ASKEP LANSIA DENGAN MASALAH MENTAL: KONSEP DIRI, ALAM PERASAAN, DAN
KOGNITIF
Disusun oleh:
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia merupakan sebuah proses alami bagi setiap individu yang tidak
dapat dihindari dan merupakan tahapan akhir dalam daur kehidupan manusia. Menurut
Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 2004, dijelaskan bahwa yang disebut dengan
lansia adalah individu yang telah mencapai usia 60 tahun keatas(Dewi 2019).
Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup yang
terakhir. Memasuki usia tua individu mulai menarik diri dari masyarakat sehingga
memungkinkan individu untuk menyimpan lebih banyak aktivitas-aktivitas yang berfokus pada
dirinya dalam memenuhi kestabilan stadium ini. Berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, menjelaskan bahwa lansia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu permasalahan yang
sangat mendasar pada lansia adalah masalah kesehatan sehingga diperlukan pembinaan
kesehatan pada kelompok pra lansia dan lansia, bahkan sejak dini(WARDANI 2018).
Upaya pemerintah dalam pemeliharaan kesehatan lansia yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif diwujudkan salah satunya melalui Standart Pelayanan Minimal (SPM)
(Permenkes RI, 2016). Salah satu sasaran SPM yaitu lansia. Upaya preventif yang dilakukan
pada lansia berupa skrinning kesehatan yang diberikan di puskesmas dan jaringan. Lingkup
deteksi meliputi gangguan mental emosional dan perilaku lansia(Bkkbn 2016). Program
pemerintah lainnya dalam peningkatan kesejahteraan lansia diantaranya adalah posbindu lansia,
posyandu lansia, dan puskesmas santun lansia. Pelaksanaan posbindu lansia selama ini belum
bisa berjalan dengan baik dan maksimal, karena tidak semua kader bisa hadir dalam pelaksanaan
posyandu lansia(WARDANI 2018).
Survei Kesehatan Depkes RI menyatakan, gangguan mental pada usia 55-64
tahun mencapai 7,9%,sedangkan yang berusia di atas 65 tahun 12,3%. Angka ini
diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Karenanya
pengenalan masalah mental sejak dini merupakan hal yang penting, sehingga beberapa
gangguan masalah mental pada lansia dapat dicegah, dihilangkan atau dipulihkan. Jika
tidak didiagnosis dan diobati tepat waktu kondisi tersebut dapat mengalami perburukan
dan membutuhkan penanganan yang kompleks. Kepandaian menyiasati dapat
menjadikan masa tua yang menyenangkan, produktif dan energik tanpa harus merasa tua
dan tidak berdaya. (Dewi 2019).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk untuk mendapatkan pengetahuan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan mental dengan
menggunakan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada lansia dengan masalah mental.
b. Mahasiswa mampu membuat rencana keperawatan yang telah disusun.
c. Mahasiswa mampu melaksanakan rencana asuhan keperawatan yang telah
disusun.
d. Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada lansia dengan
gangguan mental.
C. Metode Penulisan
Metode penulisan bersifat studi pustaka yang dijabarkan secara narasi. Informasi
didapatkan dari berbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi
yangdiperoleh. Penulisan diupayakan saling terkait antar satu sama lain dan
sesuaidengan topik yang dibahas.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan disesuaikan dengan ketentuan yang diwajibkan meliputi
pendahuluan yaitu latar belakang dan tujuan penulisan makalah, konsep dasar gangguan
mental pada lansia, dan kesimpulan dari makalah yang telah disusun.
BAB II
KONSEP DASAR
C. Pengertian
Lanjut usia merupakan sebuah proses alami bagi setiap individu yang tidak
dapat dihindari dan merupakan tahapan akhir dalam daur kehidupan manusia.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 2004, dijelaskan bahwa yang
disebut dengan lansia adalah individu yang telah mencapai usia 60 tahun
keatas(Dewi 2019).
Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup yang
terakhir. Memasuki usia tua individu mulai menarik diri dari masyarakat sehingga
memungkinkan individu untuk menyimpan lebih banyak aktivitas-aktivitas yang berfokus
pada dirinya dalam memenuhi kestabilan stadium ini. Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, menjelaskan
bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu
permasalahan yang sangat mendasar pada lansia adalah masalah kesehatan sehingga
diperlukan pembinaan kesehatan pada kelompok pra lansia dan lansia, bahkan sejak
dini(WARDANI 2018).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa lansia dengan gangguan
mental adalah seseorang yang telah berusia > 60 tahun dan mengalami penurunan
kemampuan beradaptasi secara psikologis sehingga mengalami distres dalam fungsi
kognitifnya.
Teori kejiwaan lansia :
1. Aktifitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif
dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup)
dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara
sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh
tipe personaliti yang dimiliki.
D. Patway
E. Klasifikasi
1. Masalah kosep diri
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1998). Konsep diri adalah
cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional intelektual
, sosial dan spiritual (Beck, William dan Rawlin,1986). Konsep diri tidak
langsung ada begitu individu di lahirkan, tetapi secara bertahap seiring dengan
tingkat pertumbuhan dan perkembangan individu. Konsep diri akan terbentuk
karena pengaruh ligkungannya. Konsep diri juga akan di pelajari oleh individu
melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain termasuk berbagai stressor
yang dilalui individu tersebut.
a. Gambaran diri / Citra Tubuh ( Body Image )
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan
tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran,
bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang
secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap
individu (Stuart and Sundeen, 1998). Gangguan Gambaran Diri: Perubahan
persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan bentuk, ukuran,
struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan
tubuh. Perubahan fisik terkait usia, efek penyakit.
b. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal
tertentu (Stuart and Sundeen, 1998). Standart dapat berhubungan dengan tipe
orang yang akan diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai-nilai yang
ingin di capai. Menurut Keliat ( 1992 ) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi ideal diri yaitu:
b) Kegagalan berulang
e) Gangguan psikiatri
g) Ketidaksesuaian budaya
Gejala pada klien yang mungkin muncul dengan gangguan harga diri
rendah yaitu: menilai diri negatif (misal: tidak berguna, tidak tertolong),
merasa malu/ bersalah, merasa tidak mampu melakukan apapun,
meremehkan kemampuan mengatasi masalah, merasa tidak memiliki
kelebihan atau kemampuan positif, melebih-lebihkan penilaian negatif
tentang diri sendiri,menolak penilaian positif tentang diri sendiri. (SDKI,
2017)
d. Peran
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan
dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Keliat, 1998). Stress
peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas dan peran yang tidak sesuai
atau peran yang terlalu banyak. Posisi di masyarakat dapat merupakan
stresor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran,
tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan (Keliat, 1998).
Gangguan Peran: Berubah atau berhentinya fungsi peran disebabkan oleh
penyakit, proses menua, putus sekolah, putus hubungan kerja. Muncul
tatkala perubahan tidak diterima individu. Faktor yang mempengaruhi:
peran berlebihan, citra tubuh, perubahan fisik, faktor sosial.
e. Identitas
5) Individu sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan masa yang
akan dating
a. Mania
3) penyimpangan sex.
b. Depresi
3. Masalah Kognitif
a. Pengertian
Kognitif merupakan suatu proses pekerjaan pikiran yang dengannya kita
menjadi waspada akan objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek
pengamatan, pemikiran dan ingatan (Dorland, 2002). Sehingga gangguan
kognitif merupakan respon maladaptive yang ditandai dengan adanya gangguan
daya ingat, disorientasi, inkoheren, salah persepsi, penurunan perhatian serta
sukar berpikir logis. Gangguan ini membuat individu berada dalam
kebingungan, tidak mampu menghubungkan kejadian saat ini dengan kejadian
yang lampau.
b. Aspek-AspekKognitif
1) Orientasi
2) Bahasa
a) Kelancaran
b) Pemahaman
c) Pengulangan
d) Naming
3) Atensi
a) Mengingat segera
b) Konsentrasi
4) Memori
F. Pemeriksaan Diagnostik
Berikut ini alat ukur untuk menguji aspek-aspek Kognitif dan Fungsi Mental
Nilai maksimum Score Pertanyaan
Orientasi Tahun, Musim, Tanggal, Hari, Bulan apa
sekarang.
5
Registrasi Nama 3 objek: 1 detik untuk mengatakan
3 masing-masing. Kemudian tanyakan klien
ketiga objek setelah anda mengatakannya.
Beri 1 poin untuk setiap jawaban yang benar.
Kemudian ulangi sampai ia mempelajari
ketiganya. Jumlahkan percobaan dan catat.
Perhatian dan Kalkulasi Seri 7’s. 1 poin untuk setiap kebenaran,
berhenti setelah 5 jawaban. Bergantian eja
5
“kata” ke belakang.
Meminta Minta untuk mengulang ketiga objek di atas.
Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran.
3
Bahasa Nama pensil dan melihat (2poin)
9 Mengulangi hal berikut: “tidak ad ajika, dn atau
tetapi” (1poin)
Kesadaran Composmentis = 5
5 Apatis = 4
Somnolent = 3
Sopor = 2
Koma = 1
Nilai Total
Keterangan:
Nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif
yang memerlukan penyelidikan lanjut. Kriteria demensia:
Ringan : 21 - 30
Sedang : 11 – 20
Berat : < 10
Pemeriksaan Portabel untuk Status Mental (PPMS = MMSE = mini
mental state examination)
9. Hitung mundur 3-3, mulai dari 20! Bila penderita sekolah lebih
dari SMA, kesalahan yang
diperbolehkan -1 dari nilai
diatas.
G. Penatalaksanaan
Pendekatan Perawatan Lanjut Usia
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat
perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual
dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan
menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu
pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah yang dalam bidang kesehatan jiwa
(mental health) disebut pendekatan eklektik holistik, yaitu suatu pendekatan yang
tidak tertuju pada pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup aspek psikososial
dan lingkungan yang menyertainya.
Pendekatan Holistik adalah pendekatan yang menggunakan semua upaya
untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh dan menyeluruh.
1. Pendekatan fisik
Perawat mempunyai peranan penting untuk mencegah terjadinya cedera sehingga
diharapkan melakukan pendekatan fisik, seperti berdiri disamping klien,
menghilangkan sumber bahaya dilingkungan, memberikan perhatian dan
sentuhan, bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatarmya,
memberikan label gambar atau hal yang diinginkan klien
2. Pendekatan psikologis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif
pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter
terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan
sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan
ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk
menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat
harus selalu memegang prinsip "Tripple", yaitu sabar, simpatik dan service. Hal
itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan
semakin lanjutnya usia Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti
menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya
kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur
dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang, dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan,
jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan
kesalahan. Harus diingat kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan
tertentu. Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka
terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara perlahan-lahan dan
bertahap. perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan
pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila
perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.
3. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungan
lansia dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam t keadaan sakit atau
mendeteksi kematian. Sehubungan dengan pendekatan. spiritual bagi klien lanjut
usia yang menghadapi kematian. Seorang dokter mengemukakan bahwa maut
sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai
macam faktor, seperti ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa
sakit dan kegelisahan kumpul lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi
yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup
ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga,
perawat harus meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi ditinggalkan.
masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu
menghantui pikiran lanjut usia.
4. Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul
bersama dengan sesama klien usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi
pendekatan social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang
dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Penyakit
memberikan kesempatan yang seluas luasnya kepada para lanjut usia untuk
mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film,
atau hiburan lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan
penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan
kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Tidak jarang
terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi
dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan
demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka
maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.
1. Pengkajian
a. Fisik
1) Wawancara
2) Pemeriksaan fisik: Head to Toe dan system tubuh
b. Psikologis
1) Gangguan Persepsi
Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia merupakan fenomena yang
disebabkan oleh penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus
mencatat apakah penderita mengalami kebingungan terhadap waktu atau
tempat selama periode halusinasi. Adanya kebingungan menyatakan
suatu kindisi organic. Halusinasi dapat disebabkan oleh tumor otak dan
patologi fokal yang lain. Pemeriksaan yang lebih lanjut siperlukan
untuk menegakkan diagnosis pasti (Hamilton,1985).
2) Fungsi Visuospasial
Suatu penurunan kapasitas visuospasial adalah normal dengan
lanjutnya usia. Meminta penderita untuk mencontoh gambar atau
menggambar mungkin membantu dalam penilaian. Pemeriksaan
neuropsikologis harus dilaksanakan jika fungsi visuospasial sangat
terganggu (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).
3) Proses Berpikir
Gangguan pada progesi pikiran adalah neologisme, gado- gado kata,
sirkumstansialitas, asosiasi longgar, asosiasi bunyi, flight of ideas, dan
retardasi. Hilangnya kemampuan untuk dapat mengerti pikiran abstrak
mungkin merupakan tanda awal dementia.
4) Isi pikiran harus diperiksa adanya obsesi, preokupasi somatic,
kompulsi atau waham
Gagasan tentang bunuh diri atau pembunuhan harus dicari. Pemeriksa
harus menetukan apakah terdapat waham dan bagaimana waham
tersebut mempengaruhi kehidupan penderita. Waham mungkin
merupakan alas an untuk dirawat. Pasien yang sulit mendengar mungkin
secara keliru diklasifikasikan sebagai paranoid atau pencuriga
(Weinberg, 1995; Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985; Laitman, 1990).
5) Sensorium dan Kognisi
Sensorium mempermasalahkan fungsi dari indra tertentu, sedangkan
kognisi mempermasalahkan informasi dan intelektual (Hamilton, 1985;
Weinberg, 1995).
6) Kesadaran
Indikator yang peka terhadap disfungsi otak adalah adanya perubahan
kesadaran , adanya fluktuasi tingkat kesadaran atau tampak letargik.
Pada keadaan yang berat penderita dalam keadaan somnolen atau stupor
(Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).
7) Orientasi
Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang
berhubungan dengan gangguan kognisi. Gangguan orientasi sering
ditemukan pada gangguan kognitif, gangguan kecemasan,.
Gangguan, buatan, gangguan konversi dan gangguan kepribadian,
terutama selama periode stress fisik atau lingkungan yang tidak
mendukung (Kaplan et al,1997; Hamilton, 1985). Pemeriksa harus
menguji orientasi terhadap tempat dengan meminta penderita
menggambar lokasi saat ini. Orientasi terhadap orang mungkin dinilai
dengan dua cara: apakah penderita, mengenali namanya sendiri, dan
apakah juga mengenali perawat dan dokter. Orientasi waktu diuji
dengan menanyakan tanggal, tahun, bulan dan hari.
8) Daya Ingat
Daya ingat dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang, pendek dan
segera. Tes yang siberikan pada penderita dengan memberikan angka
enam digit dan penderita diminta untuk mengulangi maju dan mundur.
Penderita dengan daya ingat yang tak terganggu biasanya dapat
mengingat enam angka maju dan lima angka mundur. Daya ingat jangka
panjang diuji dengan menanyakan tempat dan tanggal lahir, nama dan
hari ulang tahun anak-anak penderita. Daya ingat jangka pendek
dapat diperiksa dengan beberapa cara, misalnya menyebut tiga benda
pada awal wawancara dan meminta penderita mengingat kembali benda
tersebut diakhir wawancara. Atau dengan mengulangi cerita tadi secara
tepat/persis (Hamilton, 1985).
9) Fungsi Intelektual, Konsentrasi, Informasi dan Kecerdasan
Sejumlah fungsi intelektual mungkin diajukan untuk menilai
pengetahuan umum dan fungsi intelektual. Menghitung dapat diujikan
dengan meminta penderita untuk mengurangi 7 angka dari 100 dan
mengurangi 7 lagi dari hasil akhir dan seterusnya samapi dicapai angka
2. Pemeriksa mencatat respons sebagai dasar untuk pengujian
selanjutnya. Pemeriksa juga dapat meminta penderita untuk menghitung
mundur dari 20 ke 1, dan mencatat waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan pemeriksaan tersebut (Kaplan et al, 1997; Hamilton,
1985).
10) Pengetahuan umum adalah yang berhubungan dengan kecerdasan
Penderita ditanya nama presiden Indonesia, nama kota besar di
Indonesia. Pemeriksa harus memperhitungkan tingkat pendidikan
penderitam status social ekonomi dan pengalaman hidup penderita
dalam menilai hasil dari beberapa pengujian tersebut.
11) Membaca dan Menulis
Penting bagi klinisi untuk memeriksa kemampuan membaca dan
menulis dan menetukan apakah penderita mempunyai deficit bicara
khusus. Pemeriksa dapat meminta penderita membaca kisah singkat
dengan suara keras atau menulis pada penderita. Apakah menulis dengan
tangan kiri atau kanan juga perlu dicatat. (Hamilton, 1985).
12) Pertimbangan
Pertimbangan (judgement) adalah kapasitas untuk bertindak sesuai
dengan berbagai situasi. Apakah penderita menunjukkan gangguan
pertimbangan, apa yang akan dilakukan oleh penderita, misalnya
jika ia menemukan surat tertutup, berperangko dan ada
alamatnya di jalan xxx? Apa yang akan dilakukan oleh penderita bila ia
mencium bau asap di sebuah gedung bioskop? Apakah penderita
mampu mengadakan pembedaan? Apakah penderita mampu
membedakan antara seorang kerdil dan seorang anak? Mengapa seorang
memerlukan KTP atau surat kawin? Dan seterusnya.
c. Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
(Maslow 1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan
Zentner, 1970). Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan
batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutinya dalam
keadaan sakit atau mendeteksi kematian. Dalam menghadapi kematian
setiap klien lanjut usia akan memberika reaksi yang berbeda, tergantung
dari kepribadian dan cara menghadapi hidup ini. Adapun kegelisahan
yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat
menyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi di tinggalkan, masih
ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu
menghantui pikiran lanjut usia. Umumnya pada waktu kematian akan
datang agama atau kepercayaan seseorang merupakan faktor yang penting
sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang imam sangat perlu untuk
melapangkan dada klien lanjut usia. Dengan demikian pendekatan perawat
pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja, melainkan perawat
lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kesepian berhubungan dengan menarik diri
Tujuan :
1) Pasien mampu mengekspresikan perasaannya
2) Pasien mampu kembali bersosialisasi dengan lingkungan
Intervensi:
1) Bina hubungan saling percaya
2) Bantu klien menguraikan kelebihan dan kekurangan interpersonal
3) Bantu klien membina kembali hubungan interpersonal yang positf /
adaptIf dan memberikan kepuasan timbal balik. Beri penguatan dan
kritikan yang positif Dengarkan semua kata-kata klien dan jangan
menyela saat klien bertanya. Berikan penghargaan saat klien dapat
berprilaku yang positif
4) Hindari ketergantungan klien Libatkan dalam kegiatan ruangan
Ciptakan lingkungan terapeutik
5) Libatkan keluarga/system pendukung untuk membantu
mengatasi masalah klien.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan konsep
diri dan depresi
Tujuan :
1) Pasien mampu berpartisipasi dalam memutuskan perawatan
dirinya
2) Pasien mampu melakukan kegiatan dalam menyelesaikan
masalahnya
Intervensi:
1) Bicara secara langsung dengan klien, hargai individu dan
ruang pribadinya jika tepat
2) Beri kesempatan terstruktur bagi klien untuk membuat pilihan
perawatan
3) Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggung
jawab terhadap perawatan dirinya
4) Beri kesempatan menetapkan tujuan perawatan dirinya.
Contoh : minta pasien memilih apakah mau mandi, sikat gigi
atau gunting kuku
5) Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas perawatan diri
untuk mencapai tujuan. Contoh: Jika pasien memilih mandi,
bantu pasien untuk menetapkan aktifitas untuk mandi (bawa
sabun, handuk, pakaian bersih)
6) Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya
7) Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya
a) Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara
teratur
b) Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa
dilakukan pasien saat ini
c) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap
kemampuan yang masih dimiliki pasien.
d) Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan
kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
e) Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien
melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal kegiatan yang
sudah dibuat.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas
Tujuan :
1) Pasien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur
2) Pasien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Intervensi:
a) Identifikasi gangguan dan variasi tidur yang dialami dari pola yang
biasanya
b) Anjurkan latihan relaksasi, seperti musik lembut sebelum tidur
c) Diskusikan cara-cara utuk memenuhi kebutuhan tidur
d) Kurangi tidur pada siang hari
e) Minum air hangat/susu hangat sebelum tidur
f) Hindarkan minum yang mengandung kafein dan coca cola
g) Mandi air hangat sebelum tidur
h) Dengarkan musik yang lembut sebelum tidur
i) Anjurkan pasien untuk memilih cara yang sesuai dengan
kebutuhannya)
j) Berikan pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk memenuhi
kebutuhantidurnya
k) Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk
memfasilitasi agar pasien dapat tidur.
d. Resiko membahayakan diri berhubungan dengan perasaan tidak
berharga dan putus asa
Tujuan :
1) Pasien tidak membahayakan dirinya sendiri
2) Pasien mampu memilih alternatif penyelesaian masalah yang
konstruktif
Intervensi:
Intervensi
Badan Pusat Statistik (BPS). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2019. Jakarta: Badan
Pusat Statistik; 2019.
Berlian, R., & Heppy, F. (2014). Hubungan depresi dengan kejadian insomnia
pada lansia dipanti sosial tresna wedha kasih sayang ibu batusangkar. Jurnal
Kesehatan Stikes Prima Nusantara Bukit Tinggi , 83.
Darmojo, Boedhi. 2015. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Jakarta: FKUI
Maramis MM. Depresi Pada Lanjut Usia. Jurnal Widya Medika Surabaya. 2014;
2(1): 39-49.
National Institute of Mental Health. Depression Basics. (updated 2016; cited 2019
Jul 6). Available from:
https://www.nimh.nih.gov/health/publications/depression/index.shtml
Suma PC, Hasan A. Depression. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls
publishing. (updated 2019 Jan; cited 2019 Jul 6). Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430847/.
World Health Organization (2017). Mental disorders fact sheets. World Health
Organization. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs396/en/