Laporan Uji Kualitas Susu - Kelompok 19G
Laporan Uji Kualitas Susu - Kelompok 19G
KELOMPOK G
Disusun oleh :
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan uji kualitas susu sapi. Penulis menyadari bahwa penyelesaian laporan ini
tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, penyusun mengucapkan terima kasih
kepada Bapak dosen pengajar Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Udayana serta pihak Seva Office Grand Mandir
yang telah mengijinkan kami untuk melakukan proses pemerahan susu sapi secara
langsung.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bahasa, isi, maupun analisa penulisan.
Sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhir
kata, penulis berharap semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
masyarakat, sehingga perlu dilakukan pengujian kualitas terhadap produsen
susu yang beredar di pasaran/masyarakat.
1.3 Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan penilain terhadap kualitas susu dan dapat
membedakan antara susu yang berkualitas baik dan yang telah
rusak/berkualitas buruk.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
ppada susu tersebut, karena sekitar 95% dari nitrogen pada susu berada dalam
bentuk protein.
Untuk mengetahui bau susu, susu dipanaskan terlebih dahulu. Setelah susu
dipanaskan, maka susu mengeluarkan aroma yang spesifik dimana bau susu yang
dipanaskan lebih tajam daripada susu yang tidak dipanaskan. Dalam 100% susu
terdapat 40 % kadar kemurnian warna susu dan juga bau susu yang mencirikan
untuk susu yang 4 normal, selebihnya 60 % untuk zat makanan sebagai pelengkap
cita rasa yang terdapat di dalam susu tersebut (Yusuf 2010).
Uji rasa dilakukan dengan mencicipi susu, susu terasa manis diakibatkan
karena kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi, khususnya untuk golongan
laktosa. Susu dari segi rasa mengandung susu yang terasa manis untuk dikatakan
normal selebihnya banyak kelaianan di dalam susu yang tidak bermanfaat bagi
tubuh (Yusuf 2010).
4
cepat terjadinya perubahan biru menjadi putih semkain tinggi jumlah bakteri
didalam lsusu pasteurisasi. Semakin cepat waktu (Anderson et al, 2011).
5
BAB III
3.1 Materi
A. Alat
Tabung reaksi (ukuran kecil, sedang, dan besar), api Bunsen, penjepit
tabung, termometer, kertas pH, pulpen, HP, inkubator, kulkas, gelas berker,
erlenmeyer, gelas ukur, laktodensimeter, dan pipet steril.
B. Bahan
2 sampel susu segar dari 2 sapi berbeda (masing-masing 1 liter), alkohol
(70% dan 96%), larutan biru metilen, alkohol absolut, akuades, tisu, dan kertas
label.
3.2 Metode
A. Uji Organoleptik
1. Uji warna
• Susu diambil dan dimasukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml
• Amati warna susu dengan latar belakang putih
• Amati adanya kelainan warna pada susu seperti kebiru-biruan
(dicampur air terlalu banyak/dikurangi lemaknya), berwarna
kemerah-merahan (susu berasal dari sapi penderita mastitis).
2. Uji bau
• Susu diambil dan di masukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5
ml
• Kemudian cium baunya dengan indra penciuman
• Setelah itu panaskan susu pada tabung reaksi sampai mendidih dan
cium kembali baunya
• Amati adanya bau menyimpang seperti bau asam, busuk, tengik,
kandang, pakan, dan obat-obatan.
3. Uji rasa
6
• Untuk memepertimbangkan kesehatan pemeriksa, susu harus
dididihkan sebelum diperiksa
• Setelah susu dididihkan tuangkan susu sedikit pada telapak tangan,
kemudian dicicipi dan rasakan adanya rasa yang menyimpang
• Rasa susu yang menyimpang berupa rasa pahit (disebabkan adanya
kuman-kuman pembentuk pepton), rasa tengik (disebabkan adanya
kuman asam mentega), rasa sabun (disebabkan adanya bacillus
lactis saponacei), dan rasa lobak (ada kuman coli), dan rasa anyir
/amis (disebabkan kuman-kuman tertentu pada kasus mastitis).
4. Uji kekentalan
• Susu diambil dan di masukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5
ml
• Goyangkan secara perlahan-lahan
• Kemudian amati sisa goyangan pada dinding tabung, cepat/ lambat
hilangnya sisa goyangan tersebut, dan adanya butiran/lendir (akibat
kuman cocci dan coli).
• Susu yang berkualitas baik akan membasahi dinding tabung, tidak
berbutir-butir/berlendir, dan busa yang terbentuk akan cepat hilang.
B. Uji Kebersihan
• Siapkan saringan dan gelas berker
• Tempatkan saringan di atas mulut gelas berker
• kemudian tuang susu secara perlahan melewati saringan dan ditampung
pada gelas berker
• setelah itu keringkan saringan dan periksa adanya kotoran berupa bulu,
rumput, sisa pakan,, feses, semut, darah, nanah, pasir, dan lain-lain.
C. Uji Didih
• Ambil kurang lebih sebanyak 5 ml susu dan masukan kedalam tabung
reaksi
• Gunakan penjepit untuk memegang tabung
• Panskan di atas api Bunsen sampai mendidih
7
• Setelah itu amati perubahan pada susu berupa: susu tetap homogen
(susu masih baik), susu pecah/berbutir-butir (susu rusak dan harus
diapkir)
D. Uji Akohol
• Masukan 3 ml susu + 3 ml alkohol 70% ke dalam tabung reaksi dan
kocok secara perlahan
• Masukan 3 ml susu + 6 ml alkohol 70% ke dalam tabung reaksi dan
kocok secara perlahan
• Masukan 3 ml susu + 3 ml alkohol 96% ke dalam tabung reaksi dan
kocok secara perlahan
• Amati perubahan yang terjadi berupa: biola susu pecah (positif) dan
susu homogen (negatif)
E. Uji pH
• Sebanyak 20 ml susu dimasukkan ke dalam gelas berker
• Kemudian celupkan kertas pH ke dalamnya selama beberapa detik
• Baca hasilnya sesuai skala
• Ulangi pengukuran sampai 3 kali dan hasilnya dirata-ratakan
F. Uji Reduktase
• Dimasukan ke dalam masing-masing tabung reaksi larutan biru metilen
sebanyak 0,5 ml
• Kemudian ditambahkan masing-masing susu sebanyak 10 ml ke dalam
masing-masing tabung
• Kocok samapai homogen
• Setelah itu, tutup mulut tabung dengan kertas alumunium foil dan
simpan pada inkubatur pad suhu 37,5 derajat celcius
• Lakukan pengamatan setiap 30 menit
• Minimal waktu reduktase 2 jam dan susu dikatakan berkualitas baik
bila waktu reduktasenya 5 jam atau lebih.
G. Uji Berat Jenis (BJ)
• Sampel susu di homogenkan
8
• Kemudian masukan sampel susu secara perlahan (jangan sampai
terbentuk busa) ke dalam gelas ukur sampai 2/3 volumenya
• Masukkan laktodensimeter ke dalamnya, biarkan timbul dan tunggu
sampai benar-benar diam, kemudia baca skalanya(skla pada
laktodensimeter menunjukan desimal 2 dan 3) dan catat hasilnya
• Setelah itu ukur suhu susu menggunakan termometer (suhu harus ditera
antar 20-30 derajat celcius, kemudian disesuaikan dengan suhu 27V2
derajat celcius)
• Setiap kenaikan/penurunan suhu 1 derajat celcius, maka koefisien
pemuaian susu adalah 0,0002
• Ulangi pengukuran BJ dan suhu sebanyak 2 kali
• Terakhir hitung BJ dngan rumus :
271/2ᵒ
BJ SNI = 76
27 1/2ᵒ
= 1,0252
9
BAB IV
10
6) Uji Reduktase 3 jam 35 menit 2 jam 50 menit
7) Berat Jenis 1,0305 1,0337
o
8) Suhu ( C) 26 27
Table 4.2 Hasil Pemeriksaan Susu yang disimpan di kulkas selama 24 jam
Macam Uji Susu 1 Susu 2
1. Uji Organoleptik
Warna Putih Susu Putih Susu
Bau Normal Normal
Rasa Normal (Enak, Segar) Normal (Enak, Segar)
Kekentalan Cair Cair
2) Uji Kebersihan Bersih Bersih
3) Uji Didih Homogen Homogen
4) Uji Alkohol
Alkohol 70% (3 ml) Homogen (-) Homogen (-)
Alkohol 70% (6 ml) Homogen (-) Homogen (-)
Alkohol 96% (3 ml) Homogen (-) Homogen (-)
5) Uji pH 6 6
6) Uji Reduktase 3 jam 35 menit 2 jam 50 menit
7) Berat Jenis 1,0332 1,0352
8) Suhu (oC) 22 22
11
5) Uji pH 2,5 4
6) Uji Reduktase 30 menit 30 menit
7) Berat Jenis 1,0280 1,0340
8) Suhu (oC) 26 26
12
disintesa hanya oleh tumbuhan, oleh karenanya harus ada dalam pakan
ternak perah. Banyaknya karoten dalam susu (warna kuning) tergantung
dari bangsa, spesies, individu, umur, masa laktasi dan pakan hijauan yang
dimakan oleh sapi (Diastari dan Agustina, 2013).
Hasil uji organoleptik bau dan rasa pada susu segar (Susu 1 dan Susu
2) sama-sama berbau normal/bau susu dengan rasa gurih (sedikit manis).
Hasil uji organoleptik bau dan rasa pada susu yang sudah dimasukkan ke
dalam kulkas (susu 1 dan susu 2) berbau normal dengan rasa enak dan
gurih. Sedangkan uji organoleptik bau dan rasa pada susu yang didiamkan
pada suhu ruang (Susu 1 dan Susu 2) sama-sama berbau asam dan basi.
Menurut menurut SK Direktorat Jendral Peternakan
No.17/Kpts/DJP/Deptan/1983 syarat bau dan rasa susu sapi normal yaitu
aroma khas bau susu sapi dan rasa susu yang tidak menyimpang (sedikit
manis dan sedikit asin). Citarasa susu dipengaruhi oleh kadar lemak,
protein, dan mineral yang terdapat pada susu. Menurut Diastari dan
Agustina (2013) Susu murni mempunyai rasa sedikit manisini disebabkan
oleh laktosa dan kadar Cl yang rendah. Jika terjadi penyimpangan terhadap
bau susu maka dapat terjadi perubahan seperti : bau asam, tengik dan busuk
serta rasa susu akan berubah seperti : rasa tengik disebabkan oleh kuman
asam mentega, rasa sabun disebabkan oleh Bacillus lactic saponacei, rasa
lobak disebabkanoleh kuman coli. Aroma susu bisa berubah apabila ada
pertumbuhan mikroba di dalam susu (susu menjadi asam) atau aroma
lainnya (bukan aroma susu) akibat senyawa aroma ini diserap oleh lemak
susu (Lukman, 2009). Aroma pakan dan kotoran didekatwadah susu juga
mudah mempengaruhi aroma susu. Rasa manis dari susu diakibatkan
karena kandungan karbohidrat (laktosa) yang cukup tinggi (Anindita dan
Soyi, 2017).
Hasil uji organoleptik kekentalan pada susu segar (Susu 1 dan Susu
2) sama-sama encer dan kebersihan menunjukkan hasil masing-masing
susu bersih. Hasil yang sama didapatkan pada pemeriksaan uji
organoleptik kekentalan dan kebersihan susu (susu 1 dan susu 2) yang
13
dimasukkan ke dalam kulkas masih encer dan masih bersih. Sedangkan uji
organoleptik kekentalan dan kebersihan pada susu yang didiamkan pada
suhu ruang (Susu 1 dan Susu 2) sama-sama kental dan bersih. Standar air
susu menurut SK Direktorat Jendral Peternakan
No.17/Kpts/DJP/Deptan/1983 yaitu encer dan tidak mengalami
perubahan. Menurut Buckle et al., (2010) penggumpalan merupakan sifat
susu yang paling khas. Penggumpalan dapat disebabkan oleh kegiatan
enzim atau penambahan asam. Enzim Proteolitik yang dihasilkan oleh
bakteri dapat menyebabkan penggumpalan air susu. Kerja enzim ini
biasanya terjadi dalam tiga tahap yaitu penyerapan enzim ke dalam
partikel-partikel kasein, diikuti dengan perubahan keadaan partikel kasein
itu sebagai akibat kerja enzim dan terakhir mengendapnya kasein yang
telah berubah itu sebagai garam kalsium atau garam kompleks. Adanya
ion-ion kalsium dalam air susu diperlukan untuk proses pengendapan.
Hasil dari uji organoleptik yang meliputi warna, bau, rasa dan kekentalan
serta kebersihan menunjukkan kualitas susu segar (Susu 1 dan Susu 2)
sama-sama dalam keadaan baik karena tidak mengalami perubahan dan
telah memenuhi persyaratan sebagai susu layakkonsumsi sesuai SNI 01-
3141.1- 2011.
14
bila melalui proses didih. Bila susu dalam keadaan asam menjadikan
kestabilan kasein menurun, koagulasi kasein ini yang akan mengakibatkan
pecahnya susu, tetapi apabila susu dalam keadaan baik maka hasil yang
dapat dilihat dari uji didih adalah susu masih dalam keadaan homogen atau
tidak pecah (Dwitania dan Swacita, 2013).
4.2.4 Uji pH
15
Hasil uji pH pada susu segar (Susu 1) yaitu 6 dan (Susu 2) yaitu
6,5. Hasil uji pH pada susu yang di masukkan ke dalam kulkas baik susu 1
maupun susu 2 memiliki pH 6. Hasil uji pH pada susu yang didiamkan dalam
suhu ruangan (Susu 1) yaitu 2,5 dan (Susu 2) yaitu 4. Pengukuran pH
digunakan untuk menentukan tingkat keasaman susu yang dinyatakan
dengan kekuatan ion hidrogen, yang diukur dengan menggunakan pH
meter (Soejoedono et al, 2005). Nilai pH yang dihasilkan pada
pemeriksaan susu segar termasuk ke dalam pH normal susu segar
berdasarkan SNI 01-3141- 1998, rataan pH susu adalah sekitar 6-7.
Normalnya pH pada susu dapat disebabkan karena adanya kasein, buffer,
fosfat, dan sitrat. Selain itu, kenaikan dan penurunan pHditimbulkan dari
hasil konversi laktosa menjadi asam laktat oleh mikroorganisme aktivitas
enzimatik (Manik, 2006). Menurut Buckle et al., (2010) aktivitas bakteri
dalam susu akan menurunkan pH secara nyata. Menurunnya pH susu
menyebabkan protein susu seperti kasein berada pada titik isoelektriknya
sehingga protein tersebut akan menggumpal. Kenaikan pH susu juga dapat
menjadi tanda adanya mastitis pada sapi.
16
yang terkandung dalam susu. Untuk melihat mikroba yang terkandungmaka
dilakukan uji reduktase pereaksi methylene blue. Methylene blue
menyebabkan warna susu menjadi biru dan berangsur menjadi putih
kembali. Waktu reduktase minimum yaitu 2 jam, dan susu dikatakan baik
bila waktu reduktasenya 5 jam atau lebih. Menurut Van den Berg (1998),
waktu reduktase diatas 2 jam menunjukkan susudengan kualitas baik. Lama
atau tidaknya waktu perubahan warna methylen blue yang ada didalam susu
dipengaruhi oleh banyak atau tidaknya jumlah bakteri didalam susu (Sari et
al., 2013).
17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Uji kualitas susu secara kualitatif mengidikasikan bahwa susu memiliki
kualitas yang bagus . Kandungan mikroba dalam susu dapat diketahui melalui uji
keasaman (pH), uji alkohol, dan uji reduktase. Susu dengan kualitas baik tidak
menunjukkan reaksi positif terhadap alkohol, pH-nya 4,5-7, kemampuan
tereduksinya lebih dari dua jam serta BJ urin minimal 1,028%. Uji kualitas susu ini
dapat juga menentukan bagus atau tidaknya manajemen pemerahan dari produsen
atau peternak. Sehingga dari hasil praktikum dapat menentukan bahwa manajemen
pemerahan dari produsen sapi perah di Seva Office Grand Mandir memiliki
manajemen pemerahan yang bagus sehingga menghasilkan susu yang bagus juga.
5.2 Saran
Untuk peralatan di laboratorium perlu ditingkatkan dalam segi sanitasi
seperti alat untuk steril alat-alat selama praktikum agar hasil yang didapat lebih
akurat.
18
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar Dkk. 2000. Pengaruh Suhu Dan Waktu Pasterurisasi Terhadap Mutu
Susu Selama Penyimpanan. Jurnall Ilmu Ternakdan Veteriner. 6(1):45
Al-Matsier, Sunita.2002.Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Anindita, N.S., Soyi D.S.2017. Studi kasus: Pengawasan Kualitas Pangan Hewani
melalui Pengujian Kualitas Susu Sapi yang Beredar di Kota Yogyakarta.
Jurnal Peternakan Indonesia. 19 (2): 93-102
Buckle KA., Edwards RA., Fleet GH and Wooton M. 2010. Ilmu Pangan,
Diterjemahkan: H. Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta.
Buda IK, Arka IB, Sulandra IK, Jamasuta IGP, dan Arnawa IK. 1980. Susu dan
Hasil Pengolahanya. Bagian Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Kedokteran
Hewan dan Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.
Diastari, I Gusti Ayu Fitri, dan Kadek Karang Agustina. 2013. Uji Organoleptik
dan Tingkat Keasaman Susu Sapi Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional
Kota Denpasar. Indonesia Medicus Veterinus. 2(4) : 453 – 460.
Dirjen Peternakan, 1983. Surat Keputusan Direktur Jendral Peternakan
No.17/KPTS/DJP/Deptan/83. Tentang Syarat-syarat Tata Cara Pengawasan
dan Pemeriksaan Kualitas Susu Produksi Dalam Negri.
Dwitania DC, Swacita IBN. 2013. Uji Didih, Alkohol dan Derajat Asam Susu Sapi
Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar. Indonesia
Medicus Veterinus. 2(4) : 437 – 444.
Hidayat, H. 2006. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Benzaklin Untuk Dipping
Terhadap Total Bakteri Dan H Susu. Skripsi. Fakultas Peternakan Undip
Lehninger 2002. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia Pangan Utama. Jakarta.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2009. Pemerahan dan Penanganan. Bogor: Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Manik, E. 2006. Olahan Susu. Jakarta : Pusat Unit Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Nababan M, Suada IK, Swacita IBN. 2015. Kualitas susu segar pada penyimpanan
suhu ruang ditinjau dari uji alkohol, derajat keasaman dan angka katalase.
Indonesia Medicus Veterinus. 4(4) : 374-382
Ressang dan Nasution. 2001.Macam –Macam Olahan Susu. Penerbit Penebar
Swadaya. Jakarta.
Robert. L. Diyert 1997. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka. Jakarta.
19
Sari, D.F.,Parnaadji R.R.,Sumono, A. 2013. Pengaruh teknik desinfeksi dengan
berbagai macam larutan desinfektan pada hasil cetakan alginat terhadap
stabilitas dimensional. Jurnal pustaka kesehatan. 1(1)
SNI [Standar Nasional Indonesia]. 1998. Standar Mutu Susu Segar No. 01-
3141-1998. Jakarta: Departemen Pertanian.
Soejoedono R. R., Sanjaya A. W., Sudarwanto M, Purnawarman T, Lukman D.W,
Latif H.
Soejoedono RR, Sanjaya AW, Sudarwanto M, Purnawarman T, Lukman DW, Latif
H.
Soeparno, R.A. Rihastuti, Indratiningsih, S. Triatmojo. 2011. Dasar Teknologi
Hasil Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Suardana, I W. dan Swacita, I. B. N. 2009.Higiene Makanan. Udayana Uneversity
Press, Denpasar, Bali.
Sudarwanto M. 2005. Bahan kuliah hygiene makanan. Bahan ajar. Bagian Penyakit
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Sutrisna DY, Suada IK dan Sampurna IP. 2014. Kualitas Susu Kambing Selama
Penyimpanan pada Suhu Ruang Berdasarkan Berat Jenis, Uji Didih, dan
Kekentalan. Jurnal Veteriner. 3(1): 60-67.
Van den Berg, J. C. T. 1998. Dairy Technology in the Tropics and Subtropics.
PUDOC. Wageningen.
Van Der Berg., J.C.T. 1988. Dairy Technology in the Tropics and Subtropics.
PUDOC. Wageningen.
Winarno, F. G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Winarno, FG. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Yusuf R.2010. Kandungan protein susu sapi perah friesian holstein akibat
pemberian pakan yang mengandung tepung katu (sauropus androgynus
(l.) merr) yang berbeda. Jurnal. Jurnal Teknologi Pertanian volume 6 nomor
1 halaman 1-6
Yusuf, R. 2010. Kandungan protein susu sapi perah friesian holstein akibat
pemberian pakan yang mengandung tepung katu (sauropus androgynus (l.)
merr) yang berbeda. Jurnal Teknologi Pertanian. 6 (1): 1-6.
20
LAMPIRAN
21