Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN SEMENTARA

PERCOBAAN I
TEKNIK SEDIAAN LIQUID DAN SEMI SOLID

Disusun Oleh :
Angelika Putri Ruditha
Kelompok :
A.1.1
NIM :
2020E0B014
Dosen Pembimbing Praktikum :
Apt. Legis Octaviana Saputri, M.Biomed

PROGRAM STUDI DIII FARMASI SEMESTER II


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
PRAKTIKUM I
UNGUENTUM DAN GEL
A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu membuat sediaan unguentum Iodida dengan baik dan benar
2. Mahasiswa mampu membuat sediaan gel

B. Landasan Teori
 Unguentum
Salep (unguents) adalah preparat setengah padat untuk pemakaian luar.
Preparat farmasi setengah padat seperti salep, sering memerlukan penambahan
pengawet kimia sebagai antimikroba, pada formulasi untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang terkontaminasi. Pengawet-pengawet ini termasuk
hidroksibenzoat, fenol-fenol, asam benzoat, asam sorbat, garam amonium kuartener,
dan campuran-campuran lain. Preparat setengah padat menggunakan dasar salep yang
mengandung atau menahan air, yang membantu pertumbuhan mikroba supaya lebih
luas daripada yang mengandung sedikit uap air, dan oleh karena itu merupakan
masalah yang lebih besar dari pengawetan (Chaerunnisa, 2009).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, salep adalah sediaan setengah padat
yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau
terdispend homogen dalam dasar salep yang cocok. Pemerian Tidak boleh berbau
tengik. Kadar kecuali dinyatakan lain dan untuk salap yang mengandung obat keras
atau obat narkotik , kadar bahan obat adalah 10 %. Kecuali dinyatakan sebagai bahan
dasar digunakan Vaselin putih . Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan
pemakaian, dapat dipilih salah satu bahan dasar berikut: dasar salep senyawa
hidrokarbon Vasellin putih, vaselin kuning atau campurannya dengan malam putih,
dengan Malam kuning atau senyawa hidrokarbon lain yang cocok; dasar salep serap
lemak bulu domba dengan campuran 8 bagian kolesterol 3 bagian stearik alcohol 8
bagian malam putih dan 8 bagian vaselin putih, campuran 30 bagian Malam kuning
dan 70 bagian Minyak Wijen; dasar salap yang dapat dicuci dengan air. Emulsi
minyak dan air; dasar salap yang dapat larut dalam air Polietilenglikola atau
campurannya.
Homogenitas jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen (Anif, 2000).
Pada penyakit kulit, obat yang digunakan berupa salep, krim atau lotion
(kocokan). Kulit yang utuh dan sehat sukar sekali ditembus obat, tetapi resorpsi
berlangsung lebih mudah bila ada kerusakan. Efek sistemis yang menyusul kadang-
kadang berbahaya, seperti dengan kortikosteroida (kortison, betameson, dan lain-
lain), terutama bila digunakan dengan cara occlusi, artinya ditutup dengan plastik.
Reseorpsi dapat diperbaiki pula dengan tambahan zat-zat keratolis dengan daya
melarutkan lapisan tanduk kulit, misalnya asam salisilat, urea dan resorsin 3% (Ansel,
1989).
Salep biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube. Botol dapat dibuat
dari gelas tidak berwarna, warna hijau, amber atau biru atau buram dan porselen
putih. Botol plastik juga dapat digunakan. Wadah dari gelas buram dan berwarna
berguna untuk salep yang mengandung obat yang peka terhadap cahaya. Tube dibuat
dari kaleng atau plastik, beberapa diantaranya diberi tambahan kemasan dengan alat
bantu khusus bila salep akan digunakan untuk dipakai melalui rektum, mata, vagina,
telinga atau hidung (Anif, 1993).
Peraturan pembuatan salep menurut F. Van Duin :
1. Peraturan salep pertama
Zat – zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan kedalamnya, jika
perlu dengan pemanasan.
2. Peraturan salep kedua
Bahan bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain, dilarutkan lebih
dahulu dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap seluruhnya
oleh basis salep dan jumlah air yang dipakai, dikurangi dari basis salepnya.
3. Peraturan salep ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan air
harus diserbukkan lebih dahulu, kemudian diayak dengan pengayak No. 60.
4. Peraturan keempat
Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus
sampai dingin.” Bahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya harus
dilebihkan 10-20% untuk mencegah kekurangan bobotnya.
Kualitas dasar salep :
 Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembapan yang ada dalam kamar.
 Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan
homogen. Sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi, inflamasi dan
ekskloriasi.
 Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.
 Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia
dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat
aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati.
 Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau
cair pada pengobatan.
 Lembut, mudah dioleskan serta mudah melepaskan zat aktif (Anief, 2007).
Komposisi dasar salep :
a. Dasar salep hidrokarbon, yaitu:
• Vaselin putih atau vaselin kuning
• Campuran vaselin yaitu malam putih atau malam kuning
• Parafin cair dan parafin padat
• Minyak tumbuh-tumbuhan
• Jelene
b. Dasar salep serap, yaitu dapat menyerap air yang terdiri:
• Adeps lanae
• Unguenta simpleks
• Hidrofilic fetrolerlum
c. Dasar salep yang dapat diolesi dengan air, yaitu terdiri atas:
• Dasar salep emulsi MIA seperti vanishing cream
• Emulsifying quitment B.P
• Hydrophilic qitment dibuat dari minyak mineral, stearyalcohol mayri 52
( emulgator tipe M/A)
d. Dasar salep yang dapat larut dalam air antara lain PGA atau campuran PEG.
• Polyethaleneggropl Qintment USP
• Ciagacant
• PGA
Dasar salep hidrokarbon, dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak
antar lain vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat
dicampurkan ke dalamnya. Salep ini dimaksud untuk memperpanjang kontak bahan
obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup.
Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar dicuci,
tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama (Dirjen POM, 1995).
Dasar salep serap, dasar salep serap ini dapat dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok
pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi
air dalam minyak (parafi hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan kelompok ke 2 terdiri
atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air
tambahan (lanolin). Dasar salep serap juga dapat bermanfaat sebagai emolien. (Dirjen
POM, 1995).
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep ini adalah emulsi minyak
dalam air antara lain salep hidrofilik dan lebih tepat disebut “krim” (lihat kremores).
Dasat ini dinyatakan juga sebagai “dapat dicuci dengan air” karena mudah dicuci di
kulit atau dilap basah, sehingga dapat diterima untuk dasar kosmetik beberapa bahan
obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada dasar salep
hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air
dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologik. (Dirjen POM,
1995).
Dasar salep larut dalam air, kelompok ini disebut juga “dasar salep tak berlemak”
dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak
keuntungan seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung
bahan yang tak larut dalam air seperti parafin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar
salep ini lebih tepat disebut “gel”. (Dirjen POM, 1995).
Fungsi salep antara lain:

1. Sebagai bahan aktif pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit


2. Sebagai bahan pelumas pada kulit
3. Sebagai bahan pelindung kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit yang dengan
larutan berair dan perangsang kulit.

 Gel
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan
sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.
Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa
suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa 
organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan.
Menurut Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu system setengah padat yang terdiri
dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang terkecil atau molekul
organic yang besar dan saling diresapi cairan.

Penggolongan gel

Menurut Farmakope Indonesia edisi VI penggolongan gel dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Gel sistem dua fase


Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar ,
massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma bentonit. Baik
gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan
dan menjadi cair pada pengocokan.Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan
untuk menjamin homogenitas.
2. Gel sistem fase tunggal
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama dalam
suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro
yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik
misalnya karboner atau dari gom alam misanya tragakan.

Keuntungan dan kekurangan sediaan gel

1. Keuntungan sediaan gel


Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan
sediaan yang jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan
film tembus pandang, elastis, mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik,
kemampuan penyebarannya pada kulit baik.
2. Kekurangan sediaan gel
Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga
diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih
pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau
hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi
dan harga lebih mahal.

Kegunaan Gel
Kegunaan sediaan gel secara garis besar di bagi menjadi empat seperti:
1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam bentuk
sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan untuk
bentuk sediaan obat long–acting yang diinjeksikan secara intramuskular.
2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet, bahan
pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan oral, dan basis
suppositoria.
3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik, termasuk
pada shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan rambut.
4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau
dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).

Sifat dan Karakteristik Gel


Menurut Lachman, dkk. 1994 sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut:
1. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman
dan tidak bereaksi dengan komponen lain.
2. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik
selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau
daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama
penggunaan topical.
3. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang
diharapkan.
4. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar
dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan.
5. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel
terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC
dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental
dan pada peningkatan suhu larutan tersebut akan membentuk gel.
6. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan
disebut thermogelation.

Sediaan gel umumnya memiliki karakteristik tertentu, yakni (disperse system, vol 2 hal
497):
1. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi
larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara
matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang
sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di dalam matriks gel yang dapat
menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.
2. Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan
yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan
gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme
terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis
pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan
mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak
menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel.
3.   Efek suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan
temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu
tertentu. Polimer seperti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk
larutan yang kental. Pada peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel.
Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan
disebut thermogelation.
4. Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik
dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan
koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi
elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk
menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera
mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena
terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak larut. 
5. Elastisitas dan rigiditas
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa,
selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas
dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap
perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat
bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.
6. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi
memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non–
newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.
Komponen gel
Untuk kompenen gel di bagi menjadi dua gilling agents dan bahan tambahan. Disetiap sedian
gel harus memilik kedua komponen seperti yang ada di bawah ini:
1. Gelling Agent.
Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk jaringan yang
merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini adalah gom
alam, turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan dari sistem tersebut berfungsi
dalam media air, selain itu ada yang membentuk gel dalam cairan non-polar.
Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai pembentuk gel karena
terjadinya flokulasi partikel. Konsentrasi yang tinggi dari beberapa surfaktan non-
ionik dapat digunakan untuk menghasilkan gel yang jernih di dalam sistem yang
mengandung sampai 15% minyak mineral.
2. Bahan tambahan
a. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi semua gel
mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet sebagai antimikroba.
Dalam pemilihan pengawet harus memperhatikan inkompatibilitasnya dengan
gelling agent.
b. Penambahan bahan higroskopis
Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol, propilenglikol dan
sorbitol dengan konsentrasi 10-20 %.
c. Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive  terhadap logam berat.
Contohnya EDTA.

C. Alat dan Bahan


Resep 1
Alat :
- Cawan porselen
- Mortir dan stamper
- Kaca bundir
- Kertas saring
- Gelas ukur
- Sendok porselen
- Sendok tanduk
- Sudip
- Batang pengaduk
- Anak timbangan dan timbangan
- Serbet
- Etiket dan pot
Bahan :
- Kalium Iodida
- Iodium
- Cera flava
- Oleum sesami/ minyak wijen
- air
Resep 2
Alat :
- Mortir dan stamper
- Sudip
- Sendok tanduk
- Sendok porselin
- Batang pengaduk
- Tiket
- Perkamen
- Glass ukur
- Anak timbangan dan timbangan
- serbet.
- Pot
Bahan :
- CMC-Na
- Propilen glikol
- Gliserin
- Air

D. Resep
RESEP 1 :
Dr. Ratna Dewi, SPKK
SIP : 2279 / SIP / 1980
Jl. Ahmad Dahlan no 99 Mataram

Mataram, ....................................
R/ Unguentum Iodii 10
m.f.l.a ungt
S.u.e
Pro : Annisa

a. Problem :
1. Resep standart Farmakope Nederland V
R/ Kalium Iodida 3
Jod 2
Air 5
Unguentum simpleks 90

Resep standart unguentum simpleks dalam Farmakope Nederland V

R/ Cera Flava 30
Ol. Sesami 70

2) Pembuatan salep dengan bahan yang dilarutkan dalam air.


3) Pembuatan salep dengan cara peleburan

2. Cara kerja :
1) Timbang Kalium Iodida kemudian
larutkan dalam air
2) Timbang Iodium kemudian larutkan
dalam larutan KI diatas.
3) Membuat Unguentum simpleks :
- Timbang Cera Flava
- Timbang Oleum Sesami kemudian
dilebur bersama cera flava, setelah itu
diaduk hingga dingin baru ditimbang lagi.
- Masukkan sedikit demi sedikit campuran
larutan KI dan I2, aduk ad homogen
hingga homogen.
- Masukkan dalam pot salep dan beri
etiket.
- Lakukan evaluasi produk

RESEP 2 :
Dr. Ratna Dewi, SPKK
SIP : 2279 / SIP / 1980
Jl. Ahmad Dahlan no 99 Mataram

Mataram, ....................................
R/ Ekstak 5%

CMC-Na 3,5%
Propilenglikol 11,5%
Gliserin 10%
Aqua ad 100%

m.f.l.a Gel 25 gram


S.u.e

Pro : Annisa

Cara Kerja :
Sediaan gel dibuat dengan teknik pencampuran,
1) CMC-Na dilarutkan dengan air yg sudah di panaskan pada suhu 50°C kemudian
diaduk hingga homogen
2) Ditambahkan gliserin, propilenglikol dan air dengan pengadukan secara kontinyu
hingga terbentuk gel.

Anda mungkin juga menyukai