Anda di halaman 1dari 19

TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH (GOOD

& CLEAN GOVERNANCE)

OLEH :

KELOMPOK 9 :

NUFLI ILMA ILAHI (10900121113)


ANDI RYA RASTRI (10900121115)
NURUL HIKMAH (10900121114)
WARDATUL MUJHIDA (10900121112)
INDRA MAULANA (10900121117)
DWI AWAL RAHMAT SUARDI (10900121116)

DOSEN :

MIIRWAN EMBAS S.Ag. M.H

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Istilah clean dan good governance (pengelolaan atau tata pemerintahan yang bersih dan
baik)merupakan wacana yang mengiringigerakan reformasi.wacana clean dan good
governance sering kali dikaitkan dengan tuntunan akan pengelolaan pemerintah yang
professional, akuntabel, dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Terjadinya krisis
ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tatacara penyelenggaraan pemerintahan
yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang
sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat
yang memburuk.

Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi Indonesia,


sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk miskin bertambah,
tingkat kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan munculnya konflik-konflik di
berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia.

Bahkan kondisi saat inipun menunjukkan masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang
bertentangan dengan kaidah tata pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat
terlaksananya agenda-agenda reformasi.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi pembuatan dan penerapan
kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena demokrasi ditandai
dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, sementara
fenomena globalisasi ditandai dengan saling ketergantungan antarbangsa, terutama dalam
pengelolaan sumber-sumber ekonomi dan aktivitas dunia usaha (bisnis).

Kedua perkembangan diatas, baik demokratisasi maupun globalisasi, menuntut redefinisi


peran pelaku-pelaku penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah, yang sebelumnya
memegang kuat kendali pemerintahan, cepat atau lambat harus mengalami pergeseran peran
dari posisi yang serba mengatur dan mendikte ke posisi sebagai fasilitator. Dunia usaha dan
pemilik modal, yang sebelumnya berupaya mengurangi otoritas negara yang dinilai
cenderung menghambat perluasan aktivitas bisnis, harus mulai menyadari pentingnya
regulasi yang melindungi kepentingan publik. Sebaliknya, masyarakat yang sebelumnya
ditempatkan sebagai penerima manfaat (beneficiaries), harus mulai menyadari kedudukannya
sebagai pemilik kepentingan yang juga harus berfungsi sebagai pelaku.

Oleh karena itu, tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala
permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan ekonomi
dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar.
B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

1. Apa pengertian Good Governance?

2. Bagaimana prinsip-prinsip Good Governance?

3. Bagaimana cara mengembangkan struktur organisasi dan manajemen perubahan?

4. Bagaimana hubungan antara good governance dengan otonomi daerah?

5. Bagaimana optimalisasi pelaksanaan otonomi daerah melalui Good Governance?

6 Bagaimana tata kelola kepemerintahan yang bersih ddan gerakan anti KKN

7. Apa asal usul korupsi dinegara berkembang

8. Apa itu Impak

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN GOOD GOVERNANCE

Good governance secara umum dapat dimaknai dengan pemerintahaan yang


baik.Menurut Taylor good governance adalah pemerintahaan yang demokratis seperti yang
dipraktikan dalam Negara-negara demokrasi maju di Eropa Barat dan Amerika misalnya
(saiful mujani, 2001).Good governance adalah tindakan atau tingkah laku yang didasarkan
pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi masalah
publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan dan kehidupan keseharian.

Dan dalam arti yang lebih luas, good governance dapat diartikan “suatu kesepakatan
menynagkut pengaturan Negara yang diciptakan bersama pemerintah, masyarakat madani
(civil society) dan sektor swasta. Kesepakatan tersebut mencakup keseluruhan bentuk
mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok masyarakat
mengutarakan kepentingannya, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban
danmenjembatani perbedaan diantara mereka.”

Good and clean governance memiliki pengertian akan segala hal yang terkait dengan
atau tingkahlaku yang bersifat mengarahkan,mengendalikan, atau mempengaruhi urusan
publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip demokrasi
yang bertumpu pada peran sentral warga negara dalam proses sosial politik bertemu dengan
prinsip-prinsip dasar governance, yaitu pengelolaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa
yang dirumuskan bersama oleh pemerintah dan komponen masyarakat madani. Pemerintahan
dikatakan baik jika pembangunan dapat dilakukan dengan biaya yang sangat minimal namun
dengan hasil yang maksimal.Good and Clean Governance dapat terwujud maksimal jika
ditopang oleh 2 unsur yang saling terkait negara dan masyarakat madani yang di dalamnya
terdapat sektor swasta.

 Pengertian good governance menurut para ahli:

1. Andi Faisal Fakti good governance dapat diartikan sebagai :mengejawatkan nilai nilai
luhur dalam mngarahkan warga negara kepada masyarakat dan pemerintahan yang
berkeadaban melalui wujud pemerintahan yang suci dan damai.

2. Bakti S antoso mngatakan bahwa good venance adalah pelaksanaan politik

2. PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip


didalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu
pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan
semua unsur prinsip-prinsip good governance. Prinsip-prinsip itu diantaranya adalah:

1. Partisipasi (Participation)

Sebagai pemilik kedaulatan, setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk
mengambil bagian dalam proses bernegara, berpemerintahan, serta bermasyarakat. Partisipasi
tersebut dapat dilakukan secara langsung ataupun melalui institusi intermediasi, seperti
DPRD, LSM, dan lainnya. Partisipasi yang diberikan dapat berbentuk buah pikiran, dana,
tenaga, ataupun bentuk-bentuk lainnya yang bermanfaat. Partisipasi warga negara dilakukan
tidak hanya pada tahapan implementasi, tetapi secara menyeluruh, mulai tahapan penyusunan
kebijakan, pelaksanaan, evaluasi, serta pemanfaatan hasil-hasilnya.

Syarat utama warga negara disebut berpartisipasi dalam kegiatan berbangsa, bernegara, dan
berpemerintahan, yaitu:

a. Ada rasa kesukarelaan.

b. Ada keterlibatan secara emosional.

c. Memperoleh manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya.

2. Penegakan hukum (Rule of Law)

Good governance dilaksanakan dalam rangka demokratisasi kehidupan berbangsa dan


bernegara. Salah satu syarat kehidupan demokrasi adalah adanya penegakan hukum yang adil
dan tidak pandang bulu. Tanpa penegakan hukum yang tegas, tidak akan tercipta kehidupan
yang demokratis, tetapi anarki. Tanpa penegakan hukum, orang secara bebas berupaya
mencapai tujuannya sendiri tanpa mengindahkan kepentingan orang lain dengan
menghalalkan segala cara. Oleh karena itu, langkah awal penciptaan good governance adalah
membangun sistem hukum yang sehat, baik perangkat lunaknya, perangkat kerasnya maupun
sumber daya manusia yang menjalankan sistemnya.

3. Transparansi (Transparancy)

Salah satu karakteristik good governance adalah keterbukaan. Karakteristik ini sesuai
dengan semangat zaman yang serba terbuka adanya revolusi informasi. Keterbukaan tersebut
mencakup semua aspek aktivitas yang menyangkut kepentingan publik, dari proses
pengambilan keputusan, penggunaan dana-dana publik, sampai pada tahapan evaluasi.

4. Daya tanggap (responsiveness)

Sebagai konsekuensi logis dari keterbukaan, setiap komponen yang terlibat dalam
proses pembangunan good governance harus memiliki daya tanggap terhadap keinginan atau
keluhan para pemegang saham (stake holder). Upaya peningkatan daya tanggap tersebut,
terutama ditujukan pada sektor publik yang selama ini cenderung tertutup, arogan, serta
berorientasi pada kekuasaan. Untuk mengetahui kepuasan masyarakat terhadap pelayanan
yang diberikan oleh sektor publik, secara periodik perlu dilakukan survei untuk mengetahui
tingkat kepuasan konsumen (customer satisfaction).
5. Berorientasi pada konsensus (consensus orientation)

Kegiatan bernegara, berpemerintahan, dan bermasyarakat pada dasarnya merupakan


aktivitas politik, yang berisi dua hal utama, yaitu konflik dan konsensus. Dalam good
governance, pengambilan keputusan ataupun pemecahan masalah bersama lebih diutamakan
berdasarkan konsensus, yang dilanjutkan dengan kesediaan untuk konsisten melaksanakan
konsensus yang telah diputuskan bersama. Konsensus bagi bangsa indonesia sebenarnya
bukanlah hal yang baru, karena nilai dasar kita dalam memecahkan persoalan bangsa adalah
melalui musyawarah untuk mufakat.

6. Keadilan (equity)

Melalui prinsip good governance, setiap warga negara memiliki kesempatan yang
sama untuk memperoleh kesejahteraan. Akan tetapi, karena kemampuan masing-masing
warga negara berbeda-beda, sektor publik harus memainkan peranan agar kesejahteraan dan
keadilan dapat berjalan seiring sejalan.

7. Efektif dan efisien (efectiveness and efficiency)

Agar mampu berkompetisi secara sehat dalam percaturan dunia, kegiatan ketiga
domain dan governance harus mengutamakan efektivitas dan efisiensi dalam setiap kegiatan.
Tekanan perlunya efektivitas dan efisiensi terutama ditujukan pada sektor publik karena
sektor ini menjalankan aktivitasnya secara monopolistik. Tanpa kompetisi, tidak akan ada
efisiensi.

8. Akuntabilitas (accountability)

Setiap aktivitas yang berkaitan dengan kepentingan publik perlu


mempertanggungjawabkan kepada publik. Tanggung gugat dan tanggung jawab tidak hanya
diberikan kepada atasan saja, tetapi juga pada para pemegang saham yaitu masyarakat luas.
Secara teoritis, akuntabilitas dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu:

a. Akuntabilitas organisasi

b. Akuntabilitas legal

c. Akuntabilitas politik

d. Akuntabilitas profesional
e. Akuntabilitas moral

9. Visi strategis (strategic vision)

Dalam era yang berubah secara dinamis, setiap domain dalam good governance harus
memiliki visi yang strategis. Tanpa visi semacam itu, suatu bangsa dan negara akan
mengalami ketertinggalan. Visi itu, dapat dibedakan antara visi jangka panjangm (long time
vision) antara 20 sampai 25 tahun serta visi jangka pendek (short time vision) sekitar 5 tahun.

Prinsip-prinsip good governance pada dasarnya mengandung nilai yang bersifat


objektif dan universal yang menjadi acuan dalam menentukan tolak ukur atau indikator dan
ciri-ciri/karakteritik penyelenggaraan pemrintahan negara yang baik. Prinsip-prinsip good
governance dalam praktik penyelenggaraan negara dituangkan dalam tujuh asas umum
penyelenggaraan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Berih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme. Prinsip atau asas umum dalam penyelenggaraan negara yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 meliputi sebagai berikut:

1. Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
enyelenggaraan negara.

2. Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.

3. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan
cara aspiratif, akomodatif, dan selektif.

4. Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif, tentang penyelenggaraan
negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan
rahasia negara.

5. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban penyelenggaraan negara.

6. Asas profersionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Disamping itu, juga terdapat pilar-pilar good governance diantaranya:

1) Negara atau pemerintahan (state), berfungsi dalam hal:

a. Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil

b. Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan

c. Menyediakan public service yang efektif dan accountable

d. Menegakkan HAM

e. Melindungi lingkungan hidup

f. Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik.

2) Sektor swasta atau dunia usaha (private sector), berfungsi dalam hal:

a. Menjalankan industri

b. Menciptakan lapangan kerja

c. Menyediakan insentif bagi karyawan

d. Meningkatkan standar hidup masyarakat

e. Memelihara lingkungan hidup

f. Menaati peraturan

g. Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat

h. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM

3) Masyarakat (society), berfungsi dalam hal:

a. Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi


b. Mempengaruhi kebijakan public

c. Sebagai sarana cheks and balances pemerintah

d. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah

e. Mengembangkan SDM

f. Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat

pada negara yang sedang berkembang yang sektor swasta dan sektor masyarakat
relatif belum maju, sektor pemerintah memegang peranan yang sangat menentukan. Sektor
pemerintah harus bertindak sebagai promotor pembangunan. Pada saatnya apabila sektor
swasta dan sektor masyarakat semakin maju karena pembangunan, peranan sektor pemerintah
secara bertahap mulai berkurang. Tarik-menarik peranan antara sektor pemerintah dan sektor
swasta dan sektor masyarakat apabila tidak dikelola secara bijak akan dapat menimbulkan
berbagai ketegangan sosial. Dalam hal ini diperlukan pimpinan nasional yang memiliki
dukungan legitimasi politik yang kuat, memiliki kharisma, serta kemampuan mnajerial untuk
mengendalikan perubahan.

3. CARA MENGEMBANGKAN STRUKTUR ORGANISASI DAN MANAGEMAN


PERUBAHAN

Menurut Lukman Hakim Saifuddin, (2004) good governance (G) di Indonesia adalah
penyelenggaraan peerintahan yang baik yang dapat diartikan sebagai suatu mekanisme
pengelolaan sumber daya dengan substansi dan implementasi yang diarahkan untuk mencapai
pembangunan yang efisien dan efektif secara adil. Oleh karena itu, good governance akan
tercipta di antara unsur-unsur negara dan institusi kemasyarakatan (ormas, LSM, pers,
lembaga profesi, lembaga usaha swasta, dan lain-lain) memiliki keseimbangan dalam proses
checks and balances dan tidak boleh satu pun di antara mereka yang memiliki kontrol
absolute.

Pengembangan publil good governance di Indonesia akan menunjuk pada sekumpulan


nilai (cluster of values), yang notabane sudah lama hidup dan berkembang di masyarakat
Indonesia. Sekumpulan nilai yang dimaksud tersebut adalah 11 (sebelas) nilai good
governance yakni (1) check and balances, (2) decentralization; (3)effectiveness; (4)
efficiency, (5) equity, (6) human rights protection, (7) integrity, (8) participation, (9)
pluralism, (10)predictability, (11) rule of law, dan (12) transparency.

Pertanyaan yang muncul kemudian dalam implementasinya adalah bagaimana mendekati,


mengidentifikasi, mengurai, dan mengupayakan pemecahan persoalan penegakan good
governance. Menurut Lukman Hakim, ada tiga faktor determinan pencapaian good
governance, yakni lembaga atau pranata (institutions/system), sumber daya manusia (human
factor), dan budaya (cultures).

Terkait dengan tiga faktor determinan tersebut, pada subbab ini akan dibahas tentang
lembaga atau pranata, budaya dan sumber daya manusia dalam dua bagian, yaitu struktur
organisasi dalam good governance dan manajemen perubahan yang diperlukan oleh
organisasi.

1. Struktur Organisasi dalam Good Governance

Globalisasi dan perkambangan informasi akan mempercepat perubahan organisasi.


Menurut Tulis (2000), perubahan terhadap sumber daya manusia sebesar 10 persen saja dapat
mengubah struktur organisasi, selain perubahan ang disebabkan faktor teknologi, ekonomi,
politik, dan sosial. Praktik manajemen yang lama baik menyangkut struktur organisasi,
personel, dan tugas pokok, akan menyebabkan resistensi terhadap perubahan dan
menyebabkan sulitnya melakukan restrukturisasi organisasi dalam rangka mencapai efisiensi.
Dalam rangka menghadapi perubahan yang begitu cepat, maka beberapa hal yang penting
dilakukan adalah :

a. Memelihara kesadaran yang tinggi akan urgensi

Perubahan besar dalam organisasi, baik struktur dan budaya tidak akan pernah sukses
bila organisasi tersebut cepat puas. Kesadaran tinggi akan tingkat urgensi yaitu memahami
hak yang mendesak dan menempatkannya sebagai prioritas dalam menghadapinya, sangat
membantu proses mengatasi masalah dan langkah perubahan yang besar. Peningkatan fungsi
organisasi akan menyebabkan tingginya tingkat organisasi. Untuk memelihara urgensi tingkat
tinggi maka diperlukan sistem informasi manajemen yang menyangkut sistem informasi
akuntansi, untuk keuangan, sistem informasi sumber daya manusia (SDM) untuk mengukur
kinerja SDM, dan sistem informasi lain yang diperlukan oleh organisasi. Sistem informasi ini
akan menjamin kecermatan dan kejelian data, sehingga data yang digunakan untuk
pengambilan keputusan yang valid.
b. Penyusunan pranata organisasi

Misi dan tujuan setiap organisasi sektor publik adalah memuaskan para pihak yang
berkepentingan dengan pelayanan publik serta melestarikan tingkat kepuasan masyarakat.
Tanangan untuk mencapai kepuasan adalah melalui mutu pelayanan yang prima atas
pelayanan dan kepercayaan publik. Permasalahan dalam peningkatan mutu ini pada birokrasi
terkendala dengan sumber informasi yang terbatas, tingkat pengetahuan aparat yang tidak
memadai, budaya birokrasi, dan pengambilan keputusan yang tidak efektif karena delegasi
wewenang yang tidak optimal serta tidak adanya insentif dan berkorelasi dengan sistem
penggajian.

Permasalahan dalam penyusunan pranata organisasi adalah masalah keagenan, yaitu


kebijaksanaan yang salah dan berjalan terus-menrus, program yang tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, serta pekerjaan yang tidak berkonstruksi terhadap pencapaian tujuan
organisasi. Singkatnya, tantangan utama dalam mendesain dan pengembangan pranata
organisasi pemerintah dan sistem nasional adalah mengoptimalkan informasi pengambilan
keputusan serta menciptakan sistem penggajian yang sepadan dengan kinerja. Perbaikan
sistem informasi dan sistem penggajian berbasis kinerja ini akan meningkatkan mutu layanan
dan kepercayaan publik.

c. Perubahan Struktur Organisasi

Perubahan kondisi pasar, teknologi, sistem sosial, regulasi, dan pelaksanaan Good
Governance dapat memengaruhi struktur pengembangan organisasi. Untuk perubahan
struktur organisasi perlu dilakukan analisis biaya dan manfaat terhadap pengaruh pelayanan
public terhadap organisasi melalui perubahan yang bersifat strategis.

Perubahan struktur organisasi mencakup tiga unsur sebagai determinan, yaitu: (a) sistem
pendapatan wewenang, tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab, (b) sistem balas jasa yang
sepadan, dan (c) sistem evaluasi indikator atau pengukuran kinerja untuk individu dan unit
organisasi.

Masalah utama dalam perubahan struktur organisasi adalah meyakinkan diri bahwa
pengambilan keputusan dan akuntabilitas semua pihak yang berkepentingan terhadap
organisasi mempunyai informasi dan pengetahuan yang relevan mengambil keputusan yang
baik dan benar serta adanya insentif sepadan yang menggunakan informasi secara produktif
dan terpercaya. Perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap perubahan struktur
organisasi, biaya, dan manfaat langsung maupun tidak langsung harus dianalisis secara
cermat dan hati-hati.

Dalam rangka pelaksanaan GG, makia organisasi modern dapat melakukan :

1. Kesadaran yang tinggi terhadap tingkat urgensi

2. Kerja sama tim yang baik dalam tatanan staf dan manajemen

3. Bisa menciptakan dan mengomunikasikan visi, misi, dan program dengan baik

4. Pemberdayaan semua karyawan dengan memerhatikan minat dan bakat

5. Memberikan delegasi wewenang dengan efektif

6. Mengurangi ketergantungan yang tidak perlu, dan

7. Mengembangkan budaya organisasi yang adaptif dan penggunaan analisis kinerja

2. Manajemen Perubahan

Sesuai dengan pertimbangan TAP MPR RI Nomor II/MPR/1999, masalah krisis


multidimensi yang melanda negara Indonesia merupakan penghambat perwujudan cita-cita
dan tujuan nasional. Reformasi di segala bidang, diharapkan dapat menjadi suatu langkah
penyelamatan, pemulihan, pemantapan dan pengembangan pembangunan serta penguatan
kepercayaan diri

Kemampuan para pemimpin penyelenggara pemerintahan dan masyarakat yang mengelola


perubahan menjadi sangat krisis dan strategis, terutama sensitifitas dan responsibilitas
terhadap tanda dan waktu perubahan tersebut diperlukan, khususnya dalam langkah
penyelamatan, pemulihan, dan pengembangan. Ada dua hal yang perlu ditekankan dalam
manajemen perubahan, yaitu mengapa ada perubahan yang berhasil dan ada yang gagal?

Perubahan yang gagal disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

a. Terlalu cepat puas

b. Team work yang gagal

c. Merumuskan visi, misi, dan program dengan kurang tepat

d. Gagal menciptakan harapan sukses kepada seluruh anggota organisasi


e. Menganggap perubahan sudah selesai dan hanya sekali memerlukan perubahan, dan

f. Tidak bisa mengubah symbol, nilai, sikap dan norma organisasi dari yang lama menjadi
budaya yang baru dalam organisasi.

Untuk mengurangi kegagalan dalam perubahan budaya organisasi, maka harus


dihilangkan atau dikurangi dampak negatif dari perubahan seperti bubarnya organisasi,
kehilangan pasar dan kepuasaan pelanggan, penurunan gaji dan harus dikikis dengan
menjelaskan mengapa organisasi perlu mengadakan perubahan, bagaimana tahap perubahan,
bagaimana hasil akhir dari perubahan, dan bagaimana peran serta dari setiap anggota
organisasi dalam perubahan. Untuk mencapai keberhasilan dalam perubahan, ada beberapa
hal yang diperlukan, yaitu :

1. Menetapkan strategi, pentingnya, dan tahapan perubahan

2. Mengembangkan semangat kerja sama tim yang tinggi

3. Mengembangkan strategi komunikasi untuk menyampaikan visi, misi, program


perubahan, sehingga anggota dapat termotivasi, dan

4. Memberdayakan setiap anggota organisasi sesuai dengan kompetensi minat, dan bakat.

4. HUBUNGAN ANTARA GOOD GOVERNANCE DENGAN OTONOMI DAERAH

Upaya pelaksanaan tata pemerintahan yang baik, UU No 32 tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah merupakan salah salu instrumen yang merefleksikan keinginan
pemerintah untuk melaksanakan tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Hal ini dapat dilihat dari indikator upaya penegakan hukum,
transparansi dan penciptaan partisipasi. Dalam hal penegakan hukum, UU No. 32 Tahun
2004 telah mengatur secara tegas upaya hukum bagi para penyelenggara pemerintahan daerah
yang diindikasikan melakukan penyimpangan.

Dari sistem penyelenggaraan pemerintahan sekurang-kurangnya terdapat 7 elemen


penyelenggaraan pemerintahan yang saling mendukung tergantung dari bersinergi satu sama
lainnya, yaitu :

1. Urusan Pemerintahan
2. Kelembagaan

3 Personil

4. Keuangan

5. Perwakilan

6. Pelayanan Publik

7. Pengawasan.

Ketujuh elemen di atas merupakan elemen dasar yang akan ditata dan dikembangkan serta
direvitalisasi dalam koridor UU No. 32 Tahun 2004. Namun disamping penataan terhadap
tujuan elemen dasar diatas, terdapat juga hal-hal yang bersifat kondisional yang akan menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari grand strategi yang merupakan kebutuhan nyata dalam
rangka penataan otonomi daerah di Indonesia secara keseluruhan yaitu penataan Otonomi
Khusus NAD, dari Papua penataan daerah dari wilayah perbatasan , serta pemberdayaan
masyarakat.Setiap elemen tersebut disusun penataannya dengan langkah-langkah menyusun
target ideal yang harus dicapai, memotret kondisi senyatanya dari mengidentifikasi gap yang
ada antara target yang ingin dicapai dibandingkan kondisi rill yang ada saat ini.

Meskipun dalam pencapaian Good Governance rakyat sangat berperan, dalam pembentukan
peraturan rakyat mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasi, namun peran negara sebagai
organisasi yang bertujuan mensejahterakan rakyat tetap menjadi prioritas. Untuk menghindari
kesenjangan didalam masyarakat pemerinah mempunyai peran yang sangat penting.
Kebijakan publik banyak dibuat dengan menafikan faktor rakyat yang menjadi dasar
absahnya sebuahnegara. UU no 32 tahun 2004 yang memberikan hak otonami kepada daerah
juga menjadi salah satu bentuk bahwa rakyat diberi kewenangan untuk mengatur dan
menentukan arah perkembangan daerahnya sendiri. Dari pemilihan kepala daerah,
perimbangan keuangan pusat dan daerah (UU no 25 tahun 1999). Peraturan daerah pun telah
masuk dalam Tata urutan peraturan perundang - undangan nasional (UU no 10 tahun 2004),
Pengawasan oleh masyarakat.

Sementara itu dalam upaya mewujudkan transparansi dalam penyelenggaran pemerintahan


diatur dalam Pasa127 ayat (2), yang menegaskan bahwa sistem akuntabilitas dilaksanakan
dengan kewajiban Kepala Daerah untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan
daerah kepada Pemerintahan, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban
kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah
kepada masyarakat.

Sistem akuntabilitas semacam ini maka terdapat keuntungan yang dapat diperoleh yakni,
akuntabilitas lebih dapat terukur tidak hanya dilihat dari sudut pandang politis semata. Hal ini
merupakan antitesis sistem akuntabilitas dalam UU No. 22 Tahun 1999 dimana penilaian
terhadap laporan pertanggungjawaban kepala daerah oleh DPRD seringkali tidak berdasarkan
pada indikator-indikator yang tidak jelas. Karena akuntabilitas didasarkan pada indikator
kinerja yang terukur,maka laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak
mempunyaidampak politis ditolak atau diterima. Dengan demikian maka stabilitas
penyelenggaraanpemerintahan daerah dapat lebih terjaga.

Masyarakat memiliki hak untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan


pemerintahan daerah. Pelaksanaan pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh
masyarakat sebagai perorangan, kelompok maupun organisasi dengan cara: Pemberian
informasi adanya indikasi terjadinya korupsi, kolusi atau nepotisme di lingkungan pemerintah
daerah maupun DPRD. Penyampaian pendapat dan saran mengenai perbaikan,
penyempurnaan baik preventif maupun represif atas masalah.

Informasi dan pendapat tersebut disampaikan kepada pejabat yang berwenang dan
atau instansi yang terkait. Menurut Pasal 16 Keppres No. 74 Tahun 2001, masyarakat berhak
memperoleh informasi perkembangan penyelesaian masalah yang diadukan kepada pejabat
yang berwenang. Pasal tersebut berusaha untuk memberikan kekuatan kepada masyarakat
dalam menjalankan pengawasan. Dengan demikian, jelas bahwa Undang-undang Nomor 32
tahun 2004 dipersiapkan untuk menjadi instrumen yang diharapkan dapat menjadi ujung
tombak pelaksanaan konsep good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan di
indonesia.

5. OPTIMALITAS PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH MELALUI GOOD


GOVERNANCE

Good governance dapat ditinjau sebagai bentuk pergeseran paradigma konsepgoverment


(pemerintah) menjadi governance (kepemerintahan). Secara epistemologis, perubahan
paradigma goverment berwujud pada pergeseran mindset dan orientasi birokrasi sebagai unit
pelaksana dan penyedia layanan bagi masyarakat, yang semula birokrat melayani
kepentingan kekuasaan menjadi birokrat yang berorientasi pada pelayanan publik.

Salah satu bentuk layanan tersebut adalah penertiban regulasi yang dapat menciptakan
suasana yang kondusif bagi masyarakat. Akan tetapi, sebelum lebih jauh kita menelaah kiat-
kiat dalam menciptakan regulasi yang kondusif, tidak ada salahnya apabila kita memulainya
dengan memahami terlebih dahulu beberapa konsep dasar dalam kebijakan publik.

Dalam kacamata awam, pemerintahan yang baik identik dengan pemerintahan yang
mampu memberikan pendidikan gratis, membuka banyak lapangan kerja, mengayomi fakir
miskin, menyediakan sembako murah, memberikan iklik investasi yang kondusif dan
bermacam kebaikan lainnya. Dengan kata lain, pemerintah dianggap baik apabila ia mampu
melindungi dan melayani masyarakatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelayanan umum
yang berkualitas merupakan ukuran untuk menilai sebuah pemerintahan yang baik,
sedangkan pelayanan umum yang buruk lebih mencerminkan pemerintahan yang miskin
inovasi dan tidak memiliki keinginan untuk menyejahterakan masyarakatnya (bad
governance).

Berbicara tentang good governance biasanya lebih dekat dengan masalah pengelolaan
manajemen pemerintahan dalam membangun kemitraan dengan stake holder (pemangku
kepentingan). Oleh karena itu, good governance menjadi sebuah kerangka konseptual tentang
cara memperkuat hubungan antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat dalam nuansa
kesetaraan. Hubungan yang harmonis dalam nuansa kesetaraan merupakan prasyarat yang
harus ada. Sebab, hubungan yang tidak harmonis antara ketiga pilar tersebut dapat
menghambat kelancaran proses pembangunan.

6. TATA KELOLA KEPEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN GERAKAN ANTI


KKN

Koropsi adalah suatu permasalah besar yang merusak keberhasilan pembanguna


nasional,korupsi menjadikan ekonomi menjadi berbiaya tinggi,politik yang tidak sehat dan
moralitas yang terus menerus merosot.

 Makna korupsi :

menurut kartini kartono kurupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mngeduk keuntungan pribadi merugikan kepentingan umum dan
negara.badan pengawas keuangan dan pembangunan mendefenisikan korupsi sebagai
tindakan yang merugikan kepentingan umum dan masyarakat luas demi keuntungan pribadi
dan kelompok tertentu.

7. ASAL USUL KORUPSI DINEGARA BERKEMBANG

Beberapa hal yang menjadi akar masalah terjadinya korupsi antara lain:

1. Kemiskinan

2. Kekuasaan

3. Budaya

4. Ketidaktahuan

5. Rendahnya kualitas moral suatu masyarakat

6. Lemahnya kelembagaan politik dari suatu negara

7. Karna penyakit bersama

8. IMPAK KORUPSI

Jika di atas kita mngakui bahwa salah satu penyebab korupsi adalah kemiskinan maka
koropsi pun mnyebabkan kemiskinan di negara berkembang,kemiskinan tersebut di sebabkan
para elit negara berkembang mengambil kekayaan negerinya untuk kepentingan sendiri atau
kelompoknya.

Beberapa hal yang di sebabkan oleh prilaku koropsi adalah :

1. Tindak koropsi mencerminkan kegagalan mencapai tujuan tujuan yang di tetapkan


pemerintah.

2. Koropsi akan segera menular ke sektor swasta dalam situasi yang sulit diramalkan,atau
melemahkan investasi dalam negri,dan mnyisihkan pendatang baru,dengan demikian
mngurangi partisipasi dan pertumbuhan sektor swasta.
3. Korupsi mencerminkan kenaikan hargaadministrasi(pembayar pajak harus ikut mnyuap
karna membayar beberapa kali lipat untuk pelayan yang sama.

4. Jika korupsi merupakan bentuk pembayaran yang tidak sah,hal ini akan mngurangi
jumlah dana yang di sediakan untuk publik.

5. Korupsi merusak mental aparat pemerintah,melunturkan keberanian yang di perlukan


untuk mematuhi standar etika yang tinggi.

6. Koropsi dalam pemerintahan menurunkan rasa hormat pada kekuasaan yang akhirnya
menurunkan legilitimasi pemerintah.

7. Jika elit bpolitik dan penjabat tinggi pemerintah secara luas di anggap korupsi,maka
akan mnyimpulkan tidak ada alasan bagi puplik untuk tidak boleh korupsi juga.

8. Seorang penjabat yang korupsi adalah pribadi yang hanyya memikirkan diri sendiri
tidak mau berkorban demi kemakmuran bersama untuk masa yang akan datang.

9. Korupsi menimbulkan kerugian yang sangat besar dari sisi pruduktivitas,karna waktu
dan energi habis untuk menjalin hubungan guna untuk mnghindri atu mngalahkan
sistem,untuk mngkatkan kepercayaan dan memberikan alasan yang objektiv mngenai
permintaan layanan yang di perlukan.

10. Korupsi karna merupakan ketidak adilan yang di lembagakan ,mau tidak mau akan
menimbulkan perkara yang harus di bawa ke pengadilan dan tuduhan tuduhan palsu yang di
gunakan pada penjabat yang jujur untuk tujuan pemerasan.

11. Bentuk korupsi yang paling menonjol di beberapa negara uang pelicin atau uang rokok
menyebabkan keputusan di timbang berdasarkan uang bukan berdasarekan kebutuhan
manusia.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Konsep good governance yang dijelaskan tersebut berlaku untuk semua jenjang
pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Mau tidak mau, mampu
ataupun tidak mampu, dalam menyelenggarakan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut
untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance karena prinsip tersebut telah menjadi
paradigma baru didalam menyelenggarakan kepemerintahan yang digunakan secara
universal.

Pemerintahan yang baik tidak di lihat dari sistem yang berbuat atau rancangan
undang-undang yang di rumuskan, melainkan suatu sikap yang pasti dalam menangani suatu
permasalahn tanpa memandang siapa serta mengapa hal tersebut harus di lakukan. Pada sisi
lain, pemerintah pusat memiliki kewajiban untuk menyebarluaskan konsep good
governancekepada seluruh jajaran pemerintahan karena konsep tersebut menjadi salah satu
ukuran keberhasilan birokrasi pemerintahan.

Daftar pustaka

Azra, Prof. Dr. Azumard, MA. 2003. Demikrasi Masyarakat Madani. Jakarta : ICCE Syarif
Hidayatullah. Ibid.

Bakti, Andi Faisal. 2000. Good Governance a Workable Solution for Indonesia. Jakarta :
IAIN Press.

Billah, MM. 2001. Good Governace dan Kontrol Sosial. Jakarta : Jurnal Prisma.

Dwiyanto, Agus. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.


Yogyakarta : UGM Press.

Kumorotomo, Wahyu. 1999. Etika Administrasi Negara. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Rozak, Abdul dan Ubaidillah, A. 2006. Demokrasi, HAM, Masyarakat Madani. Jakarta :
ICCE Syarif Hidayatullah.

Rosidin utang. Otonomi Daerah dan Desentralisasi. Bandung: Pustaka Setia.2010.

Anda mungkin juga menyukai