Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN UJI KUALITAS SUSU SAPI

KOASISTENSI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

PROGRAM PROFESI DOKTER HEWAN GELOMBANG XIX

KELOMPOK G

Disusun oleh :

Ketut Elok Sukardika 2109611001


Alya Diasti Paraningtyas 2109611025
Salsabila Qutrotu’ain 2109611026
Regina Bonifasia Br Ginting 2109611040
Putu Mira Yudiani 2109611062

LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN


EPIDEMIOLOGI PROGRAM PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan uji kualitas susu sapi. Penulis menyadari bahwa penyelesaian laporan ini
tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, penyusun mengucapkan terima kasih
kepada Bapak dosen pengajar Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Udayana serta pihak Seva Office Grand Mandir
yang telah mengijinkan kami untuk melakukan proses pemerahan susu sapi secara
langsung.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bahasa, isi, maupun analisa penulisan.
Sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhir
kata, penulis berharap semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 16 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………..ii


DAFTAR ISI................................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................2
1.3 Tujuan ...................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................3
2.1 Defenisi susu ..........................................................................................................3
2.2 Standar susu ...........................................................................................................3
2.3 Berat jenis...............................................................................................................3
2.4 Uji organoleptic (Warna, bau, rasa, konsistensi) ....................................................4
2.5 Uji Reduktase .........................................................................................................4
2.6 Uji didih .................................................................................................................5
2.7 Uji pH (keasaman)..................................................................................................5
BAB III MATERI DAN METODE ...............................................................................6
3.1 Materi .....................................................................................................................6
3.2 Metode ...................................................................................................................6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 10
4.1. Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu ........................................................................ 10
Table 4.2 Hasil Pemeriksaan Susu yang disimpan di kulkas selama 24 jam ........... 11
4.2 Pembahasan Kualitas Susu ................................................................................... 12
BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 18
5.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 18
5.2 Saran .................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 19
LAMPIRAN.................................................................................................................. 21

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan kualitas susu segar ............................................. 10


Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan susu di kulkas (24 jam) ..................................... 11
Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan susu di suhu ruangan (24jam) ........................... 11

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini pertumbuhan penduduk setiap tahunnya mengalami
peningkatan, pertumbuhan penduduk yang tinggi ini dibarengi dengan
kebutuhan akan makanan untuk kelangsungan hidup manusia. Salah satu
sumber nutrisi yang diperlukan manusia adalah protein. Terdapat dua sumber
protein yang dapat dimanfaatkan manusia yaitu protein yang bersumber dari
hewani seperti daging, telur dan susu dan protein ang bersumber dari tumbuh-
tumbuhan (nabati) seperti kacang-kacangan dan sayur mayur seperti brokoli.
Salah satu sumber protein hewani yang digemari masyarakat adalah susu sapi,
hal ini dikarenakan kandungan proteinnya yang cukup tinggi (setiap 250 ml
mengandung 8 gram protein) dan cara saji yang sangat mudah.
Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) 2021, tingkat konsumsi
susu per kapita masyarakat Indonesia tahun 2020 adalah 16,27 kg/kapita/tahun,
meningkat 0,25 persen dari tahun 2019. Dalam SK Dirjen Peternakan No. 17
Tahun 1983, dijelaskan definisi susu adalah susu sapi yang meliputi susu segar,
susu murni, susu pasteurisasi, dan susu sterilisasi. Susu segar adalah susu
murni yang tidak mengalami proses pemanasan. Susu murni adalah cairan yang
berasal dari ambing sapi sehat. Susu murni diperoleh dengan cara pemerahan
yang benar, tanpa mengurangi atau menambah sesuatu komponen atau bahan
lain. Menurut Winarno (1993), susu merupakan sumber protein yang sangat
tinggi, kadar protein susu sekitar 3,5% yang terbagi menjadi dua golongan
yaitu kasein sebanyak 80% dan protein wey sebanyak 20%.
Selain dalam bentuk segar atau murni susu dapat di konsumsi dan diolah
menjadi produk olahan seperti diolah dalam bentuk bubuk (susu formula),
keju, susu pasteurisasi, yogurt, mentega, dan produk olahan lainnya (Al-
matsier, 2002). Karena kebutuhan akan susu yang tinggi ini perlu ada
penjaminan kualitas susu dan produk olahannya supaya aman dikonsumsi oleh

1
masyarakat, sehingga perlu dilakukan pengujian kualitas terhadap produsen
susu yang beredar di pasaran/masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Apa saja penilaian yang harus dilakukan untuk menguji kualitas susu ?

1.3 Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan penilain terhadap kualitas susu dan dapat
membedakan antara susu yang berkualitas baik dan yang telah
rusak/berkualitas buruk.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi susu


Susu dipandang dari segi peternakan adalah suatu sekresi kelenjar susu dari
sapi yang sedang laktasi atau ternak lain yang sedang laktasi, dilakukan pemerahan
secara sempurna, tidak termasuk kolostrum atau tambahan lainnya serta tidak
dikurangi atau ditambahkan oleh suatu komponen (Soeparno et al, 2011).

2.2 Standar susu


Persyaratan kualitas susu murni yang dapat beredar harus memenuhi standar
dari Direktorat Jendral Peternakan tahun 1983 sebagai berikut :

a. Uji organoleptic (Warna, bau, rasa, kekentalan) : Tidak ada perubahan


b. Kotoran dan benda asing : Tidak ada
c. BJ (pada suhu 27,50C) : min 1,028%
d. pH : 4,5-7oSH
e. Uji alcohol (70% dan 96%) : Negatif (homogen)
f. Uji didih : Negatif (tidak pecah)
g. Uji Reduktase : 2-5 jam

2.3 Berat jenis


Berat Jenis (Viskositas) Viskositas dan berat jenis merupakan sifat fisik
susu yang dipengaruhi oleh komposisi susu, nilai protein dan lemak susu.
Viskositas susu akan meningkat diikuti meningkatnya berat jenis susu. Semakin
kental susu maka semakin banyak jumlah padatan didalam susu yang akan
meningkatkan berat jenis susu. Oleh karena itu, viskositas dan berat jenis selalu
berbanding positif. Jika berat jenis susu rendah maka kekentalan susu tersebut
sangat rendah, namun sebaliknya jika viskositas kandungan bahan kering tinggi
atau berat jenis susu tinggi maka viskositas susu tersebut akan tinggi juga. Menurut
Abubakar, (2000) Berat jenis susu dipengaruhi oleh pakan, bahan kering yang yang
meningkat maka berat jenis dan visikositas akan meningkt. Menurtu Julmiati 2002,
kenaikan bj susu disebabkan karena adanya pelepasan CO2 dan N2 yang terdapat

3
ppada susu tersebut, karena sekitar 95% dari nitrogen pada susu berada dalam
bentuk protein.

2.4 Uji organoleptic (Warna, bau, rasa, konsistensi)


Ciri khas susu yang baik dan normal adalah susu tersebut terdiri dari
konversi warna kolostrum yang berwarna kuning dengan warna air susu yaitu putih,
jadi susu normal itu berwarna putih kekuning-kuningan. Kriteria lainnya adalah jika
berwarna biru maka susu telah tercampur air, jika berwarna kuning maka susu
mengandung karoten, dan jika berwarna merah maka susu tercampur dengan darah
(Yusuf 2010).

Untuk mengetahui bau susu, susu dipanaskan terlebih dahulu. Setelah susu
dipanaskan, maka susu mengeluarkan aroma yang spesifik dimana bau susu yang
dipanaskan lebih tajam daripada susu yang tidak dipanaskan. Dalam 100% susu
terdapat 40 % kadar kemurnian warna susu dan juga bau susu yang mencirikan
untuk susu yang 4 normal, selebihnya 60 % untuk zat makanan sebagai pelengkap
cita rasa yang terdapat di dalam susu tersebut (Yusuf 2010).

Uji rasa dilakukan dengan mencicipi susu, susu terasa manis diakibatkan
karena kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi, khususnya untuk golongan
laktosa. Susu dari segi rasa mengandung susu yang terasa manis untuk dikatakan
normal selebihnya banyak kelaianan di dalam susu yang tidak bermanfaat bagi
tubuh (Yusuf 2010).

2.5 Uji Reduktase


Enzim reduktase dihasilkan oleh bakteri yang ada didalam susu, semakin
cepat warna biru berubah menjadi putih maka semakin banyak bakteri yang ada
didalam susu (Hidayat, 2006). Riyadh (2003) menyatakan bahwa daya reduktasi
dari susu disebabkan oleh aktivitas enzim tertentu dan juga adanya aktifitaas
bakteri. Terdapat hubungan antara jumlah bakteri dalam susu dengan kecepatan
daya reduktasi. Perubahan warna biru menjadi warna putih di sebabkan kemampuan
bakteri didalam susu untuk tumbuh dan menggunakan oksigen yang terlarut
sehingga menyebabkan penurunan kekuatan oksidasi-reduksi dari campuran
tersebut. Akibatnya metylen blue akan direduksi menjadi warna putih. Semakin 5

4
cepat terjadinya perubahan biru menjadi putih semkain tinggi jumlah bakteri
didalam lsusu pasteurisasi. Semakin cepat waktu (Anderson et al, 2011).

2.6 Uji didih


Uji didih merupakan uji kualitas susu dengan mendidihkan susu. Uji bernilai
positif jika terdapat butir-butir protein kareana pH tinggi, susu mulai pecah, terdapat
kolostrum, dan dari susu sapi yang hampir kering. Sudarwanto (2005) menyatakan
bahwa beberapa jenis bakteri dapat melakukan fermentasi pada susu sehingga
merubah laktosa menjadi asam laktat sehingga susu tersebut mengalami
penggumpalan jika masih menyatu dan homogen maka susu tersebut baik dan layak
untuk dikonsumsi.

2.7 Uji pH (keasaman)


Ressang dan Nasution (2001) menyatakan bahwa sumber keasaman susu
selain dari aktivitas bakteri juga karena adanya asam fosfat dan asam sitrat, sifat
kasein dan albumin serta terlarutnya Co2 dalam susu sehingga mengalami
pemecahan pada susu dan tidak homogen lagi. Lehninger (2002), menyatakan
bahwa air susu segar umumnya mempunyai nilai pH 6.5 sampai 6.7 dan bila terjadi
banyak pengasaman oleh aktivitas bakteri maka nilai pH akan menurun secara
nyata. Pengasaman menyebabkan kehilangan Co2 yang dapat menurunkan
keasaman dan kenaikan nilai pH.

5
BAB III

MATERI DAN METODE

3.1 Materi
A. Alat
Tabung reaksi (ukuran kecil, sedang, dan besar), api Bunsen, penjepit
tabung, termometer, kertas pH, pulpen, HP, inkubator, kulkas, gelas berker,
erlenmeyer, gelas ukur, laktodensimeter, dan pipet steril.
B. Bahan
2 sampel susu segar dari 2 sapi berbeda (masing-masing 1 liter), alkohol
(70% dan 96%), larutan biru metilen, alkohol absolut, akuades, tisu, dan kertas
label.

3.2 Metode
A. Uji Organoleptik
1. Uji warna
• Susu diambil dan dimasukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml
• Amati warna susu dengan latar belakang putih
• Amati adanya kelainan warna pada susu seperti kebiru-biruan
(dicampur air terlalu banyak/dikurangi lemaknya), berwarna
kemerah-merahan (susu berasal dari sapi penderita mastitis).
2. Uji bau
• Susu diambil dan di masukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5
ml
• Kemudian cium baunya dengan indra penciuman
• Setelah itu panaskan susu pada tabung reaksi sampai mendidih dan
cium kembali baunya
• Amati adanya bau menyimpang seperti bau asam, busuk, tengik,
kandang, pakan, dan obat-obatan.
3. Uji rasa

6
• Untuk memepertimbangkan kesehatan pemeriksa, susu harus
dididihkan sebelum diperiksa
• Setelah susu dididihkan tuangkan susu sedikit pada telapak tangan,
kemudian dicicipi dan rasakan adanya rasa yang menyimpang
• Rasa susu yang menyimpang berupa rasa pahit (disebabkan adanya
kuman-kuman pembentuk pepton), rasa tengik (disebabkan adanya
kuman asam mentega), rasa sabun (disebabkan adanya bacillus
lactis saponacei), dan rasa lobak (ada kuman coli), dan rasa anyir
/amis (disebabkan kuman-kuman tertentu pada kasus mastitis).
4. Uji kekentalan
• Susu diambil dan di masukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5
ml
• Goyangkan secara perlahan-lahan
• Kemudian amati sisa goyangan pada dinding tabung, cepat/ lambat
hilangnya sisa goyangan tersebut, dan adanya butiran/lendir (akibat
kuman cocci dan coli).
• Susu yang berkualitas baik akan membasahi dinding tabung, tidak
berbutir-butir/berlendir, dan busa yang terbentuk akan cepat hilang.
B. Uji Kebersihan
• Siapkan saringan dan gelas berker
• Tempatkan saringan di atas mulut gelas berker
• kemudian tuang susu secara perlahan melewati saringan dan ditampung
pada gelas berker
• setelah itu keringkan saringan dan periksa adanya kotoran berupa bulu,
rumput, sisa pakan,, feses, semut, darah, nanah, pasir, dan lain-lain.
C. Uji Didih
• Ambil kurang lebih sebanyak 5 ml susu dan masukan kedalam tabung
reaksi
• Gunakan penjepit untuk memegang tabung
• Panskan di atas api Bunsen sampai mendidih

7
• Setelah itu amati perubahan pada susu berupa: susu tetap homogen
(susu masih baik), susu pecah/berbutir-butir (susu rusak dan harus
diapkir)
D. Uji Akohol
• Masukan 3 ml susu + 3 ml alkohol 70% ke dalam tabung reaksi dan
kocok secara perlahan
• Masukan 3 ml susu + 6 ml alkohol 70% ke dalam tabung reaksi dan
kocok secara perlahan
• Masukan 3 ml susu + 3 ml alkohol 96% ke dalam tabung reaksi dan
kocok secara perlahan
• Amati perubahan yang terjadi berupa: biola susu pecah (positif) dan
susu homogen (negatif)
E. Uji pH
• Sebanyak 20 ml susu dimasukkan ke dalam gelas berker
• Kemudian celupkan kertas pH ke dalamnya selama beberapa detik
• Baca hasilnya sesuai skala
• Ulangi pengukuran sampai 3 kali dan hasilnya dirata-ratakan
F. Uji Reduktase
• Dimasukan ke dalam masing-masing tabung reaksi larutan biru metilen
sebanyak 0,5 ml
• Kemudian ditambahkan masing-masing susu sebanyak 10 ml ke dalam
masing-masing tabung
• Kocok samapai homogen
• Setelah itu, tutup mulut tabung dengan kertas alumunium foil dan
simpan pada inkubatur pad suhu 37,5 derajat celcius
• Lakukan pengamatan setiap 30 menit
• Minimal waktu reduktase 2 jam dan susu dikatakan berkualitas baik
bila waktu reduktasenya 5 jam atau lebih.
G. Uji Berat Jenis (BJ)
• Sampel susu di homogenkan

8
• Kemudian masukan sampel susu secara perlahan (jangan sampai
terbentuk busa) ke dalam gelas ukur sampai 2/3 volumenya
• Masukkan laktodensimeter ke dalamnya, biarkan timbul dan tunggu
sampai benar-benar diam, kemudia baca skalanya(skla pada
laktodensimeter menunjukan desimal 2 dan 3) dan catat hasilnya
• Setelah itu ukur suhu susu menggunakan termometer (suhu harus ditera
antar 20-30 derajat celcius, kemudian disesuaikan dengan suhu 27V2
derajat celcius)
• Setiap kenaikan/penurunan suhu 1 derajat celcius, maka koefisien
pemuaian susu adalah 0,0002
• Ulangi pengukuran BJ dan suhu sebanyak 2 kali
• Terakhir hitung BJ dngan rumus :
271/2ᵒ
BJ SNI = 76
27 1/2ᵒ

BJ = 1,0230 + (26-15) x 0,0002

= 1,0252

9
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu


Permeriksaan kualitas susu meliputi pemeriksaan terhadap keadaan susu
dan susunan susu dengan melakukan uji organoleptik dan uji objektif. Sampel susu
yang digunakan merupakan susu segar (Susu 1 dan Susu 2), susu yang didiamkan
di ruangan/dibasikan selama 1 hari (Susu 1 dan Susu 2) dan susu yang disimpan
di kulkas (Susu 1 dan Susu 2). Sampel susu segar diambil pada pagi hari saat
pemerahan yang berlokasi di Pasraman Bhakti Yoga, Sibang Gede. Terdapat 33
ekor Sapi Friesian Holstein (FH) yang terdiri dari 8 ekor sapi jantan, 4 ekor sapi
laktasi, 11 ekor sapi yang aktif diperah, dan 8 ekor pedet. Setiap harinya sapi perah
menghasilkan kurang lebih 50 liter susu yang diperah pada pagi hari (pukul 06.30
WITA) dan kurang lebih 20 liter susu yang diperah pada sore hari (pukul 15.00
WITA)Hasil pemeriksaan dalam tabel berikut.

Tabel 4. 1 Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu Segar

Macam Uji Susu 1 Susu 2


1. Uji Organoleptik
Warna Putih Susu Putih Susu
Bau Normal Normal
Rasa Normal (Gurih) Normal (Gurih)
Kekentalan Cair Cair
2) Uji Kebersihan Bersih Bersih
3) Uji Didih Homogen Homogen
4) Uji Alkohol
Alkohol 70% (3 ml) Homogen (-) Homogen (-)
Alkohol 70% (6 ml) Homogen (-) Homogen (-)
Alkohol 96% (3 ml) Homogen (-) Homogen (-)
5) Uji pH 6 6,5

10
6) Uji Reduktase 3 jam 35 menit 2 jam 50 menit
7) Berat Jenis 1,0305 1,0337
o
8) Suhu ( C) 26 27

Table 4.2 Hasil Pemeriksaan Susu yang disimpan di kulkas selama 24 jam
Macam Uji Susu 1 Susu 2
1. Uji Organoleptik
Warna Putih Susu Putih Susu
Bau Normal Normal
Rasa Normal (Enak, Segar) Normal (Enak, Segar)
Kekentalan Cair Cair
2) Uji Kebersihan Bersih Bersih
3) Uji Didih Homogen Homogen
4) Uji Alkohol
Alkohol 70% (3 ml) Homogen (-) Homogen (-)
Alkohol 70% (6 ml) Homogen (-) Homogen (-)
Alkohol 96% (3 ml) Homogen (-) Homogen (-)
5) Uji pH 6 6
6) Uji Reduktase 3 jam 35 menit 2 jam 50 menit
7) Berat Jenis 1,0332 1,0352
8) Suhu (oC) 22 22

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Susu Suhu Ruangan


Macam Uji Susu 1 Susu 2
1. Uji Organoleptik
Warna Putih Krem Putih Krem
Bau Asam/Basi Asam/Basi
Rasa Asam/Tengik Asam/Tengik
Kekentalan Kental Kental
2) Uji Kebersihan Bersih Bersih
3) Uji Didih Pecah (+) Pecah (+)
4) Uji Alkohol
Alkohol 70% (3 ml) Pecah (+) Pecah (+)
Alkohol 70% (6 ml) Pecah (+) Pecah (+)
Alkohol 96% (3 ml) Pecah (+) Pecah (+)

11
5) Uji pH 2,5 4
6) Uji Reduktase 30 menit 30 menit
7) Berat Jenis 1,0280 1,0340
8) Suhu (oC) 26 26

4.2 Pembahasan Kualitas Susu


Pemeriksaan kualitas susu menggunakan 2 sampel dengan 3 perlakuan
yaitu susu segar, susu yang disimpan di suhu ruang selama 1 hari dan susu yang
disimpan di kulkas dengan menggunakan metode Uji Organoleptik yaitu warna,
bau, rasa, kekentalan dan kebersihan, lalu uji didih, uji alkohol, uji pH, uji
reduktase, dan uji berat jenis (BJ).

4.2.1 Uji Organoleptik


Uji organoleptik adalah uji yang meliputi warna, bau, rasa,
kekentalan dan kebersihan. Hasil uji organoleptik yang di dapat, untuk
warna dari susu segar (Susu 1 dan Susu 2) sama-sama berwarna putih susu.
Hasil yang sama didapat pada hasil pemeriksaan susu yang sudah
dimasukkan ke dalam kulkas yaitu berwarna putih untuk susu 1 dan susu
2. Sedangkan uji organoleptik warna pada susu yang didiamkan pada suhu
ruang (Susu 1 dan Susu 2) sama-sama berwarna putih krem. Menurut SK
Direktorat Jendral Peternakan No.17/Kpts/DJP/Deptan/1983 syarat mutu
susu segar yang baik atau sesuai yaitu tidak ada perubahan. Buda et al.,
(1980) menyatakan bahwawarna air susu disebabkan oleh warna kasein.
Warna kasein yang murni berwarna putih seperti salju. Di dalam susu,
kasein ini merupakan disfersi koloid sehingga tidaktembus cahaya yang
mengakibatkan air susu tersebut berwarna putih. Kadang-kadang susu
berwarna agak kekuning-kuningan yang disebabkan oleh karoten. Karoten
adalahpigmen kuning utama dari lemak susu, yang apabila dimetabolisme
di dalam tubuh manusia akan membentuk dua molekul vitamin A. Kriteria
lainnya adalah jika berwarna biru maka susu telah tercampur air, jika
berwarna kuning maka susu mengandung karoten, dan jika berwarna
merah maka susu tercampur dengan darah (Yusuf, 2010). Karotenoid

12
disintesa hanya oleh tumbuhan, oleh karenanya harus ada dalam pakan
ternak perah. Banyaknya karoten dalam susu (warna kuning) tergantung
dari bangsa, spesies, individu, umur, masa laktasi dan pakan hijauan yang
dimakan oleh sapi (Diastari dan Agustina, 2013).
Hasil uji organoleptik bau dan rasa pada susu segar (Susu 1 dan Susu
2) sama-sama berbau normal/bau susu dengan rasa gurih (sedikit manis).
Hasil uji organoleptik bau dan rasa pada susu yang sudah dimasukkan ke
dalam kulkas (susu 1 dan susu 2) berbau normal dengan rasa enak dan
gurih. Sedangkan uji organoleptik bau dan rasa pada susu yang didiamkan
pada suhu ruang (Susu 1 dan Susu 2) sama-sama berbau asam dan basi.
Menurut menurut SK Direktorat Jendral Peternakan
No.17/Kpts/DJP/Deptan/1983 syarat bau dan rasa susu sapi normal yaitu
aroma khas bau susu sapi dan rasa susu yang tidak menyimpang (sedikit
manis dan sedikit asin). Citarasa susu dipengaruhi oleh kadar lemak,
protein, dan mineral yang terdapat pada susu. Menurut Diastari dan
Agustina (2013) Susu murni mempunyai rasa sedikit manisini disebabkan
oleh laktosa dan kadar Cl yang rendah. Jika terjadi penyimpangan terhadap
bau susu maka dapat terjadi perubahan seperti : bau asam, tengik dan busuk
serta rasa susu akan berubah seperti : rasa tengik disebabkan oleh kuman
asam mentega, rasa sabun disebabkan oleh Bacillus lactic saponacei, rasa
lobak disebabkanoleh kuman coli. Aroma susu bisa berubah apabila ada
pertumbuhan mikroba di dalam susu (susu menjadi asam) atau aroma
lainnya (bukan aroma susu) akibat senyawa aroma ini diserap oleh lemak
susu (Lukman, 2009). Aroma pakan dan kotoran didekatwadah susu juga
mudah mempengaruhi aroma susu. Rasa manis dari susu diakibatkan
karena kandungan karbohidrat (laktosa) yang cukup tinggi (Anindita dan
Soyi, 2017).
Hasil uji organoleptik kekentalan pada susu segar (Susu 1 dan Susu
2) sama-sama encer dan kebersihan menunjukkan hasil masing-masing
susu bersih. Hasil yang sama didapatkan pada pemeriksaan uji
organoleptik kekentalan dan kebersihan susu (susu 1 dan susu 2) yang

13
dimasukkan ke dalam kulkas masih encer dan masih bersih. Sedangkan uji
organoleptik kekentalan dan kebersihan pada susu yang didiamkan pada
suhu ruang (Susu 1 dan Susu 2) sama-sama kental dan bersih. Standar air
susu menurut SK Direktorat Jendral Peternakan
No.17/Kpts/DJP/Deptan/1983 yaitu encer dan tidak mengalami
perubahan. Menurut Buckle et al., (2010) penggumpalan merupakan sifat
susu yang paling khas. Penggumpalan dapat disebabkan oleh kegiatan
enzim atau penambahan asam. Enzim Proteolitik yang dihasilkan oleh
bakteri dapat menyebabkan penggumpalan air susu. Kerja enzim ini
biasanya terjadi dalam tiga tahap yaitu penyerapan enzim ke dalam
partikel-partikel kasein, diikuti dengan perubahan keadaan partikel kasein
itu sebagai akibat kerja enzim dan terakhir mengendapnya kasein yang
telah berubah itu sebagai garam kalsium atau garam kompleks. Adanya
ion-ion kalsium dalam air susu diperlukan untuk proses pengendapan.
Hasil dari uji organoleptik yang meliputi warna, bau, rasa dan kekentalan
serta kebersihan menunjukkan kualitas susu segar (Susu 1 dan Susu 2)
sama-sama dalam keadaan baik karena tidak mengalami perubahan dan
telah memenuhi persyaratan sebagai susu layakkonsumsi sesuai SNI 01-
3141.1- 2011.

4.2.2 Uji Didih


Pada uji didih susu susu segar (Susu 1 dan Susu 2) memberikan hasil
negatif (homogen) tidak ada penggumpalan saat proses pemanasan. Hasil
yang sama didapat pada pemeriksaan susu kulkas baik susu 1 maupun susu
2 setelah dilakukan uji didih masih homogen. Sedangkan uji didih pada susu
yang didiamkan pada suhu ruang (Susu 1 dan Susu 2) menunjukkan hasil
positif (pecah) terdapat adanya penggumpalan saat proses pemanasan.
Menurut SK Dirjen Peternakan Departemen Petanian No 17 Tahun 1983,
susu yang beredar harus memenuhi persyaratan kualitas yaitu uji didih
adalah negatif (Dirjen Peternakan, 1983).Prinsip pada uji didih yaitu, susu
yang memiliki kualitas yang tidak bagus akan pecah ataupun menggumpal

14
bila melalui proses didih. Bila susu dalam keadaan asam menjadikan
kestabilan kasein menurun, koagulasi kasein ini yang akan mengakibatkan
pecahnya susu, tetapi apabila susu dalam keadaan baik maka hasil yang
dapat dilihat dari uji didih adalah susu masih dalam keadaan homogen atau
tidak pecah (Dwitania dan Swacita, 2013).

4.2.3 Uji Alkohol


Hasil uji alkohol pada susu segar (Susu 1 dan Susu 2) yaitu alkohol
70% (3ml): homogen (-), alkohol 70% (6ml) : homogen (-), alkohol 96%
(3ml) : homogen (-). Hasil yang sama didapat pada pemeiksaan susu yang
dimasukkan kedalam kulkas (susu 1 dan susu 2) alkohol 70% (3ml):
homogen (-), alkohol 70% (6ml) : homogen (-), alkohol 96% (3ml) :
homogen (-). Sedangkan uji alkohol pada susu yang didiamkan pada suhu ruang
(Susu 1 dan Susu 2) yaitu alkohol 70% (3ml): pecah (+), alkohol 70% (6ml) : pecah
(+), alkohol 96% (3ml) : pecah (+).. Menurut SNI (2011) bahwa susu segar
dengan kualitas baik ketika dilakukan pengujian alkohol 70% menunjukan
tanda negatif. Pengujian dikatakan positif, ditandai adanya gumpalan yang
menempel di dinding tabung reaksi, yaitu partikel-partikel kasar yang
melekat pada dinding tabung (Suardana dan Swacita, 2009). Uji alkohol
menjadi positif bila susu mulai asam atau sudah asam, susu bercampur
dengan kolostrum, pada permulaan mastitis dan susu tidak stabil disebabkan
oleh perubahan fisiologi (Nababan et al., 2015). Menurut Dwitania dan
Swacita (2013), prinsip dasar pada uji alkohol merupakan kestabilan sifat
koloidal protein susu tergantung pada selubung atau mantel air yang
menyelimuti butir-butir protein terutama kasein. Apabila susu dicampur
dengan alkohol yang memiliki daya dehidratasi, maka protein akan
berkoagulasi. Pecahnya susu menyebabkan kualitas susu rendah sehingga
tidak layak dikonsumsi karena adanya kemungkinan bahwa kadar asam
yang terkandung dalam susu tinggi (Sutrisna et al., 2014).

4.2.4 Uji pH

15
Hasil uji pH pada susu segar (Susu 1) yaitu 6 dan (Susu 2) yaitu
6,5. Hasil uji pH pada susu yang di masukkan ke dalam kulkas baik susu 1
maupun susu 2 memiliki pH 6. Hasil uji pH pada susu yang didiamkan dalam
suhu ruangan (Susu 1) yaitu 2,5 dan (Susu 2) yaitu 4. Pengukuran pH
digunakan untuk menentukan tingkat keasaman susu yang dinyatakan
dengan kekuatan ion hidrogen, yang diukur dengan menggunakan pH
meter (Soejoedono et al, 2005). Nilai pH yang dihasilkan pada
pemeriksaan susu segar termasuk ke dalam pH normal susu segar
berdasarkan SNI 01-3141- 1998, rataan pH susu adalah sekitar 6-7.
Normalnya pH pada susu dapat disebabkan karena adanya kasein, buffer,
fosfat, dan sitrat. Selain itu, kenaikan dan penurunan pHditimbulkan dari
hasil konversi laktosa menjadi asam laktat oleh mikroorganisme aktivitas
enzimatik (Manik, 2006). Menurut Buckle et al., (2010) aktivitas bakteri
dalam susu akan menurunkan pH secara nyata. Menurunnya pH susu
menyebabkan protein susu seperti kasein berada pada titik isoelektriknya
sehingga protein tersebut akan menggumpal. Kenaikan pH susu juga dapat
menjadi tanda adanya mastitis pada sapi.

4.2.5 Uji Reduktase


Pada uji reduktase di dapatkan hasil, susu segar (Susu 1)
memerlukan waktu 3 jam 35 menit (>2 jam) untuk berubah warna menjadi
putih, sedangkan pada susu segar (Susu 2) memerlukan waktu 2 jam 50
menit (>2jam) untuk berubah warna menjadi putih. Pada uji reduktase pada
susu yang di masukkan ke dalam kulkas, yaitu susu 1 memerlukan waktu 3
jam 33 menit (>2 jam) untuk berubah warna menjadi putih, sedangkan pada
susu 2 memerlukan waktu 2 jam 50 menit (>2jam) untuk berubah warna
menjadi putih. Sedangkan uji reduktase pada susu yang didiamkan dalam
suhu ruang (Susu 1 dan Susu 2) memerlukan waktu 30 menit (<2 jam)
untuk berubah warna menjadi putih. Sesuai dengan SNI No. 01-3141.1-
2011, angka reduktase pada susu segar adalah 2 sampai 5 jam Mutu
mikrobiologi air susu ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme

16
yang terkandung dalam susu. Untuk melihat mikroba yang terkandungmaka
dilakukan uji reduktase pereaksi methylene blue. Methylene blue
menyebabkan warna susu menjadi biru dan berangsur menjadi putih
kembali. Waktu reduktase minimum yaitu 2 jam, dan susu dikatakan baik
bila waktu reduktasenya 5 jam atau lebih. Menurut Van den Berg (1998),
waktu reduktase diatas 2 jam menunjukkan susudengan kualitas baik. Lama
atau tidaknya waktu perubahan warna methylen blue yang ada didalam susu
dipengaruhi oleh banyak atau tidaknya jumlah bakteri didalam susu (Sari et
al., 2013).

4.2.6 Uji Berat Jenis (BJ)


Pemeriksaan BJ bertujuan untuk mengukur berat jenis susu, hasil
pengukuran BJ dengan laktodensimeter didapatkan BJ susu segar (Susu 1)
senilai 1,0332, dan susu segar (Susu 2) senilai 1,0352. Bj susu yang
dimasukkan ke dalam kulkas untuk susu 1 senilai 1,0304 dan susu 2 senilai
1,0324. Sedangkan pengukuran BJ pada susu suhu ruangan (Susu 1) senilai
1,0280 dan susu suhu ruangan (Susu 2) senilai 1,0340. Berat Jenis susu
segar sesuai Stasndar Nasional Indonesia (SNI) dan Milk Codexyaitu 1,028.
Berat jenis susu menunjukkan imbangan komponen zat-zat pembentuk di
dalamnya dan sangat dipengaruhi oleh kadar lemak dan bahan kering tanpa
lemak yang tidak lepas dari pengaruh makanan dan kadar air di dalam susu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan berat jenis susu adalah faktor
komposisi susu itu sendiri, yang terdiri dari protein, lemak, laktosa, gas
dan mineral dalam susu (Eckles et al., 1984). Semakin besar berat jenis
pada susu semakin bagus karena komposisi atau kandungan dari susu
tersebut masih pekat dan kadar air dalam susu adalah kecil, sedangkan
semakin banyak lemak pada susu maka semakin rendah berat jenis nya,
semakin banyak persentase bahan padat bukan lemak, maka semakin berat
susu tersebut (Winarno, 1997).

17
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Uji kualitas susu secara kualitatif mengidikasikan bahwa susu memiliki
kualitas yang bagus . Kandungan mikroba dalam susu dapat diketahui melalui uji
keasaman (pH), uji alkohol, dan uji reduktase. Susu dengan kualitas baik tidak
menunjukkan reaksi positif terhadap alkohol, pH-nya 4,5-7, kemampuan
tereduksinya lebih dari dua jam serta BJ urin minimal 1,028%. Uji kualitas susu ini
dapat juga menentukan bagus atau tidaknya manajemen pemerahan dari produsen
atau peternak. Sehingga dari hasil praktikum dapat menentukan bahwa manajemen
pemerahan dari produsen sapi perah di Seva Office Grand Mandir memiliki
manajemen pemerahan yang bagus sehingga menghasilkan susu yang bagus juga.

5.2 Saran
Untuk peralatan di laboratorium perlu ditingkatkan dalam segi sanitasi
seperti alat untuk steril alat-alat selama praktikum agar hasil yang didapat lebih
akurat.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar Dkk. 2000. Pengaruh Suhu Dan Waktu Pasterurisasi Terhadap Mutu
Susu Selama Penyimpanan. Jurnall Ilmu Ternakdan Veteriner. 6(1):45
Al-Matsier, Sunita.2002.Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Anindita, N.S., Soyi D.S.2017. Studi kasus: Pengawasan Kualitas Pangan Hewani
melalui Pengujian Kualitas Susu Sapi yang Beredar di Kota Yogyakarta.
Jurnal Peternakan Indonesia. 19 (2): 93-102
Buckle KA., Edwards RA., Fleet GH and Wooton M. 2010. Ilmu Pangan,
Diterjemahkan: H. Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta.
Buda IK, Arka IB, Sulandra IK, Jamasuta IGP, dan Arnawa IK. 1980. Susu dan
Hasil Pengolahanya. Bagian Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Kedokteran
Hewan dan Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.
Diastari, I Gusti Ayu Fitri, dan Kadek Karang Agustina. 2013. Uji Organoleptik
dan Tingkat Keasaman Susu Sapi Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional
Kota Denpasar. Indonesia Medicus Veterinus. 2(4) : 453 – 460.
Dirjen Peternakan, 1983. Surat Keputusan Direktur Jendral Peternakan
No.17/KPTS/DJP/Deptan/83. Tentang Syarat-syarat Tata Cara Pengawasan
dan Pemeriksaan Kualitas Susu Produksi Dalam Negri.
Dwitania DC, Swacita IBN. 2013. Uji Didih, Alkohol dan Derajat Asam Susu Sapi
Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar. Indonesia
Medicus Veterinus. 2(4) : 437 – 444.
Hidayat, H. 2006. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Benzaklin Untuk Dipping
Terhadap Total Bakteri Dan H Susu. Skripsi. Fakultas Peternakan Undip
Lehninger 2002. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia Pangan Utama. Jakarta.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2009. Pemerahan dan Penanganan. Bogor: Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Manik, E. 2006. Olahan Susu. Jakarta : Pusat Unit Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Nababan M, Suada IK, Swacita IBN. 2015. Kualitas susu segar pada penyimpanan
suhu ruang ditinjau dari uji alkohol, derajat keasaman dan angka katalase.
Indonesia Medicus Veterinus. 4(4) : 374-382
Ressang dan Nasution. 2001.Macam –Macam Olahan Susu. Penerbit Penebar
Swadaya. Jakarta.
Robert. L. Diyert 1997. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka. Jakarta.

19
Sari, D.F.,Parnaadji R.R.,Sumono, A. 2013. Pengaruh teknik desinfeksi dengan
berbagai macam larutan desinfektan pada hasil cetakan alginat terhadap
stabilitas dimensional. Jurnal pustaka kesehatan. 1(1)
SNI [Standar Nasional Indonesia]. 1998. Standar Mutu Susu Segar No. 01-
3141-1998. Jakarta: Departemen Pertanian.
Soejoedono R. R., Sanjaya A. W., Sudarwanto M, Purnawarman T, Lukman D.W,
Latif H.
Soejoedono RR, Sanjaya AW, Sudarwanto M, Purnawarman T, Lukman DW, Latif
H.
Soeparno, R.A. Rihastuti, Indratiningsih, S. Triatmojo. 2011. Dasar Teknologi
Hasil Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Suardana, I W. dan Swacita, I. B. N. 2009.Higiene Makanan. Udayana Uneversity
Press, Denpasar, Bali.
Sudarwanto M. 2005. Bahan kuliah hygiene makanan. Bahan ajar. Bagian Penyakit
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Sutrisna DY, Suada IK dan Sampurna IP. 2014. Kualitas Susu Kambing Selama
Penyimpanan pada Suhu Ruang Berdasarkan Berat Jenis, Uji Didih, dan
Kekentalan. Jurnal Veteriner. 3(1): 60-67.
Van den Berg, J. C. T. 1998. Dairy Technology in the Tropics and Subtropics.
PUDOC. Wageningen.
Van Der Berg., J.C.T. 1988. Dairy Technology in the Tropics and Subtropics.
PUDOC. Wageningen.
Winarno, F. G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Winarno, FG. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Yusuf R.2010. Kandungan protein susu sapi perah friesian holstein akibat
pemberian pakan yang mengandung tepung katu (sauropus androgynus
(l.) merr) yang berbeda. Jurnal. Jurnal Teknologi Pertanian volume 6 nomor
1 halaman 1-6
Yusuf, R. 2010. Kandungan protein susu sapi perah friesian holstein akibat
pemberian pakan yang mengandung tepung katu (sauropus androgynus (l.)
merr) yang berbeda. Jurnal Teknologi Pertanian. 6 (1): 1-6.

20
LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto saat proses pemerahan susu

Lampiran 2. Saat praktikum di Loratorium Kesehatan masyarakat veteriner

21

Anda mungkin juga menyukai