Anda di halaman 1dari 7

Tugas Riset Keperawatan

Hubungan Tingkat Stress Dengan Kekambuhan Penderita Hipertensi

Disusun Oleh :

Nurul Saifah Almuzfar

NIM 1935041

Tingkat 3A

Yayasan Wahana Bhakti Karya Husada

STIKES RSPAD Gatot Soebroto

Program Studi D-III Keperawatan

Tahun 2021
Jl. Abdul Rahman Saleh No.24 6 1, RT.10/RW.5, Senen, Kec. Senen, Kota Jakarta Pusat,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10410
Bab 1

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling umum dan
paling banyak disandang masyarakat. Hipertensi disebut sebagai the silent killer karena
sering tanpa keluhan, sehingga penderita tidak mengetahui dirinya menyandang
hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi. Hipertensi dapat dicegah dengan
mengendalikan perilaku berisiko seperti merokok, diet yang tidak sehat seperti kurang
konsumsi sayur dan buah serta konsumsi gula, garam dan lemak berlebih, obesitas,
kurang aktifitas fisik, konsumsi alkohol berlebihan dan stres.

Stres yang dialami oleh responden dikarenakan oleh banyak faktor


diantaranya: pertama, sebagian besar responden adalah seorang laki-laki (67%),
yang cenderung mempunyai tanggung jawab lebih besar dibandingkan perempuan, baik
itu sebagai kepala keluarga maupun pencari nafkah, semua itu dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Kedua, sebagian besar responden adalah
kelompok lanjut usia yang cenderung bahwa orang yang telah lanjut usia akan mengalami
perubahan baik fisik, mental maupun psikososial. Ketiga, sebagian besar responden
berpendidikan perguruan tinggi (58,4%), tingkat pendidikan yang tinggi akan sangat
mempengaruhi pengetahuan seseorang, kemampuan dalam memecahkan masalah
serta mudah dalam mencari informasi, tetapi ketika seseorang tidak mempunyai koping
yang tinggi terhadap stressor maka orang tersebut akan sangat mudah terkena stres.

Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan bahwa angka penderita hipertensi tinggi,


banyak yang tekanan darah tingginya naik tinggi karena tekanan hidup dan ada hubungan
yang bermakna antara stres dengan kekambuhan darah tinggi. Smeltzer dan Bare (2001),
mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah persistem dimana tekanan sistoliknya di
atas 140 mmHg dan diastoliknya di atas 90 mmHg. Faktor yang menyebabkan
kekambuhan hipertensi adalah Pola makan dapat mempengaruhi kekambuhan hipertensi,
sehingga diperlukan pengaturan makan untuk penderita hipertensi seperti membatasi
asupan natrium, baik yang berasal dari garam dapur maupun dari bahan makanan yang
mengandung natrium yang tinggi, mengurangi konsumsi bahan makanan yang
mengandung kolesterol, memperbanyak konsumsi bahan makanan yang mengandung
serat makanan.
Penderita penyakit hipertensi di dunia diperkirakan akan terus meningkat dalam
setiap tahunnya. World Healt Organization (WHO) memperkirakan hipertensi akan terus
meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah banyak. Rendahnya
tingkat kesadaran penderita hipertensi mengakibatkan pengobatan pada penderita tidak
optimal.

Penatalaksanaan stres pada pasien hipertensi dapat diatasi dengan terapi tawa. Orang
dengan hipertensi rentan dengan rangsang norepinephrin. Ketika terapi tawa diberikan
maka akan meningkatkan kadar norepinephrin yang dapat menurunkan hormon stres dan
meningkatkan imunitas sehingga dapat menurunkan kondisi stres yang dialami. Tertawa
dapat menstimulus tubuh untuk menekan pengeluaran hormon stres, yaitu hormon
kortisol. Tertawa juga dapat memberikan stimulus kepada otak untuk memproduksi
hormon endorfin yang dapat memperbaiki perasaan atau mood seseorang.

Penelitian yang dilakukan oleh Muawanah, (2012) dengan judul hubungan tingkat
pengetahuan tentang manajemen stres terhadap tingkat kekambuhan pada penderita
hipertensi. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, yaitu jenis
penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi variabel independen
dan dependen hanya satu kali. Hasil penelitian ini lebih dari 50% responden mengalami
stres dan lebih dari 50% responden mengalami kejadian komplikasi hipertensi.

Tingkat pengetahuan tentang manajemen stres menunjukkan sebagian besar


responden memiliki pengetahuan dalam kategori cukup yaitu sebanyak 21 responden
(53%). Tingkat pengetahuan responden tentang manajemen stress ditunjukkan oleh
perilaku-perilaku lansia dalam menghadapi stressor yang berada di sekitar mereka. Hasil
pengetahuan lansia terhadap manajemen stress ditinjukkan oleh perilaku lansia dalam
menghindari terjadinya stres. Perilaku-perilaku lansia yang menunjukkan kemampuan
manajemen stres tersebut adalah perilaku mengalah, menerima diri dengan apa adanya,
dan cenderung tidak mencari masalah.

Tingkat kekambuhan hipertensi menunjukkan sebagian besar responden mengalami


kekambuhan hipertensi dalam kategori jarang yaitu sebanyak 21 responden (52%), antara
lain munculnya pusing, mudah marah, dan detak jantung meningkat. Hubungan antara
stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis yang dapat meningkatkan
tekanan darah secara bertahap. Apabila stres menjadi berkepanjangan dapat berakibat
tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hipertensi akan mudah muncul pada orang yang
sering stres dan mengalami ketegangan pikiran yang berlarut-larut.
Selain pengetahuan tentang manajemen stres, kekambuhan lansia juga dipengaruhi
oleh faktorfaktor lain, misalnya olah raga dan program-program. Kegiatan olah raga
seperti senam lansia berdampak pada meningkatkan metabolisme tubuh lansia dan
membantu lansia untuk terhindar dari kekambuhan hipertensi. Pengetahuan manajemen
stres yang dimiliki lansia berdampak pada perilaku lansia dalam menghadapi stressor.
Perasaan ditinggalkan oleh orang yang dicintai, perasaan dikucilkan, perasaan sebagai
orang yang rendah dan hina merupakan stressor terhadap konsep diri lansia.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Senoaji (2017) yang menyatakan bahwa
semakin tinggi tingkat stres, maka frekuensi kekambuhan hipertensi akan semakin tinggi.
Responden yang mengalami stres sedang lebih berisiko mengalami kekambuhan
hipertensi dibandingkan stres ringan Sulastri (2016). dapat meningkatkan nafsu makan
dan kebiasaan merokok sehingga dapat memperburuk keadaan hipertensinya. Stres dapat
disebabkan oleh beberapa faktor dan bisa timbul kapan saja.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Priono (2015) menunjukkan bahwa sebagian
besar responden mempunyai intensitas kekambuhan hipertensi pada kategori kadang-
kadang. Masih banyak lansia yang belum mampu mengendalikan dan melakukan koping.
Sehingga intensitas kekambuhan hipertensi masih terjadi. Namun, sudah ada upaya untuk
mengurangi terjadinya kekambuhan hipertensi dengan diadakannya senam setiap bulan di
Posyandu. Hasil penelitian diketahui bahwa semakin menurun koping stress yang
dilakukan responden maka semakin meningkat intensitas kekambuhan hipertensi.

Bab 2
Tinjauan Pustaka
A. Definisi
Stres merupakan suatu kondisi pada individu yang tidak
menyenangkan dimana dari hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya tekanan fisik
maupun psikologis pada individu. Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang
disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi oleh lingkungan
maupun penampilan individu didalam lingkungan.
Stres dapat memicu timbulnya hipertensi melalui aktivitas system saraf simpatis yang
mengakibatkan naiknya tekanan darah secara interminten (tidak menentu). Pada saat
seseorang mengalami stres, hormon adrenalin akan meningkatkan tekanan darah melalui
kontraksi arteri (vasokontriksi) dan peningkatan denyut jantung. Apabila stress berlanjut,
tekanan darah akan tetap tinggi sehingga orang tersebut akan mengalami hipertensi.

B. Etiologi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi disebabkan oleh beberapa faktor
yang sangat mempengaruhi satu sama lain. Kondisi masing-masing orang tidak sama
sehingga faktor penyebab hipertensi pada setiap orang sangat berkelainan.
Berikut ini faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi
secara umum. Salah satu mengenai tubub kita maka dengan mudah kita
akan menderita hipertensi:
1. Toksin
Toksin adalah zat-zat sisa pembuangan yang seharusnya dibuang
karena bersifat racun . dalam keadaan biasa, hati kita akan mengeluarkan sisa-sisa
pembuangan melalui saluran usus dan kulit.
2. Faktor genetic
Adanya faktor genetaik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga dengan orang tua hipertensi maupun resiko dua kali lebih
besar untuk menderita hipertensi atau tekanan darah dari pada individu yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi atau tekanan darah.

C. Tanda dan Gejala


Hipertensi tidak memiliki gejala spesifik. Secara fisik, penderita hipertensi juga tidak
menunujukan kelainan apapun. Gejala hipertensi cenderung menyerupai gejala atau
keluhan kesehatan pada umumnya sehingga sebagian orang tidak menyadari bahwa
dirinya terkena hipertensi.
Gejala umum yang terjadi pada penderita hipertensi antara lain jantung berdebar,
pengelihatan kabur, sakit kepala disertai rasa berat pada tengkuk, kadang disertai dengan
mual dan muntah, telinga berdenging, gelisah, rasa sakit di dada, mudah lelah, muka
memerah, serta mimisan.
Hipertensi berat biasanya juga disertai dengan komplikasi dengan
beberapa gejala antara lain gangguan penglihatan, gangguan saraf ,gangguan jantung,
gangguan serebal(otak). Gangguan selebral ini dapat mengakibatkan kejang dan
pendarahan pembuluh darah otak, kelumpuhan, gangguan kesadaran, bahkan koma.
Kumpulan gejala tersebut tergantung pada seberapa tinggi tekanan
darah dan seberapa lama tekanan darah tinggi terkontrol dan tidak mempertahankan
penanganan. Selain itu gejala-gejala tersebut juga menunjukan adanya komplikasi akibat
hipertensi yang mengarah pada penyakit lain, seperti penyakit jantung, stroke, penyakit
ginjal dan gangguan penglihatan.

D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontraksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla otak. Dari pusat vasomotor ini bermula pada
saraf simpatis yang berlanjut kebawah kekorda spinalis dan keluar dari komula medulla
spinalis ganglia simpatis toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis keganglia
simpatis. Pada titik ini , neuron preganglion melepaskan aetikolin, yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion kepembuluh darah , dimana dengan dilepaskan
nerepaineprin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsangan vasokontriksi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kontison dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah, vasokontriksi
yang mengakibatkan pelepasan renin.

E. Komplikasi
Apabila seseorang mengalami tekanan darah maka dia akan
mengalami komplikasi dengan penyakit lainnya seperti :
1. ginjal
2. merusak kinerja otak
3. merusak kinerja jantung
4. kerusakan mata
5. resintesi pembuluh darah

F. Penatalaksanaan

Pengobatan bisa dilakukan dengan pengobatan tradisional dan modern. Tujuannya untuk
menghindari terjadinya komplikasi dan dampak yang lebih serius terhadap kesehatan.
1. Pengobatan tradisional (nonfarmakologi)

Pengobatan ini menggunakan bahan-bahan alami yang ada disekitar kita.

Pengobatan ini tidak memiliki efek samping tetapi pengobatan ini tidak

bisa secara langsung, perlu sabar, ketelatenan dan manfaatnya baru atau

kelihatan dalam jangka panjang.

2. Pengobatan modern (farmakologi)


Pengobatan ini menggunakan obat-obatan kimia, biasanya obatobatan ini ditangani dan
diawasi oleh dokter setelah pasien penderita tekanan darah menjalani serangkaian proses
pemeriksaan.

Anda mungkin juga menyukai