongga mulut
agar tetap basah karena pasien cenderung xerostomia. Selain itu pasien juga
dianjurkan untuk menjaga oral higiene dan rutin melakukan pemeriksaan kondisi
rongga mulut ke dokter gigi. Terapi untuk candidiasis yaitu penggunaan antijamur
topikal (nistatin dan clotrimazole) dan flukonazol (100 mg tiap hari selama 14
hari)5,6,7.

3.3 Rhinitis Alergi


Rhinitis alergi adalah manifestasi klinis paling sering dari kerusakan atopik.
Banyaknya faktor etiologi yang terlibat, sering tergantung pada usia anak dan
pengalaman alergi pada masa lalu. Makanan sering pencetus alergi selama masa
bayi, meskipun serbuk sari, debu dan jamur menjadi alergen yang lebih umum
seiring pertambahan usia. Seperti gangguan alergi yang lain, mereka muncul
sebagai komponen herediter pada perkembangan proses penyakit ini.2
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang paling umum terjadi pada obstruksi nasal kronis maupun
rekuren yaitu sneezing, gatal dan pengeluaran air mata yang berlebih. Perubahan
polipoid mungkin terlibat, terutama ketika membran mukus nasal hiperemia. Rasa
gatal pada palatal dan jaringan pharingeal dapat juga muncul.2
Diperkirakan hingga 50% anak dengan rhinitis alergi yang tidak diobati
berkembang menjadi asma sebagai gangguan kedua. Evaluasi dan riwayat
perawatan gigi harus mempertimbangkan faktor ini serta fakta bahwa infeksi
saluran pernafasan yang rekuren berkontribusi terhadap rhinitis yang menular.2
13

Manifestasi Oral
Penggunaan dekongestan dan antihistamin pada pasien dengan rhinitis alergi
menyebabkan penurunan sekresi saliva sehingga menyebabkan xerostomia.
Penanganan untuk mengatasi xerostomia dapat dirawat dengan pemberian
salivary substitute, gel pelembab, stimulasi non-spesifik sekresi saliva dan
stimulasi saliva. Salivary substitute dengan bahan dasar carboxymethylcellulosa
(seperti Glandosane, Luborant, Salivace dan Saliveze), porcine gastric mucine
(seperti Orthana) atau obat kumur bebas alkohol (BioXtra dan Biotene). Gel
pelembab dapat diaplikasikan ke permukaan rongga mulut yang kering seperti
OralBalance dan BioXtra. Stimulasi non-spesifik sekresi saliva dengan
mengunyah permen karet seperti Biotene drymouth gum dan BioXtra chewing
gum atau non sucrose based pastille Salivex. Stimulasi saliva dengan Pilocarpine
(Salagen). 2
Penatalaksanaan Dental
Tipe rhinitis sangat penting diketahui saat perawatan gigi dan penilaian pasien
anak. Anamnesis harus dilakukan dengan hati-hati dengan mendaftarkan semua
alergen dan potesial asosiasi dengan kondisi alergi hingga asma. Hal itu harus
diingat bahwa adanya episode alergi atopik dan atau gangguan infeksius dapat
merupakan respon awal ke serangan asma. Keparahan dari masing-masing kondisi
harus dapat dievaluasi untuk memastikan perawatan dental yang akan dibutuhkan
untuk hari itu. 4,5
Adanya rhinitis bukan hanya kontraindikasi dalam melakukan prosedur
restoratif, meskipun modifikasi sangat diperlukan. Pada kasus yang memiliki
obstruksi nasal penggunaan nitrous okside – oksigen sedasi akan berpengaruh
sangat kecil pada inspirasi nasal sehingga kurang efektif.5
Penggunaan rubber dam disarankan untuk pasien dengan obtruksi nasal
meskipun sedikit modifikasi perlu dilakukan. Modifikasi Young Frame
menggeser dam ke salah satu sisi mulut sehingga memudahkan bernafas melalui
mulut dan evakuasi sekresi pada rongga mulut. Rubber dam juga melindungi
palatal dan faringeal dari iritasi.5
14

Alergi dapat menjadi etiologi yang menyebabkan maloklusi. Moyers


memberikan pernyataan bahwa bernafas melalui mulut merupakan kondisi
sekunder dari alergi yang berkontribusi pada gigi tiruan rahang atas, labioversi
dari maksilary anterior teeth, crowding pada anterior kedua rahang, hipertropi
bibir bawah, hipotonus bibir atas dan openbite. Meskipun ”facies alergic”
biasanya dikaitkan dengan bentuk wajah yang panjang. Duke melaporkan pada
pasien dengan alergi memiliki gambaran berwajah datar dengan infraorbital
depression dikaitkan dengan perkembangan dari penyakit sinus. Dia juga
menemukan lengkung yang tinggi dengan bentuk morfologi palatal seperti V dan
rotasi ke distal dari insisif maksila.5

Gambar kavitas nasal. A. Normal B. Rhinitis alergi 8

3.4 Otitis Media


Otitis media adalah inflamasi pada telinga bagian tengah. Penyakit ini banyak
diderita oleh anak-anak yang berusia 8 tahun atau lebih muda. Kira-kira 70% anak
memiliki pengalaman pernah terkena penyakit ini minimal 1 kali pada usia 3
tahun, bahkan kira-kira satu pertiga atau lebih pengalaman terkena dalam
interval waktu yang sama.2 Otitis media dapat dibagi menjadi otitis media akut,
otitis media rekuren, otitis media dengan efusi dan otitis media supuratif. Masalah
utama dari semua jenis otitis media adalah disfungsi dari tuba eustachius. Fungsi
tuba eustachius yang berkurang sehinggga tidak cukup memberikan ventilasi pada
ruang telinga bagian tengah. Kekurangan ventilasi tersebut menyebabkan
perubahan tekanan pada telinga tengah menyebabkan terbentuknya akumulasi
15

cairan. Selanjutnya cairan menjadi infeksius sehingga menyebabkan otitis media


akut. Penyebab infeksius yang paling sering adalah virus, Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. Pada bayi
dibawah 6 minggu dapat juga dikarenakan bakteri seperti Staphylococcus aureus,
Escheria coli, Klebsiella, dan Enterobacter.2,5
Patofisiologi
Terdapat beberapa faktor patogen yang mempengaruhi otitis media. Kolonisasi
nasopharingeal dengan jumlah yang besar dari virus dan bakteri yang patoogen
seperti Streptococus pneumoniae, Haemophilus influenzae atau Moraxella
catarhalis dapat meningkatkan risiko otitis media. Aspirasi dari patogen
nasopharingeal dapat menyebabkan hidung tersumbat akibat tekanan dari telinga
bagian tengah, infeksi virus saluran pernafasan atas dan terpapar asap rokok. Pada
bayi, menyusui dapat menurunkan risiko otitis media sedangkan gangguan respon
kekebalan tubuh dapat meningkatkan resiko.2
Pada keadan normal, tuba eustachius berperan dalam memberikan ventilasi
sistem udara tympanomastoid selama penelanan. Proses lain yang mengganggu
tuba eustcahius yang normal dapat menyebabkan tekanan negatif pada ruang
telinga bagian tengah. Gangguan fungsi sementara tuba eusthacius terlihat pada
kondisi edema mukosa nasopharing, dan obstruksi dari saluran tuba eustachius
seperti rhinitis alergi, dan infeksi saluran pernafassan atas. Obstruksi tuba
eustachius kronis dapat terlihat pada beberapa kondisi, termasuk celah langit-
langit dan massa nasofaring. Aspirasi patogen nasopharing dapat terjadi karena
tekanan negatif dari ruang telinga bagian tengah, yang kemudian infeksi karena
patogen ini. Hal ini yang memimpin terjadinya manifestasi klinis dari otitis
media.1
Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Laboratorium
Gejala yang paling sering dari otitis media akut adalah demam dan otalgia.
Gejala lain juga antara lain irritabilitas, anoreksia, dan muntah. Gejala infeksi
saluran pernafasan atas biasanya juga tampak, mendahului perkembangan dari
otitis media. Pada pemeriksaan fisik, membran tymphani tampak eritematous dan
menonjol, menunjukkan radang telinga bagian tengah. Pemeriksaan otoscopic
16

menemukan kehilangan landmark dan penurunan mobilitas dari membran


tympani yang terlihat dengan pneumatic otoscopy.
Pada otitis media dengan efusi, pasien sering kali mengeluh tersumbat atau
mendengung pada telinganya. Pemeriksaan otoskopi memperlihatkan cairan
serous pada telinga bagian tengah dan tingkat cairan udara yang tampak.
Mobilitas dari membran tympani biasanya berkurang dan kehilangan pendengaran
dari ringan hingga parah. Pada otitis media supuratif, adanya ottorhea dan terlihat
perforasi membran atau perlu pembedahan timpanostomi pada tuba.
Pemeriksa dapat mendiagnosis otitis media dengan timpanometri dan aspirasi
miringotomy. Timpanometri merupakan teknik untuk mengukur membran timpani
dengan menggunakan elektroakustik impedance bridge. Penurunan dari membran
timpani mengindikasikan efusi dari telinga bagian tengah. Miringotomi berguna
pada situasi dimana cairan telinga tengah perlu untuk di aspirasi seperti pada
pasien imunokompromised dengan efusi yang menetap.
Diagnosis
Penegakkan diagnosis dari otitis media berdasar pada riwayat dan pemeriksaan
fisik. Alat yang digunakan untuk menegakkan diagnosis otitis media adalah
pneumatik otoskop, bukan hanya untuk melihat keadaan membran timpani tapi
juga mengukur mobilitasnya. Membran timpani yang immobile seringkali
terdapat cairan pada telinga bagian tengah.
Penatalaksanaan
Terapi dengan antibiotik merupakan terapi pilihan untuk otitis media akut.
Antibiotik pilihan tersebut yaitu amoksisilin, trimethoprim plus sulfisoxazole dan
eritromisin plus sulfisoxasole. Pada kasus berulang pengobatan ditujukan kepada
organisme yang memproduksi β laktamase dan resisten antibiotik strains
Streptococcus pneumoniae. Pilihan umum lain yaitu generasi ke 2-3 sefalosporin,
klaritromicin, dan amoksisilin klavulanat (amoksisilin/ kalvulanat). Jangka waktu
terapi bervariasi dari 5-14 hari.
Penempatan tabung timpanostomi mengindikasikan pasien menderita otitis
media akut lebih dari 6 bulan atau otitis media superimposed rekuren dengan
effusi yang menetap. Efusi bilateral yang menetap selama lebih dari 4 bulan juga
17

dapat diindikasikan untuk timpanostomi tube. Adenoidektomi sebagai adjuvan


terapi dipertimbangkan untuk anak berusia lebih dari 3 tahun
Penanganan otitis media supuratif kronis seringkali termasuk antibiotik
parenteral untuk melindungi infeksi pseudomonas spp dan bakteri anaerob. Terapi
medis ini tidak efektif jika ada choleosteatoma (massa yang terdiri dari debris
seluler dan kristal kolesterol).
Prognosis
Meskipun terapi antibiotik adalah normal, 81 persen pasien mengalami
penyembuhan dari otitis media akut tanpa terapi antibiotik. Prognosis untuk akut
otitis media adalah sangat baik. Komplikasi dapat terjadi umumnya pada pasien
yang berusia kurang dari 1 tahun. Komplikasi yang sering terjadi adalah
kehilangan pendengaran yang berkaitan dengan efusi yang menetap. Komplikasi
yang serius termasuk mastoiditis, labirinitis, ekstradural atau subdural abses,
meningitis abses otak, dan lateral sinus trombosis namun jarang terjadi.
Manifestasi Oral
Banyak anak yang menderita rekuren otitis media diterapi dengan berbagai
macam antibitik (terkadang untuk jangka waktu yang lama). Antibiotik juga
merupakan obat yang digunakan untuk infeksi odontogenik. Dokter gigi juga
harus peduli dengan tipe antibiotik yang pasien dapatkan selama 4-6 bulan, untuk
menghindari pasien resisten terhadap antibiotik tertentu. Selain itu antibiotik dapat
menyebabkan kandidiasis oral. Terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kandidiasis oral yaitu pemberian anti jamur topikal seperti nystatin dan
klotrimazole serta anti jamur oral seperti flukonazol 100 mg tiap hari selama 14
hari.

3.5 Sinusitis
Sinusitis dapat didefinisikan sebagai inflamasi pada jaringan eptelial dari
sinus paranasal. Inflamasi jaringan ini menyebabkan edema mukosa dan
meningkatkan sekresi mukosa. Penyebab yang paling sering adalah infeksi saluran
pernafasan atas walaupun penyebab lain (seperti eksaserbasi dari rhinitis alergi,
infeksi gigi atau tindakan gigi dan trauma langsung). Jika drainase sinus
18

terblokade, sekresi berkumpul sehingga menyebabkan bakteri tumbuh dan


selanjutnya menjadi bakterial sinusitis akut.2
Sinusitis akut paling sering terjadi, mengenai lebih dari 31 juta orang
Amerika per tahun. Sinusitis kronis juga umum terjadi.2
Patofisiologi
Sinus paranasal memiliki ruang berisi udara yang dilindungi oleh
pseudostratified kolumnar respiratory epitelium. Epitel tersebut memiliki cilia
(bulu), dimana memiliki kemampuan untuk membersihkan dari sekresi mukosa.
Frontal, maksila, dan sinus etmoid menyalurkan ke dalam daerah yang dikenal
sebagai ostiomeatal kompleks. Pergerakan dari cilia tersebut dan pengosongan
dari sekresi dapat terganggu oleh beberapa faktor, termasuk infeksi saluran
pernafasan atas, inflamasi alergi, dan terpapar oleh asap tembakau dan iritan lain.
Benda asing (pada kondisi tertentu atau saat pembedahan atau pada keadaan
menyimpang yang parah dari septum nasal dapat menyebabkan obstruksi. Jika
penyumbatan pada sinus ostia atau obtruksi pada ostiomeatal kompleks terjadi,
sekresi sinus yang stasis akan memenuhi ruang sinus dimana menjadi tempat
untuk pertumbuhan bakteri.
Organisme yang paling sering ditemukan pada sinusitis akut adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae, dan Moraxella catarrhalis.
Kira-kira 8-10% kasus sinus akut, disebabkan oleh Bacteria spp dan
Staphylococcus aureus. Organisme yang seringkali berkaitan dengan sinusitis
kronis adalah bakteri anaerob seperti Bacteroides spp, Fusobacterium spp,
Streptococcus, Veilonella, dan Corynebacterium spp. Sinusitis yang disebabkan
oleh infeksi jamur jarang terjadi, biasanya pada pasien immunokompresif dan
pasien yang tidak merespon antibiotik.
Manifestasi Klinis dan Laboratorium
Gejala sinus akut termasuk sakit wajah, tenderness, dan sakit kepala yang
terlokalisasi pada daerah penyebab. Sinusitis menyebabkan sinus sphenoid atau
sinus posterior etmoid dapat membuat sakit kepala dan sakit pada daerah
occipital. Gejala lain yang biasanya digambarkan termasuk purulent nasal
discharge, demam, malaise, dan drainase post nasal dengan fetid breath. Pada
19

keadaan tertentu mungkin karena sakit gigi atau sakit ketika mastikasi. Pasien
dengan sinusitis kronis sering muncul dengan gejala vague dan sulit diketahui
lokasinya. Rhinnorea kronis, post nasal drainage, hidung tersumbat, tenggorokan
kering, dan facial “fullness” sering dikeluhkan.
Pada pemeriksaan klinis ditemukan sinus terderness dan nasal drainage yang
purulen. Pada keadaan tertentu eritema dan pembengkakan pada kulit dapat
terlihat. Pada mukosa nasal dapat tampak edematous dan eritematous dan polip
nasal.
Meskipun tidak selalu diperlukan, plain-film sinus radiografi dapat membantu
dalam mendiagnosis dari maksillaris akut dan frontal sinusitis. Plain-film
radiografi tidak berguna dalam penegakkan penyakit osteomeatal kompleks.
Computed tomography (CT) adalah studi pilihan untuk mendokumentasikan
sinusitis kronis dengan penyakit utama osteometal kompleks dan penggunaan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mengidentifikasi abnormalitas dari
tulang. CT juga dapat menilai polip, reaktif ositis, ketebalan mukosa, dan sinusitis
karena jamur.2
Klasifikasi
Sinusitis dapat diklasifikasikan akut atau kronis, berdasarkan durasi dari
inflamasi dan infeksi utama. Pasien dengan gejala yang menetap selama 3-8
minggu atau lebih dipertimbangkan ke dalam penyakit kronis.
Diagnosis
Diagnosis dari sinusitis akut dibuat berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik.
Seperti sebelumnya dicatat, evaluasi radiografi dapat digunakan untuk membantu
situasi tertentu. Pasien dengan penyakit rekuren memerlukan evaluasi untuk
menentukan faktor utama yang menyebabkan sinusitis. Evaluasi alergi untuk
rhinitis alergi sangat membantu. Faktor predisposisi lain seperti terpapar asap
tembakau, imunodefisiensi, dan penyimpangan septal harus dipertimbangkan.2
CT biasanya membantu mendiagnosi sinusitis kronis. Evaluasi dari
osteomeatal complex sangat penting dalam penatalaksanaan pasien ini. Selain itu,
rhinoskopi dapat dapat berguna untuk melihat langsung dari sinus ostia.2
20

Penatalaksanaan
Terapi medis yang utama terdiri dari antibiotik untuk melindungi dari patogen,
topikal dan oral dekongestan untuk memudahkan sinus drainase. Antibiotik
pilihan yang pertama adalah amoksisilin yang sering efektif meskipun generasi
kedua seperti sefalosporin, klaritromisin, dan amoksisiilin plus klavulanat dapat
membantu pada kasus resisten. Pada pasien yang memiliki masalah utama rhinitis
alergi dapat menggunakan topikal nasal kortikosteroid. Terapi obat biasanya
selama 2-3 minggu. Frontal dan sphenoid sinusitis akut sangat serius karena
berpotensi menyebabkan komplikasi intrakranial. Intravena antibiotik
diindikasikan dan intervensi pembedahan dipertimbangkanberdasarkan kondisi
dan respon terhadap terapi obat.2,7
Penatalaksanaan sinusitis kronis melibatkan antibiotik spektrum luas dan
terapi jangka panjang diperlukan. Topikal kortikosteroid atau oral kortikosteroid
jangka pendek dapat mengurangi pembengkakan dan atau obstruksi dari
osteomeatal complex. Faktor eksaserbasi dihindari seperti alergen atau asap
rokok. Pasien dengan riwayat alergi harus dilakukan evaluasi alergi.2,7
Pasien kronis sinusitis dengan adanya penyakit osteomeatal complex
dimana gagal dalam terapi obat seringkali diperlukan intervensi bedah.2
Manifestasi Oral
Pasien infeksi sinus dengan keluhan sakit gigi umumnya dirujuk melakukan
perawatan gigi. Dokter gigi mengevaluasi pasien sehingga dapat membedakan
antara infeksi odontogenik dan sinus pain. Sinus infeksi biasanya menyebabkan
sakit pada beberapa gigi di maksila yang sama dimana sakit gigi biasanya hanya
pada satu gigi. Infeksi odontogenik dapat tampak dari pemeriksaan dental dan foto
periapikal.2
Infeksi sinus kronis seringkali diikuti dengan bernafas melalui mulut. Kondisi
ini berkaitan dengan mulut kering (pada penderita yang lama) serta peningkatan
kerentanan kondisi mulut seperti gingivitis.2
Pada kondisi dimana penggunaan antibiotik jangka panjang, perkembangan
bakteri yang resisten harus diperhatikan. Pergantian jenis antibiotik yang berbeda
untuk pengobatan infeksi odontogenik diperlukan untuk meningkatkan dosis dari
21

antibiotik dimana pasien baru saja menggunakan obat tersebut untuk kondisi
lain.2,7
Penggunaan dekongestan dapat dikaitkan dengan mulut kering.2 Pada
penggunaan dekongestan yang menyebabkan mulut kering sebaiknya pasien
dianjurkan untuk banyak meminum air putih, dan pada kasus yang menyebabkan
hingga xerostomia diperlukan penanganan lebih serius seperti banyak makan
buah-buahan, permen karet dan saliva buatan. Serta pasien harus menjaga oral
higiene dan rutin kontrol ke dokter gigi.

3.6 Laryngitis dan Laryngotracheobronchitis


Saluran pernafasan atas merupakan daerah infeksi dan inflamasi yang paling
sering terjadi “common cold”, tetapi virus pernafasan dapat menyerang organ lain
pada batang saluran pernafasan. Laringitis dapat didefinisikan sebagai inflamasi
pada laring, biasanya disebabkan oleh infesi virus. Laryngotracheobronchitis
merupakan inflamasi (juga merupakan infeksi virus) yang melibatkan laring,
trakea dan bronkus besar. Meskipun penyakit ini memiliki gambaran yang
berbeda, keduanya memiliki proses infeksi dan reaksi inflamasi yang hampir
sama. Laringitis dapat mengenai semua umur hanya lebih sering pada dewasa.
Infeksi ini umumnya banyak terjadi selama musim gugur dan musim dingin,
ketika virus saluran pernafasan prevalensinya bertambah.
Virus yang lebih sering implikasi di laring yaitu coxsackievirus, adenovirus,
dan herpes simplex virus. Virus yang umumnya berkaitan dengan
laringotrakeobronchitis yaitu parainfluenza virus, respiratory syncytial virus,
influenza virus dan adenovirus.
Laringitis akut dapat juga merupakan keadaan berlebihan atau tidak wajar dari
pita suara atau iritasi karena merokok.
Patofisiologi
Proses infeksi hampir sama dengan infeksi virus pada saluran pernafasan atas
lain. Setelah infeksi pada jaringan epitelium saluran pernafasan terjadi, respon
inflamasi yang terdiri dari monunuklear sel dan polimorfonuklear leukosit
meningkat. Hasilnya, saluran tersumbat dan terbentuk edema. Selain edema,
22

spasme dari otot laringeal terjadi. Karena proses inflamasi disebabkan oleh infeksi
virus, proses penyakit ini biasanya sembuh sendiri (self limiting).2
Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium
Pasien dengan laringitis biasanya sebelumnya terkena infeksi virus saluran
pernafasan atas. Keluhan paling sering adalah demam dan tenggorokan kering.
Manifestasi paling umum dari laringitis adalah hoarsenes (serak) dengan suara
lemah atau sengau saat berbicara. Batuk merupakan variabel yang pasti tampak
dan biasanya ketika saluran pernafasan bawah terlibat.
Pada anak dengan infeksi virus umumnya sebelumnya didahului dengan
infeksi saluran pernafasan atas dapat disertai dengan adanya demam. Tak lama
kemudian batuk mengginggong “barking cough” dan intermitten “stridor”
berkembang. Stridor saat istirahat, retraksi dan cyanosis dapat terjadi pada anak-
anak dengan inflamasi yang parah. Radiografi leher akan menggambarkan
pelebaran dari subglotis (‘steple sign’) pada tampilan anteroposterior.
Diagnosis
Diagnosis dari laringitis berdasarkan riwayat sugesti. Tidak ada gambaran
fisik yang ditemukan atau tes laboratorium meskipun muncul ‘hoarseness’ yang
merupakan pengalaman subyektif. Diferensial diagnosis penyakit ini yaitu
laringeal edema, obtruksi venous atau lymfatik drainase dari massa atau lesi lain,
penurunan plasma tekaanan oncotik dari malnutrisi atau kehilangan protein,
peningkatan permeabilitas kapiler, myxedema dari hipotiroidism, dan hereditary
angioma. Karsinoma dari laring juga memiliki keluhan hoarseness (serak).
Diagnosis dari laringotracheobronchitis biasanya jelas dan berdasar riwayat
sugesti, dengan dikonfirmasi gambaran radiografi yang sesuai kesan klinis. Pada
anak sangat penting untuk menyingkirkan penyebab lain seperti stridor, termasuk
aspirasi benda asing, epiglotis bakterial akut dan abses retropharingeal.
Penatalaksanaan
Hampir semua kasus laringitis adalah ringan dan self-limited, hanya perawatan
suportif yang dapat diresepkan. Penggunaan kortikosteroid oral pada keadaan
parah dan kasus yang lama dapat dipertimbangkan meskipun penggunaan rutin
obat tersebut masih menjadi kontroversial.2
23

Pengobatan dari laryngtracheoobronchitis juga merupakan terapi suportif.


Terapi kabut dingin dan hidrasi biasanya cukup. Perawatan di rumah sakit
biasanya diindikasikan pada pasien dengan stridor saat istrirahat. Meskipun masih
kontroversial, kortikosteroid terapi jangka pendek dengan oral atau parenteral
dapat mengurangi inflamasi dan membantu penyembuhan. Nebulisasi dengan
epiinefrin memperlihatkan meredakan sementara obstruksi jalan nafas. Pada
pasien yang tidak umum yaitu yang akan terjadi gagal pernafasan diperlukan
intubasi endotrakeal atau trakeotomi jika intubasi gagal.1
Prognosis
Seperti infeksi virus saluran pernafasan atas lain, kebanyakan kasus dari
laringitis dan laringotrakeobronkhitis self-limited (sembuh sendiri) dan
memerlukan minimal intervensi obat. Penyembuhan dalam beberapa hari hingga
minggu.
Manifestasi Oral
Penggunaan kortikosteroid jangka panjang mengakibatkan candidiasis oral
biasanya berlokasi pada lidah. Penanganan untuk candidiasis oral teresebut yaitu
pemberian anti jamur topikal seperti nystatin dan klotrimazole serta anti jamur
oral seperti flukonazol 100 mg tiap hari selama 14 hari.

3.7 Faringitis dan Tonsilitis


Inflamasi pada tonsil dan faring selalu berkaitan dengan infeksi, bisa virus
maupun bakteri. Lebih dari 90% kasus sakit tenggorokan berkaitan dengan infeksi
virus. Infeksi ini dapat dikaitkan dengan demam, rhinorrhea, dan batuk. Etiologi
virus mayor adalah Epstein Bar virus, coxsackievirus, adenovirus, rhinovirus, dan
virus measles.2
Bakteri yang paling umum penyebab tonsillofaringitis akut yaitu grup A beta
hemolitik, infeksi Streptococcus GABHS, terutama infeksi Streptococcus
pyogenes. Diagnosis dan terapi yang tepat untuk infeksi ini sangat penting untuk
mencegah penyakit ini sekuel, yaitu acute rheumatic fever dan glomerulonephritis.
Bakteri yang paling sedikit menyebabkan Corynebacterium diphtheriae,
Neisseriae gonorrhoeae, Chlamydia, dan Mycoplasma pneumoniae.2
24

Bernafas melalui mulut kronis, postnatal drainase kronis, dan inflamasi


dikarenakan terpapar iritan dapat juga menyebabkan faringitis dan tonsilitis.2
Patofisiologi
Infeksi Streptococal menyebar melalui kontak langsung dengan sekresi
saluran pernafasan. Transmisi seringkali difasilitasi area yang dimana kontak
tersebut terjadi, seperti di sekolah, dan tempat penitipan anak. Periode inkubasi 2-
5 hari.2
Manifestasi Oral
Gejala yang dominan adalah tenggorokan sakit. Temuan klinis yang terkait
didasarkan etiologi infeksi. Pasien dengan infeksi Epstein Barr virus terbentuk
adanya mononukleusis infeksius dimana karakteristik penyakit berdasarkan
eksudat tonsillofaringitis, limpadenopati, demam dan kelelahan. Pemeriksaan fisik
dapat mengungkapkan adanya hepatosplenomegali. Pemerikasaan labororium
didapatkan leukositosis, atipikal limfosit yang lebih dari 20% pada pemeriksaan
darah. Pemeriksaan kimia darah dapat mengungkapkan kenaikan enzim liver. 2
Infeksi oleh coxsackievirus dapat menyebabkan beberapa penyakit yang
beebeda, yang masing-masing berkaitan dengan tonsillofaringitis. Herpangina
adalah penyakit ditandai dengan ulser yang berukuran 2-3 mm dan berlokasi pada
anterior tonsillar pillar dan mungkin dapat di uvula dan palatum lunak. Hand-foot-
mouth disease ditandai dengan ulser pada lidah dan mukosa, yang berhubungan
dengan ditemukannya vesikel pada telapak tangan dan atau telapak kaki. Nodul
yang kecil putih kekuningan pada anterior tonsillar pillar memiliki karakteristik
lymphonodular pharingitis, nodul ini tidak berulserasi.2
Faringoconjuctival fever merupakan gangguan yang ditandai dengan faringitis
limponodular, konjungtivitis, dan demam. Infeksi ini disebabkan adenovirus.2,3,4
Measles adalah penyakit dengan fase prodromal yang ditandai dengan gejala
infeksi saluran pernafasan atas, tonsilofaringitis dan lesi putih kecil dengan dasar
eritematous pada mukosa bukal dan bagian dalam dari bibir bawah (Koplik’s
spot). Lesi ini merupakan tanda awal yang khas dari infeksi measles.2
Streptococcal faringitis ditandai dengan tonsilitis eksudatif dan demam.
Pemeriksaan fisik seringkali mengungkapkan a beefy red uvula, servikal adenitis,
25

dan petekie oral. Hasil evaluasi laboratorium merupakan sputum dari kultur grup
A. Streptococcus.2
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan riwayat sakit tenggorokan dan ditegakkan berdasarkan
temuan pada pemeriksaan fisik dan kultur sputum. Deteksi antigen rapid test
dgunakan untuk mendiagnosa streptococcal faringitis. Test tersebut memiliki
spesifitas tinggi (95%) tetapi sensitifitas yang rendah (60-95%). Oleh sebab itu
hasil negatif harus dikonfirmasi oleh kultur sputum.2
Antistreptolisin O titers meningkat sekitar 150U selama 2 minggu adanya
infeksi akut. Nilai titer ini sangat berguna untuk didokumentasikan mengenai
infeksi Streptococcal terbaru, terutama pada kasus akut rheumatic fever.2
Penatalaksanaan
Virus yang menyebabkan tonsillofaringitis diterapi berdasarkan gejala
simptomatik. Obat kumur, analgesik, dan antipiretik sangat membantu.
Penyembuhannya selalu self limited.2
Faringitis streptococcal akut diterapi selama 10 hari dengan oral penisilin V
atau eritromisin (untuk individu yang sensitif terhadap penisilin). Alternatif
dengan intramuskular injeksi atau benzathine penisin G atau oral sefalosforin.
Kegagalan dari penisilin bervariasi dari 6-23%, sehingga penggunaan antibiotik
dianggap diperlukan.2
Kaitan antara infeksi GABHS dan terbentuknya komplikasi yang parah
seperti rheumatic fever dan berhubungan dengan kondisi jantung telah diketahui
secara jelas. Meskipun kegagalan hingga keberhasilan perawatan infeksi GABHS
lebih umum pada era sebelum penisilin, pada masa sekarang reinfeksi kasus
terjadi dimana penisilin tidak dapat membunuh mikrorganisme. Pasien dengan
infeksi GABHS diintruksikan untuk membersihkan sikat gigi dan peralatan akrilik
lepasan yang dipakai setiap hari. Hal ini juga dianjurkan pada pasien dengan
infeksi orofaringeal untuk mengganti sikat gigi setelah fase akut seta menjaga oral
hygiene dan kontrol rutin ke dokter gigi.
Menginstruksikan kepada pasien untuk sering minum air putih untuk menjaga
kondisi rongga mulut tetap basah selain itu menginstruksikan kepada pasien
26

menjaga oral higiene seta penggunaan obat kumur dan rutin periksa kondisi
rongga mulut ke dokter gigi. Melakukan koordinasi dengan dokter yang merawat:
kemungkinan mengganti atau membagi dosis pemberian obat yang menimbulkan
xerostomia5,2,
Prognosis
Prognosis untuk tonsillofaringitis karena virus adalah sangat baik dimana
infeksi self-limited. Sekuel lanjut dari grup A.streptococcal tonsilitis dapat
dihindari dengan diagnosis dan terapi yang tepat. Komplikasi yang disebabkan
oleh streptococcal tonsilitis tidak umum seperti servikal adenitis, peritonsilar
abses, otitis media dan septikemia.2

27
BAB IV
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN BAWAH

Hubungan antara kesehatan mulut dengan penyakit saluran pernafasan


mendapatkan banyak perhatian. Beberapa artikel menyatakan bahwa dental plak
dapat menjadi reservoir dari patogen respiratori dimana berhubungan dengan
pneumonia dan penyakit pulmonari obstruktif kronis. Meskipun hal ini bukan
merupakan masalah yang kritis untuk kesehatan individual namun kesehatan oral
dapat menjadi faktor mayor antara morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan
kondisi kritis.

4.1 Brokhitis
Meskipun bronchitis sering ditemui, jarang untuk secara klinis diisolasi
penyebarannya., seringkali dihubungkan dengan alergi atau infeksi kronis dari
sinus atau nasopharing.4 Ketika ditemui pada anak yang lebih besar, kelainan ini
seringkali berhubungan dengan herediter defisiensi antitripsin yang berkembang
menjadi emfisema.4
Riwayat penyakit ini harus dievaluasi dari frekuensi muncul serta
kemungkinan peningkatan menjadi parah dari tanda klinis, dimana pada kasus
yang akan menggunakan sedasi N2O2 dengan mengurangi PCO2. Manajemen
klinis melibatkan drainage postural, penatalaksanaan gejala alergi dan
penggunaan antibiotik jika penyebabnya adalah bakteri. Obat supressan untuk
batuk tidak digunakan karena anak harus dapat mengeluarkan dahak sendiri.
Inhalasi bronkodilator biasanya tidak dapat mengatasi sumbatan jalan nafasnya.4
Virus yang umum terlibat adalah Rhinovirus, Coronavirus, virus influenza,
virus parainfluenza, dan adenovirus. Bronkhitis akut yang disebabkan oleh infeksi
bakteri jarang terjadi dan terlihat lebih sering pada pasien dengan penyakit paru-
paru kronis. Penyebab yang lebih umum adalah grup Streptococccus pneumoniae.
Infeksi dengan Haemophillus influenzae umumnya pada pasien dengan penyakit
obstruktif pulmonary kronis. Penyebab lain dari bakterial bronchitis akut termasuk
Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Bordetella pertusis, dan

28
29

Legionella spp. Staphylococcus dan bakteri gram negatif umumnya menyebabkan


bronchitis.2
Patofisiologi
Patofisiologi dari akut bronchitis hampir sama dengan infeksi saluran
pernafasan lain. Diikuti dengan infeksi pada sel mukosa, kemudian terbentuk
sumbatan pada mukosa saluran pernafasan. Inflamasi menyebabkan peningkatan
aktifitas saluran pernafasan, menghasilkan peningkatan produksi sputum.
Leukosit polimorfonuklear menginfiltrasi dinding dan lumen bronchial. Epitelium
bersilia yang mengalami deskuamasi dan umumnya spasme dari otot licin dari
brochial.
Manifestasi Klinis dan Laboratorium
Bronchitis viral akut selalu hadir dengan gejala prodromal virus yang terdiri
dari demam, malaise, mialgia, sakit kepala, dan lesu. Kemudian diikuti dengan
gejala saluran pernafasan atas termasuk sakit tenggorakan dan rhinnorhea. Gejala
penyakit saluran pernafasan bawah biasanya batuk yang non produktif. Terjadi
perasaan dada yang tidak nyaman, biasanya diperburuk oleh batuk yang persisten.
Gejala lain adalah dyspnea dan respiratory distress.2 Pada pemeriksaan fisik
ditemukan wheezing. Gejala biasanya menghilang 1-2 minggu.2
Penatalaksanaan
Viral bronchitis dapat diatasi dengan terapi suportif, umumnya dapat sembuh
sendiri tergantung kesehatan individual tanpa diperlukan terapi yang spesifik. Jika
terdapat obstruksi saluran pernafasan atau hiperaktivitas diperlukan inhalasi
bronchodilator seperti albutero. Supresan untuk batuk seperti codein dapat
diberikan pada pasien yang tidak dapat tidur karena batuk terus menerus.2
Terapi untuk bronchitis karena bakteri termasuk antibiotik. Amoksisilin
merupakan antibiotik pilihan yang pertama meskipun makrolid dapat digunakan
pada pasien yang alergi dengan penisilin. Inhalasi bronkhodilator dapat membantu
pada kasus dengan bronkospastik.2
Manifestasi Oral
Resistensi antibiotik dapat terbentuk secara cepat karena penggunaan yang
panjang 10-14 hari. Pada pasien yang sedang menggunakan amoksisilin pada akut
30

bronkhitis seharusnya diresepkan antibiotik tipe lain, (seperti klindamisin atau


sefalosporin) ketika antibiotik diperlukan pada kasus infeksi odontogenik.2
Pada penggunaan bronkhodilator yang mengandung kortiksteroid serta
pnggunaan antibiotik jangka panjang dapat menyebabkan kandidiasis oral.

4.2 Bronchiolitis
Bronchiolitis adalah penyakit yang menjangkit anak dibawah 2 tahun, lebih
sering pada bayi usia 2-12 bulan. Inflamasi pada saluran nafas bawah paling
banyak menginfeksi bronchiolus. Respon inflamasi merupakan penyebab
sekunder dari infeksi, biasanya disebabkan oleh virus pernafasan. Organisme lain
yang berhubungan dengan bronchiolitis adalah virus parainfluenza, virus
influenza, adenovirus, dan Mycoplasma pneumoniae.2
Patofisiologi
Infeksi bronchiolus memegang peranan pada respon inflamasi dikarenakan
infiltrasi sel prominent mononuclear. Respon inflamasi menghasilkan edema
mukosa dengan debris seluler, penebalan mukosa, dan hipersekresi dan plugging
mukosa. Spasme bronchiolar merupakan gambaran pada daerah tertentu. Karena
perubahan itu, lapisan lumina bronchiolus melebar, memimpin daerah emfisema
dan mikrotelektasis. Pernafasan terganggu umumnya karena penurunan oksigen
dalam saturasi darah, hiperkarbia, pernafasan asidosis, dan pada kasus yang parah
yaitu kerusakan saluran pernafasan.2,3
Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium
Tanda dan gejala awal pada bayi yang terinfeksi saluran pernafasan atas yaitu
demam ringan, batuk dan profuse clear rhinnorhea. Tanda infeksi saluran
pernafasan bawah antara lain termasuk takipneu, retraksi, wheezing dan pada
situasi tertentu cyanosis. Crackles (rongki) dan hiper resonansi dari thoraks dapat
terdengar saat perkusi. Biasanya berkaitan dengan konjungtivitis, otitis media dan
pharingitis.1,2
Foto radiografi dada menggambarkan peribronchial cuffing, flattening pada
diafragma, hiperinflation dan marking paru meningkat.1
31

Pemeriksaan laboratorium ditemukan nilai lekositosis ringan(mild) dengan


prominance dari polymorfonuklear leukosit (‘pergeseran ke kiri).1
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik. Etiologi dapat diketahui (diagnosis dikonfirmasi) dari hasil
kultur nasopharingeal untuk respiratory syncytial virus dan virus saluran
pernafasan lain. Diagnostik juga dapat dengan rapid viral assays .1
Penatalaksanaan
Terapi antiviral dengan ribavirin direkomendasikan untuk bayi dengan
penyakit yang parah, penyakit jantung kongenital, atau penyakit pulmo. Ribavirin
dimasukkan berupa aerosol pada dasar semicontinous hingga 1 minggu.1
Ventilator mekanis dibutuhkan pada bayi dengan gangguan pernafasan. Bayi
paling muda (berumur kurang dari 1 bulan) beresiko panea karena infeksi RSV
jadi pengawasan ketat sangat diperlukan. 1
Preparat immunoglobulin anti RSV merupakan imunisasi untuk mencegah
RSV. Preparat ini direkomendasikan untuk pasien yang beresiko tinggi. Vaksin ini
masih dalam pengembangan untuk mencegah penyakit yang berhubungan dengan
RSV .1
Penatalaksanaan rongga mulut pada penderita bronchiolitis, menginstruksikan
kepada pasien untuk sering minum air putih untuk menjaga kondisi rongga mulut
tetap basah. Pasien harus menjaga oral higiene dan rutin periksa kondisi rongga
mulut ke dokter gigi. Melakukan koordinasi dengan dokter yang merawat,
kemungkinan mengganti atau membagi dosis pemberian obat yang menimbulkan
efek xerostomia.
Prognosis
Meskipun kematian karena bronkhiolitis tidak umum terjadi, kebanyakan
pasien sembuh tanpa adanya sekuel. 1
Merupakan kondisi yang lebih sulit untuk dibedakan dari asma sejak keduanya
sama sama memiliki pola wheezing / mengik. Asma juga terjadi lebih banyak
apada anak dengan riwayat sebelumnya bronchiolitis. Bronchiolitis melibatkan
eksudat bronchiolar yang lebih luas, mukosa edema dan obtruksi jalan nafas dari
32

infeksi dan atau alergi, hal itu terjadi lebih konsisten pada anak dibawah usia 2
tahun.4
Diagnosa banding berdasarkan umur pasien sulit sejak kelainan seringkali
disebabkan riwayat keluarga yang memiliki alergi. Asma lebih banyak sering
dikaitkan dengan kelainan atopik lain, bisa dari orang tua maupun anak. Pada
ekspirasi, bronchiolitis sebanding dengan inspirasi dimana asma memiliki
prolonged ekspirasi secara klinis. Penatalaksanaan yang dapat dijadikan
pertimbangan hampir sama, meskipun ephineprin biasanya digunakan pada trial
basis bronchiolitis karena komponen alergi pada kelompok usia ini secara umum
diketahui. Bronchiolitis juga tidak merespon simptomimetik atau hidrokortison.
Lebih sering harus dirawat di rumah sakit dikarenakan serangan pada waktu bayi
sering dikaitkan dengan komponen etiologi virus. Lebih dari 50% bayi dengan
riwayat bronchiolitis berkembang menjadi asma pada dewasa.4

4.3 Pneumonia
Pneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau pada parenkim paru yang
terjadi pada anak, yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, benda asing.5,10
Klasifikasi pneumonia:5,10
a) Menurut etiologi
1. Pneumonia bakterial
Dapat terjadi pada semua usia dan penyebab utamanya adalah bakteri
Pneumokokus. Pneumonia jenis ini bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga
lanjut usia. Biasanya karena sistem kekebalan tubuh yang menurun dan malnutrisi
sehingga bakteri pneumonia cepat berkembang dan merusak paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua
di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan
cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.
biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang
ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus
pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia karena mukus
33

(cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terhisap masuk ke dalam


paru-paru.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka,
misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza.
Gambaran rontgen biasanya terdapat bayangan kesuraman yang homogen
pada satu lobus atau lebih.
2. Pneumonia virus
Lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bacterial, terlihat pada anak
dari semua kelompok umur. Sering dikaitkan dengan ISPA virus. Penyebab utama
pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri hemofilus
influenza yang bukan penyebab penyakit influenza)
Gejala sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit
kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita menjadi
sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai
membirunya bibir.
3. Pneumonia jamur
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita
dengan daya tahan lemah. Contoh jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus
neoformans, Blastomyces dermatitides, Candida albicans, Aspergillus species.
4. Pneumonia atipikal
Agen etiologinya adalah mycoplasma, legionella, dan chalamydia. Biasa
terjadi di lingkungan dengan tempat hidup padat.
5. Pneumonia aspirasi
Terjadi karena aspirasi cairan, muntahan, makanan, cairan amniotik dan
debris (selama proses kelahiran). Bisa menyebabkan iritasi membrane mukosa
sehingga menjadi area untuk infeksi bakteri sekunder.
Gambar roentgen menunjukkan infiltrasi kasar di kedua paru disertai
dengan bagian yang mengalami emfisema. 5,10
b)  Menurut predileksi infeksi
1. Pneumonia lobaris
34

Pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus)
baik kanan maupun kiri. Bila kedua paru terkena disebut pneumonia bilateral atau
ganda.
2. Pneumonia bronkopneumonia (lobularis)
Pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru..
Terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen.
Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri.
3. Pneumonia bronkiolitis ( interstitialis)
Proses inflamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar (interstitium), peribronkial
dan jaringan interlobular.
Faktor Resiko :5,10
1. Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA)
2. Kekurangan nutrisi
3. Umur dibawah 2 bulan
4. Gizi kurang
5. Berat badan lahir rendah
6. Tidak mendapat ASI memadai
7. Polusi udara dan kepadatan tempat tinggal
8. Imunisasi yang tidak memadai
Pemeriksaan Klinis
Tanda dan gejala pada umumnya, diawali dengan panas, batuk, pilek,
suara serak, nyeri tenggorokan. Selanjutnya panas makin tinggi, batuk makin
hebat, pernapasan cepat (takipnea), tarikan otot rusuk (retraksi), sesak napas dan
penderita menjadi kebiruan (sianosis). Adakalanya disertai tanda lain seperti nyeri
kepala, nyeri perut dan muntah (pada anak di atas 5 tahun).5,10
Pada bayi (usia di bawah 1 tahun) tanda-tanda pnemonia tidak spesifik,
tidak selalu ditemukan demam dan batuk.5,10
Pencegahan :
1. Menghindarkan bayi (anak) dari paparan asap rokok, polusi udara dan tempat
keramaian yang berpotensi penularan.
2. Menghindarkan bayi (anak) dari kontak dengan penderita ISPA.
35

3. Membiasakan pemberian ASI.


4. Segera berobat jika mendapati anak kita mengalami panas, batuk, pilek. Terlebih
jika disertai suara serak, sesak napas dan adanya tarikan pada otot diantara rusuk
(retraksi).
5. Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakkan perbaikan. Dan segera
ke RS jika kondisi anak memburuk.
6. Imunisasi Hib (untuk memberikan kekebalan terhadap Haemophilus influenzae,
vaksin Pneumokokal Heptavalen (mencegah IPD= invasive pneumococcal
diseases) dan vaksinasi influenzae pada anak resiko tinggi, terutama usia 6-23
bulan.
7. Menyediakan rumah sehat bagi bayi yang memenuhi persyaratan :
 Memiliki luas ventilasi sebesar 12 – 20% dari luas lantai.
 Tempat masuknya cahaya yang berupa jendela, pintu atau kaca sebesar 20%.
 Terletak jauh dari sumber-sumber pencemaran, misalnya pabrik, tempat
pembakaran dan tempat penampungan sampah sementara maupun akhir
(Menkes, 1999).
Pemeriksaan Penunjang :
 Thorax foto     : menunjukkan infiltrasi melebar
 LED                : meningkat, tanda ada infeksi
 GDA               : untuk mengetahui paO2 dan pCO2
 Pembiakan dahak : untuk mengetahui jenis pneumoni
Penatalaksanaan
Antibiotik tergantung penyebab pneumoni. Kortikosteroid untuk mengurangi
sekret. Untuk penatalaksanaan dental jika terjadi kandidiasis akibat pemakaian
kortikosteroid dapat diterapi dengan anti jamur topikal (nistatin&clotrimazol).
Pada penggunaan antibiotik jangka panjang menyebabkan mukosa mulut kering,
oleh sebab itu pasien dintruksikan untuk banyak minum air, menjaga oral higiene
dan kontrol rutin ke dokter gigi.
36

4.4 Asma
Asma adalah penyakit paru obtruktif diffus yang menyebabkan sulit bernafas,
batuk dan wheezing. Hal itu berkaitan dengan hiperaktifitas dari saluran udara ke
berbagai rangsangan dan tingkat reversibilitas tingkat tinggi dari proses obstruktif.
Asma penyebab terbanyak penyakit kronis pada masa anak-anak. Prevalensi data
masih bertentangan, tapi minimal 10 persen anak pada saat yang sama memiliki
tanda dan gejala yang dengan penyakit asma. Sebelum masa pubertas laki-laki
mempunyai kecenderungan 2 kali menderita asma dibanding perempuan, insidensi
jenis kelamin hampir sama. Sekitar setengah dari anak yang terinfeksi dapat
hampir bebas dari gejala saat mereka dewasa. Etiologinya sulit dijelaskan dengan
pasti namun hal itu disebakan karena kerusakan yang melibatkan immunologi
yang kompleks, infeksi, biochemical, genetik, dan faktor psikologi. Episode akut
dari batuk dan wheezing seringkali dicetuskan oleh alergen dan iritan seperti air
dingin atau asap dan stres emosional. Terapi obat untuk saat ini pertama
digunakan disamping profilaksis dan ekasaserbasi selama akut.7
Manifestasi Klinis dan Laboratorium
Gambaran klinis asma adalah rekuren limitation reversible air flow dan
saluran pernafasan yang hiperresponsif. Tanda dan gejala dari asma intermittent
wheezing, batuk, dyspnea, dan sesak nafas. Gejala asma terasa tambah parah pada
malam hari dan pagi hari. Hal ini disebabkan penyebab dapat menjadi pencetus
simptom seperti alergen, olahraga, udara dingin, iritasi saluran pernafasan,
emosional, dan infeksi (terutama infeksi virus). Simptom dapat bekerja lambat
sepanjang waktu atau secara tiba-tiba.2
Spirometry merupakan alat yang digunakan untuk mendiagnosis dan
penatalaksanaan asma. Spirometri untuk mengukur kapasitas dari paru-paru dan
aliran udara.2
Manifestasi Oral
Manifestasi oral seperti kandidiasis, penurunan aliran saliva, peningkatan
kalkulus, peningkatan gingivitis, peningkatan penyakit periodontal, peningkatan
insidensi karies dan efek samping terapi ortodonti2.6
37

Hal tersebut mungkin disebabkan karena penggunaaan jangka panjang β2-


agonist yang mengurangi aliran saliva, menghasilkan peningkatan bakteri
kariogenik dan karies serta meningaktnya insidensi kandidiasis. Peningkatan
insidensi karies disebabkan kandungan karbohidrat kariogenik dan gula pada obat
asma.8
Penatalaksanaan
Perawatan gigi biasanya menyebabkan stres emosional, dimana dapat
mencetuskan serangan. Perawatan dental secara rutin dengan anestesi lokal bukan
merupakan masalah. Inhaler steroid untuk asma tidak secara umum menyebabkan
supresi dan insufiesnsi adrenal. Meskipun, pada fakta terbaru ada inhaler streoid
terbaru yang dapat menyebabkan suppresi. Jika ada sesuatu yang meragukan
sebaiknya konsul dokter anak.7
Anestesi umum pada asma yang parah biasanya pasien memerlukan rawat
inap. Studi terbaru mempublikasikan mengenai erosi gigi karena asma. Hal
tersebut dapat disebabkan peningkatan refluks gastroesofageal pada pasien dengan
asma atau penggunaan jangka lama medikasi yang terlalu asam atau peningkatan
konsumsi minuman yang erosif akibat mukosa oral yang kering karena
penggunaan inhaler.8
Menginstruksikan kepada pasien untuk sering minum air putih untuk menjaga
kondisi rongga mulut tetap basah selain itu menginstruksikan kepada pasien
menjaga oral higiene dan rutin periksa kondisi rongga mulut ke dokter gigi.
Melakukan koordinasi dengan dokter yang merawat: kemungkinan mengganti
atau membagi dosis pemberian obat yang menimbulkan efek xerostomia5,2,7
Pertimbangan dan rekomendasi dalam merawat pasien asma:2
1. Suplemen flouride dianjurkan untuk semua pasien asma, khususnya yang
menggnakan β2-agonist
2. Instruksi berkumur setelah menggunakan inhaler
3. Instruksi menjaga oral higiene untuk mengurangi resiko gingivitis dan
periodontitis
4. Medikasi antijamur terutama pada pasien yang menerima kortikosteroid
jangka panjang
38

5. Steroid profilaksis perlu diberikan pada pasien yang menggunakan long-


term sistemik kortikosteroid
6. Menggunakan teknik mengurangi stress
7. Menghindari material gigi yang memicu serangan asma (akrilik dan bahan
methyl metacrylate)
8. Menjadwalkan perawatan pada siang hari atau hari lain, untuk mengurangi
resiko serangan asma
9. Menyediakan oksigen dan bronkodilator
10. Tidak ada kontraindikasi penggunaan anestesi lokal yang mengandung
epineprin. Disamping itu interaksi antara efineprin dan β2-agonist dapat
menghasilkan efek sinergis, meningkatkan tekanan darah dan aritmia.
11. Menggunakan rubber dam untuk mencegah pengurangan kemampuan
nafas
12. Berhati-hati dalam memposisikan suction karena dapat memicu cough
refleks
13. Berhati-hati menggunakan aspirin dan non steroid inflamatory. Karena
10% pasien asma dewasa alergi terhadap kedua jenis obat ini.
14. Perhatikan interaksi obat dengan theophilin. Antibiotik makrolid dapat
meningkatkan kadar theophylin dimana phenobarbital dapat mengurangi
kadar tersebut.. Selanjutnya, pbat seperti tetrasiklin dapat dikaitkan dengan
efek samping ketika diberikan bersama theopilin.
15. Posisikan pasien senyaman mungkin .

4.5 Kista Fibrosis


Kista fibrosis merupakan kerusakan autosomal-resesif multisistem yang
didominasi kelenjar eksokrin. Mukus banyak diproduksi secara khusus pada paru-
paru, dimana menyebabkan obstruksi kronis dan infeksi saluran udara hingga
malabsorbsi. Umumnya merupakan keadaan genetik pada ras Caucasians. Dimana
kira-kira 5% dari populasi merupakan karier dan 1 dari 2000 dari tiap kelahiran.
Patofisiologi kista fibrosis yaitu defek gen cystic fibrosis transmembran conductor
regulator (CFTR) menjadi defek sistem transpor chloride dalam kelenjar eksokrin
39

sehingga menghasilkan sekresi kental yang merusak mucociliary clearance


sehingga memicu obstruksi jalan nafas & kolonisasi bakteri. Gen abnormal
berlokasi pada long arm (tangan panjang) dari kromosom 7.6,8
Manifestasi klinis dari kondisi ini bervariasi dan beberapa pasien tidak
bergejala pada periode yang lama. Batuk merupakan gejala yang paling konstan
dari keterlibatan paru-paru dan dapat menjadi pencetus untuk menjadi infeksi
saluran pernafasan yang rekuren dan bronchiolitis. Penderita biasanya melakukan
fisioterapi secara regular untuk membersihkan sekresi pada dada. Lebih dari 85%
anak yang terkena menunjukkan malabsorpsi karena insufisiensi eksokrin
pankreas. Gejala termasuk sering, bulky ,tinja berminyak, gagal tumbuh meskipun
asupan banyak.6,8
Penatalaksanaan
Terjadi penurunan karies bukan hanya pada penggunaan jangka panjang
antibiotik dan suplemen enzim pankreas tetapi juga peningkatan saliva buffering.
Meskipun demikian, anak yang menderita penyakit ini mengalami terhambatnya
perkembangan gigi, yang paling sering terjadi warna keputihan dari enamel dan
rawan terbentuk kalkulus. Selain itu mereka membutuhkan banyak intake kalori
dan sering makan karbohidrat. Anak dengan cystic fibrosis merupakan prioritas
utama untuk mendapat pendidikan dan perawatan gigi. Anestesi umum harus
dihindari karena adanya keterlibatan dari paru-paru. Pada beberapa anak yang
terkena cystic fibrosis biasanya juga terkena sirosis pada hati, dengan masalah
pembekuan, dan perdarahan untuk prosedur pembedahan. Anak dengan cystic
fibrosis terkadang diresepkan tetrasiklin untuk mencegah infeksi dada, sebagai
hasil dari perkembangan sensitifitas antibiotik, meskipun hal itu menyebabkan
stain pada gigi.8 Penggunaan antibiotik spektrum luas dan jangka panjang
biasanya menyebabkan kandidiasis oral.
BAB V
KESIMPULAN

Beberapa penyakit infeksi saluran pernafasan umumnya disebabkan oleh


virus sehingga bisa sembuh dengan sendirinya dan terapi yang dilakukan hanya
bersifat simptomatis. Penyakit infeksi saluran pernafasan sering menimbulkan
manifestasi oral di rongga mulut. Hal itu disebabkan karena penggunaan
antibiotik jangka panjang serta bronkodilator yang mengandung kortikosteroid
yang menyebabkan kandidiasis oral dan obat-obat dekongestan yang
menyebabkan penurunan aliran saliva sehingga rongga mulut menjadi kering
(xerostomia).
Penting untuk mengetahui dengan detil gejala, penatalaksanaan dan
pengobatan infeksi saluran pernafasan mengingat common cold serta beberapa
penyakit lain merupakan penyakit yang banyak menyerang pada anak-anak.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Djojodibroto, Darmanto R. Respirologi (Respiratory Medicine). Penerbit


Buku Kedokteran EGC. 2007;
2. Greenberg MS, Glick M. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and
Treatment. 10th editon. Ontario : BC Decker Inc. 2003
3. Guyton, Arthur C, Hall, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC. 2007.
4. McDonald, Ralph E, Avery, David R, Dean, Jeffrey A. Dentistry for The
Child and Adolescent. 10th Edition. Mosby Inc. 2004
5. Sectish TC, Prober cg. Pneumonia: Dalam: Behrman RE, Jenson HB,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelpia: WB
Saunders 2008; h. 1795-99.
6. Stewart, Ray E. Pediatric Dentistry : Scientific foundations and clinical
practice. Mosby Company. 1982.
7. Tandon, Shobba. Textbook of Pedodontics. 2nd edition. Paras. 2006.
8. Welbury, Richard. Pediatric Dentistry.3th edition. Oxford University Press.
2005.
9. Wikibooks. Human Physiology/The Respiratory System.
http://en.wikibooks.org/wiki /Human_Physiology/The_respiratory_system
(diakses 27 September 2014). 2014.
10. World Health Organization :pneumonia the forgotten kller of chindren.
Diakses tanggal 1 Oktober 2014. Diunduh dari :
http://www.unicef.org/publication/files/Pneumonia_The_Forgotten_Killer
_of_Children.pdf

41

Anda mungkin juga menyukai