OLEH NAMA : ANITA ANDANG NIM : 811418010 KELAS : EPIDEMIOLOGI
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2021 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Anita Andang
Ttl : Lemito, 13 Agustus 1999 Umur : 21 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : jl. Makassar kel Dulalowo kec Kota Tengah Hobi : Membaca Agama : Islam Riwayat pendidikan : SDN O8 Lemito MTs Negeri 1 Lemito SMA Negeri 1 Lemito Sosial media : Facebook : anita andang Instagram : anitaa_an13 KAJIAN COVID-19 BERDASARKAN EPIDEMIOLOGI KESEHATAN LINGKUNGAN
Coronavirus 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh sindrom akut
pernapasan coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Ini pertama kali diidentifikasi pada Desember 2019 di Wuhan, Cina . The World Health Organization menyatakan wabah sebuah Kesehatan Darurat Masyarakat Peduli Internasional pada bulan Januari 2020 dan pandemi Maret 2020. Pada 13 Januari 2021, lebih dari 91,5 juta kasus telah dikonfirmasi, dengan lebih dari 1,96 juta kematian disebabkan COVID-19. Gejala COVID-19 sangat bervariasi, mulai dari tidak ada hingga penyakit parah. Virus menyebar terutama melalui udara ketika orang-orang berdekatan. Cara penularannya dari orang yang terinfeksi saat mereka bernapas, batuk, bersin, atau berbicara dan masuk ke orang lain melalui mulut, hidung, atau mata. Itu juga dapat menyebar melalui permukaan yang terkontaminasi. Orang tetap dapat menularkan hingga dua minggu, dan dapat menyebarkan virus meskipun mereka tidak menunjukkan gejala.
1. Perkembangan kasus covid-19 secara global dan nasional
Total infeksi Virus Corona COVID-19 di seluruh dunia pada hari Kamis per pukul 08.30 WIB telah mencapai 92.264.451 kasus, dan 50.940.060 di antaranya telah dinyatakan sembuh berdasarkan COVID-19 Dashboard by the Center for Systems Science and Engineering (CSSE) at Johns Hopkins University. Total 1.976.110 orang dunia tercatat telah meninggal dunia akibat COVID-19, seperti dikutip dari gisanddata.maps.arcgis.com, Kamis (14/1/2021). Total infeksi virus corona di Indonesia pada hari kamis (14/1/2020) telah mencapai 858 rb kasus, dan 703 rb diantaranya dinyatakan sembuh. Total 24.951 orang tercatat telah meninggal dunia akibat covid-19. 2. Tingkat kesakitan akibat COVID-19 (Morbiditas) Prevalensi adalah bagian dari studi epidemiologi yang membawa pengertian jumlah orang dalam populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada suatu tempoh waktu dihubungkan dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal. Jumlah Penderita Lama + Baru = 743.198 Jumlah Penduduk = 268.583.016 Jiwa Prevalensi = 743.198/268.583.016 X 1.000 = 2,77 Jadi, Angka Prevalensi Periode COVID-19 selama tahun 2020 sebesar 2,77 per 1.000 penduduk. Berdasarkan data tahun 2020 tercatat kasus COVID-19 hingga 31 Desember sebanyak 743.198 kasus, dengan jumlah penduduk indonesia pada tahun 2020 sebanyak 268.583.016 Jiwa, maka didapatkan Periode Prevalence Rate sebesar 2,77 per 1.000 penduduk
Berdasarkan data per 28 Agustus 2020, Insidence Rate di Indonesia
tercatat sebesar 6 kasus tiap 10.000 penduduk. Jadi, dari 10.000 penduduk di Indonesia ada sekitar 6 orang yang terjangkit COVID-19.
3. Tingkat kematian akibat COVID-19 (Mortalitas)
Menurut data yang dirilis Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID- 19 Republik Indonesia, jumlah kasus terkonfirmasi positif hingga 11 januari 2021 adalah 828.026 orang dengan jumlah kematian 24.129 orang. Tingkat kematian ( case fatality rate) akibat covid-19 adalah sekitar 2.9%. Berdasarkan data pada hari kamis (14/1/2020) jumlah kasus terkonfirmasi mencapai 858 rb kasus, dengan jumlah kematian 24.951 kasus. Tingkat kematian (case fatality rate) akibat covid-19 adalah sekitar 2.9%. Jika dilihat dari presentase angka kematian yang di bagi menurut golongan usia, maka kelompok usia 46-49 tahun memiliki persentase angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan golongan usia lainnya. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, 56,5% penderita yang meninggal akibat covid-19 adalah laki-laki dan 43.5% sisanya adalah perempuan.
4. Covid-19 berdasarkan jenis paparan
Menurut analisis penulis paparan yang terjadi pada covid-19 adalah paparan secara eksternal. Karena manusia terpapar oleh virus yang berada diluar tubuh kemudian masuk ke dalam tubuh. Proses kita terpapar virus SAR-COV2 adalah ketika kita berada pada 1 lingkungan yang sama dengan penderita covid-19 kemudian penderita mengeluarkan droplet dengan cara batuk dan bersih maka pada saat itu pula kita sudah terpapar. Uniknya untuk virus covid-19 ini dapat menular juga dari benda-benda yang telah terkontaminasi. Ketika kita terpapar namun kita tidak rentan maka kita tidak akan sakit. Dalam artian ketika kita terpapar virus covid-19 namun sistem imun kita baik maka kita tidak akan rentan. Proses penularan covid-19 melalui berbagai cara yaitu tidak sengaja menghirup percikan ludah yang keluar saat penderita COVID-19 batuk atau bersin, memegang mulut atau hidung tanpa mencuci tangan terlebih dahulu setelah menyentuh benda yang terkena cipratan ludah penderita COVID-19, serta ketika melakukan kontak jarak dekat dengan penderita COVID-19. Dilihat menurut jenis paparan agent menurut penulis COVID-19 termasuk kedalam jenis agent sistematik karena agent yang berhasil memasuki tubuh host dapat beredar dan menimbulkan efek di seluruh tubuh. Pada kasus yang parah, infeksi virus corona bisa menyebabkan beberapa komplikasi yaitu : Pneumonia (infeksi paru-paru), infeksi sekunder pada organ lain, gagal ginjal, Acute cardiac injury, Acute Respiratory distress syndorome, dan kematian. Selain itu, pada beberapa kasus, seseorang juga bisa mengalami kondisi yang disebut Post-acute covid-19 syndrome, meski telah dinyatakan sembuh dari infeksi virus corona.
5. Berdasarkan kriteria kausal hill
Terdapat 9 kriteria kausal hill yaitu : a. Strength of asosiation b. Consistency c. Specificity d. Temporality e. Biologic gradient f. Biologic plausability g. Coherence h. Experiment i. Analogy Menurut penulis covid-19 memenuhi 3 kriteria yaitu consistency, specificity, temporality. Covid-19 Consistency karena tedapat kausal yang sama yang terjadi pada orang, tempat dan waktu yang berbeda, dalam artian disemua dunia memiliki kausal yang sama. Covid-19 specificity karena penyebab penyakitnya 1 yaitu virus SARS-COV2. Covid-19 temporality karena terpapar virus SARS-COV2 dulu kemudian terkonfirmasi positif COVID-19.
6. Dampak Covid-19 Terhadap Kesehatan Lingkungan
Pada penelitian yang dilakukan oleh European Space Agency (ESA), dari data yang didapatkan melalui gambar satelit memperlihatkan adanya penurunan nitrogen dioksida (gas polutan udara) di sejumlah kota besar di berbagai negara seperti Paris, Madrid, dan Roma pada tanggal 14-25 Maret 2020 dibandingkan dengan data pada tahun 2019 lalu. Selain di negara-negara Eropa, Tiongkok yang merupakan negara pertama yang menerapkan lockdown juga menunjukkan data yang sama, yaitu adanya penurunan polusi udara secara signifikan, bahkan sebesar 20% – 30% jika dibandingan dengan data tiga tahun lalu. Penurunan polusi udara juga terjadi di Amerika Serikat, Italia, dan Spanyol. Sementara itu di Indonesia khususnya kualitas udara di Jakarta setelah menerapkan PSBB, dikutip dari rilis Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) tercatat mengalami penurunan gas polutan NO2 sekitar 40% dibandingkan tahun 2019. Tapi penurunan tidak terjadi pada polutan udara jenis PM 2,5 (konsentrasi polusi partikulat kecil), angka PM 2,5 masih tinggi. Menurut standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) batas maksimal konsentrasi PM 2.5 adalah 25 mikrogram per meter kubik, sedangkan data pada tangal 1 Januari sampai diberlakukan PSBB pada 22 April angka PM 2,5 di Jakarta masih diatas standar WHO. Penurunan polusi udara NO2 ini tidak serta-merta membuat kita dapat menyimpulkan bahwa kebijakan lockdown dapat memberikan dampak besar terhadap lingkungan. Hal ini karena tingkat pencemaran polusi udara sendiri dapat berubah setiap waktunya, berdasarkan aktivitas kendaraan bermotor maupun industri, jika pada suatu waktu aktivitas industri atau lalu lintas kendaraan kembali meningkat dari sebelumnya, kualitas udara suatu wilayah dapat berubah juga. Akan berbeda jika ada perubahan gaya hidup yang masif untuk menerapkan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan saat maupun setelah pandemi ini. Selain itu, isu lingkungan merupakan permasalahan yang kompleks yang melibatkan banyak faktor untuk menjamin kelestarian lingkungan. Salah satunya adalah sampah, yang menjadi persoalan baru di tengah merebaknya pandemi virus Corona, penumpukan sampah medis tidak dapat dihindari, upaya penanganan yang masih terbatas menjadi salah satu hal yang akan berdampak besar terhadap lingkungan. Selain itu, sampah medis juga akan berdampak pada penyebaran virus jika tidak dikelola dengan baik, Dibutuhkan protokol khusus yang harus dipatuhi dalam mengelola sampah medis. Saat ini masih banyak rumah sakit yang belum memiliki teknologi pengelolaan limbah medis bahan berbahaya dan beracun. Menurut Sekretaris Jenderal Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia atau Indonesian Environmental Scientist Association (IESA) Lina Mugi Tri Astuti, yang mengutip laporan Kementerian Kesehatan, dari 2.852 rumah sakit yang ada di Indonesia, baru 96 rumah sakit yang memiliki insinerator (alat untuk pembakaran sampah sampai habis) dari insinerator yang ada, tidak semua berfungsi dengan layak. Dalam implementasinya, penggunaan insinerator harus mengikuti prosedur khusus agar tidak menimbulkan dampak lingkungan lainnya. Karena insinerator dapat menimbulkan emisi gas yang dapat mencemari lingkungan. Sementara itu, saat ini baru tiga rumah sakit di Indonesia menggunakan autoklaf. Pengelolaan sampah dengan menggunakan autoklaf (alat pensterilan berupa ruangan kedap udara) masih minim. Padahal penggunaan autoklaf lebih ramah lingkungan karena teknik sterilisasi dengan menggunakan autoklaf tidak melalui proses pembakaran (non insinerasi) sehingga tidak menyebabkan pencemaran udara. Sebagai pembanding, mari melihat upaya pemerintah Tiongkok, saat Wuhan menjadi episentrum pandemi Covid-19, selain membangun rumah sakit dalam waktu singkat, pemerintah Tiongkok juga membangun tempat pembuangan sampah baru untuk pembuangan limbah medis dalam waktu singkat, karena pengelolaan sampah medis yang lama tidak mencukupi. Saat itu, rumah sakit di Wuhan dalam sehari dapat menghasilkan sampah enam kali lebih banyak yaitu setara 240 ton dari biasanya hanya 40 ton. Pemerintah Tiongkok juga melakukan pengangkutan sampah secara mobile, menambah jumlah kendaraan pengangkutan sampah dan membangun insinerator di dekat rumah sakit sementara, sehingga dapat lebih cepat dikelola. Selain itu pabrik pembuangan limbah industri diubah untuk mengelola sampah medis. Melalui berbagai pemberitaan disebutkan bahwa kebijakan lockdown ini membawa dampak pada membaiknya kualitas udara, namun sebenarnya permasalahan baru muncul yakni permasalahan sampah medis dan plastik yang meningkat dikarenakan pemusatan aktivitas di rumah sakit dan di rumah- rumah. Perlu adanya kebijakan strategis dari pemerintah dan masyarakat untuk memilih opsi yang lebih ramah lingkungan dalam menghadapi permasalahan lingkungan di masa pandemi Covid-19. Karena permasalahan pada lingkungan juga penting dan butuh upaya masif dan konsisten untuk mencegah kerusakan lingkungan.