Anda di halaman 1dari 20

TERAPAN DALAM PEMENTASAN DRAMA

HAKIKAT PEMENTASAN DRAMA


DRAMA SEBAGAI SARANA EKSPRESI KARAKTER PELAKU DRAMA
Moulton dalam karyanya: dramatic art, mengemukakan bahwa drama adalah life
presented in action atau suatu segi kehidupan yang disajikan dengan gerak. Dengan
demikian, gerak baik itu berupa bicara, atau dialog, isyarat, maupun gerak-gerik di panggung
merupakan esensi pokok atau hal utama dalam pementasan drama.
Sebagai sesuatu yang esensial, gerak niscaya menjadi media utama penyampaian tema
dan pesan drama. Gerak juga dapat menjadi representasi karakterisasi tokoh. Selain melalui
gerak atau tindakan, karakterisasi watak tokoh sebagai proses penampilan tokoh dalam suatu
pementasan lakon dapat pula terungkap lewat beberapa hal yaitu: 1.) Ujaran atau ucapan,
yaitu melukiskan pelaku dengan cara bagaimana percakapannya, 2.) Pikiran atau perasaan
atau kehendak, yaitu melukiskan jalan pikiran pelaku, 3.) Penampilan fisiknya, yakni
melukiskan bentuk lahir pelaku, yang ke 4.) Apa yang dipikirkan, dirasakan, atau
dikehendaki tentang dirinya atau tentang diri orang lain, yaitu melukiskan bagaimana reaksi
pelaku lain terhadap pelaku utama.

UNSUR-UNSUR DALAM PEMENTASAN DRAMA


Seperti yang kita tahu, pertunjukan drama sangat kompleks. Drama bukan saja
melibatkan banyak seniman, melainkan juga mengandung banyak unsur. Jika salah satu dari
unsur tersebut tidak ada, maka hasil pertunjukan drama tersebut tidak bisa disajikan secara
maksimal karena unsur-unsur itu saling mendukung dan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari keutuhan pementasan drama. Karena itu, semua unsur pementasan drama
harus ada dan harus digarap dengan baik. Sedikitnya ada 9 unsur drama, yaitu: naskah drama,
pemain, sutradara, tata rias, tata busana, tata panggung, tata lampu, tata suara, dan tentu saja
harus ada penonton. Kita bahas satu per satu unsur pementasan drama tersebut.
Yang pertama, naskah drama. Naskah drama adalah karangan yang berisi cerita atau
lakon. Dalam naskah tersebut termuat nama-nama tokoh dalam cerita, dialog yang diucapkan
para tokoh, dan keadaan panggung yang diperlukan. Bentuk naskah drama berbeda dengan
naskah cerita pendek atau novel. Jika naskah cerita pendek atau novel berisi cerita lengkap
dan langsung tentang peristiwa yang terjadi, maka sebaliknya naskah drama tidak
menceritakan kisah secara langsung, melainkan mengutamakan ucapan-ucapan atau dialog
dari para tokoh. Dalam memilih naskah drama, harus mempertimbangkan nilai-nilai antara
lain: 1.) nilai filosofi, artinya naskah yang dipilih harus memberikan sesuatu perenungan
pikiran yang luas. 2.) nilai artistik, artinya naskah yang dipilih harus memiliki nilai seni atau
keindahan. 3.) harus ada nilai etika, artinya naskah itu harus bermanfaat bagi manusia dan
memuat nilai moral atau nilai kehidupan tentang baik dan buruk. 4.) harus ada nilai
komersial, artinya naskah itu harus memancing perhatian masyarakat atau penonton, dengan
begitu akan dapat mendatangkan nilai jual.
Untuk memudahkan para pemain drama, naskah drama ditulis selengkap-lengkapnya
bukan saja berisi percakapan melainkan juga disertai keterangan atau petunjuk. Petunjuk itu
misalnya gerakan-gerakan yang harus dilakukan pemain, tempat terjadinya peristiwa, benda-
benda atau peralatan yang diperlukan setiap babak, dan keadaan panggung setiap babak.
Sedikitnya ada tiga hal yang harus ada dalam naskah drama, yang pertama yaitu pemeran
atau pelaku dalam sebuah drama, yang kedua wawancang yaitu dialog atau percakapan yang
harus diucapkan oleh tokoh, yang ketiga harus ada kramagung yaitu petunjuk perilaku,
tindakan, atau perbuatan yang harus dilakukan oleh tokoh. Dalam naskah drama, kramagung
ditulis dalam tanda kurung dan biasanya dicetak miring. perhatikan contoh cuplikan naskah
drama sebagai berikut.
Rania>TOKOH/PELAKU: (mengambil boneka dan memberikannya kepada ibu)> ini
termasuk KRAMAGUNG
“ Ayo main boneka, Bu!”> disebut dengan wawancang.
Naskah drama memiliki tingkat kesulitan yang berbeda ketika dipentaskan. Oleh
karena itu seorang sutradara harus mampu memilih naskah berdasarkan tema yang akan
disampaikan, siapa yang akan menonton, dan tingkat kesulitan aktor mementaskan naskah
drama tersebut. Unsur-unsur teatrikal yang kemungkinan besar bisa disajikan di panggung.
Dialogdialog disesuaikan dengan tuntutan lakon dan diusahakan sehidup mungkin. Bahkan
sutradara dapat mengkreasikan dialog yang ditulis pengarang untuk mewujudkan aspek
teatrikal di panggung. Oleh karena itu, drama yang pantas dipentaskan di panggung adalah
drama yang banyak memiliki unsur teatrikal yang memberi kesempatan sutradara untuk
melakukan inovasi di panggung dengan para aktornya. Kriteria Kekuatan Kelayakan Naskah
Drama Naskah yang dapat dipentaskan di panggung adalah naskah yang durasinya tidak
terlalu panjang dan tidak terlalu pendek.Untuk para pemula yang mementaskan naskah drama
durasi antara 60-90 menit adalah ideal dalam sebuah pementasan. Namun, jika durasinya
lebih dari 120 menit perlu penggarapan lebih serius agar penonton tidak merasa bosan.
Naskah drama yang pantas dipentaskan adalah naskah drama yang tidak hanya
memperhatikan dialog saat pementasan, namun juga memperhatikan dialog-dialog yang
kontekstual sesuai tunutan zaman yang diubah dari naskah tanpa menyimpang dari maksud
penulis. Naskah-naskah drama karya N. Riantiarno, Rendra, Arifin C. Noor, Radhar Panca
Dahana, Seno Gumira A., Putu Wijaya adalah beberapa contoh naskah drama teatrikal yang
pantas dipanggungkan.
Dalam naskah drama, konflik merupakan unsur yang memungkinkan para tokoh
saling berinteraksi. Konflik tidak selalu berupa pertengkaran, kericuhan, atau permusuhan di
antara para tokoh. Ketegangan batin antartokoh, perbedaan pandangan, dan sikap antar tokoh
sudah merupakan konflik. Konflik dapat membuat penonton tertarik untuk terus mengikuti
atau menyaksikan pementasan drama.
Bentuk konflik terdiri atas dua yaitu konflik eksternal dan konflik internal. Konflik
eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan lingkungan alamnya atau
yang dinamakan (konflik fisik) ada juga yang dinamakan konflik sosial yaitu konflik
eksternal antara seorang tokoh dengan lingkungan manusianya.
Konflik fisik disebabkan oleh perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam,
misalnya: seorang tokoh mengalami permasalahan ketika banjir melanda desanya, lalu ada
yang dinamakan konflik sosial, yaitu konflik yang disebabkan oleh hubungan atau masalah
sosial antar manusia, misalnya: konflik yang terjadi antara buruh dan pengusaha di suatu
pabrik yang mengakibatkan demonstrasi buruh. Konflik internal adalah konflik yang terjadi
dalam diri atau jiwa tokoh, konflik ini merupakan perbenturan atau permasalahan yang
dialami seorang tokoh dengan dirinya sendiri misalnya masalah cita-cita, keinginan yang
terpendam, keputusasaan, kesepian dan keyakinan.
Kedua jenis konflik yang telah dipaparkan tadi, dapat di wujudkan dengan bermacam
peristiwa yang terjadi dalam suatu pementasan drama. Konflik-konflik tersebut ada yang
merupakan konflik utama dan konflik-konflik pendukung. Konflik utama bisa konflik
eksternal maupun konflik internal, atau kedua-duanya merupakan sentral alur dari drama
yang dipentaskan, sedangkan konflik-konflik pendukung berfungsi untuk mempertegas
keberadaan konflik utama. Nah, bagaimana menentukan konflik? Caranya, dengan
menunjukkan data yang mendukung dalam sebuah drama. Data pendukung adanya konflik
antara lain dapat dicermati dari perbedaan pandangan dan sikap yang ditampakkan dalam
dialog, ekspresi, dan perlakuan tokoh-tokoh.
Selain adanya konflik, dalam naskah drama ada latar. Peran latar latar dalam
pementasan drama terdiri atas: tempat, waktu, dan suasana. Penataan latar akan
menghidupkan suasana, menguatkan karakter tokoh, serta menjadikan pementasan drama
semakin menarik. Oleh karena itu, ketetapan pemilihan latar akan ikut menentukan kualitas
pementasan drama secara keseluruhan
Berikutnya ada yang dinamakan tema naskah drama. Tema drama adalah gagasan
atau ide pokok yang melandasi suatu lakon drama. Tema drama merujuk pada sesuatu yang
menjadi pokok persoalan yang ingin diungkapkan oleh penulis naskah. Tema itu bersifat
umum dan terkait dengan aspek aspek kehidupan di sekitar kita. Tema utama adalah tema
secara keseluruhan yang menjadi landasan dari lakon dram, sedangkan tema tambahan
merupakan tema-tema lain yang terdapat dalam drama yang mendukung tema utama.
Tema naskah drama tidak disampaikan secara implisit. Artinya, setelah menyaksikan
seluruh adegan dan dialog antar pelaku dalam pementasan drama, anda akan dapat
menemukan tema drama itu. Anda harus menyimpulkannya dari keseluruhan adegan dan
dialog yang ditampilkan. Maksudnya, tema yang ditemukan tidak berdasarkan pada bagian-
bagian tertentu dari cerita walaupun tema dalam drama itu cenderung abstrak. Kita dapat
menunjukkan tema dengan menunjukkan bukti atau alasan yang terdapat dalam cerita. Bukti-
bukti itu dapat ditemukan dalam narasi pengarang, dialog antar pelaku, atau adegan maupun
rangkaian adegan yang saling terkait, yang kesemuanya itu didukung oleh unsur-unsur drama
yang lain seperti latar, alur, dan pusat pengisahan.
Yang terakhir, dalam naskah drama selalu ada yang dinamakan pesan drama. Setiap
karya sastra selalu disisipi pesan atau amanat oleh penulisnya, demikian pula dengan drama.
Sisipan pesan dan amanat dapat ditemukan di dalamnya, hanya saja amanat dalam karya
sastra tidak ditulis secara eksplisit tetapi secara implisit. Penonton menafsirkan pesan moral
yang terkandung dalam naskah yang dibaca atau drama yang ditontonnya.
Naskah drama memiliki gayanya sendiri dalam penyampaiannya. Gaya tersebut,
yakni:
1. Naskah tragedy, cirinya yakni memiliki bahasa yang puitis, atau diindah-indahkan.
Bahasa yang digunakan tidak menciptakan efektifitas maksud, dan tujuan. Hal
tersebut digunakan untuk mencapai fungsi puitik dari bahasa. Itulah sebabnya
Aristoteles berpendapat bahwa dalam pertunjukan tragedi bertujuan untuk mencapai
katarsis atau penyucian diri. Unsur puitik digunakan untuk membius perasaan
penonton dengan bahasayang indah sehingga mampu menimbulkan rasa kagum. Hal
lain yang bisa diamati adalah adanya dialog antara paduan suara atau koor dengan
aktor yang memerankan tokoh. Dialog ini dihadirkan agar terhapusnya jarak waktu
dan ruang antara penonton dengan pertunjukan. Selain itu cerita tragedi selalu
berakhir dengan kesedihan. Puncak dari kesedihan inilah yang dikejar oleh drama
tragedi sehingga penonton mampu melakukan permenungan di akhir cerita. Tokoh
dalah drama tragedi biasanya dihadirkan sosok yang sempurna, gagah dan
mempunyai postur tubuh yang menawan akan tetapi ada satu cacat (dipandang dari
segi nilai normatif) dalam jiwa atau hasratnya yang menyebabkan penderitaan di akhir
cerita
2. Naskah bergaya realis, yakni Gaya naskah realis adalah naskah yang menggunakan
cara pandang bertolak peristiwa keseharian, atau peristiwa di dunia nyata. Tentunya
tokoh, waktu, dialog, ruang atau latar dan juga permasalahan yang terjadi bertolak
dari peristiwa keseharian atau kenyataan.
3. Naskah bergaya Surealis adalah sebuah aliran seni yang bertolak dari aspek bawah
sadar dan jika ditampilkan citraannya (baik tokoh, setting, waktu) bersifat nonrasional
atau di luar kenyataan.
4. Naskah drama bergaya surealis, gaya naskah ini bukanlah naskah yang
menghadirkan detail kenyataan atau keseharian ke atas panggung. Naskah surealis
terkadang menggunakan waktu yang tidak jelas dan tokoh-tokoh yang hadir bisa dari
hasil fantasi dari pengarang. Hukum-hukum kenyataan tidak dipakai dalam hukum-
hukum surealis, oleh sebab itu terkadang ceritanya tidak rasional atau tidak logis.
Akan tetapi ketidakrasionalan dalam gaya surealis bertujuan untuk menggeledah atau
mempertanyakan kembali hal-hal yang rasional atau kemapanan yang ada dalam
dunia nyata. Sehingga kehadiran sosok atau tokoh dalam naskah surealis terkadang
merupakan simbol dari tokoh yang ada dalam kenyataan.
5. Naskah bergaya absurd, Absurd sering dipahami dengan sesuatu hal yang tidak
jelas. Naskah bergaya absurd ini sempat berkembang setelah Perang Dunia II. Cerita
atau peristiwa yang ada dalam naskah tersebut mencoba mempertanyakan dan
membongkar tentang perihal eksistensialisme yakni misalnya mengenai maksud
keberadaan manusia dalam kehidupan ini. Perbedaannya dengan gaya naskah lainnya
adalah dilihat dari muatan atau makna dari dialog tersebut. Makna atau muatan dari
gaya absurd adalah mencoba mengungkapkan kehidupan yang seolah-olah tidak
jelas..

Unsur pementasan drama yang kedua, harus ada pemain. Pemain adalah orang yang
memperagakan cerita. Banyaknya pemain yang dibutuhkan dalam pementasan drama,
tergantung dari banyaknya tokoh yang terdapat dalam nas
kah drama yang akan dipentaskan. Agar berhasil memerankan tokoh-tokoh dalam
drama, maka pemain harus dipilih secara tepat. Dalam upaya memilih pemain drama yang
tepat, cara berikut dapat diterapkan: yang pertama naskah yang sudah dipilih harus dibaca
berulang-ulang agar semuanya dapat memahami. Dari dialog para tokoh, dapat diketahui
watak setiap tokoh dalam naskah drama tersebut. Yang kedua, setelah diketahui watak setiap
tokoh. kemudian memilih pemain yang cocok dan mampu memerankan masing-masing
tokoh. Ketiga, selain mempertimbangkan watak, perlu juga untuk mempertimbangkan
perbandingan usia dan perkiraan perawakan atau postur tubuh. Yang keempat, kemampuan
pemain menjadi pertimbangan penting pula. Sebaiknya, dalam memilih pemain haruslah yang
mempunyai kepintaran. Artinya, dalam waktu yang tidak terlalu lama berlatih, dia sudah bisa
memerankan tokoh seperti yang dikehendaki oleh naskah.
Kemudian unsur yang ketiga, harus ada sutradara. Sutradara adalah pemimpin dalam
pementasan drama. Sebagai pemimpin yang bertanggung jawab terhadap kesuksesan
pementasan drama, sutradara harus membuat perencanaan dan melaksanakannya. Sutradara
harus memilih naskah, menentukan pokok-pokok penafsiran naskah, menentukan gaya
pertunjukan, memilih pemain, melatih pemain, bekerja dengan staf dan mengkoordinasikan
setiap bagian. Semua itu harus dilakukan dengan cermat. Bila pementasan drama berjalan
lancar, menarik, dan menyebabkan penonton puas, maka sutradara menjadi orang pertama
yang berhak mendapat pujian, namun sebaliknya jika pementasan drama tidak berjalan lancar
sehingga menyebabkan penonton kecewa, maka sutradara pasti menjadi sasaran kekecewaan
penonton. Karena itulah, orang yang menjadi sutradara atau ditunjuk sebagai sutradara
haruslah orang yang benar-benar berkompeten.
Langkah-langkah menjadi sutradara pementasan drama, bisa dirangkum sebagai
berikut:
PERTAMA
Memahami naskah (baik naskah realis, surrealis dan absurd). Membedahnya.
Menganalisanya; termasuk isi, alur, sejarah zamannya dan latar belakang pengarangnya.
Meski kini banyak Naskah teater tidak terlahir dari hasil pengamatan zaman. Namun
setidaknya mayoritas naskah teater (baik naskah yang datang dari barat maupun dari dalam
negeri) terlahir dari pecahnya konvensi sosiologi di masyarakat dan naskah teater lahir
menjadi milik pribadi serta bersifat subjektif dari pikiran si pengarangnya.
Setelah memahami isi keseluruhan naskah berdasarkan analisa/tafsir pribadi. Naskah
tersebut bisa dipotong, adaptasi, transformasi atau sadur ulang dengan tidak melenceng pada
alur benang merah naskah tersebut. Meski sebagian kritikus teater berkata, bahwa; memotong
naskah drama merupakan hal tabu dan fandalisme untuk dilakukan. Tapi jika hal itu membuat
lebih baik dan tidak monoton untuk dipentaskan di atas panggung dan melahirkan daya kejut
yang nyata untuk para apresiatornya, maka; kenapa tidak hal itu dilakukan dan sah-sah saja.
Bukankah sebuah karya sastra (apapun, khususnya naskah drama) itu tidak hidup tetapi ia
hidup jika kita membacanya terlebih memainkannya.
Setelah gaya naskah ditemukan, maka sutradara segera menentukan gaya pertunjukan
seperti apakah yang akan digarap. Ada beberapa gaya pertunjukan dalam teater dan setiap
gaya pertunjukan mempunyai hukumnya masing-masing. Teater klasik tragedi Yunani
dengan teater Tradisional dari Timur tentunya mempunyai hukum yang berbeda-beda. Begitu
pula dengan gaya realis, surealis maupun absurd juga memiliki hukum pertunjukan yang
berbeda.
Tidak semua naskah dengan gaya realis harus dipentaskan dengan gaya realis. Bisa
juga naskah dengan gaya realis dipentaskan dengan gaya surealis atau gaya pertunjukan
tradisional maupun tragedi. Adapun jenis gaya pertunjukan adalah:
a. Gaya pertunjukan realis
Gaya pertunjukan realis adalah gaya pertunjukan yang bertolak dari detail-detail
dalam kehidupan nyata. Sehingga waktu, latar, set yang ada di atas panggung haruslah
mampu menghadirkan waktu, latar, set sesuai dengan kenyataan yang akan ditampilkan.
Itulah sebabnya dalam pertunjukan realis “seorang aktor harus mengabaikan
kehadiran penonton”sebab ada dinding keempat (imajiner) yang dihadirkan dalam
pertunjukan tersebut. Dinding keempat tersebut bertujuan untuk menyampaikan adanya
“jarak waktu” antara waktu di atas panggung dengan waktu para penonton.
Setting yang digunakan dalam pertunjukan realis harus mampu menceritakan dimana
peristiwa itu terjadi, pada tahun berapa, pada kondisi budaya yang seperti apa, dan juga pada
kondisi sosial yang seperti apa.
Begitupula tata cahaya dalam panggung realis merupakan wakil dari cahaya yang ada
dalam kehidupan nyata. Sehingga tidak diperkenankan memakai pencahayaan yang berwarna
seandainya memang itu tidak terjadi dalam kenyataan.
Kostum serta make-up yang digunakan dalam pertunjukan realis juga bertolak dari
kenyataan. Seorang yang bertanggungjawab dalam make-up dan kostum harus mengetahui
berapa usia tokoh, bagaimana kehidupan sosial tokoh, bagaimana cuaca yang sedang
berlangsung dalam
cerita itu. Sehingga unsur-unsur riil dalam dunia nyata mampu dihadirkan di atas
panggung.
b. Gaya pertunjukan surealis
Berbeda dengan gaya realis, dalam gaya pertunjukan surealis seorang sutradara tidak
harus menghadirkan kenyataan ke atas panggung. Akan tetapi surealisme bisa jadi menjadi
ekspresi dari kenyataan itu. Sehingga make-up dan kostum yang dipakai tidak menyerupai
keseharian, tetapi justru bisa dihadirkan dengan gaya-gaya karikatural.
Begitu pula dengan tata cahaya yang digunakan dalam pertunjukan surealis bisa lebih
ekspresif. Misalnya ketika tokoh dalam keadaan marah bisa disorot dengan lampu berwarna
merah, atauketika sedang suasana sedih bisa digunakan nuasa lampuyang redup.
Pergerakan tokoh dalam pertunjukan surealis pun tidak membutuhkan motivasi akan
tetapi pergerakan tokoh itu hadir sebagai bentuk dari ekspresi.
c. Gaya pertunjukan klasik
Gaya pertunjukan klasik seringkali dimainkan untuk menggarap naskah-naskah
tragedi seperti Oidipus, Antigone ataupun Romeo dan Juliet. Gaya pemeranan yang
digunakan adalah grand style dan dialog dilantunkan seperti layaknya orang berpuisi. Sebab
tujuan dari pertunjukan ini adalah mengindah- indahkan penampilan baik dari segi visual
maupun audio.
d. Gaya pertunjukan Musikal
Gaya pertunjukan musikal adalah pertunjukan teater yang bertolak dari gaya-gaya
musik. Kehadiran musik tidak hanya sebagai ilustrasi akan tetapi musik mempunyai peran
yang cukup penting sebagai pencipta irama. Bahkan terkadang dialog-dialog dalam drama
musikal disampaikan dengan irama musik atau dilagukan.
Dalam drama musikal biasanya hadir beberapa kelompok koor yang menyanyikan
beberapa dialog yang berhubungan dengan cerita. Koor tersebut terkadang juga
berkomunikasi dengan pemain atau aktor sehingga koor tidak hanya berfungsi seperti
“sinden” dalam pertunjukan tradisi akan tetapi juga sebagai pemain dalam cerita tersebut.
Seorang aktor dalam drama musikal biasanya harus mempunyai kemampuan
menyanyi, menari dan berdialog yang bagus.
KEDUA
Memilih penata artistik, musik dan lighting. Setelah terpilih, sang sutradara
memberikan waktu pada para asistennya untuk membaca naskah tersebut dan memberikan
keleluasaan pada mereka untuk membedahnya berdasarkan analisa masing-masing.
Di pertemuan berikutnya, baru sang sutradara mengeksekusi hasil dari pemikiran para
asistennya (artistik, musik dan lighting). Intinya proses kreatif sebuah pertunjukkan teater
adalah kerja kolektif. Di sini terjadi perdebatan harga mati, kenapa artistiknya (termasuk
kostum, make-up dan handprof) harus seperti ini? Tata musiknya mengapa harus begitu,
apakah perlu soundtrack khusus dalam naskah tersebut, sebagai jembatan apresiator untuk
memasuki alam pikiran naskah? Tata suasana cahayanya kenapa mesti begini? Visi dan misi
bisa sama. Tapi rasa pasti berbeda sebab rasa kerap berkaitan dengan ideologi masing-
masing. Disinilah puncak kesepakatan bisa terasa sempurna meski eksekusi terakhir
mayoritasnya ada di tangan sutradara namun daya kreatif yang tercipta, hasilnya bukan asal
jadi.
KETIGA
Setelah ruang tercipta (temporer satu), barulah mengadakan casting untuk mengisi
tokoh-tokoh yang ada didalam alur naskah teater tesebut. Casting selesai, barulah sang
sutradara membebaskan para aktor untuk menganalisa isi naskah tersebut berdasarkan
penafsiran masing-masing. Di pertemuan berikutnya setelah para aktor selesai menganalisa
naskah tersebut, para aktor dipertemukan dengan penata artistik, musik dan lighting.
Dalam pertemuan ini, sifatnya harmonisasi tanya jawab tentang hasil penemuan
mereka (aktor) atas analisa naskahnya baik itu analisa karakter tokoh, make-up dan
kostumnya. Sampai bertanya warna favorit, musik, kesukaan aktor apa, –hal ini penting untuk
dilakukan, mengapa? Sebab kenyamanan psikologis aktor akan mendukung pada peran tokoh
yang hendak dimainkannya kelak. Juga kendala apa; semisal ada dialog yang tabu/canggung
untuk dilontarkan sang aktor; hal ini pun akan menghambat daya imajinatif aktor ketika
berperan jika dialog tersebut dipaksakan untuk dikomunikasikan di depan apresiatornya.
Apakah kata-kata itu harus diganti dengan tidak merubah pemahamannya atau dibuang begitu
saja dengan catatan tidak menganggu benang merah naskah tersebut. Langkah terakhir
menyepakati jadwal latihan yang bisa dihadiri oleh semu awak garapan dan penyadaran
tentang kerja kolektif.
KEEMPAT
Setelah ruang tercipta (temporer dua) dalam menjalankan proses kreatif secara
bersama-sama. Membiasakan aktor memakai kostum meski masih dalam tingkatan reading.
Namun ruang (temporer dua) sudah tercipta real di atas panggung latihan meski sifatnya
fragment dan atau sudah tercipta kuat di dalam imajinasi masing-masing. Dan tidak menutup
kemungkinan; terkadang rancang bangun artistik, musik dan lighting bisa berubah dalam
perjalanan tersebut. Namun hal ini merupakan bentuk kewajaran, –yang terpenting tidak
mengganggu dan keluar dari benang merah alur cerita yang sedang digarap secara kolektif
juga psikologi seluruh awak garapan.
Setelah lepas naskah dan pemahaman karakter sudah didapatkan oleh para actor, ,
barulah sutradara memberikan gambaran kasar floor plaint untuk mengisi ruang; artistik,
musik dan tata cahaya yang sudah dibangun secara final dan sudah melalui tahap perubahan
eksplosari dan eksperimen seluruh para awak garapan. Di sinilah proses pematangan kolektif
itu terjadi. Dan naskah teater yang sedang diusung dalam kerja kolektif tersebut sudah berada
di ambang pintu pementasan dalam bingkai harmonisasi.
Kita berlanjut pada unsur pembangun naskah yang keempat yaitu tata rias. Tata rias
adalah cara mendandani atau orang yang me-make up para pemain. Orang yang mengerjakan
tata rias disebut sebagai penata rias. Penata rias yang dimaksud dalam pementasan drama,
tidak sama dengan rias orang nikahan atau orang yang mau berangkat ke pesta ya. Tata rias
yang dimaksud disini adalah bagaimana merias para pemain agar penampilan mereka hampir
sama dengan tokoh yang diinginkan oleh naskah, contohnya seseorang yang di rias menjadi
orang tua, orang miskin, orang kaya, bahkan merias menjadi bukan orang alias hantu. Alat-
alat yang sering dipakai dalam tata rias antara lain bedak, pemerah bibir, bubuk hitam dari
arang, pensil alis, rambut atau gelung palsu, kumis palsu, dan sebagainya. Seorang penata rias
haruslah memiliki rasa seni yang tinggi, selain itu penata rias harus terampil dan cekatan.
Penata rias harus mampu mengatur waktu sehingga setiap pemain yang akan naik panggung
sudah dirias dengan baik.
Yang kelima yaitu tata busana. Tata busana adalah pengaturan pakaian pemain, baik
dari bahan, model, maupun cara mengenakannya. Tata busana sebenarnya memiliki
hubungan yang sangat erat dengan tata rias, karena itu tugas mengatur pakaian pemain sering
dirangkap juga oleh penata rias. Artinya, penata rias sekaligus juga menjadi penata busana,
akan tetapi dalam sebuah pertunjukan yang besar dan kompleks, penata rias dan penata
busana ditugaskan pada orang atau tim yang berbeda dengan pertimbangan untuk
mempermudah dan mempercepat kinerja tim. Meskipun demikian, pada dasarnya penata rias
dan tata busana harus bekerja sama, saling memahami, saling menyesuaikan, dan saling
membantu agar hasil akhirnya memuaskan.
Unsur keenam yaitu tata panggung. Panggung adalah tempat para aktor
memperagakan lakon drama. Sebagai karya pertunjukan, biasanya panggung dibuat sedikit
lebih tinggi dari tempat duduk penonton agar penonton yang paling jauh masih dapat melihat
dan menyaksikan pertunjukan drama tersebut dengan jelas. Tata panggung adalah keadaan
panggung yang dibutuhkan untuk permainan drama, petugas yang menata panggung disebut
sebagai penata panggung. Penata panggung biasanya terdiri dari beberapa orang supaya dapat
mengubah keadaan panggung dengan cepat. Panggung menggambarkan tempat, waktu, dan
suasana terjadinya suatu peristiwa. Setiap babak dalam pementasan drama tentu
menggambarkan tempat, waktu, serta suasana yang berbeda pula. Panggung harus diubah-
ubah sesuai dengan setting atau latar yang sedang berjalan, dan tentunya hal itu perlu
kecepatan agar penonton tidak terlalu lama menunggu pergantian setting.
Kemudian unsur ketujuh yaitu tata lampu. Tata lampu adalah pengaturan cahaya di
panggung, karena itu tata lampu erat kaitannya dengan tata panggung. Pengaturan cahaya di
panggung harus disesuaikan dengan keadaan panggung yang digambarkan. Tata lampu di
rumah orang miskin, di rumah orang kaya, semuanya memerlukan penyesuaian, demikian
pula dengan waktu terjadinya kejadian. Apakah pagi, siang, atau malam. Yang mengatur
pencahayaan di panggung adalah penata lampu. Penata lampu biasanya menggunakan alat
yang disebut dengan spotlight, yaitu semacam kotak besar berlensa yang berisi lampu ratusan
watt. Karena tata lampu selalu berhubungan dengan listrik, sebaiknya penata lampu adalah
orang yang mengerti teknik kelistrikan. Ada kalanya lampu tiba-tiba harus dimatikan,
kemudian dihidupkan Kembali. Ada pula kemungkinan, tiba-tiba ada gangguan listrik. Untuk
menghadapi hal seperti itu, penata lampu yang tidak memahami teknik kelistrikan tentu akan
bingung yang akhirnya mengakibatkan pencahayaan di panggung menjadi kacau dan
pertunjukan drama menjadi gagal. Jadi wajib bagi penata lampu untuk mengetahui seluk
beluk tentang listrik.
Selanjutnya unsur ke delapan, yaitu unsur tata suara. Tata suara bukan hanya
pengaturan pengeras suara atau sound system saja, melainkan juga music pengiring. Musik
pengiring diperlukan agar suasana yang digambarkan terasa lebih meyakinkan bagi para
penonton. Alat music yang digunakan pada saaat suasana sedih, mungkin hanya suara
seruling yang mendayu-dayu dan menyayat hati, begitu juga jika ada suasana pertengkaran
atau kekacauan, akan terasa meyakinkan jika diiringi dengan musik yang cepat, keras, dan
menghentak. Iringan musik tidak dijelaskan dalam naskah, penjelasannya hanya secara
umum saja misal di iringi musik pelan2 atau sedih. Urusan tata suara ini diserahkan
sepenuhnya kepada penata suara atau penata musik. Musik pengiring dimainkan di balik
layar agar tidak terlihat monoton dan tidak mengganggu para pemain drama. Kekerasan suara
juga harus diatur untuk menciptakan permainan drama yang indah.
Unsur pementasan drama yang terakhir yaitu harus ada penonton. Penonton termasuk
unsur penting dalam pementasan drama. Sesempurna apapun persiapan pementasan drama,
akan menjadi sia-sia jika tak ada yang menonton. Jadi, segala unsur drama yang telah
disebutkan sebelumnya, pada akhirnya semuanya untuk penonton.

UNSUR-UNSUR PENILAIAN DALAM PEMENTASAN DRAMA


Untuk memberikan penilaian drama yang telah ditonton, tentu harus memahami apa yang
seharusnya dinilai dan bagaimana cara menilainya. Dengan mengetahui kriteria penilaian,
seseorang akan mampu menilai pementasan tersebut secara akurat dan objektif. 

Cara Memberikan Penilaian Pada Pementasan Suatu Drama 

Drama merupakan kehidupan yang dipentaskan. Namun, drama juga berupa karya seni. Oleh
karena itu, pementasan drama hendaknya mencerminkan kehidupan yang wajar, tidak terlihat
kalau dibuat-buat dan harus memiliki keindahan. Keindahan yang dimaksud adalah
pementasan drama harus enak dan menarik untuk ditonton. Untuk mengetahui baik dan
tidaknya pementasan drama sebagai tontonan, perlu ada penilaian. Penilaian tersebut tentunya
mengacu pada hal-hal teknik sebuah pementasan. 

Agar kamu mampu memberikan penilaian pementasan drama, gunakan hal-hal berikut
sebagai pemandu dalam melakukan penilaian: 

1. Tata suara; pada bagian ini, unsur yang perlu dinilai adalah keras maupun lembutnya
vokal, kejelasan ucapan serta variasi dari intonasi. 
2. Ekspresi pemeranan; yang dinilai pada point kedua ini yaitu apakah pemeran tokoh-
tokoh telah mampu mengekspresikan sesuai isi naskah drama yang ditandai dengan
mimik yang tepat. 
3. Tata letak atau bloking; penilaian yang dilakukan dan perlu diperhatikan disini yaitu
apakah pemeran mampu memposisikan dirinya dengan tepat. misalnya tidak
membelakangi penonton, maupun tidak menutupi pemain lainnya. 
4. Moving atau gerakan; di point terakhir ini yang dinilai adalah gerakan-gerakan dari
pemeran apakah mendukung ekspresi dan dilakukan secara wajar atau tidak? 

PENAMPILAN YANG BAIK DALAM TEATER

Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa aksi, emosi,dan gerak.

Dialog yang baik ialah dialog yang :

 terdengar (volume baik)


 jelas (artikulasi baik)
 dimengerti (lafal benar)
 menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)

Gerak yang baik ialah gerak yang :

 terlihat (blocking baik)


 jelas (tidak ragu-ragu, meyakinkan)
 dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan)
 menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)

Penjelasan :

Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh

Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas dan
terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi kata-kata yang diucapkan
menjadi tumpang tindih. Misalkan pengucapan p yang bunyinya hamper sama dengan b, t
dengan d, dan g dengan k. Semua itu harus bisa diucapkan dengan benar dan jelas.

Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang
dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan berani bukan ber-ani.

Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan kesan
yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah
Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan
yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang
ditutupi.

Jelas, tidak ragu-ragu, meyakinkan, mempunyai pengertian bahwa gerak yang dilakukan
jangan setengah-setengah bahkan jangan sampai berlebihan. Kalau ragu-ragu terkesan kaku
sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting

Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari
hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang yang berat dengan tangan
kanan, maka tubuh kita akan miring ke kiri, dsb.

Menghayati berarti gerak-gerak anggota tubuh maupun gerak wajah harus sesuai tuntutan
peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia.

LATIHAN DALAM PEMENTASAN DRAMA

PENGHAYATAN

Aksi dan Emosi

Pengertian: Emosi adalah segala aktivitas yang mengekspresikan kondisi disini dan sekarang
dari organisme manusia dan ditujukan ke arah duniannya di luar. “Emosi timbul secara
otomatis” dan terikat dengan aksi yang dihasilkan dari konfrontasi manusia dengan dunianya.
Aktor tidak menciptakan emosi karena emosi akan muncul dengan sendririnya lantaran
keterlibatannya dalam memainkan peran sesuai dengan naskah.

Motivasi

Pengertian : Peran apapun yang anda mainkan harus memiliki tujuan dan motivasi. Dalam
keadaan bagaimanapun adalah mustahil untuk melakukan sesuatu yang secara langsung
diarahkan untuk mencetuskan suatu perasaan demi perasaan itu sendiri. Kalau hal ini tidak
diindahkan, maka anda tidk akan memperoleh apapun. Hanya kedangkalan saja. Jika kita
memilih suatu tindakan atau perbuatan jangan menggunakan perasaan dan bathin anda.
Jangan mencoba memperlihatkan aksi cemburu atau menyatakan cinta, semata hanya untuk
kepentingan perasaan itu aja. Semua perasaan itu adalah akibat dari sesuatu yang terjadi
sebelumnya. Cobalah ingat kejadian sebelumnya itu dalam-dalam dan hasilnya akan datang
sendiri. Penggambaran perasaan yang palsu, yang menggunakan gerakan-gerakan
konvensional, semuanya ini merupakan kesalahan-kesalahan yang kerap terjadi.

Tips:

Anda harus mampu bermain sesuai dengan pengkhayatan anda sendiri terhadap tokoh,
penggambaran artistik dari realita dunia aktual kedalam dunia imajinasi. Untuk memperoleh
hubungan antara aktor dan tokoh yang digambarkan, anda harus mendekatkan pada sumber-
sumber yang dekat dengan perasaan dan batin kita sendiri. Jika hal ini bisa dicapai, maka kita
akan merasakan dorongan dan rangsangan dari dalam.

Dorongan ini akan mengutarakan dirinya sendiri dalam aksi si tokoh imajiner yang
telah ditempatkan di tengah-tengah permainan lakon. Mainkanlah dan anda akan
menciptakan kehidupan baru. Kita akan dibawa kedunia bawah-sadar, menyadari hal-hal
dalam permainannya yang sebelumnya tidak disadari sama sekali. Ini merupakan rangsangan
“dunia bawah-sadar yang kreatif ”yang paling pokok adalah anda telah memainkan dunia
bawah sadar kreatif melalui tehnik yang disadari. Setelah ini bisa disatukan dalam pikiran dan
imajinasi, barulah anda bisa menciptakan dunia baru dan mulai memainkannya dengan penuh
motivasi dan rasa kebenaran artistik.

Dibalik kata-kata, kita memasukan pikiran kita dalam karakter toloh kehidupannya.
Lalu kita filter melalui diri kita sediri seluruh bahan yang kita peroleh dari pengarang dan
sutradara. Bahan ini menjadi bagian dari diri kita, baik dalam pengertian spiritual dan fisik,
emosi kita jujur dan sebagai hasil kita memperoleh aktivitas yang betul-betul produktif,
semuanya berjalin dengan implikasi sebuah lakon.

Imajinasi:

Imajinasi adalah suatu cara bagi seorang actor untuk mendekati pikiran dan perasaan
karakte yang akan dimainkan sehingga dia dapat menempatkan dirinya dalam situasi si
karakter. Metode ini merupakan proses imajinasi dimana di actor melakukan identifikasi
dengan karakter tokohnya. Di setiap identifikasi dengan karakter tokohnya, si actor harus
melihat pengalaman hidupnya dan pengalaman hidup yang paling relevan untuk ditransver ke
pengalaman hidup yang dimiliki si karakter. Si actor harus mampu menyelidiki asal mula
dirinya sendiri untuk dapat tulus dan jujur pada realita eksistensi dirinya yang baru. Imajinasi
menciptakan hal-hal yang mungkin ada atau mungkin terjadi, sedangkan fantasi membuat
hal-hal yang tidak ada, yan tidak pernah ada. Tapi siapa tahu, suatu hari kesemuanya itu
mungkin ada. Bagi seorang actor, proses kreatif ini dipimpin oleh imajinasinya.

Pertama, anda memaksa imajinasi anda, padahal sebetulnya anda harus


membujuknya. Lalu, anda coba merenung tanpa suatu objek yang menarik bagimu.
Kesalahan yang ketiga adalah pikiran anda pasif. Dalam imajinasi, aktifitas yang intens
sangatlah penting. Awalnya datang gerakan dari dalam, kemudian gerakan luar.

Sebelum sutradara memberikan pengarahan dan latihan, anda harus memiliki catatan
mengenai gambaran tokoh dan tempat yang akan dijadikan area latihan. Lalu anda harus
memiliki suatu gambaran batin yang kuat. Imaji-imaji batin ini akan menciptakan suasana
yang sesuai dan mencetuskan emosi, sambil menjaga supaya kita tetap berada dalam batas-
batas lakon itu.

Mengembangkan imajinasi:

Pertama-tama coba ceritakan tentang kehidupan sehari-hari terhadap pengalaman


yang paling sensitif. Apa yang paling mudah untuk merangsang perasaanmu, rasa takut dan
gembira anda. Jika anda mengetahui betul seluk beluk sifat-sifat anda sendiri maka bagi anda
tidak akan sulit untuk mengadaptasikannya ke dalam keadaan imajiner. Karena itu, paparkan
beberapa sifat khas, kualitas, perhatian, yang khas yang anda miliki. Anda harus bisa
menjawab (kapan, dimana, kenapa, bagaimana) yang anda ajukan sendiri tatkala ia
mendorong kesanggupannya untuk menemukan sesuatu yang baru guna membuat gambaran
yang lebih jelas dari sebuah kehidupan pura-pura.

Kadang-kadang ia tidak perlu melakukan semua usaha intelektual dan disadari ini.
Imajinasinya mungkin bekerja secara intuitif. Sebuah pendekatan secara sadar dan dengan
akal pada imajinasi seringkali menghasilkan suatu perasaan hidup palsu yang tak berdarah.
Seni acting menghendaki supaya seluruh harkat seorang actor terlibat secara aktif, supaya ia
menyerahkan dirinya, baik bathin maupun lahir, kepada peran yang ia mainkan. Anda harus
merasakan tantangan untuk berbuat, baik secara fisik maupun secara intelektual, karena sifat
imajinasi yang tidak punya substansi.

OLAH SUARA/ VOKAL, MELIPUTI: ARTIKULASI, GETIKULASI, INTONASI,


WARNA SUARA
ARTIKULASI
Yang dimaksud dengan artikulasi pada teater adalah pengucapan kata melalui mulut agar
terdengar dengan baik dan benar serta jelas, sehingga telinga pendengar/penonton dapat
mengerti pada kata-kata yang diucapkan. Pada pengertian artikulasi ini dapat ditemukan
beberapa sebab yang mongakibatkan terjadinya artikulasi yang kurang/tidak benar, yaitu :
Ø Cacat artikulasi alam : cacat artikulasi ini dialami oleh orang yang berbicara gagap
atau orang yang sulit mengucapkan salah satu konsonon, misalnya ‘r’, dan sebagainya.

Ø Artikulasi jelek ini bukan disebabkan karena cacat artikulasi, melainkan terjadi
sewaktu-waktu. Hal ini sering terjadi pada pengucapan naskah/dialog.

Misalnya:

o Kehormatan menjadi kormatan

o Menyambung menjadi mengambung, dan sebagainya.

Artikulasi jelek disebabkan karena belum terbiasa pada dialog, pengucapan terlalu
cepat, gugup, dan sebagainya.
Ø Artikulasi tak tentu : hal ini terjadi karena pengucapan kata/dialog terlalu cepat,
seolah-olah kata demi kata berdempetan tanpa adanya jarak sama sekali.
Untuk mendapatkan artikulasi yang baik maka kita harus melakukan latihan
· Mengucapkan alfabet dengan benar, perhatikan bentuk mulut pada setiap
pengucapan. Ucapkan setiap huruf dengan nada-nada tinggi, rendah, sengau, kecil, besar, dsb.
Juga ucapkanlah dengan berbisik.
· Variasikan dengan pengucapan lambat, cepat, naik, turun, dsb
· Membaca kalimat dengan berbagai variasi seperti di atas. Perhatikan juga bentuk
mulut.
GETIKULASI
Getikulasi adalah suatu cara untuk memenggal kata dan memberi tekanan pada kata
atau kalimat pada sebuah dialog. Jadi seperti halnya artikulasi, getikulasi pun merupakan
bagian dari dialog, hanya saja fungsinya yang berbeda.
Getikulasi tidak disebut pemenggalan kalimat karena dalam dialog satu kata dengan
satu kalimat kadang-kadang memiliki arti yang sama. Misalnya kata “Pergi !!!!” dengan
kalimat “Angkat kaki dari sini !!!”. Juga dalam drama bisa saja terjadi sebuah dialog yang
berbentuk “Lalu ?” , “Kenapa ?” atau “Tidak !” dan sebagainya. Karena itu diperlukan suatu
ketrampilan dalam memenggal kata pada sebuah dialog.
Getikulasi harus dilakukan sebab kata-kata yang pertama dengan kata berikutnya
dalam sebuah dialog dapat memiliki maksud yang berbeda. Misalnya: “Tuan kelewatan.
Pergi!”. Antara “Tuan kelewatan” dan “Pergi” harus dilakukan pemenggalan karena antara
keduanya memiliki maksud yang berbeda.
Hal ini dilakukan agar lebih lancar dalam memberikan tekanan pada kata. Misalnya
“Tuan kelewatan”……. (mendapat tekanan), “Pergi….” (mendapat tekanan).
INTONASI
Seandainya pada dialog yang kita ucapkan, kita tidak menggunakan intonasi, maka
akan terasa monoton, datar dan membosankan. Yang dimaksud intonasi di sini adalah
tekanan-tekanan yang diberikan pada kata, bagian kata atau dialog. Dalam tatanan intonasi,
terdapat tiga macam, yaitu :
Tekanan Dinamik (keras-lemah)
Ucapkanlah dialog pada naskah dengan melakukan penekanan-penekanan pada setiap
kata yang memerlukan penekanan. Misainya saJa pada kalimat “Saya membeli pensil ini”
Perhatikan bahwa setiap tekanan memiliki arti yang berbeda.
– SAYA membeli pensil ini. (Saya, bukan orang lain)
– Saya MEMBELI pensil ini. (Membeli, bukan, menjual)
– Saya membeli PENSIL ini. (Pensil, bukan buku tulis)
Tekanan.Nada (tinggi-rendah)
Cobalah mengucapkan kalimat/dialog dengan memakai nada/aksen, artinya tidak
mengucapkan seperti biasanya. Yang dimaksud di sini adalah membaca/mengucapkan dialog
dengan Suara yang naik turun dan berubah-ubah. Jadi yang dimaksud dengan tekanan nada
ialah tekanan tentang tinggi rendahnya suatu kata.
Tekanan Tempo
Tekanan tempo adalah memperlambat atau mempercepat pengucapan. Tekanan ini
sering dipergunakan untuk lebih mempertegas apa yang kita maksudkan. Untuk latihannya
cobalah membaca naskah dengan tempo yang berbeda-beda. Lambat atau cepat silih berganti.
WARNA SUARA
Hampir setiap orang memiliki warna suara yang berbeda. Demikian pula usia sangat
mempengaruhi warna suara. Misalnya saja seorang kakek, akan berbeda warna suaranya
dengan seorang anak muda. Seorang ibu akan berbeda warna suaranya dengan anak gadisnya.
Apalagi antara laki-laki dengan perempuan, akan sangat jelas perbedaan warna suaranya.
Jadi jelaslah bahwa untuk membawakan suatu dialog dengan baik, maka selain harus
memperhatikan artikulasi, getikulasi dan intonasi, harus memperhatikan juga warna suara.
Sebagai latihan dapat dicoba merubah-rubah warna suara dengan menirukan warna suara
seorang tua, pengemis, anak kecil, dsb.

BLOCKING YANG BAIK DALAM TEATER


BLOCKING DI ATAS PENTAS
Yang dimaksud dengan blocking adalah kedudukan tubuh pada saat diatas pentas.
Dalam permainan drama, blocking yang baik sangat diperlukan, oleh karena itu pada waktu
bermain kita harus selalu mengontrol tubuh kita agar tidak merusak blocking. Yang dimaksud
dengan blocking yang baik adalah blocking tersebut harus seimbang, utuh, bervariasi dan
memiliki titik pusat perhatian serta wajar.
Memang, dalam drama kontemporer kadang-kadang naskah tidak menuntut blocking
yang sempurna, bahkan kadang-kadang juga sutradara atau naskah itu sendiri sama sekali
meninggalkan prinsip-prinsip blocking. Namun, kebanyakan masih ada juga sutradara atau
naskah yang menuntut adanya gerak-gerak yang seragam diantara para pemainnya. Hal itu
untuk mengangkat nilai keindahan dan keteraturan saat drama kemudian dilihat sebagai
sebuah pertunjukan. Maka, itu diperlukan pengaturan komposisi pentas.
Komposisi pentas adalah pembagian pentas menurut bagian-bagian tertentu.
Komposisi pentas ini dibuat untuk membantu blocking, dimana setiap bagian pentas
mempunyai arti tersendiri. Berikut ini adalah skema komposisi pentas.

7 8 9
4 5 6
1 2 3
Komposisi Pentas, yaitu:
– Utuh
Utuh berarti blocking yang ditampilkan hendaknya merupakan suatu kesatuan. Semua
penempatan dan gerak yang harus dilakukan harus saling menunjang dan tidak saling
menutupi.
– Bervariasi
Bervariasi artinya bahwa kedudukan pemain tidak disuatu tempat saja, melainkan
membentuk komposisi-komposisi baru sehingga penonton tidak jenuh. Keadaan seorang
pemain jangan sama dengan kedudukan pemain lainnya. Misalnya sama-sama berdiri, sama-
sama jongkok, menghadap ke arah yang sama, dsb. Kecuali kalau memang dikehendaki oleh
naskah.
– Memiliki titik pusat
Memiliki titik pusat artinya setiap penampilan harus memiliki titik pusat perhatian.
Hal ini penting artinya untuk memperkuat peranan lakon dan mempermudah penonton untuk
melihat dimana sebenarnya titik pusat dari adegan yang sedang berlangsung. Antara pemain
juga jangan saling mengacau sehingga akan mengaburkan dimana sebenarnya letak titik
perhatian.
– Wajar
Wajar artinya setiap penempatan pemain ataupun benda-benda haruslah tampak
wajar, tidak dibuat-buat. Disamping itu setiap penempatan juga harus memiliki motivasi dan
harus beralasan.
– Seimbang
Seimbang berarti kedudukan pemain, termasuk juga benda-benda yang ada diatas
panggung (setting) tidak mengelompok di satu tempat, sehingga mengakibatkan adanya
kesan berat sebelah. Jadi semua bagian panggung harus terwakili oleh pemain atau benda-
benda yang ada di panggung. Penjelasan lebih lanjut mengenai keseimbangan panggung ini
akan disampaikan pada bagian mengenai “Komposisi Pentas “.

BLOCKING PADA PENONTON


Kadar kekuatan pentas dapat dilihat pada urutan nomornya. Bagian depan lebih kuat
daripada bagian belakang. Bagian kanan lebih kuat daripada bagian kiri. Oleh karena itu
jangan menempatkan diri atau benda yang kadar kekuatannya tinggi pada bagian yang kuat.
Hal itu akan hanya menyita perhatian penonton pada satu titik saja. Carilah tempat-tempat
yang sesuai agar blocking kelihatan seimbang. Walaupun demikian harus tetap dalam batas-
batas yang wajar, jangan terlalu dibuat-buat.

Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat
sebagian besar belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut :

-Kalau berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan.

-Kalau berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada didepan.

-Harus diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh pemain
mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance, komposisinya:

1. Bagian kanan lebih berat daripada kiri


2. Bagian depan lebih berat daripada belakang
3. Yang lebar lebih berat daripada yang sempit
4. Yang terang lebih berat daripada yang gelap
5. Menghadap lebih berat daripada yang membelakangi

Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai
sesuai adegan yang berlangsung

GERAK DALAM TEATER


GERAK OLAH TUBUH
Sebelum kita melangkah lebih jauh untuk mempelajari seluk beluk gerak, maka
terlebih dahulu kita harus mengenal tentang olah tubuh. Olah tubuh (bisa juga dikatakan
senam), sangat perlu dilakukan sebelum kita mengadakan latihan atau pementasan. Dengan
berolah tubuh kita akan, mendapat keadaaan atau kondisi tubuh yang maksimal.
Selain itu olah tubuh juga mempunyai tujuan melatih atau melemaskan otot-otot kita
supaya elastis, lentur, luwes dan supaya tidak ada bagian-bagian tubuh kita yang kaku selama
latihan-latihan nanti.
Pelaksanaan olah tubuh :
Pertama sekali mari kita perhatikan dan rasakan dengan segenap panca indera yana
kita punyai, tentang segala rakhmat yang dianugerahkan kepada kita. Dengan memakai rasa
kita perhatikan seluruh tubuh kita, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, yang mana
semuanya itu merupakan rakhmat Tuhan yarig diberikan kepada kita.
Sekarang mari kita menggerakkan tubuh kita.
– Jatuhkan kepala ke depan. Kemudian jatuhkan ke belakanq, ke kiri, ke kanan.
Ingat kepala/leher dalam keadaan lemas, seperti orang mengantuk.

– Putar kepala pelan-pelan dan rasakan lekukan-lekukan di leher, mulai dari


muka. kemudian ke kiri, ke belakang dan ke kanan. Begitu seterusnya dan lakukan
berkali-kali. Ingat, pelan-pelan dan rasakan !
– Putar bahu ke arah depan berkali-kali, juga ke arah belakang. Pertama satu-
persatu terlebih dahulu, baru kemudian bahu kiri dan kanan diputar serentak.
– Putar bahu kanan ke arah depan, sedangkan bahu kiri diputar ke arah
belakang. Demikian pula sebaliknya.
– Rentangkan tangan kemudian putar pergelangan tangan, putar batas siku, putar
tangan keseluruhan. Lakukan berkali-kali, pertama tangan kanan dahulu, kemudian tangan
kiri, baru bersama-sama.
– Putar pinggang ke kiri, depan, kanan, belakang. Juga sebaliknya.
– Ambil posisi berdiri yang sempurna, lalu angkat kaki kanan dengan tumpuan
pada kaki kiri. Jaga jangan sampai jatuh. Kemudian putar pergelangan kaki kanan, putar lutut
kanan, putar seluruh kaki kanan. Kerjakan juga pada kaki kiri sesuai dengan cara di atas.
– Sebagai pembuka dan penutup olah tubuh ini, lakukan iari-lari di tempat dan
meloncat-loncat.

MACAM-MACAM GERAK :
Setiap orang memerlukan gerak dalam hidupnya. Banyak gerak yang dapat dilakukan
manusia. Dalam latihan dasar teater, kita juga harus mengenal dengan baik bermacam-macam
gerak Latihan-latihan mengenai gerak ini harus diperhatikan secara khusus oleh seseorang
yang berkecimpung dalam bidang teater.
Pada dasarnya gerak dapat dibaqi menjadi dua, yaitu
1. Gerak teaterikal
Gerak teaterikal adalah gerak yang dipakai dalam teater, yaitu gerak yang lahir dari
keinginan bergerak yang sesuai dengan apa yang dituntut dalam naskah. Jadi gerak teaterikal
hanya tercipta pada waktu memainkan naskah drama.
2. Gerak non teaterikal
Gerak non teaterikal adalah gerak kita dalam kehidupan sehari-hari.
Gerak yang dipakai dalam teater (gerak teaterikal) ada bermacam-macam, secara garis
besar dapat kita bagi menjadi dua, yaitu gerak halus dan gerak kasar.
Gerak Halus
Gerak halus adalah gerak pada raut muka kita atau perubahan mimik, atau yanq lebih
dikenal lagi dengan ekspresi. Gerak ini timbul karena pengaruh dari dalam/emosi, misalnya
marah, sedih, gembira, dsb.

Gerak Kasar
Gerak kasar adalah gerak dari seluruh/sebagian anggota tubuh kita. Gerak ini timbul
karena adanya pengaruh baik dari luar maupun dari dalam. Gerak kasar masih dapat dibagi
menjadi empat bagian. yaitu :
Business, adalah gerak-gerak kecil yang kita lakukan tanpa penuh kesadaran Gerak ini
kita lakukan secara spontan, tanpa terpikirkan (refleks). Misalnya :
–Sewaktu kita sedang mendengar alunan musik, secara tak sadar kita
menggerak-gerakkan tangan atau kaki mengikuti irama musik.
– sewaktu kita sedang belajar/membaca, kaki kita digigit nyamuk. Secara refleks
tangan kita akan memukul kaki yang tergigit nyamuk tanpa kehilangan konsentrasi kita pada
belajar.
Gestures, adalah gerak-gerak besar yang kita lakukan. Gerak ini adalah gerak yang
kita lakukan secara sadar. Gerak yang terjadi setelah mendapat perintah dari diri/otak kita
Untuk melakukan sesuatu, misalnya saja menulis, mengambil gelas, jongkok, dsb.
Movement, adalah gerak perpindahan tubuh dari tempat yang satu ke tempat yang
lain. Gerak ini tidak hanya terbatas pada berjalan saja, tetapi dapat juga berupa berlari,
bergulung-gulung, melompat, dsb.
Guide, adalah cara berjalan. Cara berjalan disini bisa bermacam-macam. Cara
berjalan orang tua akan berbeda dengan cara berjalan seorang anak kecil, berbeda pula
dengan cara berjalan orang yang sedang mabuk, dsb.
Setiap gerakan yang kita lakukan harus mempunyai arti, motif dan dasar. Hal ini
harus benar-benar diperhatikan dan harus diyakini benar-benar oleh seorang pemain apa
maksud dan maknanya ia melakukan gerakan yang demikian itu.
Dalam latihan gerak, kita mengenal latihan “gerak-gerak dasar”. Latihan mengenai
gerak-gerak dasar ini kita bagi menjadi tiga bagian, yaitu :
· Gerak dasar bawah : posisinya dalam keadaan duduk bersila. Di sini kita hanya
boleh bergerak sebebasnya mulai dari tempat kita berpijak sampai pada batas kepala kita.
· Gerak dasar tengah : posisi kita saat ini dalam keadaan setengah berdiri. Di sini
kita diperbolehkan bergerak mulai dari bawah sampai diatas kepala.
· Gerak dasar atas : di sini kita boleh bergerak sebebas-bebasnya tanpa ada
batas.
Dalam melakukan gerak-gerak dasar diatas kita dituntut untuk berimprovisasi /
menciptakan gerak-gerak yang bebas, indah dan artistik.
Latihan-latihan gerak yang lain :
Latihan cermin.
dua orang berdiri berhadap-hadapan satu sama lain. Salah seorang lalu membuat
gerakan dan yang lain menirukannya, persis seperti apa yang dilakukan temannya, seolah-
olah sedang berdiri didepan cermin. Latihan ini dilakukan bergantian.

Latihan gerak dan tatap mata.


sama dengan latihan cermin, hanya waktu berhadapan mata kedua orang tadi saling
tatap, seolah kedua pasang mata sudah saling mengerti apa yang akan digerakkan nanti.

Latihan melenturkan tubuh.


seseorang berdiri dalam keadaan lemas. Kemudian seorang lagi membantu
mengangkat tangan temannya. Setelah sampai atas dijatuhkan. Dapat juga sebelum
dijatuhkan lengan / tangan tersebut diputar-putar terlebih dahulu.

Latihan gerak bersama.


suatu kelompok yang terdiri dari beberapa orang melakukan gerakan yang sama
seperti dilakukan oleh pemimpin kelompok tersebut, yang berdiri didepan mereka.

Latihan gerak mengalir.


suatu kelompok yang terdiri beberapa orang saling bergandengan tangan, membentuk
lingkaran. Kemudian salah seorang mulai melakukan gerakan ( menggerakkan tangan atau
tubuh ) dan yang lain mengikuti gerakan tangan orang yang menggandeng tangannya. Selama
melakukan gerakan, tangan kita jangan sampai terlepas dari tangan teman kita. Latihan ini
dilakukan dengan memejamkan mata dan konsentrasi, sehingga akan terbentuk gerakan yang
artistik.
GERAK DAN VOKAL
Setelah kita berlatih tentang vokal dan gerak secara terpisah, maka sekarang kita
mencoba untuk memadukan antara vokal dan gerak. Banyak bentuk-bentuk latihan yang
dapat dilakukan, antara lain mengucapkan kalimat yang panjang sambil berlari-lari,
melompat, jongkok, bergulung-gulung, atau juga bisa dengan memutar-mutar kepala,
memutar-mutar tubuh, dan sebagainya.
Latihan ini berguna sekali bagi kita pada waktu acting. Tujuannya adalah agar vokal
dan gerak kita selalu serasi, agar gerak kita tidak terlalu banyak berpengaruh pada vokal.

DAFTAR RUJUKAN:

Sholehuddin, Muhammad. 2008. Pementasan Drama. Surabaya: Galang Press


Suroso. 2015. Drama, Teori Dan Praktik Pementasan. Yogyakarta: Penerbit
Elmatera.
Sukmawan, Sony.2015. Menyemai Benih Cinta Sastra. Malang. Penerbit: UB Press.
STB, Alex. 2012. Menjadi Sutradara. (Online).
(https://malaikatpararoh.wordpress.com/materi-teater/gerak-dalam-teater/). Diakses
22
Oktober 2021.

Anda mungkin juga menyukai