GAGAL NAFAS
Disusun Oleh:
2019040728
STASE KEGAWATDARURATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi
tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah. Gagal nafas adalah suatu
adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan
tubuh. Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga
asidosis. Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau
Sementara itu, untuk bekerja dengan baik, organ tubuh seperti jantung dan otak
memerlukan darah yang kaya oksigen. Tak hanya itu, gagal napas juga terjadi lantaran
kadar karbon dioksida dalam darah lebih tinggi dari pada kadar oksigen. Gagal napas
terjadi karena adanya kegagalan dalam proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida
paru untuk melakukan tugas dalam proses pertukaran gas. Pertukaran gas yang
dimaksud adalah mengirim oksigen dari udara yang dihirup ke dalam darah dan
menyingkirkan karbon dioksida dari darah ketika mengembuskan napas. Gagal napas
juga dapat disebabkan oleh gangguan pada pusat pernapasan di otak, atau pun
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan
masuk dari paru-paru ke dalam darah. Organ tubuh, seperti jantung dan otak,
membutuhkan darah yang kaya oksigen untuk bekerja dengan baik. Kegagalan
pernapasan juga bisa terjadi jika paru-paru tidak dapat membuang karbon dioksida
dari darah. Terlalu banyak karbon dioksida dalam darah dapat membahayakan organ
tubuh (National Heart, lung, 2011). Keadaan ini disebabkan oleh pertukaran gas
antara paru dan darah yang tidak adekuat sehingga tidak dapat mempertahankan PH,
PO2, dan PCO2, darah arteri dalam batas normal dan menyebabkan hipoksia tanpa
B. Klasifikasi
Menurut Syarani (2017), gagal nafas dibagi menjadi dua yaitu gagal nafas tipe I
ditandai dengan PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau menurun. Gagal napas
tipe I ini terjadi pada kelainan pulmoner dan tidak disebabkan oleh kelainan
bagian paru yang ventilasinya buruk atau rendah. Keadaan ini paling sering.
Gagal napas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO2, pada
Menurut Black and Hawks (2014), pada pasien gagal nafas akut
diklasifikasikan menjadi dua yaitu gagal nafas hipoksemia dan gagal nafas
Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia adalah ketika klien tidak dapat
sistem pernafasan.
Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya normal secara
Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik,
C. Etiologi
sebagai berikut :
2. Pneumonia
yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu menurun, membuat
3. Tubercolosis
2013).
4. Tumor paru
Tumor paru dapat menyebabkan obstruksi jalan napas membuat ventilasi dan
5. Pneumotoraks
ekspansi paru sepenuhnya. Ekspansi paru terjadi jika lapisan pleura dari dinding
dada dan lapisan visera dari paru-paru dapat memelihara tekanan negative pada
rongga pleura. Ketika kontinuitas sistem ini hilang, paru akan kolaps,
6. Efusi Pleura
Efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga pleura. Cairan pleura
kapiler yang membatasi pleura parietalis dan diserap ulang oleh kapiler dan sistem
limfatik pleura viseralis. Kondisi apapun yang mengganggu sekresi atau drainase
dari cairan ini akan menyebabkan efusi pleura (Black and Hawks, 2014).
3) Poliomyelitis bulbar
4) Ensefalitis
b. Kelainan neuromuscular
1) Trauma medulaspinalis servikalis
2) Sindroma guilainbare
3) Sklerosis amiotropik lateral
4) Miastenia gravis
5) Distrofi otot
2) Pneumotoraks tension
3) Efusi leura
5) Obesitas: sindrom Pickwick
3) Fibrosis kistik
barah)
2) Sarkoidosis
3) Scleroderma
4) Edema paru-paru
5) Kardiogenik
6) Nonkardiogenik (ARDS)
7) Atelektasis
1) Emboli paru-paru
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gagal nafas menurut Restina (2015) sebagai berikut :
3. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta
7. Ada retraksi dada
keriteria yaitu PaO2 arteri 45 mmHg, kecuali peningkatan yang terjadi kompensasi
Nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukkan nilai normal atau rendah.
Gejala yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri dan hipoksia jaringan,
antara lain :
Kadar PCO2 yang cukup tinggi dalam alveolus menyebabkan pO2 alveolus dari
arteri turun. Hal tersebut dapat disebabkan oleh gangguan di dinding dada, otot
pernapasan, atau batang otak. Contoh pada PPOK berat, asma berat, fibrosis paru
stadium akhir, ARDS berat atau landry guillain barre syndrome. Gejala
hiperkapnia antara lain penurunan kesadaran, gelisah, dispneu (takipneu,
E. Patofisiologi
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt tindakan yang
sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20
ml/kg).
Penyebab terpenting dari gagal nafas adalah ventilasi yang tidak adekuat
dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan
pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien
dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia
pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi
bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan
dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiod.
Penemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
Menurut Black and Hawks (2014), patofisiologi gagal nafas hipoksemia dan
Pada gagal nafas hipoksemia salaha satu penyebabnya dalah edema paru yang
(ARDS). Normalnya cairan bergerak dari ruang intertisial pada ujung arteri
kapiler sebagai hasil dari tekanan hidrostatik di pembuluh darah, dan kembali ke
ujung vena kapiler karena adanya tekanan onkotik dan peningkatan tekanan
Normalnya cairan tersebut keluar dari sirkulasi mikro dan masuk ke intertisial
ke kelenjar getah being hilus dan kembali ke sistem vaskuler. Bila jalur tersebut
oksigen dan CO2. Dengan cairan menumpuk diintertisial dan ruang alveolus
hiperkapnia (kenaikan kadar CO2), dan akhirnya terjadi asidosis. Bila tidak
ditangani gagal ventilasi akut dapat menyebabkan kematian. Pada gagal ventilasi
tetap brada diatas titik penutupan kritisnya, alvelous tetap terbuka dan berfungsi,
Jika volume alveolus lebih rendah dari titik penutupan, alveolus akan kolaps.
Kolapsnya alveolus menyebabkan tidak ada aliran darah dan oksigen yang masuk
ke alveolus. Pada gagal ventilasi akut , volume rsidu dan kapasitas resdiu
kembang.
F. Komplikasi
GI utama yang terkait dengan gagal napas akut adalah perdarahan, distensi lambung,
ileus, diare, dan pneumoperitoneum. Infeksi nosokomial, seperti pneumonia, infeksi
saluran kemih, dan sepsis terkait kateter, sering terjadi komplikasi gagal napas
dan komplikasi yang berkaitan dengan pemberian nutrisi enteral atau parenteral
(Kaynar, 2016). Komplikasi pada paru-paru itu seperti pneumonia, emboli paru,
barotrauma paru-paru, fibrosis paru. Komplikasi yang berhubungan dengan mesin dan
alat mekanik ventilator pada pasien gagal napas juga banyak menimbulkan
ditimbulkan oleh dipasangnya intubasi trakhea adalah hipoksemia cedera otak, henti
curah jantung, infark miokard, dan hipertensi pulmonal.Komplikasi pada ginjal dapat
menyebabkan acute kidney injury dan retensi cairan. Resiko terkena infeksi pada
pasien gagal napas juga cukup tinggi yaitu infeksi nosokomial, bakteremia, sepsis dan
dari normal).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik. Jika
gejala klinis gagal napas sudah terjadi maka analisa gas darah harus dilakukan
untuk memastikan diagnosis, membedakan gagal napass akut dan kronik. Hal
penilian obyektif dalam berat - ringan gagal napas. Indikator klinis yang
b. Pulse Oximetry
aliran darah arteri yang berdenyut. Informasi yang di dapatkan berupa saturasi
oksigen yang kontinyu dan noninvasif yang dapat diletakkan baik di lobus
bawah telinga atua jari tangan maupun kaki. Hasil pada keadaan perfusi
perifer yang kecil, tidak akurat. Hubungan antara saturasi oksigen dantekanan
adalah 90%, dibawah level itu maka penurunan tekanan oksigen akan lebih
c. Capnography
Alat yang dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi kadar
fungsi paru.
2. Radiologi
a. Radiografi Dada
dan nonkardiogenik
b. Ekokardiografi
Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya dilakukan
pada pasien dengan dugaan gagal napas akut karena penyakit jantung. Adanya
dilatasi ventrikel kiri, pergerakan dinding dada yang abnormal atau regurgitasi
normal, fungsi sistolik dan diastolik yang normal pada pasien dengan edema
menilai fungsi ventrikel kanan dan tekanan arteri pulmoner dengan tepat untuk
Nilai forced expiratory volume in one second (FEV1) dan forced vital
napas, penurunan nilai FEV1 dan FVC serta rasio keduanya yang tetap
napas tidak terjadi jika nilai FEV1 lebih dari 1 L dan gagal napas karena
penyakit paru restriktif tidak terjadi bila nilai FVC lebih dari 1 L.
H. Penatalaksanaan Medis
Jika tekanan parsial oksigen kurang dari 70 mmHg, oksigen harus diberikan untuk
meningkatan saturasi mayor yaitu 90%. Jika tidak disertai penyakit paru obstruktif,
fraksi inspirasi O2 harus lebih besar dari 0,35. Pada pasien yang sakit parah,
mengurangi dyspnoea. Selain itu, NIV dapat digunakan sebagai alternatif intubasi
Sedangkan menurut Gallo et, all (2013), penatalaksanaan pada gagal nafas adalah:
2. Meningkatkan oksigenasi
presipitasi
Kortikosteroid dengan inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy
dan tidak digunakan untuk gagal napas akut. Hal yang perlu diperhatikan dalam
insufisiensi adrenalin.
12. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan volume
mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi, vibrasi dada
16. Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia dan
1. Pengkajian
a. Airway
b. Breathing
retraksi.
c. Circulation
2) Sakit kepala
4) Papiledema
d. Pemeriksaan fisik
1) Sistem pernafasaan
tertinggal
2) Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah
trauma
3) Sistem neurologis
Scale
e. Pemeriksaan sekunder
1) Aktifitas
2) Sirkulasi
dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri, nadi dapat normal , penuh
atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler
otot jantung, irama jantung dapat teratur atau tidak teratur, edema,
pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir.
3) Eliminasi
4) Integritas ego
6) Hygiene
7) Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat
9) Pernafasan
pernafasan kronis.
penyakit, perawatan di RS
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas
d. Resiko infeksi
e. Resiko cidera
4. Intervensi Keperawatan
N DIAGNOSA
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
O
1 Bersihan Jalan Nafas tidak NOC: 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
Data Subjektif : Respiratory status : Ventilation suctioning
- Dispneu Respiratory status : Airway patency 2. Berikan O2 ……l/mnt, metode……
Data Objektif : Aspiration Control 3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan
- Penurunan suara nafas napas dalam
- Orthopneu Kriteria Hasil : 4. Posisikan pasien untuk
- Cyanosis a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara memaksimalkan ventilasi
- Kelainan suara nafas (rales, nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
wheezing) dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
- Kesulitan berbicara bernafas dengan mudah, tidak ada pursed suction
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada lips) 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
- Produksi sputum b. Menunjukkan jalan nafas yang paten(klien suara tambahan
- Gelisah tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi 8. Berikan bronkodilator
- Perubahan frekuensi dan irama pernafasan dalam rentang normal, tidak ada 9. Monitor status hemodinamik
nafas suara nafas abnormal) 10. Berikan pelembab udara Kassa basah
c. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah NaCl Lembab
faktor yang penyebab. 11. Berikan antibiotik
d. Saturasi O2 dalam batas normal 12. Atur intake untuk cairan
e. Foto thorak dalam batas normal mengoptimalkan keseimbangan.
13. Monitor respirasi dan status O2
14. Pertahankan hidrasi yang adekuat
untuk mengencerkan sekret
15. Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang penggunaan peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.
2 Pola Nafas tidak efektif NOC: 1. Posisikan pasien untuk
Data Subjektif : Respiratory status : Ventilation memaksimalkan ventilasi
- Dyspnea Respiratory status : Airway patency 2. Pasang mayo bila perlu
- Nafas pendek Vital sign Status 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Data Objektif : 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau
- Penurunan tekanan inspirasi atau Kriteria Hasil : suction
ekspirasi 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya
- Penurunan pertukaran udara per nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan suara tambahan
menit dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, 6. Berikan bronkodilator
- Menggunakan otot pernafasan mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed 7. Berikan pelembab udara Kassa basah
tambahan lips) NaCl Lembab
- Orthopnea 2. Menunjukkan jalan na-fas yang paten (klien 8. Atur intake untuk cairan
- Pernafasan pursed-lip tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi mengoptimalkan keseimbangan.
- Tahap ekspirasi berlangsung pernafasan dalam ren-tang normal, tidak ada 9. Monitor respirasi dan status O2
sangat lama suara nafas abnormal) 10. Bersihkan mulut, hidung dan secret
- Penurunan kapasitas vital 3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal trakea
- Respirasi: < 11 – 24 x /mnt (tekanan darah, nadi, pernafasan) 11. Pertahankan jalan nafas yang paten
12. Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
13. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
14. Monitor vital sign
15. Informasikan pada pasien dan keluarga
tentang tehnik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas.
16. Ajarkan bagaimana batuk efektif
17. Monitor pola nafas
3 Gangguan Pertukaran gas NOC: 1. Posisikan pasien untuk
Data Subjektif : Respiratory Status : Gas exchange memaksimalkan ventilasi
- Sakit kepala ketika bangun Keseimbangan asam Basa, Elektrolit 2. Pasang mayo bila perlu
- Dyspnoe Respiratory Status : ventilation 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Gangguan penglihatan Vital Sign Status 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau
Data Objektif : suction
- Penurunan CO2 Kriteria Hasil : 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya
- Takikardi a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara suara tambahan
- Hiperkapnia nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan 6. Berikan bronkodilator
- Keletihan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, 7. Barikan pelembab udara
- Iritabilitas mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed 8. Atur intake untuk cairan
- Hypoxia lips) mengoptimalkan keseimbangan.
- Kebingungan b. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas 9. Monitor respirasi dan status O2\
- Sianosis dari tanda tanda distress pernafasan 10. Catat pergerakan dada,amati
- warna kulit abnormal (pucat, c. Tidak ada sianosis dan dsypneu kesimetrisan, penggunaan otot
kehitaman) d. Tanda tanda vital dalam rentang normal tambahan, retraksi otot supraclavicular
- Hipoksemia e. AGD dalam batas normal dan intercostal
- Hiperkarbia f. Status neurologis dalam batas normal 11. Monitor suara nafas, seperti dengkur
- AGD abnormal 12. Monitor pola nafas : bradipena,
- pH arteri abnormal takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
- frekuensi dan kedalaman nafas cheyne stokes, biot
abnormal 13. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
14. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan
ststus mental
15. Observasi sianosis khususnya
membran mukosa
16. Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang persiapan tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
17. Auskultasi bunyi jantung, jumlah,
irama dan denyut jantung
4 Risiko infeksi NOC : 1. Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko : Immune Status 2. Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif Knowledge : Infection control 3. Cuci tangan setiap sebelum dan
- Kerusakan jaringan dan Risk control sesudah tindakan keperawatan
peningkatan paparan lingkungan 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
- Malnutrisi Kriteria Hasil : alat pelindung
- Peningkatan paparan lingkungan a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 5. Ganti letak IV perifer dan dressing
patogen b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah sesuai dengan petunjuk umum
- Imonusupresi timbulnya infeksi 6. Gunakan kateter intermiten untuk
- Tidak adekuat pertahanan c. Jumlah leukosit dalam batas normal menurunkan infeksi kandung kencing
sekunder (penurunan Hb, d. Menunjukkan perilaku hidup sehat 7. Tingkatkan intake nutrisi
Leukopenia, penekanan respon e. Status imun, gastrointestinal, genitourinaria 8. Berikan terapi
inflamasi) dalam batas normal antibiotik:.................................
- Penyakit kronik 9. Monitor tanda dan gejala infeksi
- Imunosupresi sistemik dan lokal
- Malnutrisi 10. Pertahankan teknik isolasi kalau perlu
- Pertahan primer tidak adekuat 11. Inspeksi kulit dan membran mukosa
(kerusakan kulit, trauma jaringan, terhadap kemerahan, panas, drainase
gangguan peristaltik) 12. Monitor adanya luka
13. Dorong masukan cairan
14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam
5 Risiko Cidera NOC : NIC : Environment Management
Risk Kontrol (Manajemen lingkungan)
Immune status 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk
Safety Behavior pasien
2. Identifikasi kebutuhan keamanan
Kriteria Hasil : pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
a. Klien terbebas dari cedera fungsi kognitif pasien dan riwayat
b. Klien mampu menjelaskan cara/metode penyakit terdahulu pasien
untuk mencegah injury/cedera 3. Menghindarkan lingkungan yang
c. Klien mampu menjelaskan factor risiko dari berbahaya (misalnya memindahkan
lingkungan/perilaku persona perabotan)
d. Mampu memodifikasi gaya hidup untuk 4. Memasang side rail tempat tidur
mencegah injury 5. Menyediakan tempat tidur yang
e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada nyaman dan bersih
f. Mampu mengenali perubahan status 6. Menempatkan saklar lampu ditempat
kesehatan yang mudah dijangkau pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan yang cukup
9. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika
Black, J M dan Jane Hokanson Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Jakarta: Elsevier
Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. (2016) Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi kelima Bahasa Indonesia. Yogyakarta:
Mocomedia.
Carpenito, L J. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Doenges, M. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Fitriani, R. (2016). Analisis Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan MasalahPola Nafas
Tidak Efektif Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Jurnal STIKes Muhammadiyah Gombong.
Hidayat, A. A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta:
Selemba Medika.
Mansjoer, A. (2009). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FK UI press Morton. 2012.
Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik Vol . Jakarta: EGC.
Mosby's Medical dictionary. (2009). Anticipatory Guidance 8th edition. Jakarta: Elseiver.
Mubarak, W I dan Nurul Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan
Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC
Muttaqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular
dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Nugroho, W D. (2015). Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat dengan Rawat Inap
Ulang Pasien dengan Gagal Jantung Kongestif di RSUD DR. Moewardi. Jurnal Stikes
Kusuma Husada Surakarta
Nurlaela, ES. (2017). Upaya Penatalaksanaan Pola Napas Tidak Efektif Pada Pasien
Congestive Heart Failure. Jurnal. Surakarta: UMS.
Pamungkas, P N. (2015). Manajemen Terapi Oksigen Oleh Perawat di Ruang Instalasi Gawat
Darurat RSUD Karanganyar. Jurnal Keperawatan, hlm.3
Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Laporan Kementerian Kesehatan Republik
Indinesia diunduh dari www.depkes.go.id pada 30 Juni 2020
Rosdahl, C B dan Mary T. Kowalski. (2015). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC
Sudoyo AW, Setiohadi B, dkk. (2009).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna.
Suratinoyo, I. (2016). Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Mekanisme Koping pada
Pasien Gagal Jantung Kongestif di Ruangan CVBC (Cardio Vaskuler Brain Centre)
Lantai III di RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou Manado Ejournal Keperawatan (e-Kp)
Volume 4 Nomor 1
Smeltzer, Suzanne. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Stillwell,
Susan B. (2011). Pedoman Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC
Syandi, Janrizky Praerda. (2016). Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi
pada Tn. S Di Ruang Inayah Pku Muhammadiyah Gombong Jurnal Stikes
Muhammadiyah Gombong