Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN DESAIN DELEGASI KEBIJAKAN


MONETER

Dosen Pengampu : Putri Asrina, SE.,M.Sc

Nama Kelompok 3 :

Dea Melinda 1802111985

Gatot Syapriadi 1802123860

Ice Kusmilasari 1802110236

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................... 4
1.4 Manfaat penulisan .................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 5
2.1 Distribusi pendapatan dan desain delegasi kebijakan moneter................................ 5
2.2 Unsur politik distribusi pendapatan ........................................................................... 6
2.3 Distribusi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi ................................................... 7
2.4 Delegasi Kebijakan Moneter ........................................................................................ 9
2.5 Perilaku Kelompok Masyarakat Rasional ................................................................ 10
2.6 Model distribusi pendapatan dan desain delegasi kebijakan moneter di Indonesia
............................................................................................................................................ 11
2.7 Distribusi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi ................................................. 12
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 14
3.2 Saran ...................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 15

2
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Model Kebijakan moneter terdiri dari 3 asumsi dasar, yaitu dampak riil dari
kejutan inflasi, jaminan komitmen kebijakan dari pembuat kebijakan, dan distorsi
ekonomi pajak mengakibatkan output agregat actual dibawah output agregat optimal.
Pembuat keijakan mempunyai motivasi untuk menciptakan kejutan inflasi pada
tingkat inflasi teranstispasi secara penuh sehingga output agregat actual sebesar
output agregat alamiah. Pengembangan model Barro dan Gordon adalah
memasukkan unsur politik ke dalam model BG. Dalam model ini perekonomian
terdiri dari masyarakat berpendapatan rendah dan tinggi. Kelompok masyarakat
berpendapatan rendah dan tinggi menerima pengaruh yang berbeda dari output
agregat dan inflasi yang disebut dengan dampak distribusi pendapatan.

Dampak distribusi pendapatan adalah proporsi output agregat yang diterima


oleh kelompok masyrakat yang berpendapatan rendah atau tinggi akan naik atau turun
sejalan dengan peningkat output agregat atau inflasi. Dampak distribusi pendapatan
mengakibatkan preferensi antara deviasi output agregat terhadap inflasi berhubungan
dengan pendapatan kelompok masyarakat. Pendekatan unsur politik dalam kebijakan
ekonomi akan memperluas pengertian bagaimana pembuat kebijakan menghadapi
berbagai kendala dan desain lembaga secara politis. Desain kelembagaan atau
delegasi kebijakan moneter dalam bentuk independensi bank sentrak atau
konservatisme bank sentral akan mempunyai prioritas yang tinggi terhadap stabilisasi
tingkat harga atau inflasi

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah unsur politik distribusi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi
?
2. Bagaimanakah model delegasi kebijakan moneter terhadap perilaku kelompok
masyarakat rasional ?

3
3. Bagaimanakah model distribusi pendapatan dan desain delegasi kebijakan
moneter di Indonesia ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang unsur politik distribusi pendapatan dan
pertumbuhan ekonomi
2. Untuk mengetahui model delegasi kebijakan moneter terhadap perilaku
kelompok masyarakat rasional
3. Untuk mengetahui model distribusi pendapatan dan desain delegasi kebijakan
moneter di Indonesia
1.4 Manfaat penulisan
1. Untuk menambah wawasan mengenai distribusi pendapatan dan desain
delegasi kebijakan moneter
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis kebijakan moneter dan
internasioal

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Distribusi pendapatan dan desain delegasi kebijakan moneter


Dampak distribusi pendapatan mengakibatkan preferensi antara deviasi output
agregat terhadap inflasi berhubungan dengan pendapatan kelompok masyarakat.
Pendekatan unsur politik dalam kebijakan ekonomi akan memperluas pengertian
bagaimana pembuatan kebijakan menghadapi berbagai kendala dan desain lembaga
ekonomi secara politis. Desain kelembagaan atau delegasi kebijakan moneter dalam
bentuk independensi bank sentral atau konservatisme bank sentral akan mempunyai
prioritas yang tinggi terhadap stabilisasi tingkat harga atau inflasi. Dampak distribusi
pendapatan adalah proporsi output agregat yang diterima oleh kelompok masyarakat
berpendapatan rendah akan naik sejalan dengan peningkatan output agregat dan
inflasi.

Model Barro dan Gordon adalah memasukkan unsur politik kedalam model
Barro dan Gardon. Barro dan Gordon (1983) menganalisis time inconsistency dalam
kebijakan moneter melalui teori permainan (game theory) ala Nash equilibrium antara
bank sentral dan sektor privat dalam perekonomian. Model Barro-Gordon
mengasumsikan bank sentral mampu mengelola proses ekonomi dan mengarahkan
kebijakan moneternya untuk kesejahteraan sosial yang juga memasukkan preferensi
masyarakat. Masyarakat hanya mempunyai parameter tindakan berupa ekspektasi
inflasi.

Time inconsistency akan muncul karena:

(a) masyarakat harus membentuk ekspektasi inflasinya pada awal periode dan
memegangnya sampai akhir periode permainan,
(b) bank sentral mempunyai diskresi penuh dalam menentukan strategi sepanjang
waktu. Dalam situasi ini, target inflasi yang ditetapkan di awal periode belum
tentu akan optimal pada akhir periode, dan akan menghasilkan kerugian sosial
bagi bank sentral dan masyarakat.

5
Pengembangan Model Barro dan Gordon

Yaitu memasukkan unsur politik kedalam model Barro Gordon, ide dasar dari
unsur politik dari fungsi tujuan pembuat kebijakan adalah bahwa perekonomian
terdiri dari kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan tinggi. Kelompok
masyarakat berpendapatan rendah dan tinggi menerima pengaruh yang berbeda dari
output agregat dan inflasi yang disebut dengan dampak distribusi pendapatan.

1. Model Barro and Gordon terdiri dari 2 persamaan :

2. Preferensi pembuat kebijakan terhadap deviasi inflasi dan deviasi output


agregat.

3. Deskripsi kurva philips jangka pendek

a. Kurva philips jangka pendek adalah hubungan output riil agregat


dengan inflasi aktual dan ekspektasi inflasi.

2.2 Unsur politik distribusi pendapatan


Tiga asumsi dasar model kebijakan moneter :

1. Dampak riil dari kejutan inflasi


Dampak riil dari kejutan inflasi adalah pengaruh kejutan nilai tukar terhadap
perekonomian Indonesia menjadi topik menarik sejak terjadinya krisis nilai
tukar rupiah di Indonesia yang menyebabkan keseimbangan internal semakin
parah. Melemahnya nilai tukar telah mnybabkan kenaikan yang tinggi pada
harga barang-barang yang mngandung komponen impor. Pada sisi fiskal
depresiasi rupiah yang tajam telah mengakibatkan pengeluaran pemerintah
meningkat. Hal ini terkait dg membengkaknya pengeluaran dg valuta asing
sperti pembayaran utang luar negri.
2. Jaminan komitmen kebijakan dari pembuat kebijakan

3. Distorsi ekonomi pajak (ketidak sempurnaan pasar)

6
Distorsi ekonomi adalah yang membuat kondisi ekonomi tidak efisien
sehingga menggangu agen ekonomi dalam rangka memaksimalkan
kesejahteraan mereka sendiri. Ditjen pajak menyatakan kebijakan tax
exemption atau pengecualian pajak dianggap sebagai biang kerok tidak
efisienan pemungutan PPN dan berpotensi distortif keperekonomian. pada
dasarnya kbijakan tax exemption diterapkan karena klasifikasi barang
merupakan kebtuhan pokok dan administrasi yang belum bagus. Akan tetapi
kebijakan tersebut juga harus melihat dampak turunannya. Misalnya
dampaknya ke inflasi, daya beli rumah tangga dan potensi beban administrasi
yang tinggi.

Interpertasi politik dari model Borro Gordon didasarkan pada argumen


alesina, chapel, keech. Hasil studi empiris menyatakan bahwa proporsi output agregat
yang diterima kelompok masyarakat berpendapatan rendah (tinggi) akan naik (turun)
sejalan dengan peningkatan output agregat atau inflasi. Oleh sebab itu, kelompok
masyarakat berpendapatan rendah lebih menghindari Output agregat (pengangguran),
sebaliknya kelompok masyarakat berpendapatan tinggi lebih berisiko inflasi .

Dampak distribusi ini mengakibatkan parpol democrat mempromosikan


prioritas tingkat bunga tinggi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah
dengan tujuan untuk mendorong pertumbuhan pendapatan lebih tinggi dari tingkat
inflasi.

Sebaliknya partai politik konservatif mempromosikan inflasi rendah bagi


kelompok masyarakat berpendapatan rendah bagi kelompok masyarakat
berpendapatan tinggi, sehingga kelompok masyarakat menginginkan delegasi
kebijakan moneter pada bank sentral konservatif tinggi atau peningkatan inflasi tanpa
mempengaruhi output agregat.

2.3 Distribusi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi


Fungsi kerugian sosial dapat dikembangkan dengan pertimbangan deviasi
output agregat untuk menganalisis perilaku pembuat kebijakan terhadap pertumbuhan

7
output agregat.pertumbuhan ekonomi mnjadikan distribusi pndptan mnjdi merata.
Prtumbuhan ekonomi suatu daerah mrupakan slh satu ukuran kinerja pembangunan
daerah khususnya dibidang prekonomian. Diasumsikan bahwa bentuk preferensi
pembuat kebijakan adalah fungsi kerugian sosial kuadratik, yaitu :

L = ( D - Dr ) + ⸹ (y – yr )2

Artinya pembuat kebijakan juga memperhatikan tingkat pertumbuhan output


selain distribusi pendapatan. Parameter ( ⸹ ) menjelaskan derajat keengganan antara
target output agregat terhadap distribusi pendapatan. Masalah yang dihadapi oleh
pembuat kebijakan adalah meminimalkan kerugian social terhadap inflasi.

Jika tingkat inflasi pada model Borro Gordon [ ∏BG =∏r + c α ( y – yr ) ] maka
ukuran biaya serta unit deviasi output agregat (y – yr ) terhadap deviasi inflasi ( ∏ -
∏r ) adalah :


c = θ2 [θ1 α + θ2]

Batasan parameter ∏r menyebabkan pembuat kebijakan bertanggung jawab


terhadap inflasi dengan pertimbangan distribusi pendapatan [ Dr ]. Batasan parameter
c menyebabkan model Borro Gordon dan model distribusi menciptakan bias
inflasioner yang sama. Model Borro Gordon menjelaskan kendala yang dihadapi
pembuat kebijakan dengan tujuan distibusi pendapatan adalah peningkatan
pertumbuhan output agregat diatas tingkat pertumbuhan output agregat alamiah.
Implikasi dari model Borro Gordon adalah bahwa kebijakan moneter harus
didelegasikan kepada independensi bank sentral konservatisme. Fakta empiris
membuktikan bahwa independensi bank sentral konservatisme merupakan masalah
serius. Dari model BG ditunjukkan bahwa inflasi dan pertumbuhan output agregat
berpengaruh signifikan terhadap ukuran distribusi pendapatan. Jika pembuat
kebijakan hanya mempertimbangkan distribusi pendapatan maka bias inflasioner
tidak naik, dan model BG merupakan model politis, dimana pembuat kebijakan
respon terhadap distribusi pendapatan dan pertumbuhan output agregat. Lebih jauh

8
ditunjukkan bahwa bias inflasioner tidak berasosiasi dengan warna politik dari
pembuat kebijakan.

2.4 Delegasi Kebijakan Moneter

Pembuat kebijakan dapat meningkatkan kesejahteraan social dengan


mendelegasikan kebijakan moneter terhadap bankir konservatisme.Independensi bank
sentral diatur oleh bankir yang enggan terhadap inflasi dan mempunyai motivasi
untuk tidak menciptakan inflasi sehingga nilai upah atau gaji tidak turun. Perilaku
kelompok masyarakat berhubungan dengan masalah konsistensi waktu, misalnya
pengangguran alamiah lebih tinggi atau output agregat lebih rendah. Pada tingkat
ekspektasi inflasi tertentu, kelompok masyarakat akan memilih partai politik yang
memiliki tingkat preferensi yang sama. Jika masyarakat menghadapi masalah tingkat
konsistensi waktu maka calon pemenang adalah partai politik atau kelompok
masyarakat konservatisme.

Jika kelompok pemilih masyarakat rasional mereka akan merevisi derajat


fleksibilitas kebijakan moneter yang ditentukan oleh hubungan derajat konservatisme
dengan sifat struktur perekonomian yang ada. Respon kelompok pemilih rasional
terhadap masalah ekonomi memerlukan fleksibelitas terhadp revisi pengaturan
delegasi kebijakan moneter. Penggunaan model ekspektasi rasional dari stabilisasi
kebijakan moneter :

L = 𝜋 2 + λ𝑈𝑁 2

Dimana UN adalah tingkat pengangguran. Kerugian social meningkat jika


deviasi inflasi dan tingkat pengangguran semakin tinggi. Parameter λ menjelaskan
biaya pembuatan kebijakan antara mengurangi tingkat pengangguran dengan inflasi.

UN=UNa+𝑣 [𝐸(𝜋) − 𝜋] + 𝜀

Dimana :

9
UNa = tingkat pengangguran alamiah

𝜀 = bentuk stokastik dari kurva Philips yang diperluas

Persamaan diatas merupakan model monopoli dimana kontrak upah nominal tidak
dapat diindeks dengan inflasi secara penuh. Inflasi yang tak terantisipasi akan
menurunkan tingkat pengangguran karena penurunan upah riil mendorong
perusahaan tenaga kerja lebih banyak. Jika kejutan inflasi tidak ada maka tingkat
pengangguran akan sebesar [UNa ] dan realisasi kejutan acak adalah independently
identically distributed (IID). Pembuatan kebijakan meminimalkan kerugian social
terhadap tingkat inflasi dengan kendala dengan persamaan :

𝐿 = 𝜋 2 + λ[𝑈𝑁𝑎 + 𝑣(𝐸(𝜋) − 𝜋 + 𝜀]2

𝜕𝐿
= 2𝜋 − 2λ v [UN𝑎 + 𝑣(𝐸(𝜋) − 𝜋) + 𝜀]
𝜕𝜋

λ v [UNa+v(E(π)-π)+ε]= (λ𝑣 2 +1) 𝜋

𝜋=λ v [Una+v(E(π)−π)+ε]
(λ𝑣 2 +1) 𝜋

Keseimbangan adalah 𝜋 = E(𝜋) dan E(ε)= 0 sehingga ekspektasi inflasi dari


persamaan diatas adalah :

λ v [UNa+v(E(π)-π)+ε]= (λ𝑣 2 +1) 𝐸(𝜋)

𝐸(𝜋) = λ v 𝑈𝑁𝑎

Menunjukan bahwa inflasi structural model BG, yaitu perbedaan tingkat


pengangguran alamiah dengan target tingkat pengangguran merupakan kemiringan
kurva Philips.

2.5 Perilaku Kelompok Masyarakat Rasional

10
Pembuat kebijakan dapat mengurangi masalah konsistensi waktu dengan
mendelegasikan kebijakan moneter kepada bank sentral. Oleh sebab itu,
konservatiseme independensi bank sentral bergantung pada bagaimana sikap
kelompok terhadap masalah konsistensi waktu. Kelompok masyarakat rasional akan
meminimalkan ekspektasi kerugian social. Misalkan kelompok masyarakat selalu
memerhatikan masalah stabilisasi kebijakan sehingga pembuat kebijakan menghadapi
masalah optimalisasi sebagai berikut :

Min LE = 𝜋 2 +λ𝐸 UN2

Dimana E menjelaskan kelompok masyarakat Rasional.

Pembuat kebijakan yang mempunyai preferensi yang sama dengan preferensi


kelompok masyarakat rasional yang akan memenangkan pemilihan. Dalam kasus ini,
hasil pemilihan hanya bergantung pada preferensi pelaku ekonomi dan tidak
dipengaruhi oleh sifat-sifat struktur perekonomian. Jika kelompok masyarakat
pemilih mempunyai ekspektasi inflasi yang berbeda maka masalah koknsistensi
waktu merupakan pilihan keputusan kebijakan. Masalah keputusan kebijakan
kemudian didelegasikan kepada pembuat kebijakan dengan timbangan preferensi
independensi bank sentral .

2.6 Model distribusi pendapatan dan desain delegasi kebijakan moneter di


Indonesia
Analisis dampak distribusi pendapatan dan desain delegasi kelembagaan
otoritas moneter di formulasi kan dalam tiga model, yaitu: model penawaran agregat
lucas, model pengganguran, dan model distribusi pendapatan, yaitu:

LOG [GDP]= 𝑦0 + 𝑎 𝐿𝑂𝐺[100×GPI-50×(GPI+GPI(-1))]+𝜀1

LOG[UNE] = UNa+v[50x(GPI+GPI(-1))-100×GPI]+ 𝜀1

DIS = 01 LOG[GDP]+01LOG[100×GPI]+ 𝜀1

11
Hasil penafsiran ketiga model dengan three stages least squares (3SLS)
dimana model penawaran agregat, pengangguran, dan distribusi pendapatan sesuai
dengan ekspektasi teori dan signifikan secara statistik pada tingkat @=5 %, kecuali
model distribusi pendapatan. Output agregat ilmiah merupakan konstanta dari model
penawaran agregat yaitu y0= 12,51. Pada model kerugian sosial di atasatas diperoleh
tingkat inflasi sebagai berikut:

Artinya inflasi aktual merupakan fungsi meningkat dari deviasi output agregat (y-y0)
target inflasi (πy) dan biaya perunit deviasi output. Otoritas moneter dapat
meningkatkan dapat meningkatkan output agregat diatas output agregat ilmiah
dengan menciptakan kejutan inflasi. Kelompok masyarakat berpendapatan rendah
akan lebih enggan terhadap penganguran (output), sebaliknya kelompok masyarakat
berpendapatan tinggi akan lebih enggan terhadap inflasi.

𝐷𝑇−01𝑦− 0𝑎
𝜋1 = = 41,37-29,13 DT
02

Respon target inflasi terhadap distribusi pendapatan adalah positif,artinya


peningkatan distribusi pendapatan (Dt turun) akan meningkatkan target inflasi,
dimana nilai rasio gini (0, 00<Dr<1, 00). Pembuat kebijakan akan menentukan
tingkat bunga rendah bagi kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dengan
memilih tingkat inflasi lebih rendah (Dt tinggi).

2.7 Distribusi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi


Pengembangan fungsi kerugian sosial menimbulkan deviasi output agregat
untuk analisis prilaku pembuat kebijakan terhadap pertumbuhan output agregat.
Kebijakan Diskresi (DIS) dan kebijakan komitmen (COM) mengharapkan deviasi
output agregat sehingga target output lebih besar dari output agregat ilmiah, yaitu:

𝛿 𝛼 [𝑦1−𝑦𝑎 ]
𝜋𝐷𝐼𝑆 = 𝜋𝐶𝑂𝑀 +0 = 𝜋𝐶𝑂𝑀 + 137,62𝛿[yT-ya]
2 (01 𝛼+02

Artinya inflasi pada kebijakan diskresi lebih tinggi dari inflasi pada kebijakan
komitmen dan kelebihan target output agregat diatas output agregat ilmiah

12
menimbulkan biasanya inflasioner. Oleh sebab itu, inflasi optimal pada kebijakan
diskresi dan kebijakan komitmen adalah

𝛿 𝛼 [𝑦1−𝑦𝑎 ]
𝜋𝐷𝐼𝑆 = 𝜋𝐶𝑂𝑀 +0 = 41,37-29,13 DT + 137,62𝛿[yT-ya]
2 (01 𝛼+02

Biaya satu unit deviasi output agregat (y-yt) terhadap deviasi inflasi (π-πy) adalah

𝛿
C=0 = 983.03 𝛿
2 [01 𝛼+02 ]

Artinya bias inflasioner pada model distribusi adalah independen terhadap target
distribusi pendapatan dan merupakan fungsi meningkat dari derajat keengganan target
output agregat terhadap distribusi pendapatan. Implikasi dari model BG adalah bahwa
kebijakan moneter harus didelegasikan kepada bankir konservatisme.

13
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dampak distribusi pendapatan adalah proporsi output agregat yang diterima


oleh kelompok masyrakat yang berpendapatan rendah atau tinggi akan naik atau turun
sejalan dengan peningkat output agregat atau inflasi. Dampak distribusi pendapatan
mengakibatkan preferensi antara deviasi output agregat terhadap inflasi berhubungan
dengan pendapatan kelompok masyarakat. Pendekatan unsur politik dalam kebijakan
ekonomi akan memperluas pengertian bagaimana pembuat kebijakan menghadapi
berbagai kendala dan desain lembaga secara politis. Desain kelembagaan atau
delegasi kebijakan moneter dalam bentuk independensi bank sentrak atau
konservatisme bank sentral akan mempunyai prioritas yang tinggi terhadap stabilisasi
tingkat harga atau inflasi

3.2 Saran

Kebijakan moneter dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek


seperti distribusi pendapatan yang merata agar tidak menimbulkan ketimpangan dan
terciptanya stabilisasi perekonomian

14
DAFTAR PUSTAKA

Manurung, Jonni. 2008. Ekonomi keuangan dan kebijakan moneter. Jakarta :


Salemba empat

15

Anda mungkin juga menyukai