Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
oleh:
KEMENTERIAN KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus
dan kronik pada hati, diikuti proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi,
sehingga timbul kerusakan dalam susunan parenkim hati (Diyono, Sri Mulyanti,
2013). Menurut hasil laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, ratarata
prevalensi sirosis hepatis adalah 35% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal
penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.
Di Negara-negara maju seperti di Inggris Raya dan Amerika Serikat, jumlah kematian
akibat sirosis hepatis meningkat setiap tahunnya (Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia, 2011).
Penyakit sirosis hepatis menempati urutan kelima tertinggi penyakit kronis
yang ada didunia. Lebih dari 600.000 kasus baru didiagnosis secara global setiap
tahun. Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2013, bahwa jumlah orang yang
di diagnosis sirosis hepatis difasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan gejala yang
ada, menunjukan peningkatan dua kali lipat apabila dibandingkan dengan data 2007
dan 2013. Data dari laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi
Sumatera Barat tahun 2013, prevalensi penyakit kanker hati sebesar 4,2%.
Prevalensi kanker hati masih terbilang rendah, hanya sebagian kecil yang menderita
kanker hati. Karena penduduk sumatera barat jarang mengonsumsi alkohol secara
berlebihan. Meski kasus sirosis hati jarang terjadi di sumatera barat, akan tetapi
dampak yang ditimbulkan dari sirosis hati dapat tertuju pada kematian. Jarang
penderita dengan sirosis hati dapat sembuh dengan total. Data dari Dinas
Kesehatan Provinsi di Kota Padang, kejadian sirosis hati menempati urutan ke-17
tahun 2015 yaitu 213 kasus.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan kegiatan diskusi refleksi kasus ini adalah meningkatkan pengetahuan
perawat tentang penerapan 3S pada pasien sirosis hepatis di ruang Interne Pria
IRNA Non Bedah I RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2021.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami definisi dari sirosis hepatis.
b. Memahami etiologi dan patofisiologi dari melena.
c. Memahami tanda gejala, komplikasi, dan penatalaksanaan dari melena.
d. Memahami asuhan keperawatan dan penerapan 3S pada pasien sirosis
hepatis di ruang Interne Pria IRNA Non Bedah I RSUP Dr. M. Djamil Padang.
C. Manfaat
Dengan diadakannya kegiatan DRK ini diharapkan semua perawat di ruangan
Interne Pria mampu mengembangkan profesionalitas dalam memberikan asuhan
keperawatan dan penerapan 3S (SDKI-SLKI-SIKI), sehingga dapat memaksimalkan
pelaksanaan asuhan keperawatan dan penerapan 3S khususnya pada pasien dengan
sirosis hepatis, serta membangkitkan motivasi belajar perawat di ruangan Interne
Pria IRNA Non Bedah I RSUP Dr. M. Djamil Padang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
a. Etiologi yang diketahui penyebabnya, yaitu :
1. Hepatitis virus B & C
2. Alkohol
3. Metabolik
4. Kolestasis kronik/sirosis siliar sekunder intra dan ekstra hepatik
5. Obstruksi aliran vena hepatik, seperti penyakit vena oklisif, sindrom budd
chiari, perikarditis konstriktiva, payah jantung kanan
6. Gangguan imunologis, seperti : hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif
7. Toksik dan obat, seperti : INH, metildopa
8. Operasi pintas usus halus pada obesitas
9. Malnutrisi, infeksi seperti malaria
b. Sirosis Postnekrotik
Sirosis postnekrotik merupakan akibat lanjut dari hepatitis virus yang terjadi
sebelumnya, biasanya hepatitis B dan hepatitis C (Black &Hawks, 2009). Sirosis
jenis ini memiliki persentase sebesar 20% dari seluruh kasus sirosis. Pasien
dengan hasil HBsAg positif menunjukkan hepatitis kronik aktif dan mengarah
ke sirosis hepatis (Price & Wilson, 2006). Persentase yang kecil dilaporkan
bahwa penyebab sirosis ini adalah karena intoksikasi bahan kimia industri,
racun, ataupun obat-obatan. Obat-obatan yang bersifat hepatotoksik adalah
cocaine, methotrexate, isoniazid, acetaminophen, cimetidine, quinidine, dan
amodiaqiune (Gitnick, 1991). Gambaran hati berupa nekrosis berbercak pada
jaringan hati, menimbulkan nodul-nodul besar dan kecil yang dikelilingi dan
dipisahkan oleh jaringan parut, berselang-seling dengan jaringan parenkim
hati normal.
c. Sirosis bilier
Sirosis bilier kebanyakan disebabkan oleh obstruksi bilier posthepatik. Stasis
empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam hati, mengakibatkan
kerusakan sel-sel hati, dan terbentuk jaringan parut (fibrosa) di tepi lobulus.
Insiden sirosis ini lebih rendah dibanding sirosis Laennec dan sirosis
postnekrotik, yaitu sebesar 15%.
4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2001), tanda dan gejala dari sirosis hepatis
antara lain:
a. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam
yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai
akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada
perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat
dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
d. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi
untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
f. Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati dan koma hepatik. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu
dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien,
kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien sirosis adalah sebagai
berikut (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Pemeriksaan laboratorium fungsi hati, yang biasanya ditemukan adalah kadar
albumin serum yang cenderung menurun, kadar serum glutamik oksaloaseik
transaminase (SGOT) dan serum glutamik piruvik transaminase (SGPT) yang
meningkat, dan kadar bilirubin yang cenderung meningkat pula.
b. Pemeriksaan elektrolit serum menunjukan hipokalemia, alkalosis, dan
hiponatremia (disebabkan oleh peningkatan sekresi aldosteron pada respons
terhadap kekurangan volume cairan ekstraseluler sekunder terhadap asites)
c. USG abdomen untuk melihat densitas sel-sel parenkim hati dan jaringan parut
d. MRI dan CT scan abdomen dilakukan untuk mengkaji ukuran hepar, derajat
obstruksi dan aliran darah hepatik
e. Urinalisis untuk menunjukan bilirubinuria
f. Biopsi hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaan serum dan
pemeriksaan radiologis tak dapat menyimpulkan
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis adalah
perdarahan saluran cerna, asites, dan ensefalopati hepatikum (Price & Wilson,
2006).
a. Perdarahan saluran cerna
Perdarahan saluran cerna yang paling sering dan paling berbahaya pada
sirosis adalah akibat pecahnya varises esofagus. Obstruksi aliran darah lewat
hati yang terjadi akibat pembentukan fibrosa di hati mengakibatkan
pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal, dan
menimbulkan hipertensi portal. Akibatnya pada pasien sering memperlihatkan
distensi pembuluh darah abdomen dan distensi pembuluh darah di seluruh
saluran gastrointestinal. Esofagus, lambung, dan rektum bagian bawah
merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah
kolateral. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya varises esofagus dan
hemoroid, apabila terjadi ruptur pasien akan mengalami hematemesis
ataupun melena. Penyebab lain dari perdarahan tersebut adalah karena
gagalnya hati melakukan mekanisme pembekuan darah (masa trombin yang
memanjang dan trombositopenia).
b. Asites
Asites merupakan penimbunan cairan dalam rongga peritoneum. Asites
terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan
penurunan tekanan osmotik koloid. Peningkatan tekanan hidrostatik
merupakan bentuk kompensasi tubuh terhadap meningkatnya tekanan vena
cava inferior akibat hipertensi porta, sehingga darah balik vena dari perifer
menuju ventrikel kanan terhalangi, akibatnya terjadi stasis darah pada vena
dan kapiler yang selanjutnya mendorong cairan masuk ke rongga peritoneum.
Sementara itu, tekanan osmotik koloid plasma berfungsi untuk
mempertahankan cairan agar tidak mengalir ke dalam rongga peritonium. Hal
ini merupakan salah satu fungsi albumin, sedangkan pada pasien sirosis
hepatis terjadi hipoalbuminemia akibat ketidakmampuan hati untuk
mensintesis albumin secara optimal (Pringgoutomo, Himawan, & Tjarta,
2002).
c. Ensefalopati hepatikum
Ensefalopati hepatikum terjadi karena intoksikasi otak oleh hasil pemecahan
metabolisme protein oleh bakteri dalam usus. Hasil dari metabolisme protein
adalah amoniak yang dalam keadaan normal akan diubah oleh hati menjadi
ureum. Akan tetapi, pada pasien sirosis, hati tidak mampu melakukan hal
tersebut sehingga amonia yang bersifat toksik ini akan ikut sirkulasi darah dan
mengganggu metabolisme otak. Sindrom dari ensefalopati hepatikum ini
adalah kekacauan mental dan asteriksis (flapping tremor).
8. Penatalaksanaan
Penatalaksaan sirosis disesuaikan dengan tanda dan gejala yang ada.
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Pemberian antasida untuk mengurangi distres lambung dan meminimalkan
kemungkinan perdarahan.
b. Vitamin dan suplemen nutrisi untuk memperbaiki status nutrisi pasien
c. Pemberian preparat diuretik (furosemide dan spironolactone) untuk
mengurangi asites.
d. Asupan kalori dan protein yang adekuat
e. Pungsi asites bila asites menyebabkan gangguan pernapasan ataupun pasien
tidak berespon dengan pemberian diuretik. Tindakan ini juga untuk tujuan
diagnostik.
f. Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya sirosis hepatis akibat infeksi virus
hepatitis C/B diberikan terapi kombinasi interferon dan ribavirin, terapi
induksi interferon, atau terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian
interferon 3 juta sampai 5 juta unit tiap hari sampai HCVRNA/HBV DNA negatif
di serum dan jaringan hati. (Sudoyo, 2009; Sutadi, 2003).\
g. Ligasi varises, biasanya di esofagus.
B. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan
1. Demografi
a. Usia : diatas 30 tahun
b. Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan
c. Pekerjaan : riwayat terpapar toksin
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat hepatitis kronis
b. Penyakit gangguan metabolisme : DM
c. Obstruksi kronis ductus coleducus
d. Gagal jantung kongestif berat dan kronis
e. Penyakit autoimun
f. Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP
3. Pemeriksaan Fisik
a. Tampak lemah
b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan cairan)
c. Sclera ikterik, konjungtiva anemis
d. Distensi vena jugularis di leher
e. Dada:
1) Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki)
2) Penurunan ekspansi paru
3) Penggunaan otot-otot aksesoris pernapasan
4) Disritmia, gallop
5) Suara abnormal paru (rales)
f. Abdomen
1) Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen
2) Penurunan bunyi usus
3) Asites/ tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras
4) Nyeri tekan ulu hati
4. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien sirosis hepatis
antara lain:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan intake inadekuat.
c. Hipervolemia berhubungan dengan ascites, edema.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu
pada kulit.
f. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian Umum
1. Identitas Pasien
Inisial Klien : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 60 tahun
Agama : Islam
Alamat : Pungut Mudik, Air Hangat Timur, Kerinci
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Kawin
No. RM : 01.09.95.73
Tanggal Masuk RS : 21 Februari 2021
Diagnosis Medis : Melena ec PVE (perbaikan) + SH PNSD + EH grade I +
Hepatitis B
2. Alasan Masuk RS
Tn. S masuk melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 21 Februari
2021 pukul 05.30 WIB dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 hari yang
lalu.
B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hematologi tanggal 26-02-2021
1. Hemoglobin 8,5 gr/dl (N = 12 – 14) ↓
2. Leukosit 10.390/mm3 (N = 5.000 – 10.000) ↑
3. Trombosit 43.000/mm3 (N = 150.000 – 400.000) ↓
4. Hematokrit 24 % (N = 37 – 43) ↓
5. PT 17,5 detik (N = 9,96 – 13,16) ↑
6. APTT 49,8 detik (N = 22,72 – 30,12) ↑
7. INR 1,63 (N = < 1,2) ↑
8. D-Dimer 4561 ng/ml (N = < 500) ↑
Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan (kesimpulan susp. massal pada lobus kanan hepar)
2. USG abdomen (kesan suspektif sirosis hepatik)
C. Pengobatan
1. IVFD Comafusin Hepar : Triofusin : NaCl 0,9% (1 : 1 : 1)/8 jam
2. Drip Sandostatin 6 amp dalam 50 cc NaCl 0,9% kecepatan 2,08 cc/jam
3. Lansoprazol 2 x 30mg (PO)
4. Madopar 3 x 125mg (PO)
5. Propanolol 2 x 10mg (PO)
6. Spironolacton 1 x 100mg (PO)
7. Lactulac syrup 3 x 1cth (PO)
8. Transamin 3 x 500mg (IV)
9. Vit. K 3 x 1amp (IV)
10. Ceftriaxon 1 x 1gr (IV)
11. Levofloxacin 1 x 750mg (IV)
12. Furosemide 1 x 40mg (IV)
13. Transfusi Albumin 20% 100ml tgl 23 dan 26 Februari 2021
14. Transfusi FFP 250cc tgl 28 Februari 2021
D. Analisis Data
No Data Fokus Diagnosis Keperawatan
1. DS: Pola napas tidak efektif b.d
- Pasien mengatakan napas terasa sesak hambatan upaya bernapas
DO:
- Pasien tampak sesak
- Tampak penggunaan otot bantu napas
- TD 136/81 mmHg
- HR 92 x/menit
- RR 24 x/menit
2. DS: Hipervolemia b.d gangguan
- Pasien mengatakan napas terasa sesak mekanisme regulasi
- Keluarga mengatakan perut membesar,
edema pada kaki
No Data Fokus Diagnosis Keperawatan
DO:
- Kadar Hb menurun (8,5 gr/dl)
- Kadar Ht menurun (24%)
- Perut asites (+)
- Edema pada kaki (+)
- Urin berwarna teh pekat
- Intake (± 2000cc/hari) lebih banyak dari
pada output (±1200cc/hari)
DO:
- BB 50 kg TB 160 cm, IMT 19,5 (normal)
- Hb 8,5 gr/dL
- Albumin menurun (1,8 gr/dL)
- Pasien tampak muntah, cairan keluar
berupa diit yang telah dimakan
DO:
- Trombosit 43.000/mm3
- Hematokrit 24%
- PT memanjang (17,5 detik)
- APTT
Pemantauan Respirasi
Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya
napas
Monitor pola napas
Monitor kemampuan batuk
efektif
Monitor adanya produksi
sputum
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Pemantauan Cairan
Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
Monitor frekuensi
napas
Monitor tekanan darah
Monitor berat badan
Monitor elastisitas
atau turgor kulit
Monitor jumlah,
warna, dan berat jenis urin
Monitor kadar albumin
dan protein total
Monitor hasil
pemeriksaan serum
Monitor intake dan
output cairan