Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN DISKUSI REFLEKSI KASUS (DRK)

PENERAPAN 3S (SDKI-SLKI-SIKI) PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS


DI RUANGAN INTERNE PRIA IRNA NON BEDAH I
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

oleh:

FITRIA NINGSIH, Amd.Kep


NIP.198406202012122001

KEMENTERIAN KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus
dan kronik pada hati, diikuti proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi,
sehingga timbul kerusakan dalam susunan parenkim hati (Diyono, Sri Mulyanti,
2013). Menurut hasil laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, ratarata
prevalensi sirosis hepatis adalah 35% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal
penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.
Di Negara-negara maju seperti di Inggris Raya dan Amerika Serikat, jumlah kematian
akibat sirosis hepatis meningkat setiap tahunnya (Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia, 2011).
Penyakit sirosis hepatis menempati urutan kelima tertinggi penyakit kronis
yang ada didunia. Lebih dari 600.000 kasus baru didiagnosis secara global setiap
tahun. Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2013, bahwa jumlah orang yang
di diagnosis sirosis hepatis difasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan gejala yang
ada, menunjukan peningkatan dua kali lipat apabila dibandingkan dengan data 2007
dan 2013. Data dari laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi
Sumatera Barat tahun 2013, prevalensi penyakit kanker hati sebesar 4,2%.
Prevalensi kanker hati masih terbilang rendah, hanya sebagian kecil yang menderita
kanker hati. Karena penduduk sumatera barat jarang mengonsumsi alkohol secara
berlebihan. Meski kasus sirosis hati jarang terjadi di sumatera barat, akan tetapi
dampak yang ditimbulkan dari sirosis hati dapat tertuju pada kematian. Jarang
penderita dengan sirosis hati dapat sembuh dengan total. Data dari Dinas
Kesehatan Provinsi di Kota Padang, kejadian sirosis hati menempati urutan ke-17
tahun 2015 yaitu 213 kasus.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan kegiatan diskusi refleksi kasus ini adalah meningkatkan pengetahuan
perawat tentang penerapan 3S pada pasien sirosis hepatis di ruang Interne Pria
IRNA Non Bedah I RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2021.

2. Tujuan Khusus
a. Memahami definisi dari sirosis hepatis.
b. Memahami etiologi dan patofisiologi dari melena.
c. Memahami tanda gejala, komplikasi, dan penatalaksanaan dari melena.
d. Memahami asuhan keperawatan dan penerapan 3S pada pasien sirosis
hepatis di ruang Interne Pria IRNA Non Bedah I RSUP Dr. M. Djamil Padang.
C. Manfaat
Dengan diadakannya kegiatan DRK ini diharapkan semua perawat di ruangan
Interne Pria mampu mengembangkan profesionalitas dalam memberikan asuhan
keperawatan dan penerapan 3S (SDKI-SLKI-SIKI), sehingga dapat memaksimalkan
pelaksanaan asuhan keperawatan dan penerapan 3S khususnya pada pasien dengan
sirosis hepatis, serta membangkitkan motivasi belajar perawat di ruangan Interne
Pria IRNA Non Bedah I RSUP Dr. M. Djamil Padang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis Penyakit


1. Definisi
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, dkk., 2009).
Menurut Black & Hawks (2009), sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang
progresif, ditandai dengan adanya fibrosis yang luas dan pembentukan nodul
pada hati.

2. Etiologi
a. Etiologi yang diketahui penyebabnya, yaitu :
1. Hepatitis virus B & C
2. Alkohol
3. Metabolik
4. Kolestasis kronik/sirosis siliar sekunder intra dan ekstra hepatik
5. Obstruksi aliran vena hepatik, seperti penyakit vena oklisif, sindrom budd
chiari, perikarditis konstriktiva, payah jantung kanan
6. Gangguan imunologis, seperti : hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif
7. Toksik dan obat, seperti : INH, metildopa
8. Operasi pintas usus halus pada obesitas
9. Malnutrisi, infeksi seperti malaria

b. Etiologi tanpa diketahui penyebabnya


Sirosis yang tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosi
kriptogenik/heterogenous
(Diyono & Sri Mulyanti, 2013).

3. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi


Sirosis atau pembentukan parut dalam hati dibedakan menjadi tiga tipe
berdasarkan etiologinya, yaitu sirosis Laennec, sirosis postnekrotik, dan sirosis
bilier (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Sirosis Laennec
Sirosis Laennec disebut juga sirosis alkoholik, yaitu sirosis yang terjadi akibat
konsumsi alkohol yang berlebihan dalam jangka waktu yang lama, yang
menimbulkan efek toksik langsung pada hati. Sirosis jenis ini merupakan 50%
atau lebih dari seluruh kasus sirosis. Perubahan pertama pada hati
ditunjukkan dengan adanya akumulasi lemak di dalam sel-sel hati, disebut
juga dengan fatty liver. Akumulasi lemak tersebut dikarenakan adanya
kemungkinan bahwa individu yang mengkonsumsi alkohol secara berlebihan,
tidak makan secara layak dan gagal mengkonsumsi protein dalam jumlah
cukup (Price & Wilson, 2006). Kompensasi hati terhadap hal tersebut adalah
dengan memecah asam-asam lemak menjadi badan keton. Badan keton ini
akan masuk ke dalam aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot serta
jaringan tubuh yang lain. Selain menghasilkan badan keton, asam-asam lemak
tersebut juga digunakan untuk mensintesis kolesterol, lipoprotein, dan bentuk
lipid kompleks lainnya. Pada kondisi itulah lipid tertimbun di dalam hepatosit
sehingga terakumulasi lemak di dalam sel-sel hati (Smeltzer & Bare, 2002).

b. Sirosis Postnekrotik
Sirosis postnekrotik merupakan akibat lanjut dari hepatitis virus yang terjadi
sebelumnya, biasanya hepatitis B dan hepatitis C (Black &Hawks, 2009). Sirosis
jenis ini memiliki persentase sebesar 20% dari seluruh kasus sirosis. Pasien
dengan hasil HBsAg positif menunjukkan hepatitis kronik aktif dan mengarah
ke sirosis hepatis (Price & Wilson, 2006). Persentase yang kecil dilaporkan
bahwa penyebab sirosis ini adalah karena intoksikasi bahan kimia industri,
racun, ataupun obat-obatan. Obat-obatan yang bersifat hepatotoksik adalah
cocaine, methotrexate, isoniazid, acetaminophen, cimetidine, quinidine, dan
amodiaqiune (Gitnick, 1991). Gambaran hati berupa nekrosis berbercak pada
jaringan hati, menimbulkan nodul-nodul besar dan kecil yang dikelilingi dan
dipisahkan oleh jaringan parut, berselang-seling dengan jaringan parenkim
hati normal.

c. Sirosis bilier
Sirosis bilier kebanyakan disebabkan oleh obstruksi bilier posthepatik. Stasis
empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam hati, mengakibatkan
kerusakan sel-sel hati, dan terbentuk jaringan parut (fibrosa) di tepi lobulus.
Insiden sirosis ini lebih rendah dibanding sirosis Laennec dan sirosis
postnekrotik, yaitu sebesar 15%.
4. Patofisiologi

Nurarif & Kusuma, 2015)


5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang dialami pasien sirosis hepatis adalah sebagai berikut
(Price & Wilson, 2006):
a. Perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan kurang, perasaan perut
kembung/begah, dan berat badan menurun.
b. Bila sudah timbul komplikasi kegagalan hati: gangguan tidur, demam yang
tidak terlalu tinggi, gangguan pembekuan darah (perdarahan gusi, epistaksis),
ikterus dengan urin berwarna pekat seperti teh, hematemesis, melena, perut
membesar dan terjadi asites, kaki bengkak, nyeri pada perut, sampai dengan
penurunan kesadaran.

Menurut Smeltzer & Bare (2001), tanda dan gejala dari sirosis hepatis
antara lain:
a. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam
yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai
akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada
perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat
dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).

b. Obstruksi Portal dan Asites


Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis
dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-
organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati.
Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas,
maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus
gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi
tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut
akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan
baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia
kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur
mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga
peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan
adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi.
Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring
berwarna biru kemerahan yang sering dapat dilihat melalui inspeksi wajah
dan seluruh tubuh.
c. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke
dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya,
penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen
yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan
distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung
dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan
membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya. Karena
fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi
akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan
menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi
untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus
gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis
ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada
lambung dan esofagus.

d. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi
untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.

e. Defisiensi Vitamin dan Anemia


Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu
yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda
defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena
hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan
gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak
adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering
menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan
pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu
kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.

f. Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati dan koma hepatik. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu
dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien,
kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien sirosis adalah sebagai
berikut (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Pemeriksaan laboratorium fungsi hati, yang biasanya ditemukan adalah kadar
albumin serum yang cenderung menurun, kadar serum glutamik oksaloaseik
transaminase (SGOT) dan serum glutamik piruvik transaminase (SGPT) yang
meningkat, dan kadar bilirubin yang cenderung meningkat pula.
b. Pemeriksaan elektrolit serum menunjukan hipokalemia, alkalosis, dan
hiponatremia (disebabkan oleh peningkatan sekresi aldosteron pada respons
terhadap kekurangan volume cairan ekstraseluler sekunder terhadap asites)
c. USG abdomen untuk melihat densitas sel-sel parenkim hati dan jaringan parut
d. MRI dan CT scan abdomen dilakukan untuk mengkaji ukuran hepar, derajat
obstruksi dan aliran darah hepatik
e. Urinalisis untuk menunjukan bilirubinuria
f. Biopsi hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaan serum dan
pemeriksaan radiologis tak dapat menyimpulkan

7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis adalah
perdarahan saluran cerna, asites, dan ensefalopati hepatikum (Price & Wilson,
2006).
a. Perdarahan saluran cerna
Perdarahan saluran cerna yang paling sering dan paling berbahaya pada
sirosis adalah akibat pecahnya varises esofagus. Obstruksi aliran darah lewat
hati yang terjadi akibat pembentukan fibrosa di hati mengakibatkan
pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal, dan
menimbulkan hipertensi portal. Akibatnya pada pasien sering memperlihatkan
distensi pembuluh darah abdomen dan distensi pembuluh darah di seluruh
saluran gastrointestinal. Esofagus, lambung, dan rektum bagian bawah
merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah
kolateral. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya varises esofagus dan
hemoroid, apabila terjadi ruptur pasien akan mengalami hematemesis
ataupun melena. Penyebab lain dari perdarahan tersebut adalah karena
gagalnya hati melakukan mekanisme pembekuan darah (masa trombin yang
memanjang dan trombositopenia).

b. Asites
Asites merupakan penimbunan cairan dalam rongga peritoneum. Asites
terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan
penurunan tekanan osmotik koloid. Peningkatan tekanan hidrostatik
merupakan bentuk kompensasi tubuh terhadap meningkatnya tekanan vena
cava inferior akibat hipertensi porta, sehingga darah balik vena dari perifer
menuju ventrikel kanan terhalangi, akibatnya terjadi stasis darah pada vena
dan kapiler yang selanjutnya mendorong cairan masuk ke rongga peritoneum.
Sementara itu, tekanan osmotik koloid plasma berfungsi untuk
mempertahankan cairan agar tidak mengalir ke dalam rongga peritonium. Hal
ini merupakan salah satu fungsi albumin, sedangkan pada pasien sirosis
hepatis terjadi hipoalbuminemia akibat ketidakmampuan hati untuk
mensintesis albumin secara optimal (Pringgoutomo, Himawan, & Tjarta,
2002).

c. Ensefalopati hepatikum
Ensefalopati hepatikum terjadi karena intoksikasi otak oleh hasil pemecahan
metabolisme protein oleh bakteri dalam usus. Hasil dari metabolisme protein
adalah amoniak yang dalam keadaan normal akan diubah oleh hati menjadi
ureum. Akan tetapi, pada pasien sirosis, hati tidak mampu melakukan hal
tersebut sehingga amonia yang bersifat toksik ini akan ikut sirkulasi darah dan
mengganggu metabolisme otak. Sindrom dari ensefalopati hepatikum ini
adalah kekacauan mental dan asteriksis (flapping tremor).

8. Penatalaksanaan
Penatalaksaan sirosis disesuaikan dengan tanda dan gejala yang ada.
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Pemberian antasida untuk mengurangi distres lambung dan meminimalkan
kemungkinan perdarahan.
b. Vitamin dan suplemen nutrisi untuk memperbaiki status nutrisi pasien
c. Pemberian preparat diuretik (furosemide dan spironolactone) untuk
mengurangi asites.
d. Asupan kalori dan protein yang adekuat
e. Pungsi asites bila asites menyebabkan gangguan pernapasan ataupun pasien
tidak berespon dengan pemberian diuretik. Tindakan ini juga untuk tujuan
diagnostik.
f. Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya sirosis hepatis akibat infeksi virus
hepatitis C/B diberikan terapi kombinasi interferon dan ribavirin, terapi
induksi interferon, atau terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian
interferon 3 juta sampai 5 juta unit tiap hari sampai HCVRNA/HBV DNA negatif
di serum dan jaringan hati. (Sudoyo, 2009; Sutadi, 2003).\
g. Ligasi varises, biasanya di esofagus.
B. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan
1. Demografi
a. Usia : diatas 30 tahun
b. Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan
c. Pekerjaan : riwayat terpapar toksin

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat hepatitis kronis
b. Penyakit gangguan metabolisme : DM
c. Obstruksi kronis ductus coleducus
d. Gagal jantung kongestif berat dan kronis
e. Penyakit autoimun
f. Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP

3. Pemeriksaan Fisik
a. Tampak lemah
b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan cairan)
c. Sclera ikterik, konjungtiva anemis
d. Distensi vena jugularis di leher
e. Dada:
1) Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki)
2) Penurunan ekspansi paru
3) Penggunaan otot-otot aksesoris pernapasan
4) Disritmia, gallop
5) Suara abnormal paru (rales)

f. Abdomen
1) Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen
2) Penurunan bunyi usus
3) Asites/ tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras
4) Nyeri tekan ulu hati

g. Urogenital : Atropi testis, Hemoroid (pelebaran vena sekitar rektum)


h. Intergumen : Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia, ekimosis
i. Ekstremitas : Edema, penurunan kekuatan otot

4. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien sirosis hepatis
antara lain:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan intake inadekuat.
c. Hipervolemia berhubungan dengan ascites, edema.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu
pada kulit.
f. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Pengkajian Umum
1. Identitas Pasien
Inisial Klien : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 60 tahun
Agama : Islam
Alamat : Pungut Mudik, Air Hangat Timur, Kerinci
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Kawin
No. RM : 01.09.95.73
Tanggal Masuk RS : 21 Februari 2021
Diagnosis Medis : Melena ec PVE (perbaikan) + SH PNSD + EH grade I +
Hepatitis B

2. Alasan Masuk RS
Tn. S masuk melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 21 Februari
2021 pukul 05.30 WIB dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 hari yang
lalu.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 26 Februari 2021, Tn. S mengatakan
napas terasa sesak, badan lemah dan letih, keluarga mengatakan perut Tn. S
membesar, kaki bengkak, BAB masih hitam, BAK berwarna seperti teh pekat,
tidak selera makan, sering mual pada saat makan beberapa sendok dan sesekali
muntah, BB menurun (berapa penurunan BB tidak diketahui). Aktivitas selama di
RS dibantu oleh keluarga dan perawat. Saat ini terpasang IVFD Comafusin Hepar :
Triofusin : NaCl 0,9% (1 : 1 : 1)/8 jam dan drip Sandostatin 6 amp dalam 50 cc
NaCl 0,9% via syringe pump dengan kecepatan 2,08 cc/jam.

4. Riwayat Kesehatan Dahulu


Keluarga mengatakan Tn. S memiliki riwayat penyakit hipertensi, tidak memiliki
riwayat penyakit DM dan penyakit kuning.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit
yang sama dengan pasien.
6. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran Compos mentis
KU Sedang
Pertumbuhan BB 50 kg, TB 160 cm, IMT 19,5 kg/m2
Tanda Vital TD : 136/81 mmHg P : 24x/menit
N : 92/menit S : 36,4 oC
Kepala Inspeksi : kepala tampak simetris, rambut berwarna
hitam, beruban, rambut tidak mudah rontok
Palpasi : tidak teraba pembengkakan pada kepala dan
wajah
Mata Inspeksi : mata tampak simestris kiri dan kanan,
konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Palpasi : tidak teraba edema di bagian palpebra mata
Hidung Inspeksi : hidung tampak simetris kiri dan kanan
Palpasi : tidak teraba benjolan/massa di lubang hidung
Telinga Inspeksi : telinga tampak simetris kiri dan kanan
Palpasi : tidak teraba pembengkakan massa di bagian
telinga
Mulut Inspeksi : mulut tampak simetris, mukosa bibir tampak
kering, oral ulcer tidak ada, caries ada, tampak
beberapa gigi seri di bagian atas dan bawah
tidak ada (ompong)
Leher Inspeksi : leher tampak simetris, JVP 5 - 2cmH2O
Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran kelenjer tiroid
dan kelenjer getah bening
Dada Spider naevi ada
1. Jantung I : Iktus cordis tidak terlihat
Pal : Iktus teraba 1 jari lateral RIC VI
Per : kiri 1 jari lateral LMCS RIC VI, atas RIC II
Aus : bising tidak ada, frekuensi 78x/menit

2. Paru I : Gerakan dinding dada tampak simetris kiri dan


kanan, penggunaan otot bantu napas
Pal : Fremitus kiri dan kanan simetris
Per : Sonor
Aus : Bronkovesikular, Whezing (-/-). Ronchi (-/-)
Abdomen I : tampak membuncit
Pal : Hepar dan lien sukar dinilai, shifting dullness (+)
Ekstremitas Capillary refill time kembali dalam waktu 2 detik
1. Atas I : tampak hematom pada tangan (bekas infus)
Pal : edema negatif, akral hangat
2. Bawah I : Tidak tampak adanya luka, jejas/memar
Pal : edema positif
Genetalia Inspeksi :
- Tidak ada kelainan

B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hematologi tanggal 26-02-2021
1. Hemoglobin 8,5 gr/dl (N = 12 – 14) ↓
2. Leukosit 10.390/mm3 (N = 5.000 – 10.000) ↑
3. Trombosit 43.000/mm3 (N = 150.000 – 400.000) ↓
4. Hematokrit 24 % (N = 37 – 43) ↓
5. PT 17,5 detik (N = 9,96 – 13,16) ↑
6. APTT 49,8 detik (N = 22,72 – 30,12) ↑
7. INR 1,63 (N = < 1,2) ↑
8. D-Dimer 4561 ng/ml (N = < 500) ↑

Pemeriksaan Kimia Klinik tanggal 26-02-2021


1. GDP 121 mg/dl (N = 70,0 – 99,0) ↑
2. Ureum darah 41 mg/dl (N = 10,0 – 50,0) N
3. Kreatinin darah 0,6 mg/dl (N = 0,6 – 1,2) N
4. Total protein 6,2 gr/dl (N = 6,6 – 8,7) ↓
5. Albumin 1,8 gr/dl (N = 3,8 – 5,0) ↓
6. Globulin 4,4 gr/dl (N = 1,3 – 2,7) ↑
7. SGOT 191 u/l (N = < 38) ↑
8. SGPT 42 u/l (N = < 41) ↑
9. Natrium 128 Mmol/l (N = 136 – 145) ↓
10. Kalium 3,6 Mmol/l (N = 3,5 – 5,1) N
11. Klorida 98 Mmol/l (N = 97 – 111) N

Pemeriksaan Hematologi tanggal 01-03-2021


1. Hemoglobin 9,0 gr/dl (N = 12 – 14) ↓
2. Leukosit 5.450/mm3 (N = 5.000 – 10.000) ↑
3. Trombosit 51.000/mm3 (N = 150.000 – 400.000) ↓
4. Hematokrit 30 % (N = 37 – 43) ↓
5. PT 19,5 detik (N = 9,96 – 13,16) ↑
6. APTT 40,8 detik (N = 22,72 – 30,12) ↑

Pemeriksaan Kimia Klinik tanggal 01-03-2021


1. Total protein 6,5 gr/dl (N = 6,6 – 8,7) ↓
2. Albumin 2,1 gr/dl (N = 3,8 – 5,0) ↓
3. Globulin 4,4 gr/dl (N = 1,3 – 2,7) ↑
4. Natrium 130 Mmol/l (N = 136 – 145) ↓
5. Kalium 3,7 Mmol/l (N = 3,5 – 5,1) N
6. Klorida 101 Mmol/l (N = 97 – 111) N

Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan (kesimpulan susp. massal pada lobus kanan hepar)
2. USG abdomen (kesan suspektif sirosis hepatik)

C. Pengobatan
1. IVFD Comafusin Hepar : Triofusin : NaCl 0,9% (1 : 1 : 1)/8 jam
2. Drip Sandostatin 6 amp dalam 50 cc NaCl 0,9% kecepatan 2,08 cc/jam
3. Lansoprazol 2 x 30mg (PO)
4. Madopar 3 x 125mg (PO)
5. Propanolol 2 x 10mg (PO)
6. Spironolacton 1 x 100mg (PO)
7. Lactulac syrup 3 x 1cth (PO)
8. Transamin 3 x 500mg (IV)
9. Vit. K 3 x 1amp (IV)
10. Ceftriaxon 1 x 1gr (IV)
11. Levofloxacin 1 x 750mg (IV)
12. Furosemide 1 x 40mg (IV)
13. Transfusi Albumin 20% 100ml tgl 23 dan 26 Februari 2021
14. Transfusi FFP 250cc tgl 28 Februari 2021

D. Analisis Data
No Data Fokus Diagnosis Keperawatan
1. DS: Pola napas tidak efektif b.d
- Pasien mengatakan napas terasa sesak hambatan upaya bernapas

DO:
- Pasien tampak sesak
- Tampak penggunaan otot bantu napas
- TD 136/81 mmHg
- HR 92 x/menit
- RR 24 x/menit
2. DS: Hipervolemia b.d gangguan
- Pasien mengatakan napas terasa sesak mekanisme regulasi
- Keluarga mengatakan perut membesar,
edema pada kaki
No Data Fokus Diagnosis Keperawatan

DO:
- Kadar Hb menurun (8,5 gr/dl)
- Kadar Ht menurun (24%)
- Perut asites (+)
- Edema pada kaki (+)
- Urin berwarna teh pekat
- Intake (± 2000cc/hari) lebih banyak dari
pada output (±1200cc/hari)

3. DS: Risiko defisit nutrisi d.d Risiko


- Pasien mengatakan badan lemah, letih defisit nutrisi d.d
- Keluarga mengatakan pasien tidak selera ketidakmampuan menelan
makan, sering mual pada saat makan makanan, faktor psikologis
beberapa sendok dan sesekali muntah,
BB menurun (berapa penurunan BB
tidak diketahui)

DO:
- BB 50 kg TB 160 cm, IMT 19,5 (normal)
- Hb 8,5 gr/dL
- Albumin menurun (1,8 gr/dL)
- Pasien tampak muntah, cairan keluar
berupa diit yang telah dimakan

4 DS: Risiko perdarahan d.d


- Pasien mengatakan badan terasa lemah gangguan koagulasi
- Keluarga mengatakan BAB pasien masih (trombositopenia)
berwarna hitam

DO:
- Trombosit 43.000/mm3
- Hematokrit 24%
- PT memanjang (17,5 detik)
- APTT

E. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosis
No Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1 Pola napas tidak Pola napas Manajemen jalan napas
Diagnosis
No Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
efektif b.d hambatan membaik  Monitor pola napas
upaya bernapas Kriteria hasil: (frekuensi, kedalaman,
 Dispnea usaha napas)
menurun  Monitor bunyi napas
 Penggunaan tambahan (mis. Gurgling,
otot bantu napas mengi, wheezing, ronchi
menurun kering)
 Frekuensi  Monitor sputum
napas membaik  Pertahankan kepatenan
 Kedalaman jalan napas dengan head-
napas membaik tilt dan chin-lift
 Posisikan semi fowler atau
fowler
 Berikan minuman hangat
 Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
 Berikan oksigen, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu

Pemantauan Respirasi
 Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya
napas
 Monitor pola napas
 Monitor kemampuan batuk
efektif
 Monitor adanya produksi
sputum
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD

2 Hipervolemia b.d Status cairan Manajemen Hipervolemia


gangguan mekanisme membaik  Periksa tanda dan
regulasi Kriteria hasil: gejala hipervolemia (mis.
 Dispnea menurun Ortopnea, dispnea, edema,
 Edema anasarka JVP/CVP meningkat, refleks
menurun hepatojugularis positif,
 Edama perifer suara napas tambahan)
menurun  Monitor status
 Perasaan lemah hemodinamik (mis.
menurun Frekuensi jantung, tekanan
Diagnosis
No Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
 Konsentrasi urin darah, MAP, CVP, PAP,
menurun PCWP), jika tersedia
 Kadar Hb  Monitor intake dan
membaik output
 Kadar Ht  Monitor tanda
membaik hemokonsentrasi (mis,
 Oliguria membaik kadar natrium, BUN,
hematokrit, berat jenis urin)
 Monitor tanda
peningkatan tekanan
onkotik plasma (mis, kadar
protein dan albumin
meningkat)
 Monitor efek samping
diuretik
 Kolaborasi pemberian
diuretik

Pemantauan Cairan
 Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
 Monitor frekuensi
napas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor elastisitas
atau turgor kulit
 Monitor jumlah,
warna, dan berat jenis urin
 Monitor kadar albumin
dan protein total
 Monitor hasil
pemeriksaan serum
 Monitor intake dan
output cairan

3 Risiko defisit nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi


d.d ketidakmampuan membaik  Identifikasi status
menelan makanan, Kriteria hasil : nutrisi
faktor psikologis  Porsi makanan  Identifikasi alergi dan
yang dihabiskan intoleransi makanan
meningkat  Identifikasi perlunya
 Serum albumin penggunaan selang
meningkat nasogastrik
Diagnosis
No Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
 Nafsu makan  Monitor asupan
membaik makanan
 Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
 Sajikan makanan
secara menarik dan suhu
yang sesuai
 Berikan suplemen
makanan, jika perlu
 Anjurkan posisi duduk,
jika perlu
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis, pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
4 Risiko perdarahan d.d Risiko perdarahan Pencegahan Perdarahan
gangguan koagulasi menurun  Monitor tanda dan gejala
(trombositopenia) Kriteria hasil: perdarahan
 Kadar hematokrit  Monitor koagulasi (PT,
dalam batas APTT)
normal  Pantau nilai Hb/Ht
 Tidak ada sebelum dan sesudah
perdarahan yang terjadinya perdarahan
terlihat  Pantau tanda-tanda vital
 Tidak ada BAB  Batasi tindakan invasif, jika
berdarah perlu
 Tidak ada  Pertahankan bed rest,
hematuria selama perdarahan
 Tidak ada  Anjurkan meningkatkan
penurunan TD asupan cairan
sistolik/diastolik  Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan vit K
 Anjurkan segera melapor
jika terjadi perdarahan
 Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan,
jika perlu
 Kolaborasi pemberian
produk darah, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu
F. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Tanggal 1 Maret 2021
No Diagnosis Kep Implementasi Evaluasi
1 Pola napas - Memantau S : Pasien mengatakan napas
tidak efektif pola napas sesekali masih sesak
b.d hambatan - Mengatur
upaya posisi semi fowler O : Asites ada
bernapas - Memberikan Penggunaan otot bantu
terapi oksigen binasal 3 napas ada
Lpm Sputum tidak ada
- Menganjurkan TD : 123/77 mmHg
kepada keluarga untuk HR : 84 x/menit
memberikan pasien RR : 22 x/menit
minum air hangat
- Memantau A : Masalah belum teratasi
adanya produksi P : Intervensi dilanjutkan
sputum
2 Hipervolemia - Memantau S : Pasien mengatakan perut
b.d gangguan kadar albumin dan masih membesar, napas
mekanisme protein total sesekali masih sesak
regulasi - Memantau
tanda dan gejala O : Asites masih ada
hipervolemia TD : 123/77 mmHg
- Kolaborasi HR : 84 x/menit
dalam pemberian RR : 22 x/menit
diuretik (lasix 1 x 40 mg) Kadar Ht menurun (30%)
- Memberikan Albumin menurun (2,1 gr/dl)
transfusi albumin 20% Protein total menurun (6,5
- Memantau gr/dl)
intake dan output Natrium menurun (130
- Memantau Mmol/L)
warna dan jumlah urin Intake 2150 cc/24 jam
- Memantau Output 1600cc/24 jam
tanda hemokonsentrasi
(mis, kadar natrium, A : Masalah belum teratasi
BUN, Ht) P : Intervensi dilanjutkan

3 Risiko defisit - Mengkaji status nutrisi S : Keluarga mengatakan pasien


nutrisi d.d pasien masih mual setiap kali makan,
ketidakmampu - Mengkaji asupan makanan yang diberikan
an menelan makanan yang dapat hanya habis 3-4 sendok
No Diagnosis Kep Implementasi Evaluasi
makanan, dihabiskan
faktor - Melakukan oral hygiene O : Pasien tampak lemah
psikologis - Menganjurkan keluarga TD : 123/77 mmHg
untuk membantu HR : 84 x/menit
menyuapi pasien saat Albumin menurun (2,1 gr/dl)
makanan baru diberikan Diet yang diberikan tidak
oleh tim gizi dihabiskan
- Berkolaborasi dalam
pemberian obat A : Masalah belum teratasi
lansoprazole oral P : Intervensi dilanjutkan

4 Risiko - Memantau tanda dan S : Pasien mengatakan badan


perdarahan gejala perdarahan masih terasa lemah.
d.d gangguan - Memantau nilai labor Keluarga mengatakan BAB
koagulasi - Memantau vital sign pasien masih berwarna hitam
(trombosito- - Menganjurkan pasien
penia) untuk istirahat O : Pasien tampak lemah
- Menganjurkan pasien Hb menurun 9,0 gr/dl
untuk memperbanyak Ht menurun 30%
minum air putih Tc menurun 51.000/mm3
- Memotivasi pasien PT memanjang (19,5 detik)
untuk menghabiskan APTT memanjang (40,8 detik)
makanan yang TD : 123/77 mmHg
disediakan RS HR : 84 x/menit
- Kolaborasi dalam
pemberian drip A : Masalah risiko perdarahan
sandostatin 6 amp via belum teratasi
syringe pump P : Intervensi dilanjutkan
- Kolaborasi pemberian
obat transamin, vit K,
dan lactulac sry

Anda mungkin juga menyukai