Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Unsur pementasan drama yang kedua, harus ada pemain. Pemain adalah orang yang
memperagakan cerita. Banyaknya pemain yang dibutuhkan dalam pementasan drama,
tergantung dari banyaknya tokoh yang terdapat dalam nas
kah drama yang akan dipentaskan. Agar berhasil memerankan tokoh-tokoh dalam
drama, maka pemain harus dipilih secara tepat. Dalam upaya memilih pemain drama yang
tepat, cara berikut dapat diterapkan: yang pertama naskah yang sudah dipilih harus dibaca
berulang-ulang agar semuanya dapat memahami. Dari dialog para tokoh, dapat diketahui
watak setiap tokoh dalam naskah drama tersebut. Yang kedua, setelah diketahui watak setiap
tokoh. kemudian memilih pemain yang cocok dan mampu memerankan masing-masing
tokoh. Ketiga, selain mempertimbangkan watak, perlu juga untuk mempertimbangkan
perbandingan usia dan perkiraan perawakan atau postur tubuh. Yang keempat, kemampuan
pemain menjadi pertimbangan penting pula. Sebaiknya, dalam memilih pemain haruslah yang
mempunyai kepintaran. Artinya, dalam waktu yang tidak terlalu lama berlatih, dia sudah bisa
memerankan tokoh seperti yang dikehendaki oleh naskah.
Kemudian unsur yang ketiga, harus ada sutradara. Sutradara adalah pemimpin dalam
pementasan drama. Sebagai pemimpin yang bertanggung jawab terhadap kesuksesan
pementasan drama, sutradara harus membuat perencanaan dan melaksanakannya. Sutradara
harus memilih naskah, menentukan pokok-pokok penafsiran naskah, menentukan gaya
pertunjukan, memilih pemain, melatih pemain, bekerja dengan staf dan mengkoordinasikan
setiap bagian. Semua itu harus dilakukan dengan cermat. Bila pementasan drama berjalan
lancar, menarik, dan menyebabkan penonton puas, maka sutradara menjadi orang pertama
yang berhak mendapat pujian, namun sebaliknya jika pementasan drama tidak berjalan lancar
sehingga menyebabkan penonton kecewa, maka sutradara pasti menjadi sasaran kekecewaan
penonton. Karena itulah, orang yang menjadi sutradara atau ditunjuk sebagai sutradara
haruslah orang yang benar-benar berkompeten.
Langkah-langkah menjadi sutradara pementasan drama, bisa dirangkum sebagai
berikut:
PERTAMA
Memahami naskah (baik naskah realis, surrealis dan absurd). Membedahnya.
Menganalisanya; termasuk isi, alur, sejarah zamannya dan latar belakang pengarangnya.
Meski kini banyak Naskah teater tidak terlahir dari hasil pengamatan zaman. Namun
setidaknya mayoritas naskah teater (baik naskah yang datang dari barat maupun dari dalam
negeri) terlahir dari pecahnya konvensi sosiologi di masyarakat dan naskah teater lahir
menjadi milik pribadi serta bersifat subjektif dari pikiran si pengarangnya.
Setelah memahami isi keseluruhan naskah berdasarkan analisa/tafsir pribadi. Naskah
tersebut bisa dipotong, adaptasi, transformasi atau sadur ulang dengan tidak melenceng pada
alur benang merah naskah tersebut. Meski sebagian kritikus teater berkata, bahwa; memotong
naskah drama merupakan hal tabu dan fandalisme untuk dilakukan. Tapi jika hal itu membuat
lebih baik dan tidak monoton untuk dipentaskan di atas panggung dan melahirkan daya kejut
yang nyata untuk para apresiatornya, maka; kenapa tidak hal itu dilakukan dan sah-sah saja.
Bukankah sebuah karya sastra (apapun, khususnya naskah drama) itu tidak hidup tetapi ia
hidup jika kita membacanya terlebih memainkannya.
Setelah gaya naskah ditemukan, maka sutradara segera menentukan gaya pertunjukan
seperti apakah yang akan digarap. Ada beberapa gaya pertunjukan dalam teater dan setiap
gaya pertunjukan mempunyai hukumnya masing-masing. Teater klasik tragedi Yunani
dengan teater Tradisional dari Timur tentunya mempunyai hukum yang berbeda-beda. Begitu
pula dengan gaya realis, surealis maupun absurd juga memiliki hukum pertunjukan yang
berbeda.
Tidak semua naskah dengan gaya realis harus dipentaskan dengan gaya realis. Bisa
juga naskah dengan gaya realis dipentaskan dengan gaya surealis atau gaya pertunjukan
tradisional maupun tragedi. Adapun jenis gaya pertunjukan adalah:
a. Gaya pertunjukan realis
Gaya pertunjukan realis adalah gaya pertunjukan yang bertolak dari detail-detail
dalam kehidupan nyata. Sehingga waktu, latar, set yang ada di atas panggung haruslah
mampu menghadirkan waktu, latar, set sesuai dengan kenyataan yang akan ditampilkan.
Itulah sebabnya dalam pertunjukan realis “seorang aktor harus mengabaikan
kehadiran penonton”sebab ada dinding keempat (imajiner) yang dihadirkan dalam
pertunjukan tersebut. Dinding keempat tersebut bertujuan untuk menyampaikan adanya
“jarak waktu” antara waktu di atas panggung dengan waktu para penonton.
Setting yang digunakan dalam pertunjukan realis harus mampu menceritakan dimana
peristiwa itu terjadi, pada tahun berapa, pada kondisi budaya yang seperti apa, dan juga pada
kondisi sosial yang seperti apa.
Begitupula tata cahaya dalam panggung realis merupakan wakil dari cahaya yang ada
dalam kehidupan nyata. Sehingga tidak diperkenankan memakai pencahayaan yang berwarna
seandainya memang itu tidak terjadi dalam kenyataan.
Kostum serta make-up yang digunakan dalam pertunjukan realis juga bertolak dari
kenyataan. Seorang yang bertanggungjawab dalam make-up dan kostum harus mengetahui
berapa usia tokoh, bagaimana kehidupan sosial tokoh, bagaimana cuaca yang sedang
berlangsung dalam
cerita itu. Sehingga unsur-unsur riil dalam dunia nyata mampu dihadirkan di atas
panggung.
b. Gaya pertunjukan surealis
Berbeda dengan gaya realis, dalam gaya pertunjukan surealis seorang sutradara tidak
harus menghadirkan kenyataan ke atas panggung. Akan tetapi surealisme bisa jadi menjadi
ekspresi dari kenyataan itu. Sehingga make-up dan kostum yang dipakai tidak menyerupai
keseharian, tetapi justru bisa dihadirkan dengan gaya-gaya karikatural.
Begitu pula dengan tata cahaya yang digunakan dalam pertunjukan surealis bisa lebih
ekspresif. Misalnya ketika tokoh dalam keadaan marah bisa disorot dengan lampu berwarna
merah, atauketika sedang suasana sedih bisa digunakan nuasa lampuyang redup.
Pergerakan tokoh dalam pertunjukan surealis pun tidak membutuhkan motivasi akan
tetapi pergerakan tokoh itu hadir sebagai bentuk dari ekspresi.
c. Gaya pertunjukan klasik
Gaya pertunjukan klasik seringkali dimainkan untuk menggarap naskah-naskah
tragedi seperti Oidipus, Antigone ataupun Romeo dan Juliet. Gaya pemeranan yang
digunakan adalah grand style dan dialog dilantunkan seperti layaknya orang berpuisi. Sebab
tujuan dari pertunjukan ini adalah mengindah- indahkan penampilan baik dari segi visual
maupun audio.
d. Gaya pertunjukan Musikal
Gaya pertunjukan musikal adalah pertunjukan teater yang bertolak dari gaya-gaya
musik. Kehadiran musik tidak hanya sebagai ilustrasi akan tetapi musik mempunyai peran
yang cukup penting sebagai pencipta irama. Bahkan terkadang dialog-dialog dalam drama
musikal disampaikan dengan irama musik atau dilagukan.
Dalam drama musikal biasanya hadir beberapa kelompok koor yang menyanyikan
beberapa dialog yang berhubungan dengan cerita. Koor tersebut terkadang juga
berkomunikasi dengan pemain atau aktor sehingga koor tidak hanya berfungsi seperti
“sinden” dalam pertunjukan tradisi akan tetapi juga sebagai pemain dalam cerita tersebut.
Seorang aktor dalam drama musikal biasanya harus mempunyai kemampuan
menyanyi, menari dan berdialog yang bagus.
KEDUA
Memilih penata artistik, musik dan lighting. Setelah terpilih, sang sutradara
memberikan waktu pada para asistennya untuk membaca naskah tersebut dan memberikan
keleluasaan pada mereka untuk membedahnya berdasarkan analisa masing-masing.
Di pertemuan berikutnya, baru sang sutradara mengeksekusi hasil dari pemikiran para
asistennya (artistik, musik dan lighting). Intinya proses kreatif sebuah pertunjukkan teater
adalah kerja kolektif. Di sini terjadi perdebatan harga mati, kenapa artistiknya (termasuk
kostum, make-up dan handprof) harus seperti ini? Tata musiknya mengapa harus begitu,
apakah perlu soundtrack khusus dalam naskah tersebut, sebagai jembatan apresiator untuk
memasuki alam pikiran naskah? Tata suasana cahayanya kenapa mesti begini? Visi dan misi
bisa sama. Tapi rasa pasti berbeda sebab rasa kerap berkaitan dengan ideologi masing-
masing. Disinilah puncak kesepakatan bisa terasa sempurna meski eksekusi terakhir
mayoritasnya ada di tangan sutradara namun daya kreatif yang tercipta, hasilnya bukan asal
jadi.
KETIGA
Setelah ruang tercipta (temporer satu), barulah mengadakan casting untuk mengisi
tokoh-tokoh yang ada didalam alur naskah teater tesebut. Casting selesai, barulah sang
sutradara membebaskan para aktor untuk menganalisa isi naskah tersebut berdasarkan
penafsiran masing-masing. Di pertemuan berikutnya setelah para aktor selesai menganalisa
naskah tersebut, para aktor dipertemukan dengan penata artistik, musik dan lighting.
Dalam pertemuan ini, sifatnya harmonisasi tanya jawab tentang hasil penemuan
mereka (aktor) atas analisa naskahnya baik itu analisa karakter tokoh, make-up dan
kostumnya. Sampai bertanya warna favorit, musik, kesukaan aktor apa, –hal ini penting untuk
dilakukan, mengapa? Sebab kenyamanan psikologis aktor akan mendukung pada peran tokoh
yang hendak dimainkannya kelak. Juga kendala apa; semisal ada dialog yang tabu/canggung
untuk dilontarkan sang aktor; hal ini pun akan menghambat daya imajinatif aktor ketika
berperan jika dialog tersebut dipaksakan untuk dikomunikasikan di depan apresiatornya.
Apakah kata-kata itu harus diganti dengan tidak merubah pemahamannya atau dibuang begitu
saja dengan catatan tidak menganggu benang merah naskah tersebut. Langkah terakhir
menyepakati jadwal latihan yang bisa dihadiri oleh semu awak garapan dan penyadaran
tentang kerja kolektif.
KEEMPAT
Setelah ruang tercipta (temporer dua) dalam menjalankan proses kreatif secara
bersama-sama. Membiasakan aktor memakai kostum meski masih dalam tingkatan reading.
Namun ruang (temporer dua) sudah tercipta real di atas panggung latihan meski sifatnya
fragment dan atau sudah tercipta kuat di dalam imajinasi masing-masing. Dan tidak menutup
kemungkinan; terkadang rancang bangun artistik, musik dan lighting bisa berubah dalam
perjalanan tersebut. Namun hal ini merupakan bentuk kewajaran, –yang terpenting tidak
mengganggu dan keluar dari benang merah alur cerita yang sedang digarap secara kolektif
juga psikologi seluruh awak garapan.
Setelah lepas naskah dan pemahaman karakter sudah didapatkan oleh para actor, ,
barulah sutradara memberikan gambaran kasar floor plaint untuk mengisi ruang; artistik,
musik dan tata cahaya yang sudah dibangun secara final dan sudah melalui tahap perubahan
eksplosari dan eksperimen seluruh para awak garapan. Di sinilah proses pematangan kolektif
itu terjadi. Dan naskah teater yang sedang diusung dalam kerja kolektif tersebut sudah berada
di ambang pintu pementasan dalam bingkai harmonisasi.
Kita berlanjut pada unsur pembangun naskah yang keempat yaitu tata rias. Tata rias
adalah cara mendandani atau orang yang me-make up para pemain. Orang yang mengerjakan
tata rias disebut sebagai penata rias. Penata rias yang dimaksud dalam pementasan drama,
tidak sama dengan rias orang nikahan atau orang yang mau berangkat ke pesta ya. Tata rias
yang dimaksud disini adalah bagaimana merias para pemain agar penampilan mereka hampir
sama dengan tokoh yang diinginkan oleh naskah, contohnya seseorang yang di rias menjadi
orang tua, orang miskin, orang kaya, bahkan merias menjadi bukan orang alias hantu. Alat-
alat yang sering dipakai dalam tata rias antara lain bedak, pemerah bibir, bubuk hitam dari
arang, pensil alis, rambut atau gelung palsu, kumis palsu, dan sebagainya. Seorang penata rias
haruslah memiliki rasa seni yang tinggi, selain itu penata rias harus terampil dan cekatan.
Penata rias harus mampu mengatur waktu sehingga setiap pemain yang akan naik panggung
sudah dirias dengan baik.
Yang kelima yaitu tata busana. Tata busana adalah pengaturan pakaian pemain, baik
dari bahan, model, maupun cara mengenakannya. Tata busana sebenarnya memiliki
hubungan yang sangat erat dengan tata rias, karena itu tugas mengatur pakaian pemain sering
dirangkap juga oleh penata rias. Artinya, penata rias sekaligus juga menjadi penata busana,
akan tetapi dalam sebuah pertunjukan yang besar dan kompleks, penata rias dan penata
busana ditugaskan pada orang atau tim yang berbeda dengan pertimbangan untuk
mempermudah dan mempercepat kinerja tim. Meskipun demikian, pada dasarnya penata rias
dan tata busana harus bekerja sama, saling memahami, saling menyesuaikan, dan saling
membantu agar hasil akhirnya memuaskan.
Unsur keenam yaitu tata panggung. Panggung adalah tempat para aktor
memperagakan lakon drama. Sebagai karya pertunjukan, biasanya panggung dibuat sedikit
lebih tinggi dari tempat duduk penonton agar penonton yang paling jauh masih dapat melihat
dan menyaksikan pertunjukan drama tersebut dengan jelas. Tata panggung adalah keadaan
panggung yang dibutuhkan untuk permainan drama, petugas yang menata panggung disebut
sebagai penata panggung. Penata panggung biasanya terdiri dari beberapa orang supaya dapat
mengubah keadaan panggung dengan cepat. Panggung menggambarkan tempat, waktu, dan
suasana terjadinya suatu peristiwa. Setiap babak dalam pementasan drama tentu
menggambarkan tempat, waktu, serta suasana yang berbeda pula. Panggung harus diubah-
ubah sesuai dengan setting atau latar yang sedang berjalan, dan tentunya hal itu perlu
kecepatan agar penonton tidak terlalu lama menunggu pergantian setting.
Kemudian unsur ketujuh yaitu tata lampu. Tata lampu adalah pengaturan cahaya di
panggung, karena itu tata lampu erat kaitannya dengan tata panggung. Pengaturan cahaya di
panggung harus disesuaikan dengan keadaan panggung yang digambarkan. Tata lampu di
rumah orang miskin, di rumah orang kaya, semuanya memerlukan penyesuaian, demikian
pula dengan waktu terjadinya kejadian. Apakah pagi, siang, atau malam. Yang mengatur
pencahayaan di panggung adalah penata lampu. Penata lampu biasanya menggunakan alat
yang disebut dengan spotlight, yaitu semacam kotak besar berlensa yang berisi lampu ratusan
watt. Karena tata lampu selalu berhubungan dengan listrik, sebaiknya penata lampu adalah
orang yang mengerti teknik kelistrikan. Ada kalanya lampu tiba-tiba harus dimatikan,
kemudian dihidupkan Kembali. Ada pula kemungkinan, tiba-tiba ada gangguan listrik. Untuk
menghadapi hal seperti itu, penata lampu yang tidak memahami teknik kelistrikan tentu akan
bingung yang akhirnya mengakibatkan pencahayaan di panggung menjadi kacau dan
pertunjukan drama menjadi gagal. Jadi wajib bagi penata lampu untuk mengetahui seluk
beluk tentang listrik.
Selanjutnya unsur ke delapan, yaitu unsur tata suara. Tata suara bukan hanya
pengaturan pengeras suara atau sound system saja, melainkan juga music pengiring. Musik
pengiring diperlukan agar suasana yang digambarkan terasa lebih meyakinkan bagi para
penonton. Alat music yang digunakan pada saaat suasana sedih, mungkin hanya suara
seruling yang mendayu-dayu dan menyayat hati, begitu juga jika ada suasana pertengkaran
atau kekacauan, akan terasa meyakinkan jika diiringi dengan musik yang cepat, keras, dan
menghentak. Iringan musik tidak dijelaskan dalam naskah, penjelasannya hanya secara
umum saja misal di iringi musik pelan2 atau sedih. Urusan tata suara ini diserahkan
sepenuhnya kepada penata suara atau penata musik. Musik pengiring dimainkan di balik
layar agar tidak terlihat monoton dan tidak mengganggu para pemain drama. Kekerasan suara
juga harus diatur untuk menciptakan permainan drama yang indah.
Unsur pementasan drama yang terakhir yaitu harus ada penonton. Penonton termasuk
unsur penting dalam pementasan drama. Sesempurna apapun persiapan pementasan drama,
akan menjadi sia-sia jika tak ada yang menonton. Jadi, segala unsur drama yang telah
disebutkan sebelumnya, pada akhirnya semuanya untuk penonton.
Drama merupakan kehidupan yang dipentaskan. Namun, drama juga berupa karya seni. Oleh
karena itu, pementasan drama hendaknya mencerminkan kehidupan yang wajar, tidak terlihat
kalau dibuat-buat dan harus memiliki keindahan. Keindahan yang dimaksud adalah
pementasan drama harus enak dan menarik untuk ditonton. Untuk mengetahui baik dan
tidaknya pementasan drama sebagai tontonan, perlu ada penilaian. Penilaian tersebut tentunya
mengacu pada hal-hal teknik sebuah pementasan.
Agar kamu mampu memberikan penilaian pementasan drama, gunakan hal-hal berikut
sebagai pemandu dalam melakukan penilaian:
1. Tata suara; pada bagian ini, unsur yang perlu dinilai adalah keras maupun lembutnya
vokal, kejelasan ucapan serta variasi dari intonasi.
2. Ekspresi pemeranan; yang dinilai pada point kedua ini yaitu apakah pemeran tokoh-
tokoh telah mampu mengekspresikan sesuai isi naskah drama yang ditandai dengan
mimik yang tepat.
3. Tata letak atau bloking; penilaian yang dilakukan dan perlu diperhatikan disini yaitu
apakah pemeran mampu memposisikan dirinya dengan tepat. misalnya tidak
membelakangi penonton, maupun tidak menutupi pemain lainnya.
4. Moving atau gerakan; di point terakhir ini yang dinilai adalah gerakan-gerakan dari
pemeran apakah mendukung ekspresi dan dilakukan secara wajar atau tidak?
Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa aksi, emosi,dan gerak.
Penjelasan :
Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh
Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas dan
terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi kata-kata yang diucapkan
menjadi tumpang tindih. Misalkan pengucapan p yang bunyinya hamper sama dengan b, t
dengan d, dan g dengan k. Semua itu harus bisa diucapkan dengan benar dan jelas.
Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang
dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan berani bukan ber-ani.
Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan kesan
yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah
Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan
yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang
ditutupi.
Jelas, tidak ragu-ragu, meyakinkan, mempunyai pengertian bahwa gerak yang dilakukan
jangan setengah-setengah bahkan jangan sampai berlebihan. Kalau ragu-ragu terkesan kaku
sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting
Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari
hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang yang berat dengan tangan
kanan, maka tubuh kita akan miring ke kiri, dsb.
Menghayati berarti gerak-gerak anggota tubuh maupun gerak wajah harus sesuai tuntutan
peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia.
PENGHAYATAN
Pengertian: Emosi adalah segala aktivitas yang mengekspresikan kondisi disini dan sekarang
dari organisme manusia dan ditujukan ke arah duniannya di luar. “Emosi timbul secara
otomatis” dan terikat dengan aksi yang dihasilkan dari konfrontasi manusia dengan dunianya.
Aktor tidak menciptakan emosi karena emosi akan muncul dengan sendririnya lantaran
keterlibatannya dalam memainkan peran sesuai dengan naskah.
Motivasi
Pengertian : Peran apapun yang anda mainkan harus memiliki tujuan dan motivasi. Dalam
keadaan bagaimanapun adalah mustahil untuk melakukan sesuatu yang secara langsung
diarahkan untuk mencetuskan suatu perasaan demi perasaan itu sendiri. Kalau hal ini tidak
diindahkan, maka anda tidk akan memperoleh apapun. Hanya kedangkalan saja. Jika kita
memilih suatu tindakan atau perbuatan jangan menggunakan perasaan dan bathin anda.
Jangan mencoba memperlihatkan aksi cemburu atau menyatakan cinta, semata hanya untuk
kepentingan perasaan itu aja. Semua perasaan itu adalah akibat dari sesuatu yang terjadi
sebelumnya. Cobalah ingat kejadian sebelumnya itu dalam-dalam dan hasilnya akan datang
sendiri. Penggambaran perasaan yang palsu, yang menggunakan gerakan-gerakan
konvensional, semuanya ini merupakan kesalahan-kesalahan yang kerap terjadi.
Tips:
Anda harus mampu bermain sesuai dengan pengkhayatan anda sendiri terhadap tokoh,
penggambaran artistik dari realita dunia aktual kedalam dunia imajinasi. Untuk memperoleh
hubungan antara aktor dan tokoh yang digambarkan, anda harus mendekatkan pada sumber-
sumber yang dekat dengan perasaan dan batin kita sendiri. Jika hal ini bisa dicapai, maka kita
akan merasakan dorongan dan rangsangan dari dalam.
Dorongan ini akan mengutarakan dirinya sendiri dalam aksi si tokoh imajiner yang
telah ditempatkan di tengah-tengah permainan lakon. Mainkanlah dan anda akan
menciptakan kehidupan baru. Kita akan dibawa kedunia bawah-sadar, menyadari hal-hal
dalam permainannya yang sebelumnya tidak disadari sama sekali. Ini merupakan rangsangan
“dunia bawah-sadar yang kreatif ”yang paling pokok adalah anda telah memainkan dunia
bawah sadar kreatif melalui tehnik yang disadari. Setelah ini bisa disatukan dalam pikiran dan
imajinasi, barulah anda bisa menciptakan dunia baru dan mulai memainkannya dengan penuh
motivasi dan rasa kebenaran artistik.
Dibalik kata-kata, kita memasukan pikiran kita dalam karakter toloh kehidupannya.
Lalu kita filter melalui diri kita sediri seluruh bahan yang kita peroleh dari pengarang dan
sutradara. Bahan ini menjadi bagian dari diri kita, baik dalam pengertian spiritual dan fisik,
emosi kita jujur dan sebagai hasil kita memperoleh aktivitas yang betul-betul produktif,
semuanya berjalin dengan implikasi sebuah lakon.
Imajinasi:
Imajinasi adalah suatu cara bagi seorang actor untuk mendekati pikiran dan perasaan
karakte yang akan dimainkan sehingga dia dapat menempatkan dirinya dalam situasi si
karakter. Metode ini merupakan proses imajinasi dimana di actor melakukan identifikasi
dengan karakter tokohnya. Di setiap identifikasi dengan karakter tokohnya, si actor harus
melihat pengalaman hidupnya dan pengalaman hidup yang paling relevan untuk ditransver ke
pengalaman hidup yang dimiliki si karakter. Si actor harus mampu menyelidiki asal mula
dirinya sendiri untuk dapat tulus dan jujur pada realita eksistensi dirinya yang baru. Imajinasi
menciptakan hal-hal yang mungkin ada atau mungkin terjadi, sedangkan fantasi membuat
hal-hal yang tidak ada, yan tidak pernah ada. Tapi siapa tahu, suatu hari kesemuanya itu
mungkin ada. Bagi seorang actor, proses kreatif ini dipimpin oleh imajinasinya.
Sebelum sutradara memberikan pengarahan dan latihan, anda harus memiliki catatan
mengenai gambaran tokoh dan tempat yang akan dijadikan area latihan. Lalu anda harus
memiliki suatu gambaran batin yang kuat. Imaji-imaji batin ini akan menciptakan suasana
yang sesuai dan mencetuskan emosi, sambil menjaga supaya kita tetap berada dalam batas-
batas lakon itu.
Mengembangkan imajinasi:
Kadang-kadang ia tidak perlu melakukan semua usaha intelektual dan disadari ini.
Imajinasinya mungkin bekerja secara intuitif. Sebuah pendekatan secara sadar dan dengan
akal pada imajinasi seringkali menghasilkan suatu perasaan hidup palsu yang tak berdarah.
Seni acting menghendaki supaya seluruh harkat seorang actor terlibat secara aktif, supaya ia
menyerahkan dirinya, baik bathin maupun lahir, kepada peran yang ia mainkan. Anda harus
merasakan tantangan untuk berbuat, baik secara fisik maupun secara intelektual, karena sifat
imajinasi yang tidak punya substansi.
Ø Artikulasi jelek ini bukan disebabkan karena cacat artikulasi, melainkan terjadi
sewaktu-waktu. Hal ini sering terjadi pada pengucapan naskah/dialog.
Misalnya:
Artikulasi jelek disebabkan karena belum terbiasa pada dialog, pengucapan terlalu
cepat, gugup, dan sebagainya.
Ø Artikulasi tak tentu : hal ini terjadi karena pengucapan kata/dialog terlalu cepat,
seolah-olah kata demi kata berdempetan tanpa adanya jarak sama sekali.
Untuk mendapatkan artikulasi yang baik maka kita harus melakukan latihan
· Mengucapkan alfabet dengan benar, perhatikan bentuk mulut pada setiap
pengucapan. Ucapkan setiap huruf dengan nada-nada tinggi, rendah, sengau, kecil, besar, dsb.
Juga ucapkanlah dengan berbisik.
· Variasikan dengan pengucapan lambat, cepat, naik, turun, dsb
· Membaca kalimat dengan berbagai variasi seperti di atas. Perhatikan juga bentuk
mulut.
GETIKULASI
Getikulasi adalah suatu cara untuk memenggal kata dan memberi tekanan pada kata
atau kalimat pada sebuah dialog. Jadi seperti halnya artikulasi, getikulasi pun merupakan
bagian dari dialog, hanya saja fungsinya yang berbeda.
Getikulasi tidak disebut pemenggalan kalimat karena dalam dialog satu kata dengan
satu kalimat kadang-kadang memiliki arti yang sama. Misalnya kata “Pergi !!!!” dengan
kalimat “Angkat kaki dari sini !!!”. Juga dalam drama bisa saja terjadi sebuah dialog yang
berbentuk “Lalu ?” , “Kenapa ?” atau “Tidak !” dan sebagainya. Karena itu diperlukan suatu
ketrampilan dalam memenggal kata pada sebuah dialog.
Getikulasi harus dilakukan sebab kata-kata yang pertama dengan kata berikutnya
dalam sebuah dialog dapat memiliki maksud yang berbeda. Misalnya: “Tuan kelewatan.
Pergi!”. Antara “Tuan kelewatan” dan “Pergi” harus dilakukan pemenggalan karena antara
keduanya memiliki maksud yang berbeda.
Hal ini dilakukan agar lebih lancar dalam memberikan tekanan pada kata. Misalnya
“Tuan kelewatan”……. (mendapat tekanan), “Pergi….” (mendapat tekanan).
INTONASI
Seandainya pada dialog yang kita ucapkan, kita tidak menggunakan intonasi, maka
akan terasa monoton, datar dan membosankan. Yang dimaksud intonasi di sini adalah
tekanan-tekanan yang diberikan pada kata, bagian kata atau dialog. Dalam tatanan intonasi,
terdapat tiga macam, yaitu :
Tekanan Dinamik (keras-lemah)
Ucapkanlah dialog pada naskah dengan melakukan penekanan-penekanan pada setiap
kata yang memerlukan penekanan. Misainya saJa pada kalimat “Saya membeli pensil ini”
Perhatikan bahwa setiap tekanan memiliki arti yang berbeda.
– SAYA membeli pensil ini. (Saya, bukan orang lain)
– Saya MEMBELI pensil ini. (Membeli, bukan, menjual)
– Saya membeli PENSIL ini. (Pensil, bukan buku tulis)
Tekanan.Nada (tinggi-rendah)
Cobalah mengucapkan kalimat/dialog dengan memakai nada/aksen, artinya tidak
mengucapkan seperti biasanya. Yang dimaksud di sini adalah membaca/mengucapkan dialog
dengan Suara yang naik turun dan berubah-ubah. Jadi yang dimaksud dengan tekanan nada
ialah tekanan tentang tinggi rendahnya suatu kata.
Tekanan Tempo
Tekanan tempo adalah memperlambat atau mempercepat pengucapan. Tekanan ini
sering dipergunakan untuk lebih mempertegas apa yang kita maksudkan. Untuk latihannya
cobalah membaca naskah dengan tempo yang berbeda-beda. Lambat atau cepat silih berganti.
WARNA SUARA
Hampir setiap orang memiliki warna suara yang berbeda. Demikian pula usia sangat
mempengaruhi warna suara. Misalnya saja seorang kakek, akan berbeda warna suaranya
dengan seorang anak muda. Seorang ibu akan berbeda warna suaranya dengan anak gadisnya.
Apalagi antara laki-laki dengan perempuan, akan sangat jelas perbedaan warna suaranya.
Jadi jelaslah bahwa untuk membawakan suatu dialog dengan baik, maka selain harus
memperhatikan artikulasi, getikulasi dan intonasi, harus memperhatikan juga warna suara.
Sebagai latihan dapat dicoba merubah-rubah warna suara dengan menirukan warna suara
seorang tua, pengemis, anak kecil, dsb.
7 8 9
4 5 6
1 2 3
Komposisi Pentas, yaitu:
– Utuh
Utuh berarti blocking yang ditampilkan hendaknya merupakan suatu kesatuan. Semua
penempatan dan gerak yang harus dilakukan harus saling menunjang dan tidak saling
menutupi.
– Bervariasi
Bervariasi artinya bahwa kedudukan pemain tidak disuatu tempat saja, melainkan
membentuk komposisi-komposisi baru sehingga penonton tidak jenuh. Keadaan seorang
pemain jangan sama dengan kedudukan pemain lainnya. Misalnya sama-sama berdiri, sama-
sama jongkok, menghadap ke arah yang sama, dsb. Kecuali kalau memang dikehendaki oleh
naskah.
– Memiliki titik pusat
Memiliki titik pusat artinya setiap penampilan harus memiliki titik pusat perhatian.
Hal ini penting artinya untuk memperkuat peranan lakon dan mempermudah penonton untuk
melihat dimana sebenarnya titik pusat dari adegan yang sedang berlangsung. Antara pemain
juga jangan saling mengacau sehingga akan mengaburkan dimana sebenarnya letak titik
perhatian.
– Wajar
Wajar artinya setiap penempatan pemain ataupun benda-benda haruslah tampak
wajar, tidak dibuat-buat. Disamping itu setiap penempatan juga harus memiliki motivasi dan
harus beralasan.
– Seimbang
Seimbang berarti kedudukan pemain, termasuk juga benda-benda yang ada diatas
panggung (setting) tidak mengelompok di satu tempat, sehingga mengakibatkan adanya
kesan berat sebelah. Jadi semua bagian panggung harus terwakili oleh pemain atau benda-
benda yang ada di panggung. Penjelasan lebih lanjut mengenai keseimbangan panggung ini
akan disampaikan pada bagian mengenai “Komposisi Pentas “.
Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat
sebagian besar belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut :
-Kalau berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan.
-Kalau berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada didepan.
-Harus diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh pemain
mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance, komposisinya:
Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai
sesuai adegan yang berlangsung
MACAM-MACAM GERAK :
Setiap orang memerlukan gerak dalam hidupnya. Banyak gerak yang dapat dilakukan
manusia. Dalam latihan dasar teater, kita juga harus mengenal dengan baik bermacam-macam
gerak Latihan-latihan mengenai gerak ini harus diperhatikan secara khusus oleh seseorang
yang berkecimpung dalam bidang teater.
Pada dasarnya gerak dapat dibaqi menjadi dua, yaitu
1. Gerak teaterikal
Gerak teaterikal adalah gerak yang dipakai dalam teater, yaitu gerak yang lahir dari
keinginan bergerak yang sesuai dengan apa yang dituntut dalam naskah. Jadi gerak teaterikal
hanya tercipta pada waktu memainkan naskah drama.
2. Gerak non teaterikal
Gerak non teaterikal adalah gerak kita dalam kehidupan sehari-hari.
Gerak yang dipakai dalam teater (gerak teaterikal) ada bermacam-macam, secara garis
besar dapat kita bagi menjadi dua, yaitu gerak halus dan gerak kasar.
Gerak Halus
Gerak halus adalah gerak pada raut muka kita atau perubahan mimik, atau yanq lebih
dikenal lagi dengan ekspresi. Gerak ini timbul karena pengaruh dari dalam/emosi, misalnya
marah, sedih, gembira, dsb.
Gerak Kasar
Gerak kasar adalah gerak dari seluruh/sebagian anggota tubuh kita. Gerak ini timbul
karena adanya pengaruh baik dari luar maupun dari dalam. Gerak kasar masih dapat dibagi
menjadi empat bagian. yaitu :
Business, adalah gerak-gerak kecil yang kita lakukan tanpa penuh kesadaran Gerak ini
kita lakukan secara spontan, tanpa terpikirkan (refleks). Misalnya :
–Sewaktu kita sedang mendengar alunan musik, secara tak sadar kita
menggerak-gerakkan tangan atau kaki mengikuti irama musik.
– sewaktu kita sedang belajar/membaca, kaki kita digigit nyamuk. Secara refleks
tangan kita akan memukul kaki yang tergigit nyamuk tanpa kehilangan konsentrasi kita pada
belajar.
Gestures, adalah gerak-gerak besar yang kita lakukan. Gerak ini adalah gerak yang
kita lakukan secara sadar. Gerak yang terjadi setelah mendapat perintah dari diri/otak kita
Untuk melakukan sesuatu, misalnya saja menulis, mengambil gelas, jongkok, dsb.
Movement, adalah gerak perpindahan tubuh dari tempat yang satu ke tempat yang
lain. Gerak ini tidak hanya terbatas pada berjalan saja, tetapi dapat juga berupa berlari,
bergulung-gulung, melompat, dsb.
Guide, adalah cara berjalan. Cara berjalan disini bisa bermacam-macam. Cara
berjalan orang tua akan berbeda dengan cara berjalan seorang anak kecil, berbeda pula
dengan cara berjalan orang yang sedang mabuk, dsb.
Setiap gerakan yang kita lakukan harus mempunyai arti, motif dan dasar. Hal ini
harus benar-benar diperhatikan dan harus diyakini benar-benar oleh seorang pemain apa
maksud dan maknanya ia melakukan gerakan yang demikian itu.
Dalam latihan gerak, kita mengenal latihan “gerak-gerak dasar”. Latihan mengenai
gerak-gerak dasar ini kita bagi menjadi tiga bagian, yaitu :
· Gerak dasar bawah : posisinya dalam keadaan duduk bersila. Di sini kita hanya
boleh bergerak sebebasnya mulai dari tempat kita berpijak sampai pada batas kepala kita.
· Gerak dasar tengah : posisi kita saat ini dalam keadaan setengah berdiri. Di sini
kita diperbolehkan bergerak mulai dari bawah sampai diatas kepala.
· Gerak dasar atas : di sini kita boleh bergerak sebebas-bebasnya tanpa ada
batas.
Dalam melakukan gerak-gerak dasar diatas kita dituntut untuk berimprovisasi /
menciptakan gerak-gerak yang bebas, indah dan artistik.
Latihan-latihan gerak yang lain :
Latihan cermin.
dua orang berdiri berhadap-hadapan satu sama lain. Salah seorang lalu membuat
gerakan dan yang lain menirukannya, persis seperti apa yang dilakukan temannya, seolah-
olah sedang berdiri didepan cermin. Latihan ini dilakukan bergantian.
DAFTAR RUJUKAN: