Anda di halaman 1dari 10

KEWIRAUSAHAAN/ENTERPRENEURSHIP

Rima Handayani SE,M.Si

Kelas 412/Kelompok 10

Bilkis Salsa Adelia (191010505945)

Neng Astri Alpian (191010505959)

Raehan Ilhamsyah (191010506020)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKAULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PAMULANG

Jalan Surya Kencana No. 1, Pamulang Barat, Kec. Pamulang,

Kota Tangerang Selatan, Banten

15417.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami ini. Dengan makalah kami yang
bertema“JATUH BANGUN BISNIS SEORANG WIRAUSAHA” yang diambil dari tokoh Tirto
Utomo sebagai pendiri Aqua ini semoga mampu memberikan tambahan, wawasan pada mata
kuliah Kewirausahaan/Enterpreneurship.

Dengan tulisan ini kami diharapkan mahasisa/I dapat terinspirasi untuk menjadi
wirausahaan. Kami sadar masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, agar bisa
menjadikan tulisan ini lebih baik lagi.

Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi
pembacanya, terutama mahasiswa/I supaya kelak menjadi pribadi yang lebih baik.

Tangerang, 22 Mei 2020


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semua orang tentunya ingin membangun bisnis yang dapat berkembang lancar dan mencapai
kesuksesan, namun kenyataannya didalam proses tersebut tidak mudah untuk terwujud.
Meskipun didalam sebuah bisnis sudah merencanakan berbagai strategi tapi tetap saja akan ada
ancaman atau masalah yang dihadapi.

Menjadi seorang wirausaha pasti akan ada masanya jatuh bangun dalam mengembangkan
bisnisnya tetapi wirausaha harus siap ketika berada di posisi jatuh, namun dari kejadian tersebut
sebagai seorang yang ingin menjadi wirausaha yang sukses kita harus bangkit dan kegagalan
sebelumnya dijadikan pelajaran untuk bisa lebih baik lagi. Dalam hal ini kita dapat mengambil
pelajaran dari seorang wirausaha sukses yang dapat menghadapi jatuh bangun dalam
mengembangkan bisnis, yaitu Tirto Utomo selaku pendiri Aqua.

1.2. Identifikasi
1. Profil Tirto Utomo
2. Jatuh Bangun Bisnis Tirto Utomo
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Profil Wirausaha


Tirto Utomo atau Kwa Sien Biauw (lahir di Wonosobo 9 Maret 1930, meninggal
di Wonosobo, 16 Maret 1994 pada umur 64 tahun) ia adalah pengusaha Indonesia.
Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini dikenal sebagai pendiri Aqua
Golden Mississipi pada tahun 1973. Selain itu, ia juga pernah menjadi pengurus
Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia. Pada 16 Maret 1994, ia meninggal dunia
dan dimakamkan di pemakaman warga Tionghoa di dekat Hotel Kresna, Wonosobo.

Setelah lulus SMP Tirto Utomo melanjutkan sekolah ke HBS (sekolah setingkat
SMA di zaman Hindia Belanda) di Semarang dan kemudian di SMAK St. Albertus,
Malang. Selanjutnya selama dua tahun ia kuliah di Universitas Gajah Mada, tetapi
akhirnya Tirto pindah ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Di Jakarta sambil
kuliah ia bekerja sebagai Pimpinan Redaksi harian "Sin Po" dan majalah "Pantja
Warna".

Tahun 1959, ia diberhentikan sebagai pemimpin redaksi "Sin Po". Akibatnya


sumber keuangan keluarga menjadi tidak jelas. Namun, akibat peristiwa itulah Tirto
Utomo memiliki kemauan yang bulat untuk menyelesaikan kuliahnya di Fakultas
Hukum UI.

Setelah lulus, Tirto Utomo mengajukan surat lamaran kerja ke Permina


(Perusahaan Minyak Nasional) yang merupakan cikal bakal Pertamina. Setelah
diterima, ia ditempatkan di Pangkalan Brandan. Di sana, keperluan mandi masih
menggunakan air sungai. Berkat ketekunannya, Tirto Utomo akhirnya menanjak
kariernya sehingga diberi kepercayaan sebagai ujung tombak pemasaran minyak.
Namun pada usia 48 tahun, Tirto Utomo memilih pensiun dini untuk menangani
beberapa perusahaan pribadinya yakni PT Aqua, PT. Baja Putih, dan restoran Oasis.

2.2. Sejarah Jatuh Bangun Tirto Utomo Dalam Mendirikan Perusahaan Aqua.

A. Awal Berdirinya Perusahaan Aqua

Aqua didirikan dengan modal bersama adik iparnya Slamet Utomo sebesar
Rp 150 juta. Mereka mendirikan pabrik di Bekasi tahun 1973 dengan nama "PT.
Golden Mississippi" dan merek produksi Aqua. Karyawan mula-mula berjumlah
38 orang. Mereka menggali sumur di pabrik pertama yang dibangun di atas tanah
seluas 7.110 meter persegi di Bekasi. Setelah bekerja keras lebih dari setahun,
produk pertama Aqua diluncurkan pada 1 Oktober 1974.

Sebuah ruangan yang terdiri dari tiga lemari kayu, terpajang rapi berbagai
produksi Aqua. Sebuah meja rapat bundar berukuran kecil dan meja kerja mengisi
ruangan tersebut. Dari ruangan itulah Tirto Utomo mengawali lahirnya
perusahaan Aqua pada 1973. “Meja ini merupakan meja yang digunakan pendiri,”
kata Willy Sidharta, Presiden Direktur PT. Aqua Golden Missisippi Tbk.

Tirto Utomo, warga asli Wonosobo, mendirikan perusahaan air munum


dalam kemasan (AMDK) karena ketika bekerja sebagai pegawai Pertamina di
awal tahun 1970-an Tirto bertugas menjamu delegasi sebuah perusahaan Amerika
Serikat. Namun jamuan itu terganggu ketika istri ketua delegasi mengalami diare
yang disebabkan karena mengonsumsi air yang tidak bersih. Tirto kemudian
mengetahui bahwa tamu-tamunya yang berasal dari negara Barat tidak terbiasa
meminum air minum yang direbus, tetapi air yang telah disterilkan.

Inisiatif bisnis pun segera datang. Bersama saudara-saudaranya, Tirto


mulai mempelajari cara memproses air minum dalam kemasan. Adiknya, Slamet
Utomo diminta untuk magang di Polaris, sebuah perusahaan AMDK yang ketika
itu telah beroperasi 16 tahun di Thailand. Tidak mengherankan bila pada awalnya
produk Aqua menyerupai Polaris mulai dari bentuk botol kaca, merek mesin
pengolahan air, sampai mesin pencuci botol serta pengisi air.

Usai mengerti cara kerja pembuatan air minum dalam kemasan, Tirto
mendirikan pabrik pertamanya di Pondok Ungu, Bekasi, dan menamai pabrik itu
Golden Missisippi dengan kapasitas produksi enam juta liter per tahun. Tirto
sempat ragu dengan nama Golden Missisippi yang meskipun cocok dengan target
pasarnya, ekspatriat, namun terdengar asing di telinga orang Indonesia.
Konsultannya, Eulindra Lim, mengusulkan untuk menggunakan nama Aqua
karena cocok terhadap image air minum dalam botol serta tidak sulit untuk
diucapkan. Tirto kemudian mengubah merek produknya dari Puritas menjadi
Aqua.

Dua tahun kemudian, produksi pertama Aqua diluncurkan dalam bentuk


kemasan botol kaca ukuran 950 ml dengan harga jual Rp.75, hampir dua kali lipat
harga bensin yang ketika itu bernilai Rp.46 untuk 1.000 ml.

B. Bermodal Keberanian

Meskipun saat itu air mineral dalam kemasan belum ada di Indonesia,
Tirto tetap yakin dengan langkahnya. Keluar dari tempat kerjanya yang mapan di
Pertamina, pada 1982, Tirto mengganti bahan baku (air) yang semula berasal dari
sumur bor ke mata air pegunungan yang mengalir sendiri (self-flowing spring)
karena dianggap mengandung komposisi mineral alami yang kaya nutrisi seperti
kalsium, magnesium, potasium, zat besi, dan sodium.

Dengan bantuan Willy Sidharta, sales dan perakit mesin pabrik pertama
Aqua, sistem distribusi Aqua bisa diperbaiki. Willy menciptakan konsep delivery
door to door khusus yang menjadi cikal bakal sistem pengiriman langsung Aqua.
Konsep pengiriman menggunakan kardus-kardus dan galon-galon menggunakan
armada yang didesain khusus membuat penjualan Aqua Secara konsisten
membaik. Tahun 1974 sampai 1978 adalah masa-masa sulit bagi perusahaan ini.
Apalagi permintaan konsumen masih sangat rendah. Masyarakat kala itu masih
“asing” dengan air minum dalam kemasan. Apalagi harga 1 liter Aqua lebih
mahal daripada harga 1 liter minyak tanah.

Tapi pemilik Aqua tidak menyerah. Dengan berbagai upaya dan kerja
keras, akhirnya Aqua mulai diterima masyarakat luas. Bahkan tahun 1978, Aqua
telah mencapai titik BEP. Dan saat itu menjadi batu loncatan kisah sukses Aqua
yang terus berkembang pesat.

Saat itu memang produk Aqua ditujukan untuk market kelas menengah ke
atas, baik dalam rumah tangga, kantor-kantor dan restoran. Namun sejak tahun
1981, Aqua telah berganti kemasan dari semula kaca menjadi plastik sehingga
melahirkan berbagai varian kemasan. Hal ini menyebabkan distribusi yang lebih
mudah dan harga yang lebih terjangkau sehingga produk Aqua dapat dijangkau
masyarakat dari berbagai kalangan.

Dari sisi kemasan, Aqua juga menjadi pelopor. Botol plastiknya yang
semula berbahan PVC yang tidak ramah lingkungan, sejak 1988 telah diganti
menjadi bahan PET. Padahal saat itu di Eropa masih menggunakan bahan PVC.
Selain itu desain botol Aqua berbentuk persegi bergaris yang mudah dipegang
telah menggantikan desain botol bulat Eropa. Bahkan botol PET ciptaan Aqua ini
telah dijadikan standar dunia.

Pada 1984, Pabrik AQUA kedua didirikan di Pandaan, Jawa Timur. Dan
Pada 1995, Aqua menjadi pabrik air mineral pertama yang menerapkan sistem
produksi in line di pabrik Mekarsari. Pemrosesan air dan pembuatan kemasan
AQUA dilakukan bersamaan. Hasil sistem in-line ini adalah botol AQUA yang
baru dibuat dapat segera diisi air bersih di ujung proses produksi, sehingga proses
produksi menjadi lebih higienis.

Aqua juga sukses di mancanegara. Sejak 1987, produk Aqua telah


diekspor ke berbagai negara seperti Singapura, Malaysia, Fillipina, Australia,
Maldives, Fuji, Timur Tengah dan Afrika. Berbagai prestasi dan penghargaan pun
didapatkan baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Pada tahun 1998, karena ketatnya persaingan dan munculnya pesaing-


pesaing baru, Lisa Tirto sebagai pemilik Aqua Golden Mississipi sepeninggal
ayahnya Tirto Utomo, menjual sahamnya kepada Danone pada 4 September 1998.
Akusisi tersebut dianggap banyak pihak sebagai langkah tepat setelah beberapa
cara pengembangan tidak cukup kuat menyelamatkan Aqua dari ancaman pesaing
baru.

Langkah ini berdampak pada peningkatan kualitas produk dan


menempatkan AQUA sebagai produsen air mineral dalam kemasan (AMDK)
yang terbesar di Indonesia. Pada tahun 2000, bertepatan dengan pergantian
milenium, Aqua meluncurkan produk berlabel Danone-Aqua.

Almarhum Tirto Utomo pun dinobatkan sebagai pencetus air minum


dalam kemasan dan masuk dalam “Hall of Fame” . Dan berdasarkan survey
Zenith International, sebuah badan survey Inggris, Aqua dinobatkan sebagai merk
air minum dalam kemasan terbesar di Asia Pasifik, dan air minum dalam kemasan
nomor dua terbesar di dunia. Sebuah prestasi yang mungkin tidak pernah dikira-
kira.

C. Nekat Mendirikan Aqua

Tirto Utomo, kelahiran Wonosobo, Jawa Tengah 8 Maret 1930, harus


bersekolah di Magelang yang berjarak sekitar 60 kilometer ketika SMP, karena
memang di Wonosobo belum ada SMP perjalanan itu ditempuh dengan sepeda.

Dibesarkan dari anak seorang pengusaha susu sapi dan pedagang ternak,
lulus SMP, Tirto Utomo melanjutkan sekolah ke HBS (sekolah setingkat SMA di
zaman Hindia Belanda) di Semarang dan kemudian di Malang. Masa remaja Tirto
Utomo dihabiskan di Malang dan di situlah dia bertemu dengan Lisa / Kienke
(Kwee Gwat Kien), yang kelak menjadi istrinya.

Semasa kuliah Tirto mengisi waktu luang dengan menjadi wartawan Jawa
Pos dengan tugas khusus meliput berita-berita pengadilan. Namun, kemudian
Tirto pindah ke Jakarta sambil kuliah ia bekerja sebagai Pimpinan Redaksi harian
Sin Po dan majalah Pantja Warna.

Pada tahun 1959. Tirto diberhentikan sebagai pemimpin redaksi Sin Po.
Akibatnya sumber keuangan keluarga menjadi tidak jelas. Tirto Utomo
menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Hukum UI. Sementara Lisa berperan
sebagai pencari nafkah yaitu dengan mengajar dan membuka usaha catering, Tirto
belajar dan juga ikut membantu istrinya. Pada Oktober 1960 Tirto Utomo berhak
menyandang gelar Sarjana Hukum dan bekerja di Pertamina.

Kedudukan Tirto Utomo sebagai Deputy Head Legal dan Foreign


Marketing membuat sebagian besar hidupnya berada di luar negeri. Pada usia 48
tahun, Tirto Utomo memilih pensiun dini untuk menangani beberapa perusahaan
pribadinya yakni AQUA, PT. Baja Putih, dan restoran Oasis.

Di kalangan karyawan dan teman-temannya, Tirto dikenal sebagai pribadi


yang sangat sederhana, ramah, murah senyum, namun cerdas berpikir. Dalam
hubungannya dengan bawahan, ia menganut gaya manajemen kekeluargaan dan
mempercayai kemampuan karyawannya melalui sejumlah pengembangan dan
pelatihan manajemen.

“Banyak orang mengira bahwa memproduksi air kemasan adalah hal yang
mudah. Mereka pikir yang dilakukan hanyalah memasukkan air kran ke dalam
botol. Sebetulnya, tantangannya adalah membuat air yang terbaik, mengemasnya
dalam botol yang baik dan menyampaikannya ke konsumen.” Kata Tirto Utomo.
Tirto memang sudah wafat pada tahun 1994 namun prestasi Aqua sebagai
produsen air minum dengan merek tunggal terbesar di dunia tetap dipertahankan
sampai sekarang.

“Dulu bukan main sulitnya. Dikasih saja orang tidak mau. Untuk apa
minum air mentah’, itulah celaan yang tak jarang kami terima,” ujar Willy
Sidharta. Saat itu minuman ringan berkabonasi seperti Cola Cola, Sprite, 7 Up,
dan Green Spot sedang naik daun sehingga gagasan menjual air putih tanpa warna
dan rasa, bisa dianggap sebagai gagasan gila.

Salah satu pelanggan Aqua yaitu kontraktor pembangunan jalan tol


Jagorawi, Hyundai. Dari para insinyur Korea Selatan itu, kebiasaan minum air
mineral pun menular kepada rekan pekerja lokal mereka. Melalui penularan
semacam itulah akhirnya air minum dalam kemasan diterima di masyarakat.

Saat ini, keluarga Tirto Utomo bukan lagi pemegang saham mayoritas
karena sejak tahun 1996 perusahaan makanan asal Prancis Danone menguasai
saham mayoritas. Brand utama mereka, "AQUA" menjadi market leader di bisnis
air minum dalam kemasan.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Tirto Utomo atau Kwa Sien Biauw ia adalah pengusaha Indonesia. Lulusan Fakultas
Hukum Universitas Indonesia ini dikenal sebagai pendiri Aqua Golden Mississipi pada
tahun 1973. Selain itu, ia juga pernah menjadi pengurus Persatuan Bulutangkis Seluruh
Indonesia. Inisiatif bisnis pun segera datang. Bersama saudara-saudaranya, Tirto mulai
mempelajari cara memproses air minum dalam kemasan. Adiknya, Slamet Utomo
diminta untuk magang di Polaris, sebuah perusahaan AMDK yang ketika itu telah
beroperasi 16 tahun di Thailand tidak mengherankan bila pada awalnya produk Aqua
menyerupai Polaris mulai dari bentuk botol kaca, merek mesin pengolahan air, sampai
mesin pencuci botol serta pengisi air.
Usai mengerti cara kerja pembuatan air minum dalam kemasan, Tirto mendirikan pabrik
pertamanya di Pondok Ungu, Bekasi, dan menamai pabrik itu Golden Missisippi dengan
kapasitas produksi enam juta liter per tahun. Berbagai prestasi dan penghargaan pun
didapatkan baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Pada tahun 1998, karena ketatnya persaingan dan munculnya pesaing-pesaing baru, Lisa
Tirto sebagai pemilik Aqua Golden Mississipi sepeninggal ayahnya Tirto Utomo, menjual
sahamnya kepada Danone pada 4 September 1998. Akusisi tersebut dianggap banyak pihak
sebagai langkah tepat setelah beberapa cara pengembangan tidak cukup kuat menyelamatkan
Aqua dari ancaman pesaing baru.

3.2. Kritik dan Saran


Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan, karena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukkan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca dapat memeberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah
di kesempatan-kesempatan berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai