Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA PEMENUHAN OKSIGENASI

A. Konsep Teori Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi

1. Anatomi Sistem Pernapasan

Berikut anatomi sistem pernapasan :

1. Saluran Pernafasan Bagian Atas


a. Hidung, terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung)
yang mengandung kelenjar sebaseus dan ditutupi oleh rambut yang
kasar. Bagian ini bermuara ke rongga hidung yang dilapisi oleh
selaput lendir dan mengandung pembuluh darah. Udara yang masuk
melalui hidung akan disaring oleh rambut yang ada di dalam
vestibulum, kemudian udara tersebut akan dihangatkan dan
dilembabkan (Uliyah dan Alimul Hidayat, 2008).
b. Faring, merupakan pipa berotot yang terletak dari dasar tengkorak
sampai dengan esofagus. Berdasarkan letaknya, faring dibagi
menjadi tiga yaitu nasofaring (di belakang hidung), orofaring (di
belakang mulut), dan laringofaring (di belakang laring).
c. Laring, merupakan saluran pernafasan setelah faring. Laring terdiri
atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan
membran dengan dua lamina yang bersambung di garis tengah.
d. Epiglotis, merupakan katup tulang rawan yang bertugas menutup
laring saat proses menelan.
2. Saluran Pernafasan Bagian Bawah
a. Trakhea (batang tenggorokan), merupakan kelanjutan dari laring
sampai kira-kira ketinggian vertebrae torakalis kelima. Trakhea
memiliki panjang kurang lebih 9 cm dan tersusun atas 16-20
lingkaran tak lengkap yang berupa cincin. Trakhea dilapisi oleh
selaput lendir dan terdapat epitelium bersilia yang bisa
mengeluarkan debu atau benda asing.
b. Bronkus, merupakan kelanjutan dari trakhea yang bercabang
menjadi bronkus kanan dan kiri. Bronkus bagian kanan lebih pendek
danlebar daripada bagian kiri. Bronkus kanan memiliki tiga lobus,
yaitu lobus atas, lobus tengah dan lobus bawah. Sedangkan bronkus
kiri lebih panjang dari bagian kanan dengan dua lobus, yaitu lobus
atas dan bawah.
c. Bronkiolus, merupakan saluran percabangan setelah bronkus.
3. Paru-paru
Paru-paru merupakan organ utama dalam sistem pernafasan. Paru-
paru terletak di dalam rongga toraks setinggi tulang selangka sampai
dengan diafragma. Paru-paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi
oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan
pleura yang berisi cairan surfaktan.
Paru-paru sebagai alat pernafasan utama terdiri atas dua bagian,
yaitu paru-paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat
organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan
bagian puncak disebut apeks. Paru-paru memiliki jaringan yang bersifat
elastis, berpori, serta berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen
dan karbondioksida.
a. Ventilasi Paru
Ventilasi paru dicapai melalui kerja pernapasan: inspirasi (inhalasi)
saat udara mengalir ke paru dan ekspirasi (ekshalasi) saat udara
mengalir keluar dari paru (Barbara Kozier, dkk, 2010). Keadekuatan
ventilasi tergantung pada beberapa faktor :
- Kebersihan jalan napas.
- Keutuhan sistem saraf pusat dan pusat pernapasan.
- Keutuhan kemampuan rongga toraks untuk mengembang dan
berkontraksi.
- Keadekuatan komplias dan rekoil paru.
b. Volume Paru
Volume paru normal diukur melalui pemeriksaan fungsi
pulmonar. Spirometri mengukur volume udara yang memasuki atau
yang meninggalkan paru-paru. Variasi seperti kehamilan, latihan
fisik, obesitas, atau kondisi paru yang obstruktif dan restriktif.
Jumlah surfaktan, tingkat kompliansi, dan kekuatan otot pernapasan
mempengaruhi tekanan dan volume di dalam paru-paru (Patricia A.
Potter dan Anne Griffin Perry, 1999).
c. Alveoli
Alveoli mentransfer oksigen dan karbondioksida ke dan dari
darah melalui membran alveolar. Kantung udara yang kecil ini
mengembang selama inspirasi, secara besar meningkatkan area
permukaan di atas sehingga terjadi pertukaran gas (Patricia A. Potter
dan Anne Griffin Perry, 1999).

2. Fisiologi Pernafasan
Peristiwa bernapas terdiri dari 2 bagian :
a. Menghirup udara (inspirasi)
Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling masuk
melalui saluran pernapasan sampai keparu-paru. Proses inspirasi :
volume rongga dada naik atau lebih besar, tekanan rongga dada
turun atau lebih kecil.
b. Menghembuskan udara (ekspirasi)
Tidak banyak menggunakan tenaga karena ekspirasi adalah suatu
gerakan pasif yaitu terjadi relaksasi otot-otot pernapasan. Proses
ekspirasi volume rongga dada turun atau lebih kecil, tekanan rongga
dada naik atau lebih besar.

Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari 3 tahapan :

a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses untuk menggerakan gas ke dalam dan
keluar paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan
thorax yang elastis dan pernapasan yang utuh. Otot pernapasan yang
utama adalah diafragma ( Potter& Perry, 2006). Ventilasi adalah
proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya
sekitar 500 ml. Udara yang masuk dan keluar terjadi karena adanya
perbedaan tekanan antara intrapleural lebih negative (752 mmHg)
daripada tekanan atmosfer (760 mmHg) sehingga udara akan masuk
ke alveoli.
Kepatenan ventilasi tergantung pada faktor :
1. Bersihan jalan nafas
2. Adekuatnya system saraf pusat dan pusat pernapasan
3. Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru
4. Kemampuan otot-otot pernapasan seperti diafragma, eksternal
interkosta, otot abdominal
b. Perfusi
Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru
untuk di oksigenasi, dimana pada sirkulasi paru adalah darah
dioksigenasi, dimana pada sirkulasi paru adalah darah dioksigenasi
yang mengalir dalam arteri pulmonari dan ventrikel kanan jantung.
Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam
proses pertukaran oksigen dan karbondioksida di kapiler dan
alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung.
Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat dipergunakan jika
sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau tekanan darah
sistemik.
c. Difusi
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan
konsentrasi yang lebih tinggi kedaerah dengan konsentrasi yang
lebih rendah. Difusi gas pernapasan terjadi di membran kapiler
alveolar dan kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh ketebalan
membran ( Potter& Perry, 2006).

3. Faktor Predisposisi (pendukung) dan Presipitasi (pencetus)


Faktor presipitasi atau faktor pencetus dari adanya gangguan oksigenasi
yaitu:
a. Gangguan jantung meliputi, ketidak seimbangan konduksi jantung,
kerusakan fungsi valvular, hipoksia miokard, kondisi-kondisi
kardiomiopati, dan hipoksia jaringan perifer.
b. Kapasitas darah dalam membawa oksigen.
c. Faktor perkembangan, misalnya pada bayi premature berisiko terkena
penyakit membrane hialin karena belum matur dalam menghasilkan
surfaktan. Bayi dan toddler berisiko mengalami infeksi saluan
pernafasan akut. Pada dewasa mudah terpapar faktor resiko
kardiopulmonal.
d. Prilaku atau gaya hidup. Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonal.
Obesitas yang berat menyebabkan penurunan ekspansiparu. Latihan
fisik meningkatkan metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. Gaya
hidup perokok dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk penyakit
jantung, PPOK dan kanker paru(Potter&Perry,2006)
e. Emosi. Rasa takut, cemas, dan marah akan mempercepat denyut jantung
sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
f. Status Kesehatan. Pada orang sehat, sistem kardiovaskuler dan sistem
respirasi berfungsi dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh secara adekuat. Sebaliknya, orang yang mempunyai
penyakit jantung ataupun penyakit pernapasan dapat mengalami
kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
g. Saraf Otonom. Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonom
dapat mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi. Hal ini
dapat terlihat ketika terjadi rangsangan baik oleh simpatis maupun
parasimpatis. Ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmiter (simpatis
mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh pada bronkhodilatasi,
sedangkan parasimpatis mengeluarkan asetilkolin yang berpengaruh
pada bronkhokonstriksi) karena terdapat reseptor adrenergik dan
reseptor kolinergik pada saluran pernafasan (Uliyah dan Alimul Hidayat,
2008).
h. Hormonal dan Obat. Semua hormon termasuk derivat katekolamin yang
dapat melebarkan saluran pernafasan. Obat yang tergolong parasimpatis,
seperti sulfas atropin dan ekstrak belladona, dapat melebarkan saluran
nafas. Sedangkan obat yang menghambat adrenergik tipe beta
(khususnya beta-2), seperti obat yang tergolong penyakat beta
nonselektif, dapat mempersempit saluran nafas (bronkhokontriksi).
i. Alergi pada Saluran Nafas. Banyak faktor yang menimbulkan keadaan
alergi antara lain debu, bulu binatang, serbuk benang sari bunga, kapuk,
makanan, dan lain-lain. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan bersin
apabila ada rangsangan di daerah nasal, batuk apabila rangsangannya di
saluran nafas bagian atas, bronkhokontriksi terjadi pada asma
bronkhiale, dan rhinitis jika rangsangannya terletak di saluran nafas
bagian bawah.
j. Stres
Apabila stres dan stresor dihadapi, baik respon psikologis maupun
fisiologis dapat memengaruhi oksigenasi. Beberapa orang dapat
mengalami hipervintilasi sebagai respon terhadap stres. Apabila ini
terjadi, PO2 arteri meningkat dan PCO2 menurun. Akibatnya, orang
dapat mengalami berkunang-kunang dan bebas serta kesemutan pada jari
tangan, jari kaki, dan di sekitar mulut.
Secara fisiologis, sistem saraf simpatik distimulasi dan epinefrin
dilepaskan. Epinefrin menyebabkan bronkeolus berdilatasi,
meningkatkan aliran darah dan penghantaran oksigen ke otot aktif.
Walaupun respon ini bersifat adaptif dalam jangka pendek, apabila stres
berlanjut maka respon ini dapat merusak, yang meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskular.

4. Gangguan Pernapasan
a Etiologi
Adapun yang menjadi faktor penyebab dari gangguan oksigenasi pada
tubuh menurut NANDA 2015-2017 yaitu hiperventilasi, sindrom
hipoventilasi, cedera medulla spinalis. Deformitas dinding dada,
deformitas tulang, disfungsi neuromuscular, gangguan musculoskeletal,
gangguan neurologis, imaturitas neurologis, keletihan, keletihan otot
pernafasan. Selain itu nyeri, obesitas dan posisi tubuh juga dapat
menjadi penyebab gangguan oksigenasi.
b Proses Terjadi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Patofisiologi :
Obstruksi jalan nafas merupakan kondisi pernapasan yang tidak
normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat
disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit
infeksi, imobilisasi. Statis sekresi batuk yang tidak efektif karena
penyakit persarafan seperti cerebrovaskular accident ( CVA ).
Hiversekresi mukosa saluran pernapasan yang menghasilkan lender
sehingga partikel – partikel kecil yang masuk bersama udara akan
mudah menempel di dinding saluran pernapasan. Hal ini lama –
lama akan mengakibatkan terjadi sumbatan sehingga ada udara yang
menjebak di bagian distal saluran napas, maka individu akan
berusaha lebih keras untuk mengeluarkan udara tersebut. Itulah
sehingga pada fase ekspirasi yang panjang akan muncul bunyi –
bunyi yang abnormal seperti mengi, dan ronchi.

2. Ketidakefektifan pola nafas


Patofisiologi :
Ketidakefektifan pola nafas biasanya berhubungan dengan kejadian
penyakit asma atau dypnea. Asma adalah obstruksi jalan nafas
difusi reversible. Selain itu otot – otot bronkial dankelenjar mukosa
membesar, sputum yang kental, banyak di hasilkan dan alveoli
menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam jaringan
paru. Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi
spasme otot bronkus, penyumbatan mukus, edema dan inflamasi
dinding bronkus obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena
secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak
bisa diekspirasi. Keadaan hiferinflasi ini bertujuan agar saluran
nafas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancer. Penyempitan
saluran nafas dapat terjadi, baik pada saluran nafas besar, sedang
maupun kecil. Gejala mengi ( wheezing ) menandakan adanya
penyempitan di saluran nafas besar, sedangkan penyempitan pada
saluran nafas kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan di banding
mengi. Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata di seluruh
bagian baru, ada daerah – daerah yang kurang mendapat ventilasi,
sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami
hipoksemia penurunan Pa02 mungkin kelainan pada asma sub
klinis.

3. Gangguan pertukaran gas


Patofisologi :
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan
trasportasi. Proses ventilasi ( proses penghantaran jumlah oksigen
yang masuk dan keluar dari dan ke paru – paru ), apabila pada
proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur
dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas
sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses
difusi ( penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan ) yang terganggu
akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. ( Brunner&
Suddarth, 2012 ).

c Manifestasi Klinis Gangguan Oksigenasi


1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
a. Data Mayor
 Subjektif :
-
 Objektif :
1. Frekuensi nafas meningkat
2. Menggunakan otot bantu pernafasan
3. Nafas megap-megap (gasping)
4. Upaya nafas dan bantuan ventilator tidak sinkron
5. Nafas dangkal
6. Agitasi
7. Nilai gas darah arteri abnormal

b. Data Minor
 Subjektif
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
 Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi nafas menurun
4. Frekuensi nafas berubah
5. Pola nafas berubah

2. Ketidakefektifan Pola Nafas


a. Data Mayor
 Subjektif :
1. Dispnea
 Objektif :
1. Penggunaan otot bantu pernafasan
2. Fase ekspirasi
3. Pola nafas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stoke)
b. Data Minor
 Subjektif :
1. Ortopnea
 Objektif :
1. Pernafasan pursed-lip
2. Pernafasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior-posterior menigkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah

3. Gangguan pertukaran Gas


a. Data Mayor
 Subjektif :
1. Dyspnea
 Objektif :
1. PCO2 meningakat/menurun
2. PO2 menurun
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat/menurun
5. Bunyi nafas tambahan
b. Data Minor
 Subjektif :
1. Pusing
2. Penglihatan kabur
 Objektif :
1. Sianosis
2. Diaforesis
3. Gelisah
4. Napas cuping hidung
5. Pola nafas abnormal (cepat/lambat, regular/irregular,
dalam/dangkal)
6. Warna kulit abnormal (mis. Pucat, kebiruan)
7. Kesadaran menurun

d Komplikasi
1. Penurunan kesadaran
2. Hipoksia
3. Disorientasi
4. Gelisah dan cemas
5. Pemeriksaan Diagnostik Pemenuhan Oksigenasi
a Jenis Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran
gas secara evisien.
2. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membran
kapiler alviolar dan kekuatan oksigenasi.
3. Oksimetri
Unruk mengukur saturasi oksigen kapiler.
4. Pemeriksaan sinar x dada
Untuk mengetahui adanya cairan, masa, fraktur dan proses-proses
abnormal.
5. Bronskoskopi
Untuk memperoleh sempel biopsi dan cairan atau sampel sputum
atau benda asing yang menghanbat jalan nafas.
6. Fluroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopilmonal (kerja jantung dan
kontraksi paru).

b Parameter Yang Diperiksa


1. Volume alur nafas (tidal volume/ TV)
Yaitu volume udara yang keluar masuk paru pada keadaan istirahat
(±500ml)
2. Volume cadangan inspirasi (inspiration reserve volume)
Yaitu volume udara yang masih dapat masuk paru pada inspirasi
maksimal setelah inspirasi secara biasa. L= ±3300ml, P= ±1900ml.
3. Volume cadangan ekpirasi ( ekpirasi reserve volume/ ERV)
Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari paru
melalui kontraksi otot ekspirasi setelah ekpirasi biasa. L = ±1000ml.
V = ±700ml.
4. Volume residu ( residu volume/RV)
Yautu udara yang masih tersisa dalam paru setelah ekspirasi
maksimal. L = ±1200ml. P = ±1100ml. Kapasitas pilmonal sebagai
penjumlahan dua jenis volume atau lebih dalam satu kesatuan.
5. Kapasitas inspirasi (inspiration capacity/IC)
Yaitu jumlah udara yang dapat dimasukkan kedalam paru setelah
akhir ekspirasi biasa (IC = IRV+TV)
6. Kapasitas residu fungsional (fungtional residual capacity/FRC)
Yaitu jumlah udara paru pada akhir respirasi biasa. ( FCR = ERV +
RV)
7. Kapasitas vital ( Vital Capacity / VC)
Yaitu volume udara maksimal yang dapat masuk ke paru-paru
selama satu siklus pernafasan yaitu setelah inspirasi dan ekspirasi
maksimal. ( VC = IRV + TV + ERV )
8. Kapasitas paru – paru total ( total lung capacity /TLC)
Yaitu jumlah udara maksimal yang masih ada di paru – paru (TLC
=VC + RV), L = ±6000ml, P = ±4200ml
9. Ruang rugi (atanomical dead space)
Yaitu area disepanjang saluran nafas yang tidak terlibat proses
pertukaran gas (± 150ml), L = ±500ml
10. Frekuensi nafas (f)
Yaitu jumalh pernafasan yang dilakukan permenit (kurang lebih 15
kali/menit). Secara umum, volume dan kapasitas paru akan menurun
bila seseorang berbaring dan meningkat saat berdiri. Menurun
karena isi perut menekan keatas atau ke diafragma, sedangkan
volume udara paru meningkat sehingga ruangan yang diisi udara
berkurang.
11. Analisa gas darah (analysis blood gasses/ABGs)
Sample darah yang digunakan adalah arteri radialis (udah diambil)

6. Penatalaksanaan Medis
a Penatalaksanaan Terapi
1. Hemodinamika
2. Pengobatan bronkodilator
3. Melakukan tindakan delegatif dalam pemberian medikasi oleh
dokter (Nebulizer, kanula nasal, masker untuk membantu pemberian
oksigen jika diperlukan)
4. Penggunaan ventilator mekanik
5. Fisioterapi dada

b Penatalaksanaan Keperawatan
1. Ketidakfektifan bersihan jalan nafas
a. Pembersihan jalan nafas
b. Latihan batuk efektif
c. Penghisapan lendir
2. Ketidakefektifan pola nafas
a. Atur posisi pasien (Semi Fowler)
b. Pemberian oksigen
c. Teknik bernafas dan relaksasi
3. Gangguan pertukaran gas
a. Atur posisi pasien (Posisi Fowler)
b. Pemberian oksigen
c. Penghisapan lendir
B. Tinjauan Teori Askep Kebutuhan Oksigenasi

a Pengkajian
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
a. Data Subjektif
a) Pasien mengeluh sesak saat bernafas
b) Pasien mengeluh batuk tertahan
c) Pasien tidak mampu mengeluarkan sekresi jalan nafas
d) Pasien merasa ada suara nafas tambahan
b.  Data Objektif
a) Pasien tampak tersengal-sengal dan pernafasan dangkal
b) Terdapat bunyi nafas tambahan
c) Pasien tampak bernafas dengan mulut
d) Penggunaan otot bantu pernafasan dan nafas cuping hidung
e) Pasien tampak susah untuk batuk

2. Ketidakefektifan pola nafas


a. Data Subjektif
a) Pasien mengatakan nafasnya tersengal-sengal dan dangkal
b) Pasien mengatakan berat saat bernafas
b. Data Objektif
a) Irama nafas pasien tidak teratur
b) Orthopnea
c) Pernafasan disritmik
d) Letargi

3. Gangguan pertukaran gas


a. Data Subjektif
a) Pasien mengeluh pusing dan nyeri kepala
b) Pasien mengeluh susah tidur
c) Pasien merasa lelah
d) Pasien merasa gelisah
b. Data Objektif
a) Pasien tampak pucat
b) Pasien tampak gelisah
c) Perubahan pada nadi
d) Pasien tampak lelah

b Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan:
a. Sekresi kental/belebihan sekunder akibat infeksi, fibrosis kistik
atau influenza.
b. Imobilitas statis sekresi dan batuk tidak efektif
c. Sumbatan jalan nafas karena benda asing
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan:
a. Lemahnya otot pernafasan
b. Penurunan ekspansi paru
3. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan:
a. Perubahan suplai oksigen
b. Adanya penumpukan cairan dalam paru
c. Edema paru

c. Perencanaan
1. Prioritas Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d peningkatan sputum
ditandai dengan batuk produktif
b. Ketidakefektifan pola nafas b/d posisi tubuh ditandai dengan
bradipnea
c. Gangguan pertukaran gas b/d berkurangnya keefektifan permukaan
paru
2. Rencana Asuhan Keperawatan

NO TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


DX KRITERIA HASIL
1 Setelah dilakukan 1. Latihan Batuk Efektif 1. Membantu mengeluarkan
tindakan keperawatan  Observasi secret.
selama 3 x 24 jam - Identifikasi 2. Memudahkan pasien
diharapkan bersihan kemampuan batuk untuk bernafas dan
jalan napas efektif - Monitor adanya retensi memberikan posisi
sesuai dengan kriteria: sputum nyaman pada pasien
- Monitor tanda dan 3. Kelembapan
1. Menunjukkan
gejala infeksi saluran mempermudah
jalan nafas
nafas pengeluaran dan
bersih
- Monitor input dan mencegah pembentukan
2. Suara nafas
output cairan (mis. mucus tebal pada
normal tanpa
Jumlah dan bronkus dan membantu
suara tambahan
karakteristik) pernafasan.
3. Tidak ada
 Terapeutik 4. Air hangat membantu
penggunaan otot
- Atur posisi semifowler mengencerkan sekret
bantu nafas
4. Mampu atau fowler

melakukan - Pasang perlak dan

bersihan jalan bengkok di pangkuan

napas pasien
- Buang sekret pada
tempat sputum
 Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik,
kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi
tarik nafas dalam
hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah
tarik nafas dalam yang
ke 3
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu.

2. Manajemen Jalan Nafas


 Observasi
- Monitor pola nafas
(frekuensi irama,
kedalaman nafas dan
upaya nafas)
- Monitor bunyi napas
tambahan (mis.
Gurgling, wheezing,
ronkhi kering)
- Monitor sputum
( jumlah, warna, aroma)
 Terapeutik
- Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan
head-tilt dan chin-lift
(jaw trust jika curiga
trauma servikal)
- Posisikan semi fowler
atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
- Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
- Berikan oksigen, jika
perlu.
 Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000 ml/ hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif
 Kolaboasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.

3. Pemantauan Respirasi
 Observasi
- Monitor frekuensi
irama, kedalaman nafas
dan upaya nafas
- Monitor pola nafas
- Monitor kemampuan
batuk efektif
- Monitor adanya
produksi sputum
- Monitor adanya
sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi bunyi nafas
- Monitor saluran oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray
thorax
 Terapeutik
- Atur interval pemantuan
respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasi hasil
pemantuan
 Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantuan
- Informasikan hasil
pemantuan, jika perlu.

2 Setelah dilakukan 1. Manajemen jalan nafas 1. Mengetahui frekuensi


tindakan keperawatan  Observasi pernafasan pasien
selama 3 x 24 jam - Monitor pola nafas 2. Mempermudah
diharapkan pola napas (frekuensi irama, pengeluaran secret dengan
efektif dengan kedalaman nafas dan suction
kriteria : upaya nafas) 3. HE dapat memberikan
- Monitor bunyi napas pengetahuan pada pasien
1. Menunjukkkan
tambahan (mis. tentang teknik bernafas
pola nafas
Gurgling, wheezing, 4. Pengobatan mempercepat
efektif dengan
ronkhi kering) penyembuhan dan
frekuensi nafas
- Monitor sputum memperbaiki pola nafas
16-20
( jumlah, warna, aroma)3.  
kali/menit dan
 Terapeutik
irama teratur
- Pertahankan kepatenan
2. Mampu
jalan nafas dengan
menunjukkan
head-tilt dan chin-lift
perilaku
(jaw trust jika curiga
peningkatan
trauma servikal)
fungsi paru
- Posisikan semi fowler
atau fowler
          - Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
- Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
- Berikan oksigen, jika
perlu.
 Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000 ml/ hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif
 Kolaboasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.

2. Pemantauan respirasi
 Observasi
- Monitor frekuensi
irama, kedalaman nafas
dan upaya nafas
- Monitor pola nafas
- Monitor kemampuan
batuk efektif
- Monitor adanya
produksi sputum
- Monitor adanya
sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi bunyi nafas
- Monitor saluran oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray
thorax
 Terapeutik
- Atur interval pemantuan
respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasi hasil
pemantuan
 Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantuan
Informasikan hasil
pemantuan, jika perlu.
3 Setelah dilakukan 1. Pemantauan respirasi 1. Mengumpulkan dan
tindakan keperawatan  Observasi menganalisis data pasien
selama 3 x 24 jam - Monitor frekuensi untuk memastikan
diharapkan pertukaran irama, kedalaman nafas kepatenan jalan napas
gas dapat dan upaya nafas dan pertukaran gas yang
dipertahankan dengan - Monitor pola nafas adekuat
kriteria : - Monitor kemampuan 2. Memudahkan pasien
batuk efektif untuk bernafas
1. Menunjukkan
- Monitor adanya 3. Mengurangi konsumsi
perbaikan
produksi sputum oksigen pada periode
ventilasi dan
- Monitor adanya respirasi.
oksigenasi
sumbatan jalan nafas 4. HE dapat memberikan
jaringan
- Palpasi kesimetrisan pengetahuan pada pasien
2. Tidak ada
ekspansi paru tentang teknik bernafas
sianosis
- Auskultasi bunyi nafas
5.     Memaksimalkan sediaan
- Monitor saluran oksigen
oksigen khususnya
         
- Monitor nilai AGD
ventilasi menurun
- Monitor hasil x-ray
thorax
 Terapeutik
- Atur interval pemantuan
respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasi hasil
pemantuan
 Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantuan
- Informasikan hasil
pemantuan, jika perlu.

2. Terapi Oksigen
 Observasi
- Monitor kecepatan
aliran oksigen
- Monitor posisi alat
terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen
secara periodik dan
pastikan fraksi yang
diberikan cukup
- Monitor efektifitas
terapi oksigen (mis.
Oksimetri, AGD), jika
perlu
- Monitor kemampuan
melepaskan oksigen
saat makan
- Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
- Monitor tanda dan
gejala tosikasi oksigen
dan atelektasis
- Monitor tingkat
kecemasan akibat terapi
oksigen
- Monitor integritas
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
 Terapeutik
- Bersihkan secret paa
mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan
jalan nafas
- Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen yang sesuai
dengan tingkat
mobilitas pasien
 Edukasi
- Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen
dirumah
 Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
- Kolaborasi
pengguanaan oksigen
saat aktivitas atau tidur.
d. Pelaksanaan

Impementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam


rencana tindakan keperawatan
1. Mandiri: aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri
dan bukan merupakan petunjuk/perintah dari petugas kesehatan
2. Delegatif: tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh
petugas kesehatan yang berwenang
3. Kolaboratif: tindakan perawat dan petugas kesehatan yang lain
dimana didasarkan atas keputusan bersama.

e. Evaluasi
1. Diagnosa 1: menunjukkkan adanya kemampuan dalam
a. Menunjukkan jalan nafas paten
b. Tidak ada suara nafas tambahan
c. Mampu melakukan perbaikan bersihan jalan nafas
2. Diagnosa 2:
a. Menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman
nafas yang normal
b. Tidak ada sianosis
3. Diagnosa 3:
a. Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
b. Tidak ada gejala distres pernafasan.

C. Daftar Pustaka

Drs. H. Syarifuddin AMK. 2018. Anatomi Fisiologi: kurikulum berbasis


kompetensi untuk keperawatan dan kebidananJakarta:EGC

Nanda International Edisi 10 (2017). Diagnosis Keperawatan: definisi &


klasifikasi. Jakarta:EGC
Potter&Perry. 2015. Fundamental Keperawatan. Jakarta:EGC

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: definisi dan indikasi


diagnostic. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Dewan Perawat Nasional Indonesia

D. WOC Gangguan Kebutuhan Oksigenasi

Anda mungkin juga menyukai