Anda di halaman 1dari 4

Alelokimia merupakan kelompok senyawa metabolit sekunder yang

berperan sebagai perantara pada interaksi alelopati, yaitu interaksi antar tumbuhan
atau antara tumbuhan dengan mikroorganisme. metabolit sekunder umumnya
berperan dalam adaptasi tumbuhan terhadap perubahan lingkungan dan
merupakan mekanisme pertahanan terhadap cekaman lingkungan biotik maupun
abiotik. Termasuk cekaman biotik diantaranya adalah interferensi tumbuhan
disekitarnya yang menyebabkan terjadinya kompetisi terhadap faktor tumbuh dan
alelopati. metabolit sekunder digolongkan menjadi tiga golongan yaitu : fenolik,
terpenoid serta senyawa yang mengandung unsur nitrogen dan sulfur.Semua
metabolit sekunder tersebut pada umumnya menunjukkan aktivitas alelokemik,
tetapi fenolik merupakan kelompok senyawa yang dihasilkan tanaman dalam
jumlah yang berlimpah dan yang terutama berperan sebagai alelopati.
Tumbuhan dalam daur hidupnya dapat menghasilkan senyawa-senyawa
metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan dapat bertindak
sebagai alelokemi. Alelokemi adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh
tumbuhan yang jika dikeluarkan ke lingkungan akan dapat menghambat
pertumbuhan tumbuhan lain yang hidup di sekitarnya. Menurut Devi et al.
(1997), dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman, alelokemi dapat
menghambat pembelahan dan pemanjangan sel, menghambat kerja hormon
mengubah pola kerja enzim, menghambat proses respirasi, menurunkan
kemampuan fotosintesis, mengurangi pembukaan stomata, menghambat
penyerapan air dan hara serta menurunkan permeabilitas membran. Peristiwa
terhambatnya pertumbuhan tumbuhan oleh tumbuhan lain melalui produksi
senyawa alelokemi disebut dengan peristiwa alelopati. Adanya senyawa-senyawa
alelokemi ini dapat dijadikan sebagai sumber herbisida alami
Tumbuhan yang diduga memiliki potensi untuk digunakan sebagai
bioherbisida dengan prinsip alelokemi salah satunya adalah pegagan (C. asiatica).
C. asiatica terakumulasi senyawa kimia dari golongan saponin seperti
asiaticosida, centellosida, madecassosida, brahmosida dan thankunisida. Turunan
glikosida saponin yang terdapat dalam C. asiatica diantaranya adalah asam
asiatik, asam centelik, asam brahmic dan asam madecasid. Kadar saponin dan
turunannya di dalam C. asiatica sangat tinggi. James dan Dubery (2009) juga
melaporkan bahwa dalam kadar total asam asiatik, madecasid dan asiaticosida
di dalam ekstrak aqueous C. asiatica mencapai 60%. potensi alelopati dari
pegagan sebagai salah satu sumber bioherbisida secara umum belum
menunjukkan hasil memuaskan. Pemberian ekstrak pegagan terhadap tumubuhan
hanya mampu menghambat perkecambahan biji tanaman tersebut. Pengaruhnya
terhadap pertumbuhan masih belum memuaskan karena belum memberikan efek
penghambatan pada semua parameter pertumbuhan tanaman.
Proses perkecambahan biji sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di
sekitarnya. ini kemungkinan yang menyebabkan ekstrak pegagan mempunyai
pengaruh penghambatan yang lebih kuat terhadap perkecambahan daripada
pertumbuhan Tidak nyatanya pengaruh alelokemi pegagan terhadap pertumbuhan
disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Panbiru cyt Ngangi (1992), faktor-
faktor yang menyebabkan tidak adanya atau lemahnya daya hambat suatu
alelokemi tanaman terhadap tanaman lain antara lain konsentrasi zat penghambat,
jenis tanaman yang menghasilkannya, jenis tanaman yang mengalami
penghambatan, keadaan lingkungan saat terjadinya interaksi, dan lamanya
penghambatan bersama tanaman yang dihambat

Konsentrasi zat penghambat/produksi alelokemi suatu tanaman dipengaruhi


oleh beberapa faktor lingkungan antara lain potensial air lingkungan, suhu,
penyinaran, kelembaban tanah, nutrien hara serta faktor dari tanaman itu sendiri
seperti umur dan jenis jaringan (Sastroutomo, 1990). Tanaman pegagan yang
digunakan sebagai ekstrak diambil saat tanaman tersebut berumur 1 bulan karena
pada umur tersebut pegagan mengalami puncak fase vegetatif. Pengambilan
pegagan saat puncak fase vegetatif akan didapatkan senyawa aktif yang lebih
banyak sehingga mampu mempengaruhi pertumbuhan. Waktu pengambilan
pegagan ini didasarkan pada pernyataan Chaves dan Escudero (1999) bahwa
produksi senyawa kimia tertinggi pada tanaman terjadi saat awal pertumbuhan
daunnya dan menurun secara berangsur seiring pertumbuhan daun. Pengaruh
alelokemi tanaman pegagan terhadap pertumbuhan. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu tanah.
Aktivitas alelopati suatu tanaman terhadap tanaman lain juga dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan. Pada saat dilaksanakan penelitian, kondisi iklim
berubah-ubah. Kondisi iklim yang berubah-ubah akan mempengaruhi suhu dalam
tanah. Menurut Politycka dan Adamska. (2003), suhu berperan penting dalam
proses degradasi komponen fenol dalam tanah. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa pengaruh negatif dari alelokemi terjaga pada temperatur rendah di musim
dingin. Kondisi tersebut tidak bersifat kondusif untuk degradasi fenol. Kandungan
senyawa alelokemi di dalam tanah berkurang melalui proses oksidasi, absorbsi
oleh mineral tanah dan metabolisme oleh mikroflora.
Pengaruh penghambatan ekstrak C.asiatica banyak terjadi pada konsentrasi
25%. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh alelokemi terhadap tumbuhan lain
tidak terjadi secara langsung. Menurut Tiffany et al. (2004), alelopati yang
dikeluarkan oleh suatu tanaman ke suatu lingkungan akan mampu mempengaruhi
komunitas tanaman lain dalam lingkungan tersebut dalam waktu yang lama.
Metabolit sekunder yang dilepaskan ke tanah melalui eksudasi atau dari
pembusukan tanaman merupakan sumber karbon besar yang dapat dimanfaatkan
oleh populasi mikroba tanah. Komposisi dari metabolit sekunder ini
mempengaruhi komposisi mikroba rhizosfer sehingga berpotensial juga untuk
mempengaruhi tanaman yang berinteraksi dengan mikroba tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Gangsar, S T. 2010. Pengaruh Ekstrak Pegagan (Centella Asiatica (L.)Urban)


Sebagai Alelokemi Terhadap Perkecambahan Dan Pertumbuhan Bayam
Duri (Amaranthus Spinosus) Serta Tomat (Lycopersicum Esculentum).
Universitas Sebelas Maret.
Sri, D. 2018. Review : Interaksi Alelopati dan Senyawa Alelokimia : Potensinya
Sebagai Bioherbisida. Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume 3 Nomor 2
Agustus 2018
Muhamad, D. 2012. Alelopati Pada Beberapa Tanaman Perkebunan Dan Teknik
Pengendalian Serta Prospek Pemanfaatannya. Perspektif Vol. 10 No. 1
/Juni 2011. Hlm 44 - 50

Anda mungkin juga menyukai