Laporan Evaluasi Air Limbah RPH Pesanggaran 19G
Laporan Evaluasi Air Limbah RPH Pesanggaran 19G
Disusun oleh :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Evaluasi Kualitas Air Limbah di RPH Pesanggaran Sesetan. Penulis
menyadari bahwa penyelesaian laporan ini tidak akan terwujud tanpa adanya
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak drh. I Ketut
Suada, M.Si selaku dosen pengajar Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bahasa, isi, maupun analisa penulisan.
Sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar belakang..................................................................................................1
1.2 Tujuan .............................................................................................................2
1.3 Manfaat.............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Limbah rumah potong hewan...........................................................................3
BAB III MATERI DAN METODE.......................................................................9
3.1 Materi .............................................................................................................9
3.2 Metode .............................................................................................................9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................12
4.1 Hasil pemeriksaan air limbah.........................................................................12
4.2 Pemeriksaan subjektif limbah RPH pesanggaran...........................................13
4.3 Pemeriksaan objektif limbah RPH pesanggaran............................................17
BAB V PENUTUP..................................................................................................20
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................20
5.2 Saran ...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................21
LAMPIRAN............................................................................................................24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
menjadi indikator utama dalam proses pengolahan limbah serta manajemen RPH
Pesanggaran Sesetan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
sesuai dengan pendapat Budiyono et al. (2011) yang menyatakan bahwa air
limbah RPH adalah limbah organic biodegradable yang terdiri atas darah,
sisa-sisa pencernaan, urin dan pencemar lainnya yang dihasilkan dari proses
pencucian. Air limbah RPH Sebagian besar dihasilkan dari air pembersihan
ruang pemotongan, air pencucian saluran pencernaan, dan air pembersih
kandang hewan denan tingkat pencemaran terbesar dari darah (Padmono,
2005). Dampak negatif dari limbah adalah proses pembuangan dan
pembersihannya memerlukan biaya serta efeknya dapat mencemari
lingkungan.
4
mikroba sehingga limbah mengalami pembusukan. Limbah RPH berupa
fases, urnine, isi rumen atau isi lambung, darah afkiran daging atau lemak dan
air cuciannya. Limbah yang dihasilkan industri RPH ada dua jenis, yaitu
limbah padat berupa bulu, isi rumen dan kotoran hewan serta limbah cair
bekas pencucian hewan yang bercampur dengan darah dan lemak (Al Kholif,
2015).
Standar baku mutu air limbah bagi suatu usaha atau kegiatan industri
mengacu pada peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.
5 Tahun 2014 tentang baku mutu air limbah seperti berikut.
Tabel 2. 1 Standar Baku Mutu Air Limbah Industri
No Parameter Satuan Baku Mutu
1 Biochemical Oxygen Demand (BOD) mg/L 100
2 Total Suspended Solid (TSS) mg/L 350
3 Chemical Oxygen Demand (COD) mg/L 250
4 Minyak dan Lemak mg/L 25
5
5 NH3-N mg/L 50
6 pH 6 sampai 9
6
harus memenuhi baku mutu yang telah ditentukan. Baku mutu adalah
batas atau kadar makhluk hidup, zat atau energi atau komponen lain yang
ada atau harus ada dan/atau unsur pencemaran yang ditenggang adanya
sesuai dengan peruntukannya. (Andika et al., 2020). Hal ini dikarenakan
bahan organik diurai secara kimia menggunakan oksidator kuat dalam
kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat (Atima, 2015).
tingginya nilai COD disebabkan adanya penurunan bahan organik
maupun anorganik dari limbah industri yang dihasilkan. Tingginya
kandungan COD di dalam air limbah mengakibatkan miskinnya
kandungan oksigen dalam limbah sehingga biota air tidak akan hidup di
dalam air limbah tersebut (Mulyaningsih, 2013). Tingginya kadar COD
mengindikasikan tingginya derajat pencemaran pada air tersebut.
d. Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak adalah bahan organik yang bersifat tetap dan
sukar diuraikan oleh bakteri. Limbah ini berat jenisnya lebih kecil
daripada air, sehingga menyebabkan lapisan pada permukaan air, yang
mengakibatkan terbatasnya oksigen masuk dalam air (Ginting, 2010).
Minyak juga dapat membentuk lumpur, mengendap dan sulit diuraikan.
e. NH3-N
7
ketoksisitasnya akan semakin meningkat seiring meningkatnya pH. Kadar
NH3- N maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong
hewan adalah 25 mg/l.
f. pH
Kadar pH yang baik adalah masih memungkinkan berlangsungnya
kehidupan biologis di dalam air, pH netral (pH 7) adalah kadar pH yang baik
untuk air limbah. Nilai pH air yang normal adalah netral, sedangkan pH air
yang tercemar seperti air limbah memiliki pH yang berbeda-beda tergantung
jenis limbahnya. Perubahan derajat kesaman pada air limbah, baik kea rah
basa maupun ke arah asam akan sangat menggangu kehidupan hewan air
(Ginting, 2010.) air buangan yang mempunya pH rendah juga dapat bersifat
korosi dan meningkatkan pH tanah menjadi lebih asam, sehinggaa dapat
mencemari lingkungan.
8
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi
a. Alat
1. Uji Warna
Pada uji warna, sampel air limbah dihomogenkan terlebih dahulu
kemudian amati warna dari sampel.
9
2. Uji Bau
Pada uji bau, sampel air limbah dimasukkan terlebih dahulu ke dalam
gelas beker kemudian uji bau dilakukan dengan mencium bau air limbah.
3. Uji konsistensi
Mmasukan air ke dalam gelas beker kemudian digoyang-goyangkan.
1. Uji Ph
2. Uji Suhu
10
4. Penetapan Berat Jenis (BJ)
Penetapan berat jenis dilakukan dengan menimbang masing-masing gelas
ukur yang kosong terlebih dahulu untuk mengetahui beratnya. Masing-
masing sampel air limbah dimasukkan ke dalam gelas ukur tadi sebanyak
50 ml. Gelas ukur yang sudah berisi sampel. kemudian ditimbang lagi lalu
dicatat.
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
12
Tabel 4.2 Pemeriksaan Objektif Limbah Cair Rumah Pemotongan Hewan
Pesanggaran
Lokasi Tanggal pH Suhu Reduktase BJ Padatan
(oC) (gr/ml) (mg/L)
I 22-11- 2021 7 27.5 >3 Jam 0.978 0.03
23-11-2021 7,5 27 >3 Jam 0,978 0,02
Rata-rata 7,25 27,25 >3 Jam 0,978 0,025
II 22-11- 2021 7 28 >3 Jam 0.950 0.03
23-11-2021 7 27,5 >3 Jam 0,986 0,01
Rata-rata 7 27,75 >3 Jam 0.968 0,02
III 22-11- 2021 7 27.5 >3 Jam 0.970 0.03
23-11-2021 7 27 >3 Jam 0,970 0
Rata-rata 7 27,25 >3 Jam 0,970 0,015
IV 22-11- 2021 7.5 28 >3 Jam 0.966 0.03
23-11-2021 7 27 2 Jam 0,977 0,03
Rata-rata 7,25 27,5 2,5 Jam 0,971 0,03
V 22-11- 2021 7.5 27 >3 Jam 0.968 0
23-11-2021 6,5 26,5 >3 Jam 0,962 0
Rata-rata 7 26,75 >3 Jam 0,965 0
VI 22-11- 2021 7 28.5 >3 Jam 0.969 0
23-11-2021 7,5 29 >3 Jam 0,961 0,01
Rata-rata 7,25 28,75 >3 Jam 0,965 0,005
a. Lokasi I
Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa limbah yang
diambil di lokasi I memiliki warna coklat kemerahan dan bau amis darah/
lemak pada tanggal 22 November sedangkan pada tanggal 23 November
13
memiliki warna kuning kemerhan dan berbau amis lemak dan darah. Warna
kemerahan ini disebabkan oleh darah, karena lokasi I merupakan lokasi
limbah dari proses pemisahan tulang dan karkas sapi sedangkan warna
kekuningan bersumber dari sel darah yang telah pecah dan rusak akibat
lamaterekspos dilingkungan luar. Bau amis bercampur lemak juga akibat
adanya campuran darah beserta lemak yang terbawa bersamaan dengan air
saat membilas tempat pemisahan tulang dan karkas.
b. Lokasi II
Limbah yang diambil pada tanggal 22 dan 23 November di lokasi
II sama-sama berwarna kuning keruh. Hal ini disebabkan karena pada lokasi
II merupakan tempat pembersihan dan penanganan jeroan sehingga terjadi
percampuran antara air, darah, lemak, urine, feses/isi rumen yang dikeluarkan.
Warna isi rumen sapi pada umumnya berwarna coklat, hijau kekuningan,
coklat kehijauan, coklat kekuningan, dan coklat kehitaman (Kocu et al.,
2018). Bau sampel yang diambil dari lokasi II pada hari pertama berbau
amis lemak sedangkan pada hari ke dua dominan berbau feses. Bau amis
lemak diakibatkan adanya banyak lemak sisa hasil pemotongan yang
bercampur dengan air sedangkan bau feses disebabkan karena air limbah
hasil pemootongan yang banyak mengandung darah dan lemak bercampur
dengan limbah kotoran pada kandang penampungan babi, selain itu bau
feses ini juga bisa diakibatkan karena ternak yang disembelih tidak
dipuasakan, sehingga kotoran yang tersisa mengalami pembusukan dalam
usus dan menimbiulkan bau.
c. Lokasi III
Limbah yang diambil dari lokasi III pada tanggal 22 November 2021
berwarna bening keruh dan hari ke dua tanggal 23 November berwarna
keruh. Hal ini diduga karena limbah di lokasi III berasal dari limbah
pemotongan babi. Babi sendiri memiliki banyak lemak yang saat
pemotongan dan pembersihan kemungkinan lemak ikut terbuang. Bau
limbah pada lokasi III baik di hari pertama berbau amis lemak dan tercium
agak pesing/aroma ammonia sedangkan hari ke 2 berbau amis lemak dan
14
darah. Hal ini terjadi karena pada lokasi III yang merupakan tempat
pemotongan babi sehingga darah, lemak dan kotoran hasil penyembelihan
mengalir ke saluran limbah dan menghasilkan bau amis jeroan. Bau
ammonia yang tercium diduga berasal dari tubuh/rambut babi saat
pemotongan yang menyisakan sedikit bau pesing karna bercampur dengan
urinnya yang tersisa saat pembersihan sebelum pemotongan.
d. Lokasi IV
Limbah yang diambil dari lokasi IV pada 22 November 2021
berwarna coklat sedangkan pada hari ke 2 berwarna coklat kemerahan. Hal
ini diduga karena limbah di lokasi IV merupakan terusan dari tempat
penampungan limbah I, II, dan III yang banyak mengandung darah,
lemak, dan feses dan memiliki kapasitas penampungan dalam jumlah
banyak. Bau limbah dilokasi IV menyengat menyerupai bau air comberan.
Hal ini disebabkan oleh hasil pembuangan akhir yang mengakibatkan
terjadinya aktivitas mikrobiologi sehingga terjadi pembusukan, pada
limbah tersebut juga terlihat ada jentik jentik dan belatung. Keberadaan
jentik-jentik dikarenakan penampungan limbah di lokasi IV menggenang
sehingga jadi tempat berkembangbiaknya nyamuk. Setelah dari
penampungan di lokasi IV, limbah akan dialirkan menggunakan mesin
pompa menuju bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel padat
berupa lumpur, pasir dan kotoran organik tersuspensi. Dalam bak ini juga
terjadi penguraian senyawa organik berbentuk padatan, sludge digestion
(pengurai lumpur) dan penampung lumpur. Selanjutnya air limbah
dialirkan ke bak anaerob dengan arah aliran dari atas ke bawah, dan dari
bawah ke atas. Penguraian zat-zat organik yang ada di dalam air limbah
dilakukan oleh bakteri anaerobik atau fakultatif aerobik. Setelah beberapa
hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film
mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan zat
organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap. Air limpasan dari
bak anaerob dialirkan ke bak aerob.
15
e. Lokasi V
Limbah yang diambil dari lokasi V pada hari pertama berwarna
bening kekuningan dan hari kedua berwarna sedikit keruh. Pada hari
pertama dan ke dua tidak tercium adanya bau apapun pada limbah. Hal ini
diduga karena limbah di lokasi V sudah mengalami berbagai proses seperti
penyaringan, pengendapan, pengapungan pada WWG dan sudah ada
bakteri pengurai yang bekerja. Disekitar lokasi V juga menerapkan filtrasi
sistem biologik dengan memanfaatkan tumbuhan kangkung dan rumput
gajah sehingga beberapa zat yang terkandung dalam limbah seperti nitrat,
amonia, nitrogen, dan zat—zat lain dapat diserap oleh tanaman ini sebagai
sumber nutrisinya sehingga membuat limbah menjadi tidak berbau. Pada
lokasi V juga terdapat tembok dan cerobong untuk mengalirkan air seperti
air terjun yang fungsinya untuk menangkap oksigen pada permukaan air
akibat adanya riak air, sehingga terjadi aktivitas mikro-organisme secara
aerob. Mikro-organisme akan tumbuh serta menempel pada permukaan
media dan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah. Hal
tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen,
serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan
ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering dinamakan aerasi kontak
(Subadyo, 2017).
f. Lokasi IV
Limbah yang diambil dari lokasi VI pada hari pertama berwarna
bening keruh dan hari kedua berwarna bening. Lokasi VI merupakan
limbah akhir yang bergabung dengan saluran umum dari masyarakat. Bau
feses dan warna keruh sendiri diduga berasal dari kamar mandi umum di
RPH ataupun limbah masyarakat sekitar juga, karena di lokasi V limbah
RPH sudah tidak berbau. Di saluran akhir inilah sebagai penentu apakah
limbah RPH aman atau tidak untuk lingkungan sekitar. Dari limbah di
lokasi VI menunjukkan bahwa limbah dari RPH termasuk layak dan aman
untuk lingkungan sekitar.
16
4.3 Pemeriksaan Objektif Air Limbah RPH Pesanggaran
Pemeriksaan secara subjektif air limbah RPH pesanggaran dilakukan
dengan mengukur pH, suhu, uji reduktase, menghitung BJ, menghitung padatan.
Berbeda dengan pengujian subjaktif yang masih perkiraan, uji ini dilakukan sudah
jelas angka yang ditunjukkan dengan menggunakan alat. Berikut hasl pengukuran
yang didapat
a. Uji pH
Hasil pemeriksaan pH air limbah Rumah Potong Hewan
Pesanggaran secara obyektif menggunakan pH meter diperoleh hasil
bahwa nilai pH air limbah lokasi I dengan rataan 7,25, lokasi II 7, lokasi III
7, lokasi IV 7,25, lokasi V 7 dan lokasi VI 7,25. pH air limbah RPH
Pesanggaran besifat normal, seperti yang diperbolehkan bagi kegiatan
rumah potong hewan berkisar antara 6-9 yang sudah diatur dalam PerMen
LH no. 05 tahun 2014 menyebutkan baku mutu kadar pH limbah RPH
yang diizinkan antara 6-9. Aini (2017) pada penelitiannya menunjukan
bahwa air limbah mempunyai kisaran pH yang optimum bagi
pertumbuhan bakteri, sehingga tidak mengganggu proses pengolahan.
b. Suhu
Pemeriksaan suhu pada keenam lokasi pengambilan air limbah
menunjukkan hasil yang hampir sama. Suhu pada lokasi I, II, III, IV, V,
dan VI rataan suhu di hari pertama dan kedua secara berurutan yaitu
27,25℃, 27,75℃, 27,255℃, 27,5℃, 26,75℃, dan 28,750C. Menurut
Sanjaya, et al. (1996) suhu maksimum limbah RPH yaitu 40℃. Tinggi atau
rendahnya suhu air limbah dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan
waktu pengambilan sampel. Pengambilan sampel di hari pertama
dilakukan pada pukul 06.30 – 07.00 WITA, sehingga suhu udara masih
terbilang rendah dan hal ini dapat berpengaruh pada suhu limbah. Dengan
begitu, suhu air limbah pada lokasi I-VI di RPH Pesanggaran masih dalam
rentang normal dan tidak membahayakan lingkungan.
17
c. Uji Reduktase
Uji reduktase digunakan untuk memprediksi jumlah bakteri yang
tekandung dalam limbah menggunakan zat methylene blue. semakin
banyak kuman yang terkandung pada limbah maka membutuhkan waktu
yang singkat untuk mengurai reagen methylene blue 0,5% yang diteteskan
kedalam sampel. Uji reduktase didasarkan atas aktivitas bakteri dalam air
limbah sehingga menghasilkan senyawa pereduksi yang dapat mengubah
warna biru methylene menjadi putih jernih. Pada pengujian reduktase air
limbah RPH Pesanggaran menunjukan hasil rata-rata seluruh sampel
memiliki waktu reduktase lebih dari 3 jam yang artinya pada lokasi ini
memiliki jumlah cemaran mikroba yang sedikit. Makin lama perubahan
warna dari biru menjadi putih jernih berarti aktivitas bakteri kecil atau
jumlah bakteri sedikit (Suardana dan Swacita, 2009). Menurut Suardana
dan Swacita (2009) waktu minimal reduktase dua jam dan yang baik lebih
dari lima jam.
d. Uji Berat Jenis (BJ)
Pemeriksaan terhadap berat jenis (BJ) air limbah pada hari pertama
dan kedua di lokasi I, II, III, IV, V, VI menunjukan hasil rataan sebesar
berturut-turut 0.978, 0.968, 0.970, 0.971, 0.965, 0.965. Hasil ini
menunjukkan BJ RPH Pesanggaranan memiliki perbedaan disetiap titik
lokasi. Perbedaan berat jenis setiap lokasi akibat adanya berbedaan jenis
spesimen berupa kandungan urin, darah, cairan rumen, feses, suhu air
limbah serta temperatur lingkungan.
e. Uji Padatan (Total Suspended Solid / TSS)
Hasil pemeriksaan air limbah hari pertama menunjukkan bahwa
kandungan padatan TSS pada limbah RPH Pesanggaran Kota Denpasar
pada lokasi I, II, III, IV, V, dan VI masih dalam kadar normal sesuai
dengan baku mutu limbah RPH yaitu dibawah 100 mg/L. Menurut
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 tahun 2014 tentang Baku
18
Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Rumah Pemotongan
Hewan, batas maksimum TSS adalah 100 mg/L.
Padatan tersuspensi total atau Total Suspended Solid adalah semua
zat padat atau partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa biotik
atau abiotik. Padatan yang tidak larut dan tidak dapat mengendap langsung
yang menyebabkan kekeruhan air (turbiditi). Padatan tersuspensi biasanya
terdiri dari partikel-partikel halus ataupun floks (lempung dan lanau) yang
ukuran maupun berat partikelnya lebih rendah dari sedimen pasir. Total
Suspended Solid terdiri atas partikel-partikel yang ukuran maupun
beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan
organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya (Nasution,
2008). Total Suspensi Solid berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan
yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi O2 di
suatu perairan (Tarigan dan Edward, 2003). Parameter padatan tersuspensi
menjadi salah satu parameter fisik yang penting untuk menentukan kondisi
awal lingkungan (Siswanto, 2011), sehingga seringkali dijadikan indikator
awal kondisi lingkungan. Berdasarkan SNI-06-6989.3-2004 untuk analisis
TSS menggunakan metode gravimetrik.
19
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
5.2 Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
Andika B, Wahyuningsih P, Fajri R. 2020. Penentuan Nilai Bod Dan Cod Sebagai
Parameter Pencemaran Air Dan Baku Mutu Air Limbah Di Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (Ppks) Medan. Jurnal Kimia Sains dan Terapan.
2(1):14-22.
Atima W. 2015. BOD dan COD sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku
Mutu Air Limbah. Jurnal Biology Science & Education. 4(1): 83- 93.
Farahdiba AU., Latifah EJ., Mirwan M. 2019. Penurunan Ammonia Pada Limbah
Cair Rumah Pemotongan Hewan (Rph) Dengan Menggunakan Upflow
Anaerobic Filter. Jurnal Envirotek. 11(1): 31-38.
Kocu, Yohosua, Bambang TJ., Hariadi, Sientje DR. 2018. Potensi Isi Rumen Sapi
Asal Rumah Potong Hewan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di
Kabupaten Manokwari. Jurnal Ilmu Peternakan dan Veteriner Tropis. 8
(2): 56-65.
21
Maufilda D. 2015. Kandungan BOD, COD, TSS, pH, dan Minyak atau Lemak
pada Air Limbah di Inlet dan Outlet Industri Cold Storage Udang (Studi di
PT. Panca Mitra Multi Perdana Kapongan-Situbondo). Skripsi. Jember:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
Nasution MI. 2008. Penentuan Jumlah Amoniak dan Total Padatan Tersuspensi
Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate
Dolok Merangkir. Universitas Sumatera Utara.
Roihatin, A. and Kartika Rizqi, A., 2009. Pengolahan Air Limbah Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) dengan Cara Elektrokoagulasi Aliran
Kontinyu. Hal 1-7.
Santoso AD. 2018. Keragaan Nilai DO, BOD Dan COD Di Danau Bekas
Tambang Batu Barastudi Kasus Pada Danau Sangatta North Pt. Kpc Di
Kalimatan Timur. Jurnal Teknologi Lingkungan. 19(1): 89-96
Siswanto A.D. 2011. Tingkat Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) sebagai
Indikator Awal Kualitas Perairan di Perairan Selat Madura, Kabupaten
Bangkalan. Prosiding. Seminar Nasional Biologi. FMIPA. Unesa.
Surabaya.Suardana IW dan Swacita IBN. 2009. Higiene Makanan.
Denpasar: Udayana University Press. Suardana, I.W. dan Swacita, I.B.N.
2004. Food Hygiene. Petunjuk Laboratorium. Fakultas
Tarigan M.S., dan Edward. 2003. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total
Suspended Solid) Di Perairan Raha, Sulawesi Tenggara. MIKARA,
SAINS. 7(3).
22
Widya N, Burdiarsa W,dan Mahendra, MS. 2008. Studi Pengaruh Air Limbah
Pemotongan Hewan dan Unggas terhadap Kualitas Air Sungai Subak
Pakel di Desa Darmasaba Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung.
Ecotrophic.3(2):55-60.
23
LAMPIRAN
24
25