Kelompok 12
Kelompok 12
Puja dan puji syukur atas rahmat dan karunia Allah SWT kami dapat menyelesaikan
makalah tugas Ushul Fiqh 2. Semuanya tidak terlepas dari rahmat dan pertolongan-Nya,
sehingga hambatan dan kendala yang dihadapi dapat diselesaikan dengan lancar.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah
Kami menyadari dalam proses makalah Ushul Fiqh 2 ini tidak terlepas dari hambatan dan
rintangan, tetapi berkat bantuan berbagai pihak baik material maupun spiritual beban yang berat
itu dapat teratasi. Ibarat pepatah “tiada gading yang tak retak”, maka bilamana ditemukan
adanya kesalahan, kekurangan, baik pada subtansi bahasa atau kata, kalimat dalam penulisan,
cetakan kami dengan lapang dada menerima masukan, kritik dan saran demi perbaikan makalah
Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadikan amal sholeh
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan Mukjizat Allah yang luar biasa di pandang dari sudut manapun,
baik dari bahasa, makna, arti, manfaat dan lain-lain yang tidak tergambarkan keindahannya.
Kitab suci umat Islam diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab, yang sangat jelas
dan terang. “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab
Untuk memahami al-Qur’an dengan baik, tentulah seseorang itu harus menguasai
bahasa Arab dengan baik pula. Tanpanya al-Qur’an tidak akan mampu dikuasai. Al-Qur’an yang
terangkum di dalamnya tentang tauhid, syari`at, akhlak, dan sebagainya memiliki berbagai
macam cara dalam penyampaian makna yang disebut dengan gaya bahasa al-Qur’an.
Gaya bahasa yang dimiliki al-Qur’an sangat bervariasi, mulai dari amtsal, qasam,
qasas, jadal, khabar, al-insya’, tasybih, isti`arah, haqiqah, majaz, dan sebagainya. Haqiqah
(hakikat) dan majas merupakan salah satu bentuk kaidah-kaidah tafsir yang mesti di ketahui oleh
Majas ini akan memberikan kemudahan bagi mufassir dalam memahami makna kata yang ingin
ia tafsirkan, dan akan menjauhi terjadinya penafsiran yang keliru, rancu, dan ketidak tepatan
makna dan maksud sesuai dengan apa yang dituju oleh ayat al-Qur’an.
Dari berbagai sekelumit keterangan di atas, dengan adanya gaya bahasa yang sangat
beragam di dalam al-Qur’an, penulis ingin lebih menguak bagaimana hal tersebut, khususnya
pada litelatur makna hakikat dan majazi, sehingga ketika kita menafsirkan atau mengkaji isi
kandungang al-Qur’an bisa tau mana makna asli (haqiqah) atau tidaknya (majaza).
Secara garis besar, dalam ilmu Ushul Fikih lafaz dari segi kejelasan artinya terbagi
kepada dua macam, yaitu lafaz yang terang artinya dan lafaz yang tidak terang artinya.
Dimaksud dengan lafaz yang terang artinya ini adalah yang jelas penunjukannya terhadap
Dengan berbagai kegelisahan dan rasa inging tau yang mendalam, maka penulis
Mufassar.
BAB II
PEMBAHASAN
HAKIKAT
1. Pengertian Hakikat
Hakikat ialah lafadz yang digunakan untuk menunjukan makna yang dicetak menurut urf
(kebiasaan) mutakallim dalam pembicaraannya. Secara etimologi, hakikat merupakan dari
kata haqqa yang berarti tetap. Ia bisa bermakna subjek (fā’il), sehingga memiliki arti yang tetap
atau objek (maf’ul), yang berarti ditetapkan. Pengertian Hakikat adalah lafad yang digunakan
pada makna yang ditetapkan saat lafadz tersebut tercetus pertama kali. Maksudnya lafaz itu
digunakan oleh perumus bahasa memang untuk itu. Menurut Ibnu Subki menyatakan bahwa
hakikat adalah lafaz yang digunakan untuk apa lafaz itu ditentukan pada mulanya. Ibnu
Qudamah mendefinisikannya sebagai lafaz yang digunakan untuk sasarannya semula. Sementara
Al-Sarkhisi berpendapat bahwa hakikat adalah setiap lafaz yang ditentukan menurut
asalnya untuk hal tertentu.
2. Macam-Macam Hakikat
1. Haqiqah Lughawi
Sebuah lafad yang di cetuskan oleh ahli lughat (bahasa) untuk menunjukan makna tertentu
ٌ ِتَو ق (menerima pemahaman istilah jadi dari Allah SWT). Contoh
melalui perbuatan istilah atau يف
dari hakikat ini adalah penggunaan kata manusia pada hewan yang berbicara dan serigala pada
hewan yang buas.
2. Haqiqah Syar’i
Yaitu lafaz yang digunakan untuk makna yang ditentukan untuk itu oleh syara’ atau
memaknai suatu lafad dengan menggunakan pendekatan syari’at, yang penyusunannya pun
dilakukan oleh ahli syari’at (fiqh), umpamanya lafaz “shalat” untuk perbuatan tertentu yang
terdiri dari perbuatan dan ucapan yang dimulai dengan “takbir” dan disudahi dengan “salam”
yang merupakan ibadah khusus.
Imam as-Shafi al-Hindy membagi hakikat syari menjadi empat. Diantaranya:
a. Keberadaan lafadz dan maknanya diketahui oleh ahli lughat (bahasa), namun mereka tidak
mencetuskan lafadz tersebut untuk makna yang dimaksud. Contoh lafdz ُالرَّحْ َمن.
b. Keberadaan lafadz dan maknanya tidak diketahui sama sekali oleh ahli lughat (bahasa),
seperti beberapa permulaan surah dalam al-Qur’an, menurut ulama yang menjadikannya sebagai
nama dari surah atau dari al-Qur’an.
c. Keberadaan lafadznya diketahui oleh ahli lughat, namun maknanya tidak diketahui. Seperti
lafadz ُصالَة
َّ ال dan الصَّوْ م.
d. Keberadaan maknanya diketahui, namun lafadznya tidak. Seperti lafadz ُاألُب, makna lafadz
ini diketahui oleh orang Arab, yakni ُال ُع ْشب (rumput), namun tidak dikenal pada kalangan ahli
lughat.
Menurut pendapat yang paling unggul, keempat bagian di atas diakui keberadaannya.
3. Contoh Hakikat
Contohnya seperti kata “kursi” menurut asalnya memang digunakan untuk tempat tertentu
yang memiliki sandaran dan kaki, meskipun kemudian kata “kursi” itu sering digunakan pula
untuk pengertian “kekuasaan”, namun tujuan semula kata “kursi” bukan untuk itu
tetapi “tempat duduk”.
MAJAZI
1 . Pengertian Majazi
Artinya: Majaz adalah lafadz yang digunakan dengan peletakan makna kedua karena
adanya sebuah ‘alaqah (penghubung). Maka (dalam majaz) wajib didahului adanya wadh’u (atas
makna pertama), tidak wajib di dahului isti’mal (penggunaan) menurut versi Ashah.
Dan majaz diakui keberadaannya dalam kalam Arab, menurut Ashar.
Jadi majaz adalah suatu lafad yang digunakan untuk menjelaskan suatu lafad pada selain
makna yang tersurat di dalam nash atau teks, karena adanya persamaan atau keterkaitan baik
antara makna yang tersurat di dalam teks maupun maksud yang terkandung di dalam teks
tersebut.
Selanjutnya pengertian-pengertian majaz menurut para ulama’ ushul sangatlah beragam,
akan tetapi semuannya berdekatan artinya dan saling melengkapi yaitu sebagai berikut:
a) Al-sarkhisi
ا سم لك ّل لفظ هو مستعا لشيء غير ما و ضع له
Yaitu nama untuk setiap lafaz yang dipinjam untuk digunakan bagi maksud diluar
apa yang ditentukan.
b) Ibnu Qudamah
هو اللّفظ المستعمل في غير مو ضو عه علي وجه يص ّح
Yaitu lafaz yang digunakan bukan untuk apa yang ditentukan dalam bentuk yang
dibenarkan.
c) Ibnu Subki
هو اللّفظ المستعمل بو ضع ثا ن لعال قة
Yaitu lafaz yang digunakan untuk pembentukan kedua karena adanya keterkaiatan.
Dari beberapa contoh definisi di atas dapat dirumuskan pengertian lafaz majaz
tersebut, yaitu:
1) Lafaz itu tidak menunjukkan kepada arti sebenarnya sebagaimana yang dikehendaki oleh suatu
bahasa.
2) Lafaz dengan bukan menurut arti sebenarnya itu dipinjam untuk digunakan dalam memberi arti
kepada apa yang dimaksud.
3) Antara sasaran dari arti lafaz yang digunakan dengan sasaran yang dipinjam dari arti lafaz itu
memang ada kaitannya.
2. Macam-Macam Majaz
Majaz memiliki berbagai macam ragam, yakni sebagai berikut:
a. Majaz Al-Mufrad
Majaz al-murad adalah majaz yang menggunakan lafadz bukan pada permulaan asal
peletakannya. Macam ini disebut juga majaz al-lughawi, dan ia terbagi ke dalam beberapa
macam :
1). Al-hadzfu atau an-naqsu, yaitu majaz yang menitik beratkan pada adanya lafadz yang
tersembunyi. Contohnya:
Di dalam ayat ini tersimpan lafadz yang tersembunyi sebelum lafadz القرية (negeri),
yaitu lafadz أهل (penduduk).
2). Az-Ziyaadah, yaitu majaz yang menitik beratkan pada adanya lafadz atau huruf tambahan.
Contohnya:
ْس َك ِم ْثلِ ِه َش ْي ٌء
َ لَي
Artinya: "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia".
b. Majaz at-Takrib
Majaz at-tarkib adalah majaz yang menyandarkan suatu perbuatan atau kesangsian
kepada sesuatu yang tidak memiliki originalitas, dikarenakan adanya hubungan keterkaitan
antara keduanya. Majaz ini di sebut juga majaz al-aql dan majaz al-isnaad. Contohnya:
ً ت َعلَ ْي ِه ْم آيَاتُهُ َزا َد ْتهُ ْم ِإي َمانا
ْ ََوإِ َذا تُلِي
ت األَرْ ضُ أَ ْثقَالَهَا
ِ َوأَ ْخ َر َج
Artinya: "Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya".
4). Penyandaran yang sisi pertamany majaz dan sisi lainya haqiqat. Contohnya:
تَ ْدعُو َم ْن أَ ْدبَ َر َوتَ َولَّى . نَ َّزا َعةً لِل َّش َوى .َكاَّل إِنَّهَا لَظَى
Artinya: "Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak,
yang mengelupas kulit kepala, yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling
(dari agama)".
3. Contoh Majazi
Contohnya, kata “kursi” dipinjam untuk arti “kekuasaan”. Lafaz kursi menurut hakikatnya
digunakan untuk “tempat duduk”. Lafaz itu dipinjam untuk arti “kekuasaan”. Antara “tempat
duduk” dengan “kekuasaan” itu memang ada kaitannya, yaitu bahwa kekuasaan itu dilaksanakan
dari “kursi” (tempat duduk) dan sering disimbolkan dengan kursi singgasana.
MUHKAM
1. Pengertian Muhkam
Muhkam menurut bahasa diambil dari kata ahkama, yang berarti atqama yaitu pasti
dan tegas. Sedangkan menurut adalah sebagaimana yan dikemukakan As-Sarakhsi:
ال التَّأْ ِو ْي ِل َو ِم ْن اَ ْن يَ ُر َّد َعلَ ْي ِه النَّ ْس ُخ
ِ فَ ْال ُمحْ َك ُم ُم ْمتَنِ ٌع ِم ْن اِحْ تِ َم
Artinya:” Muhkam itu menolak adanya penakwilan dan nasakh.”
ْث اَل يَ ْقبَ ُل اإْل ِ ْبطَا َل َو التَّ ْب ِدي َْل َو التَّأْ ِو ْي َل ِ ص ْي َغتِ ِه َعلَى َم ْعنَاهُ ْال َوضْ ِع ِّى َداَل لَةً َوا
ُ ض َحةً بِ َحي ِ َما َد َّل بِنَ ْف
ِ س
Suatu lafaz yang dari sighatnya sendiri memberi petunjuk kepada maknanya sesuai dengan
pembentukan lafaznya secara penunjukan yang jelas, sehingga tidak menerima kemungkinan
pembatalan, penggantian maupun ta’wil.
Lafazh muhkam juga diartikan dengan:
ض ِع ِّي بِ ُدوْ ِن احْ تِ َما ِل َش ْي ٍء َ ُت َدالَلَةٌ َعلَى َم ْعنَاه
ِ الو ْ َوهُ َوالَّ ْفضُ الَّ ِذي ظَهَ َر
Artinya: “lafal yang nyata petunjuknya kepada pengertian yang kareananya disusun lafal itu dan
tidak mungkin menerima sesuatu yang lain. Takwil dan takhsis dan kadang-kadang tidak
menerima nsakh. Hal ini ditunjuki oleh qarinah.
Muhkam menurut bahasa diambil dari kata ahkama, yang berarti atqama yaitu pasti
dan tegas. Sedangkan menurut adalah sebagaimana yan dikemukakan As-Sarakhsi:
ال التَّأْ ِو ْي ِل َو ِم ْن اَ ْن يَ ُر َّد َعلَ ْي ِه النَّ ْس ُخ
ِ فَ ْال ُمحْ َك ُم ُم ْمتَنِ ٌع ِم ْن اِحْ تِ َم
Artinya:” Muhkam itu menolak adanya penakwilan dan nasakh.”
Muhkam juga dapat berarti lafal yang menujukkan kepada maknanya secara jelas
sehingga tertutup kemungkinan untuk di-ta’wil, dan menurut sifat ajaran yang dikandungnya
tertutup pula kemungkinan pernah dibatalkan (nasakh) oleh Allah dan Rasul-Nya. Hukum yang
ditunjukkannya tidak menerima pembatalan (nasakh), karena merupakan ajaran-ajaran pokok
yang tidak berlaku padanya nasakh, misalnya kewajiban menyembah hanya kepada Allah,
kewajiban beriman kepada rasul dan kitab-kitab-Nya, dan pokok-pokok keutamaan, seperti
berbuat baik kepada kedua orang tua, dan kewajiban menegakkan keadilan. Ayat-ayat seperti ini
menunjukkan kepada pengertiannya secara pasti (qath’i), tidak berlaku ta’wil padanya, dan tidak
pula ada kemungkinan telah di-nasakh pada masa Rasulullah.
2. Macam-Macam Muhkam
Lafaz muhkam terbagi atas dua macam, yaitu:
1. Muhkam lizatihi atau muhkam dengan sendirinya bila tidak ada kemungkinan untuk pembatalan
atau nasakh itu disebabkan olehnash (teks) itu sendiri. Tidak mungkin nasakh muncul dari lafaz-
nya dan diikuti pula oleh penjelasan bahwa hukum dalam lafaz itu tidak mungkin di-nasakh.
Muhkam lizatihi adalah muhkam yang semata-mata karena arti yang ditunjukinya itu tidak
mungkin di nasakh kan. Contohnya keharusan beribadah kepada Allah SWT dan berbuat baik
kepada kedua orang tua, sebagaimana firman Allah:
Artinya:” dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu (QS. Al-Isra’ 17:23)
2. Muhkam lighairihi atau muhkam karena faktor luar bila tidak didapatnya lafaz itu di-
nasakh bukan karena nash atau teksnya itu sendiri tetapi karena tidak ada nash me-nasakh-nya.
Lafaz dalam bentuk ini dalam istilah ushul disebut lafaz yang qath’i penunjukannya terhadap
hukum. Contohnya muhkam yang ada pada QS. An-Nur ayat 4, menjelaskan bahwa tidak dapat
meneriima kesaksian Orang yang berbuat jarimah qadzaf untuk selama-lamanya karena pada
ayat tersebut disertai lafazh اَبَˆˆˆ ًد (selama-lamanya). Ketentuan tentang lafazh muhkam bila
menyangkut hukum, adlah wajib itu secara pasti dan tidak mungkin dipahami dari lafal tersebut
adanya alternatif lain, serta tidak mungkin pula di nasakh oleh dalil lain.
Ketentuan tentang lafaz muhkam bila menyangkut hukum, adalah wajib hukum itu secara pasti
dan tidak mungkin dipahami darilafaz tersebut adanya alternatif lain, serta tidak mungkin pula
di-naskholeh dalil lain. Penunjukan lafaz muhkam atas hukum lebih kuat dibandingkan dengan
tiga bentuk lafaz sebelumnya, sehingga bila berbenturan pemahaman antara lafaz
muhkam dengan bentuk lafaz yang lain, maka harus didahulukan yang muhkam dalam
pengamalannya.
3. Contoh Muhkam
Berikut ini adalah contoh dari lafaz muhkam, yaitu:
Sabda Nabi Muhammad:
اض إِلَى يَوْ ِم ْالقِيَّا َم ِة
ٍ اَ ْل ِجهَا ُد َج
“Jihad itu berlaku sampai hari kiamat”.
Penentuan batas hari kiamat untuk jihad itu menunjukkan tidak mungkin berlakunya pembatalan
dari segi waktu.
QS. An-Nur (24) ayat 4:
Artinya “Dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya.”
Kata أَبَدًا (selama-lamanya) dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa tidak diterima kesaksiannya
itu berlaku untuk selamanya, dalam arti tidak dapat dicabut.
MUFASSAR
1. Pengertian Mufassar
3.Contoh Mufassar
Seperti halnya perintah shalat, perintah zakat, perintah haji dan keharaman riba. empat
contoh yang tersebut terakhir ini aalah makna ayat-ayat al-Qur’an yang mujmal (global) yang
membutuhkan penjelasan syariat tetapi tetapi tidak ada penjelasan dari ayat-ayat yang lain. Maka
datang hadits-hadits dari Nabi berupa perkataan dan perbuatan beliau yang menjelsakan perkara-
perkara mujmal sehingga hukumnya menjadi jelas dan dapat diamalkan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengertian Hakikat adalah lafadz yang digunakan pada makna yang ditetapkan saat
lafadz tersebut tercetus pertama kali. Majaz adalah suatu lafadz yang digunakan untuk
menjelaskan suatu lafad pada selain makna yang tersurat di dalam nash atau teks.
Haqiqah (hakikat) terbagi kepada beberapa bentuk yaitu: Haqiqah Lughawi, Haqiqah
Syar’i, dan Haqiqah “urfi. Macam-Macam Majaz: Majaz Al-Mufrad (al-lughawi), Majaz at-
Takrib (majaz al-aqli)
Mufassar adalah lafazh yang menunjukkan maksud atau makan lafazh itu sendiri secara
terperinci dan tidak dimungkinkan menerima ta’wil.
Muhkam adalah lafazh yang dapat menunujukkan maksud dan makna dengan tegas dan
jelas, serta tidak memungkinkan untuk di-takwil, di-takhsis, dan di-nsakh.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab Khallaf, Syekh. 2005. Ilmu Ushul Fikih, alih bahasa Halimuddin. Cet. V. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Effendi, Satria. 2008. Ushul Fiqh. Cet. II. Jakarta: Kencana.
Jumantoro, Totok, Samsul Munir Amin. 2005. Kamus Ilmu Ushul Fikih. Amzah.
Shidiq, Sapiudin. 2011. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Syafe’i, Rachmat. 1999. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia.
Syarifuddin, Amir. 2009. Ushul Fiqh Jilid 2. Ed. 1. Cet. V. Jakarta: Kencana.